Dosen Pengampu:
Dr. Irwandi, M.Sn.
Kusrini, S.Sos., M.Sn.
Aji Susanto Anom Purnomo, S.Sn., M.Sn.
Disusun oleh:
Nandana Daffa Rajendra
Fotografi A
1810890031
Defenisi Estetika
Istilah estetika, seni, dan keindahan sering kali bercampur begitu saja sehingga
perlu dijelaskan. Kata “seni” berasal dari bahasa Melayu yang berarti halus, tipis, dan
lembut. Seni memang selalu dimengerti sebagai ars (keterampilan), tekhne (keahlian),
dan berkaitan erat dengan keindahan (kalon). Sering terabaikan bahwa seni terutama
berkaitan erat dengan “penciptaan”, poein, dan akar kata “Estetika” adalah
aisthenasthai, yang artinya adalah “persepsi”. Maka seni terutama adalah soal
“menciptakan persepsi baru”. Penggunaan kata seni yang berarti “halus” dapat
diartikan sebagai proses “mencipta persepsi baru” yang memang membutuhkan
kehalusan jiwa dalam prosesnya sehingga menciptakan sesuatu yang memiliki
keindahan.
a. Tujuan Estetika
Abdul Hadi H. W. merumuskan tujuan estetika:
a. Menentukan sikap terhadap keindahan yang terdapat dalam alam, kehidupan
manusia dan karya seni.
b. Mencari pendekatan-pendekatan yang memadai dalam menjawab masalah
objek pengamatan indra, khususnya karya seni, yang menimbulkan pengaruh
terhadap jiwa manusia, khususnya perenungan dan pemikiran, serta prilaku
dan perrbuatan manusia.
c. Mencari pandangan yang menyeluruh tentang keindahan dan objek-objek yang
memperlihatkan rasa keindahan.
d. Mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan bahasa dan
penuturannya yang baik, sesuai keperluan, misalnya dalam karya sastra, serta
mengkaji penjelasan tentang istilah-istilah dalam konsep-konsep keindahan.
e. Mencari teori untuk menentukan dan menjawab persoalan di sekitar karya seni
dan objek-objek yang menerbitkan pengalaman indah.
b. Permasalahan Estetika
Dickie dalam Aesthetica mengajukan tiga pertanyaan untuk mengisolir masalah-
masalah di dalam estetika, yaitu:
a. Pernyataan kritis yang menggambarkan, menafsirkan, atau menilai karya-
karya seni yang khas.
b. Pernyataan yang bersifat umum oleh para ahli sastra, musik atau seni untuk
memberikan ciri khas garne-garne artistik (misalnya tragedi, bentuk sonata,
lukisan abstrak).
Louis Kattsof berpendapat bahwa estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan
dengan batas rakitan (structure) dan peranan (role) dari keindahan khususnya dalam
seni. Ada 4 permasalahan pokok perihal permasalahan estetika, yakni:
a. Nilai Estetika.
b. Pengalaman Estetika.
c. Perilaku Orang yang Mencipta.
d. Seni.
Struktur Estetika
Unsur-Unsur Rupa
a. Unsur Garis
Garis merupakan dua titik yang dihubungkan. Garis menjadi salah satu unsur
membangun keindahan. garis dalam karya seni adalah ekspresi dari seorang seniman.
Garis memberi kesan psikologis terhadap yang melihatnya. Garis yang bersifat formal
merupakan keteraturan geometris resmi, tegas, jelas, dan rapi sementara yang bersifat
nonformal bersifat lebih luwes, lentur, dan terkadang tidak keruan.
b. Unsur Bangunan
Unsur bangunan (shape) adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi
oleh unsur kontur (garis dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh
gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur.
Menurut Dharsono ada 4 perubahan unsure bangunan, yakni:
a. Stilisasi adalah pengayakan kontur pada sebuah objek.
b. Distorsi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian
karakter.
c. Transformasi adalah perubahan bentuk unsur akibat unsur bangunan yang
yang dipindahkan kepada unsur bangunan lain.
d. Disformasi adalah perubahan unsur bangunan yang dilakukan untuk
merepresentasekan sifat keseluruhan dari suatu objek.
d. Unsur Warna
Menurut Dharsono ada 3 peran penting warna dalam semesta kesenian, yakni:
a. Warna sebagai warna: warna yang hanya sekedar warna.
b. Warna sebagai representasi alam.
c. Warna sebagai tanda/lambang/simbol.
Prinsip-Prinsip Estetika
a. Paduan Harmoni (Keselarasan)
Harmoni adalah keselarasan yang tersusun secara sistematis yang
membuat kita menikmati ketersusunan tersebut.
b. Pasuan Kontras
Kontas adalah dua hal yang dipadukan, tetapi memiliki perbedaan yang
sangat tajam sehingga jika terlalu berlebihan akan merusak komposisi yang
tercipta.
d. Paduan Gradasi
Gradasi adalah paduan dari interval kecil ke interval besar, yang
dilakukan dengan penambahan atau pengurangan secara laras dan bertahap,
atau dapat dikatakan gradasi adalah perubahan bentuk yang kaku ke dalam
dinamika yang luwes dan menarik.
b. Keseimbangan
Keseimbangan adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang
saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual
ataupun secara intensitas kekaryaan.
Keseimbangan formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari
satu poros.
Keseimbangan informal adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari
susunan unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras
dan asimetris.
c. Kesederhanaan
Kesederhanan dalam disain adalah kesederhanaan selektif dan
kecermatan pengelompokan unsur-unsur artistik dalam desain. Tiga aspek
kesederhanaan, yakni: kesederhanaan unsur, struktur dan teknik.
d. Aktuensi
Aktuensi adalah penekanan pada suatu titik di dalam sebuah karya seni.
e. Proporsi
Proporsi adalah hubungan antara bagian dari suatu desain dan
hubungan antara bagian dan keseluruhan. Hubungan antar bagian yang bersifat
serasi, harmoni, setimbang, dan tidak tumpang-tindih.
Nilai estetis adalah proses memberikan takaran keindahan pada sebuah objek.
Kant membagi nilai estetis menjadi dua, yakni:
a. Nilai murni terhadap pada garis, bentuk, warna dalam rupa seni rupa. Gerak,
tempo, irama dalam seni tari. Suara, metrum, irama dalam seni music. Dialog,
ruang, gerak dalam seni drama, dan lainnya.
b. Nilai tambahan adalah yang ditambahkan pada bentuk-bentuk manusia, alam,
binatang, dll.
b. Teori ekstrinsik
Teori ekstrinsik berpendapat bahwa susunan dari arti-arti di dalam dan
susunan medium indrawi yang menampung proyeksi dari makna dalam harus
dilebur.
d. Teori Katarsis
Teori katarsis yang diintroduksi oleh Aristoteles bertolak dari efek seni
drama/teater terhadap khalayaknya yang mendapatkan kepuasan dan
kedamaian. Baginya, keindahan adalah ekspresi dan ekspresi adalah “muatan”
atau “isi” seni. Seni adalah representasi bukan realitas sehingga seniman dapat
mengatasi pelbagai masalah dengan karyanya tersebut.
b. Penikmatan
Ada 4 tingkatan penikmatan menurut Steppen C. Pepper, yakni:
Tingkatan pertama disebut tingkat subjektif relativitas,, di mana seseorang
dalam memberikan ultimatum senang dan tidak senang karena adanya
keputusan subjektivitas.
Tingkatan kedua disebut culture relativites tingkat ini merupakan ultimatum
senang dan tidak senang atas keputusan sikap psikologis karena ikatan latar
belakang budaya.
Tingkat ketiga disebut tingkat biological relativites, di mana ultimatum senang
dan tidak senang didasari atas keputusan yang berdasarkan atas intrinsik yang
muncul setelah menikmati karya tersebut.
Tingkatan keempat merupakan tingkatan relativitas yang disebut absolute,
artinya ultimatum senang dan tidak senang bukan dari intrinsik, tetapi
cenderung kepada sikap ekstrinsik.
B. Halaman 31-46, Buku “Pengantar Estetika”, Pengarang: Dharsono Sony
Kartika, Penerbit Rekayasa Sains.