Anda di halaman 1dari 2

Menanggapi Aliran Positivisme August Comte

Nama : Marchya Lidya S.


NIM : 2411418013

“Positivisme” yang dikemukakan ini bukanlah bermakna normatif, melainkan deskriptif


(yang faktual). Pengetahuan yang benar hanyalah pengetahuan tentang fakta.
Menurut saya ini merupakan paham pemikiran yang cukup saya setujui. Karena aliran ini
menekankan bahwa segala ilmu pengetahuan didasarkan pada fakta yang didapat yang
sifatnya empiris. Sesuatu yang terjadi pasti ada hubungan sebab-akibatnya. Dan sebab-akibat
tersebut merupakan faktor-faktor yang ilmiah dan dapat dibuktikan. Mengesampingkan sifat
subjektivitas.
Penerapan aliran positivisme kepada seni banyak dikemukakan oleh para filsuf dan berikut
berbagai pernyataan mereka
• Persyaratan agar sesuatu itu dikatakan bernilai seni atau indah adalah adanya simetri
dan kesatuan, adanya sifat ekonomi dalam gaya keindahan, adanya keagungan dan
kekuasaan atau kekuatan, adanya efek moral yang baik pada penanggapnya. (Herbert
Spencer)
• Ada tiga tingkat nilai seni. Yang dipersoalkan pada tingkat pertama adalah apakah
sebuah karya seni memiliki bobot karakter yang memadai. Apakah gagasan yang
diajukannya besar atau sepele, apakah tingkat afektifnya pada penanggap tinggi
atau rendah, apakah bobot moralnya besar atau dangkal. Pada tingkat kedua, apakah
sebuah karya seni berhasil mencapai tingkat harmoni antara ide dan bentuknya.
Pada tingkat terakhir, Taine membuat solusi dialektik dengan memberikan contoh
sejarah seni. (Hyppolyte Taine)
• Menurutnya ada tiga arti keindahan, yaitu : pertama, dalam arti luas bahwa seni
adalah segala yang menyenangkan secara umum, kedua, dalam arti lebih sempit
bahwa keindahan memberikan kesenangan yang lebih tinggi, tetapi masih bersifat
inderawi, dan ketiga, dalam arti paling sempit, keindahan sejati tidak hanya
menyenangkan, tetapi juga kesenangan yang sesungguhnya, yakni memiliki nilai-
nilai dalam kesenangan tersebut yang di dalamnya terkait konsep keindahan
dan konsep moral, kebaikan. (Gustaf Theodor Fechner)
• Grosse menyimpulkan bahwa seni adalah suatu aktivitas yang hasilnya memiliki
nilai emosi dengan tujuan dirinya sendiri. (Ernst Grosse)
Berbagai pernyataan diatas saya simpulkan ke satu konsep, yaitu:

Sebuah karya seni akan dianggap memiliki keindahan jika memiliki


kesesuaian konsep antara hasil karya dengan nilai moral yang ingin
disampaikan.
Nilai yang ditekankan disini adalah nilai-nilai moral dan emosi yang hendak disampaikan.
Lalu dapat dibuktikan karena tidak bermain dengan “dugaan” dan tidak menimbulkan
banyak perbedaan sudut pandang.
Berikut salah satu karya beraliran positivisme, yaitu 'The Three Graces' oleh pelukis Raphael

Dalam salah satu karyanya yang paling awal, Raphael melukis tiga dari Graces dari
mitologi klasik. Perlakuan Raphael terhadap figur-figur itu konsisten dengan representasi
khas mereka di zaman kuno - dua sosok luar menghadapi penonton, sementara yang di
tengah menghadapinya. Meskipun ia berhati-hati untuk secara realistis menggambarkan
anatomi ketiga wanita tersebut, sapuan sapuan Raphael muda tidak begitu halus jika
dibandingkan dengan karya-karyanya di kemudian hari. Bahkan, 'The Three Graces'
diyakini sebagai studi pertamanya tentang perempuan telanjang baik dari depan dan
belakang. Latar belakang berkabut mirip dengan 'Mona Lisa', dilukis oleh Leonardo Da
Vinci sekitar waktu yang sama.

Anda mungkin juga menyukai