Oleh:
TATA
Kelas: DK-42-03
TOTAL:
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Kami ingin mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena-Nya kita diberi
kesehatan dan ketangguhan untuk menyelesaikan makalah ini disela-sela kerumitan nirmana
dalam hidup kami dan godaan kelompok samping yang telah membuat kelompok kami ini
batal berdiskusi sehingga kami hanya berdiskusi via Line.
Terima kasih kepada dosen yang kami hormati Bapak Robi Rusdiana yang telah
memberikan tugas ini sehingga kami bisa memahami tentang konsep estetika yang
merupakan cabang ilmu filsafat yang bagi beberapa orang mengatakannya rumit dan sulit.
Sebelumnya kami juga sadar bahwa kami masih banyak kekurangan dalam membuat
makalah ini dikarenakkan berbagai drama selama pembuatan makalah ini, semoga saja
dengan membuat makalah ini, dengan kebaikan hati dosen kami Bapak Roby Rusdiana kami
bisa mendapatkan nilai yang bagus dan mengerti tentang mata kuliah estetika materi struktur,
pemahaman, dan penikmatan estetika dalam poster sehingga bisa membantu kami dalam
menjawab soal – soal saat UTS. Semoga bermanfaat,sekian dan terimakasih
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
1. PENGERTIAN ESTETIKA
Estetika pada dasarnya adalah ilmu yang berusaha untuk memahami keindahan. Atau
dapat definisikan pula sebagai filsafat keindahan atau filsafat seni. Secara etimologis estetika
berasal dari kata aisthetikos dalam bahasa Yunani, yang artinya “berkenaan dengan persepsi”.
Bentuk kata bendanya adalah aesthesis, yang artinya “persepsi indrawi”. Sementara bentuk
kata kerja orang pertamanya adalah aisthanomai, yakni “saya mempersepsi” (Suryajaya,
2016:1).
Jika estetika merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami keindahan maka apa
yang disebut dengan keindahan itu sendiri? Secara etimologis, keindahan dalam Bahasa
Inggris adalah beautiful yang berasal dari bahasa Prancis beau yang dalam bahasa Italia dan
Spanyol adalah bello yang berasal dari kata Latin bellum. Akar kata bellum adalah bonum
yang berarti kebaikan. Kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi bonellum dan
terakhir di pendekan sehingga ditulis bellum (Dharsono, 2007:1). Indah adalah objek yang
mengungkapkan kehidupan, atau yang mengingatkan diri kita pada kehidupan
(Chernyshevsky,2005:8).
Herbert Read – dalam bukunya The Meaning of Art merumuskan keindahan sebagai
suatu kesatuan arti hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan – pencerapan
indrawi kita. Thomas Aquinas merumuskan keindahan sebagai suatu yang menyenangkan
bila dilihat (Dharsono,2004:10).
Menurut Luis Kastoff estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan batasan
rakitan (structure) dan perasaan (role) dari keindahan, khususnya dalam seni
(Dharsono,2004:9). Estetika sebagai pengetahuan tentang yang indah dan hanya berurusan
dengan keindahan karya seni. Estetika merupakan suatu teori yang meliputi : (1) penyelisikan
mengenai yang indah, (2) penyelidikan mengenai prinsip – prinsip yang mendasari seni, dan
(3) pengalaman pertalian dengan seni masalah penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau
perenungan atas seni (Louis,1995:378).
Menurut Stolnitz bahwa estetika tidak hanya tentang yang indah saja, tetapi juga yang
buruk. Menurut John Hospers estetika sebagai renungan objek estetis atau karya seni,
disamping juga membuat analisis mengenai konsep yang digunakan dalam perenungan itu
(Ali,2012:2).
Dengan demikian dapat disimpulka bahwa sebuah karya seni belum tentu indah, dan
yang indah belum tentu karya seni. Begitu pula dengan estetis tidka semerta – merta menjadi
sebuah karya seni dan sebuah karya seni tidak semerta – merta harus selalu estetis (Agung,
2017:3).
2. STRUKTUR ESTETIKA
Memahami estetika sebenarnya menelaah forma seni yang kemudian disebut struktur
rupa; yang terdiri atas unsur desain, prinsip desain dan asas desain (Dharsono, 2004:100).
1. Unsur Garis
Garis merupakan dua titik yang dihubungkan. Garis bukan saja hanya sebagai garis
tetapi kadang sebagai symbol emosi yang diungkapkan melalui garis, atau lebih tepatnya
disebut goresan. (Dharsono, 2004: 100).
Unsur garis dibagi menjadi 2 yaitu formal dan non formal. Garis formal merupakan
garis memiliki keteraturan geometric yang bersifat lurus, beraturan, tegas, jelas, dan rapi.
Sedangkan garis non formal merupakan garis yang sifatnya lebih luntur, lembut, dan
kadang tidak beraturan.
2. Unsur Bangun
Bangun (Shape) adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh adanya
warna yang berbeda atau oleh gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur.
(Dharsono,2004:102).
Di dalam pengolahan objek akan terjadi perubahan wujud sesuai dengan selera
maupun latar belakang sang senimannya. Menurut Dharsono ada 4 perubahan wujud
tersebut diantaranya : stilisasi, distorsi, transformasi, dan disformasi.
a. Stilasi merupakan pengayakan kontur pada sebuah objek untuk mencapai bentuk
keindahan. Contoh stilasi biasanya terdapat pada motif batik, tatah sungging kulit,
lukisan tradisional Bali, dan sebagainya.
Gambar 1.1
Kiri : Lukisan Tradisional Bali
Kanan : Batik dengan motif Tujuh Rupa
b. Distorsi adalah penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian
karakter, dengan cara menyangatkan wujud – wujud tertentu pada benda atau
objek yang digambar (Dharsono, 2004:103).
Gambar 1.2
Lukisan Girl Beafore a Mirror karya Pablo Picasso
Gambar 1.3
Transformasi dari ulat menjadi kupu-kupu
Tekstur adalah unsur rupa yang menunjukkan rasa permukaan bahan secara nyata,
sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada sebuah karya (Agung, 2017:8).
Tekstur memiliki 2 istilah yaitu artificial texture (tekstur buatan) dan nature texture
(tekstur alami). Artificial texture (tekstur buatan) merupakan tekstur ysng sengaja dibuat
atau dihasilkan. Sedangkan nature texture (tekstur alami) merupakan wujud rasa
permukaan bahan yang alami tanpa adanya campur tangan manusia.
Gambar 1.5
Contoh tekstur yang kasar.
4. Unsur Warna
Manusia hidup dengan dikelilingi banyak warna seperti merah, kuning, hijau, dan
sebagainya. Warna yang ditangkap oleh mata manusia sendiri merupakan pantulan
cahaya pada suatu permukaan benda.
Warna sebagai salah satu elemen seni rupa merupakan unsur susun yang sangat
penting. Menurut Dharsono (2004:104), warna memiliki 3 peranan penting dalam
semesta kesenian, yaitu : warna sebagai warna, warna sebagai representasi alam, dan
warna sebagai lambang atau symbol.
a. Warna sebagai warna, Kehadiran warna hanya sekedar untuk memberi tanda pada
suatu benda atau barang, atau hanya untuk membedakan ciri benda satu dengan
lainnya. Dengan kata lain warna tidak perlu dipahami maknanya karena
kehadirannya hanya tanda dan lebih dari itu hanya sebagai pemanis permukaan.
c. Warna sebagai lambang atau symbol, kehadiran warna merupakan lambang atau
melambangkan sesuatu yang merupakan tradisi atau pola umum. Menurut
Dharsono, kehadiran warna di sini untuk memberikan tanda tertentu yang sudah
merupakan kebiasaan umum atau pola umum (Dharsono, 2007:77). Misalnya,
warna merah untuk melambangkan semangat, keberanian, dan lain - lain; warna
putih untuk melambangkan kesucian dan kebersihan; dan warna hitam untuk
menyimbolkan demdam, dukacita, kemurungan, dan lain - lain.
Ruang dalam unsur rupa merupakan wujud trimatra yang mempunyai: panjang, lebar,
dan tinggi (memiliki volume). Untuk meningkatkan dari satu matra ke matra yang lebih
tinggi dibutuhkan waktu (Dharsono, 2004:108).
Dharsono menyatakan bahwa ruang dapat dibagi menjadi ruang nyata dan semu.
Ruang semu, artinya indera penglihatan menangkap bentuk ddan ruang sebagai
gambaran sesungguhnya yang tampak pada layar/kanvas dua matra seperti yang dapat
kita lihat pada karya lukis, karya desain, karya ilustrasi dan pada film. Ruang nyata
adalah bentuk dan ruang yang benar – benar dapat dibuktikan dengan indera peraba
(Dharsono, 2004:108-109).
Gambar 1.6
Ruang dan waktu di dalam sebuah film.
B. Prinsip – prinsip Estetika
Gambar 1.7
Harmoni dalam sebuah lukisan.
b. Paduan Kontras
Kontras merangsang minat, kontras menghidupkan desain,kontras merupakan bumbu
komposisi dalam pencapaian bentuk (Dharsono,2007:81). Kontras adalah dua hal
yang dipadukan, tetapi memiliki perbedaan yang sangat tajam sehingga jika terlalu
berlebihan akan merusak komposisi yang tercipta.
Gambar 1.8
Contoh kontras pada lukisan Cain murders Abel
karya Pietro Novelli sekitar abad ke-17
c. Paduan Irama (Repetisi)
Repetisi secara definitif adalah pengulangan dan di dalam objek seni, repetisi
merupakan pengulangan unsur-unsur estetikanya. Repetisi penting karena turut
membangun adanya harmoni di dalam sebuah objek seni yang di bentuk oleh interval
di antaranya.
Gambar 1.9
Contoh repetisi dalam lukisan pada karya Rene Magritte
- Golconde,1953,oil on canvas,81 x 100 cm.
d. Paduan Gradasi
Gradasi adalah paduan dari interval kecil ke interval besar, yang dilakukan dengan
penambahan atau pengurangan secara laras dan bertahap (Dharsono, 2007:82).
Dengan kata lain, gradasi adalah perubahan bentuk yang kaku ke dalam dinamika
yang luwes dan menarik.
Gambar 1.10
Contoh Gradasi.
C. Asas – Asas Rupa
a. Asas Kesatuan
Kesatuan adalah sebuah kohesi, konsistensi, ketunggalan, atau keutuhan yang
merupakan isi pokok dari komposisi. Kesatuan merupakan efek yang dicapai dalam
suatu susunan komposisi di antara hubungan unsur pendukung karya sehingga
menampilkan kesan tanggapan secara utuh (Dharsono, 20017:83). Contohnya
keindahan senja yang terbenam (sunset) terbentuk bukan karena senjanya yang
terbenam,tetapi terbentuk karena kesatuan yang ada di sekitarnya: desir ombak,
kontur pantai, pasir pantai, awan gemawan, pohon yang melambai, dan manusia yang
terpana menikmatinya.
b. Keseimbangan
Menurut Dharsono, keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan
antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang
secara visual ataupun secara intensitas kekaryaan. Keseimbangan, menurut Dharsono
dapat dibagi menjadi dua macam.
1) Keseimbangan Formal
Keseimbangan formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari satu
poros. Memiliki sifat yang statis, tetapi tidak terlihat membosankan karena
kesimetrisan yang terjaga.
Gambar 1.11
Contoh keseimbangan formal.
2) Keseimbangan Nonformal
Keseimbangan informal adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari susunan
unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras dan selalu
asimetris.
Gambar 1.12
Contoh keseimbangan informal.
c. Kesederhanaan
Kesederhanaan adalah kesederhanaan selektif dan kecermatan pengelompokan unsur-
unsur artistik dalam desain. Ada tiga aspek kesederhanaan, yaitu kesederhanaan
unsur, kesederhanaan struktur, dan kesederhanaan teknik (Dharsono, 2007:86).
Kesederhanaan bisa memiliki nilai estetik yang tinggi karena justru keindahan
terbentuk dari kesederhanaan unsur, struktur, dan teknik. Keindahan semacam itulah
yang memiliki kesulitan yang tinggi karena menjadikan yang sederhana menjadi
menarik.
Gambar 1.13
Contoh kesederhanaan atau simplesitas
Dalam fotografi berjudul Cosmic Rough Riders : to be Someone oleh Lali.
d. Aktuensi
Menurut Dharsono, sebuah desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik
perhatian (center of interest). Ada berbagai cara untuk menarik perhatian kepada titik
berat tersebut, yaitu dengan perulangan ukuran serta kontras antara tekstur, nada
warna, garis, ruang, bentuk, atau motif (Dharsono, 2007:86). Aktuensi dengan kata
lain adalah penekanan pada suatu titik di dalam sebuah karya seni. Misalnya, di
dalam sebuah foto yang hitam putih terdapat setitik warna merah darah. Hal tersebut
akan menimbulkan kesan estetik tersendiri.
e. Proporsi
Proporsi berasal dari bahasa Inggris proposition yang berarti sebanding atau
kesebandingan. Dengan demikian di dalam konteks seni proporsi dan skala mengacu
pada hubungan antara bagian dan keseluruhan (Dharsono, 2007:87). Hubungan
antarbagian yang bersifat serasi, harmonis, setimbang, dan tidak tumpang-tindih.
Gambar 1.14
The Sacrament of the Last Supper oleh Salvador Dali (1904-1989).
3. PEMAHAMAN DAN PENIKMATAN DALAM ESTETIKA
1. Pemahaman Estetika
Pemahaman estetika pada sebuah objek seni adalah apresiasi terhadap objek seni tersebut.
Apresiasi tidak sama dengan penikamatan, mengapresiasi adalah proses untuk menafsirkan sebuah
makna yang terkandung dalam karya seni (Dharsono, 2007:37). Uuntuk memahami estetika yang ada
di dalam sebuah objek seni, seseorang harus menguasai forma seni atau struktur rupa yang terdiri atas
unsur desain, prinsip desain, dan asas desain.
Ada beberapa teori untuk dapat memahami estetika di dalam sebuah objek seni, berikut di
antaranya.
a. Teory “Empathy”
Istilah einfuhlung dalam bahasa Jerman lazim diterjemahkan dalam bahasa Inggris
menjadi empathy atau feeling into, istilah lain yang pernah dipakai adalah introjection,
autoprojection, dan simbolyc sympathy; yang artinya sebagai merasakan diri sendiri ke
dalam sesuatu. Pada prinsipnya merupakan suatu teori tentang pemancaran perasaaan diri
sendiri ke dalam benda estetis.
Contohnya ketika kita bermain game di PC kita akan merasa seolah-olah menjadi
bagian di dalamnya. Itu karena kita memusatkan diri kita secara emosional ke dalam
nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsiknya.
Gambar 1.15
Teori ini dikembangkan oleh seorang tokoh bernama Edward Bullough dalam
tulisannya yang berjudul, Psychical Distance as a factor in Art and aestetixc Principle
menurut Bullough, jarak psikis tidak ada hubungannya dengan jarak fisik, yaitu jarak
yang ditentukan oleh ruang dan waktu, sekalipun jarak itu memang ada. Yang dimaksud
dengan psycic involvement (Dharsono, 2007:41).
Contohnya, ketika kita menikmati film animasi, kita menikmatinya walaupun bukan
kenyataan. Hal ini menjelaskan bahwa distansi tidak berhubungan dengan jarak fisik,
tetapi keterlibatan seseorang dalam menikmati film tersebut.
Gambar 1.16
Adengan dalam animasi “Grave of the Fireflies” oleh Studio Ghibli
2. Penikmatan Estetika
Ada empat tingkatan penikmatan menurut Steppen C. Pepper dalam The Principles of
Appreciation, adalah sebagai berikut
Estetika tidak hanya berbiacara tentang yang indah tetapi juga yang buruk. Setiap
karya seni tidak selalu harus indah dan terdapat nilai-nilai tertentu yang menjadikan karya
tersebut dapat bernilai secara estetis atau tidak. Nilai tersebut bisa berupa nilai intrinsik dan
ekstrinsik serta nilai lainnya.
Martin Suryajaya (2016:840-841) mengemukakan bahwa ada empat makna estetika
yang dapat kita gunakan di dalam konteksnya masing-masing. Keempat makna tersebut,
yaitu:
Struktur Estetika:
1. Unsur – Unsur Desain
a. Garis : Garis non formal, poster tersebut
terdiri dari banyak garis non formal yaitu
garis yang luwes dan lentur. Lubang pada
daun, tulang daun dan gambar tokoh
dalam poster itu semuanya dibuat dengan
garis non formal.
b. Warna :
Warna sebagai representasi alam :
Warna hijau merepresentasikan daun.
Warna sebagai warna : Warna biru
mencirikan warna dari semut itu
sendiri. Warna ini tidak perlu
dipahami karena digunakan sebagai
pemanis permukaan.
e. Ruang dan Waktu : Pada poster ini terlihat bahwa di belakang daun tersebut seperti
ada ruangan tempat karakter semut muncul. Hal ini disebut ruang semu karena
ruangan itu hanya sebagai gambaran.
c. Irama : Pengulangan unsur garis yaitu pola tulang daun di dalam poster menciptakan
sebuah irama.
d. Gradasi : Terdapat gradasi warna pada daun dari warna hijau yang gelap ke warna
hijau yang lebih terang. Gradasi warna ini juga membuat efek trimatra pada poster
tersebut.
b. Keseimbangan :
Penempatan karakter semut yang pas ditengah sedikit keatas, dan kekosongan
dibagian bawah ditempatkan tulisan judul film tersebut membuat keseluruhan poster
terlihat seimbang.
c. Kesederhanaan :
Poster tersebut dikatakan sederhana karena hanya menampilkan gambaran daun
dengan adanya seekor semut. Dengan kata lain poster ini memiliki kesederhanaan
struktur, kesederhanaan unsur dan kesederhanaan teknik.
e. Aktuensi :
Center of interest dari poster ini adalah karakter semut dikarenakan semut itu
memunculkan separuh kepalanya dari balik daun hijau.
f. Proporsi : proposis letak daun yang berlubang, semut dan juga latar yang ada di belakangnya
sangat harmonis dengan center of interest seekor semut yang mengintip dari balik daun
membuat siapapun yang melihat poster ini juga ikut penasaran.
Pemahaman Estetika:
A Bug’s Life merupakan film animasi yang di produksi oleh Pixar Animation Studios
dan dirilis oleh Walt Disney Pictures dan Buena Vista Distribution di Amerika Serikat pada
tanggal 25 November 1998. FIlm ini terinspirasi oleh kisah dongeng Semut dan Belalang
karya Aesop dan juga film samurai klasik, The Seven Samurai. A Bug’s Life bercerita
tentang tokoh semut bernama Flik yang merekrut rombongan sirkus untuk membantunya
melawan koloni belalang yang menyerang koloni semut.
Berdasarkan visual posternya dapat dipahami bahwa genre film ini adalah animasi
yang umumnya untuk anak – anak. Berdasarkan struktur estetika pada posternya dapat
dipahami bahwa film ini menceritakan tentang semut dan juga para serangga karena berjudul
“A Bug’s Life” yang berarti kehidupan para serangga dan juga tipografinya yang
memunculkan bentuk beberapa serangga dalam tulisannya. Dapat dipahami juga bahwa film
animasi ini menceritakan liarnya kehidupan para serangga.
Penikmatan Estetika:
Menurut kami dalam menikmati poster film A Bug’s Life ini sebagai sesuatu yang
memiliki nilai estetika dengan menggunakan teori “Empathy” yaitu merasakan diri sendiri
kedalam sesuatu. Maka dari itu saat kita menikmati poster ini dengan memasukkan diri
sendiri sebagai tokoh dalam poster yaitu semut. Kenapa ? karena dalam poster menceritakan
tentang kehidupan serangga sehingga kami yang menikmatinya harus menjadi serangga
dalam arti melihat semua hal berdasarkan sudut pandang serangga yang kecil.
5. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Estetika merupakan segala hal yang ada di alam semesta maupun dunia manusia yang
dapat dirasakan oleh indrawi kita baik itu yang indah maupun yang buruk.
Pada analisis poster “A Bug’s Life” secara estetika melalui struktur, pemahaman dan
penikmatan estetikanya dapat disimpulkan bahwa estetika itu tidak hanya berhubungan
dengan hal – hal yang indah tetapi juga hal – hal yang tidak indah dan terkesan sederhana
seperti poster film animasi “A Bug’s Life” tersebut juga merupakan sesuatu yang estetis yang
dapat dinikmati oleh siapa saja dan memberikan rasa senang bagi siapapun yang melihat
poster tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agung, Lingga. 2017. Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
4. Dharsono. Sony, Kartika. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains Bandung.
6. Suryajaya, Martin. 2016. Sejarah Estetika: Era Klasik Sampai Kontenporer. Jakarta dan
Yogyakarta: Gang Kabeldan Indie Book Corner.
DAFTAR GAMBAR