Anda di halaman 1dari 13

TUGAS I

ESTETIKA DAN SEJARAH KOMUNIKASI VISUAL


Analisis Struktur dan Interpretasi Estetika dalam Lukisan
“The Sleeping Gypsy” oleh Henri Rousseau (1897)

Dosen:
Ganjar Gumilar, M.Sn.

Oleh:
Tengku Rahmi Nurul Ihsani - 1601200283

Kelas:
DG-44-AB

PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL


FAKULTAS INDUSTRI KREATIF
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2021
Nama NIM Deskripsi Singkat

Tengku Rahmi 1601200283 Nama saya Rahmi, lahir 27


Nurul Ihsani September 2001. Asal dari
Pekanbaru. Loves k-pop, rain,
iced coffee and music
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Allah semesta alam, yang Maha Kuasa, dan Maha Esa, atas
segala limpahan nikmat-Nya yang begitu banyak, dan atas nikmat itulah saya mampu
menyusun paper ini dengan judul “Analisis Struktur dan Interpretasi Estetika dalam Lukisan
The Sleeping Gypsy oleh Henri Rousseau”.
Adapun tujuan dari paper ini yaitu untuk memenuhi tugas dari Dosen saya, Pak Ganjar
Gumilar, dimana kami ditugaskan untuk mencari objek yang berhubungan dengan seni dan
desain yang kita rasa memiliki estetika di dalamnya, kemudian menganalisis struktur dasar dan
melakukan interpretasi terhadap estetikanya.
Terima kasih kepada Dosen pemimbing saya, Pak Ganjar, yang telah membantu dan
membimbing kami dalam menyelesaikan paper ini. Saya menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan paper ini. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk menjadi acuan bagi saya untuk menjadi lebih baik lagi.

Semoga paper ini dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat bermanfaat bagi
kalian semua.

Pekanbaru, 14 Oktober 2021

Penulis
A. PENGERTIAN ESTETIKA DAN STRUKTUR ESTETIKA

1. Pengertian Estetika
“Secara etimologis estetika berasal dari kata Yunani: Aistetika yang berarti hal-
hal yang dapat dicerap dengan panca indra, Aisthesis yang berarti pencerapan panca
indra/sense perception” (The Liang Gie, 1976:15). Namun pengertian estetika
umumnya sendiri adalah cabang ilmu filsafat yang membahas mengenai
keindahan/hal yang indah, yang terdapat di alam dan seni.

Estetika pada dasarnya adalah ilmu yang berusaha untuk memahami keindahan
atau pengetahuan tentang hal-ihwal keindahan. Bisa pula didefinisikan sebagai
filsafat keindahan atau filsafat seni. Secara etimologis, estetika berasal dari kata
sifat dalam bahasa Yunani, aisthetikos, yang artinya "berkenaan dengan persepsi".
Bentuk kata bendanya adalah aesthesis, yang artinya "persepst indrawi". Sementara
bentuk kata kerja orang pertamanya adalah aisthanomai, yakni "saya mempersepsi"
(Suryajaya dalam Agung, 2017:3).

Dengan kata lain, estetika dapat diartikan sebagai suatu bidang ilmu yang
mempelajari dan membahas tentang keindahan, bagaimana suatu keindahan dapat
terbentuk, serta bagaimana keindahan tersebut bisa disadari dan dirasakan oleh
manusia. Dalam pengertian yang terbatas, estetika hanya tertuju pada benda yang
terserap melalui penglihatan, yaitu berupa bentuk dan warna. Pandangan lainnya,
keindahan diartikan sebagai estetika murni yang berusaha mengungkapkan
pengalaman estetis dari seseorang dalam keterkaitannya dengan segala sesuatu yang
diserapnya. ( https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-estetika.html,
2019).

2. Struktur Estetika
Dalam memahami sebuah estetika tentu saja harus memahami struktur estetika
terlebih dahulu. Struktur Estetika sendiri terdiri dari Unsur-unsur Rupa/Desain dan
Asas-asas Rupa/Desain. Berikut penjelasannya:

2.1 Unsur-unsur Rupa/Desain


Unsur-unsur Rupa/Desain terdiri atas Garis, Bangun, Tekstur, Warna dan juga
Ruang dan Waktu. Berikut penjelasan unsur-unsur tersebut:

a. Garis
Garis adalah hubungan dua titik/jejak-jejak titik yang bersambungan atau berderet.
Dalam gambar, garis adalah aktual/nyata. Dalam seni lukis/patung, garis bersifat
maya atau berupa kesan karakter garis tergantung pada alat dan bahan yang
digunakan seperti: karakter garis dengan pensil berbeda dengan goresan kapur,
begitu pula tekanan tangan dalam menggores (https://isi-dps.ac.id/unsur-unsur-
seni-rupa/, 2010). Garis memiliki dua sifat antara lain garis formal dan non-formal.
Garis yang bersifat formal cenderung memiliki keteraturan geometris resmi, tegas,
jelas, dan rapi sementara yang bersifat nonformal bersifat lebih luwes, lentur, dan
terkadang tidak keruan. Keduanya bisa melebur bisa juga terpisah dan memberikan
kesan tersendiri bagi yang melihatnya (Agung, 2017:3).
b. Bangun (Shape)
Unsur bangun atau dalam bahasa Inggris shape adalah suatu bidang kecil yang
terjadi karena dibatasi oleh sebuah kontur dan atau dibatasi oleh adanya warna yang
berbeda atau oleh gelap terang pada aniran atau karena adanya tekstur (Dharsono
dalam Agung, 2017:6).
c. Tekstur
Tekstur adalah unsur yang sengaja dibuat untuk menunjukan rasa permukaan bahan
secara nyata yang bertujuan memberikan rasa tertentu pada sebuah karya. (Agung,
2017:8). Tekstur biasnya dirasakan dengan cara menyentuh permukaan barang
tersebut, untuk setiap benda tentunya memilik tekstur berbeda.
d. Warna
Warna dalam seni berperan sangat penting dikarenakan dengan warna sebuah
karya dapat terealisasikan dengan baik. Menurut Dharsono dalam Agung
(2017:9), peran penting warna di dalam kesenian dapat dibagi menjadi :

1) Warna sebagai warna: warna yang hanya sekedar warna. Warna-warna yang
tidak perlu dipahami atau dihayati karena kehadirannya hanya sebagai tanda
lebih dari itu hanya sebagai pemanis permukaan.
2) Warna sebagai representasi alam: warna yang menggambarkan sifat objek
secara nyata, seperti warna merah untuk menggambarkan api, hijau untuk
daun, pepohanan, tumbuhan, dan biru untuk laut atau langit.
3) Warna sebagai tanda/lambang/simbol: warna-warna yang menyimbolkan
sesuatu. Menurut Dharsono dalam Agung (2017:9), kehadiran warna di sini
untuk memberikan tanda tertentu yang sudah merupakan kebiasaan umum
atau pola umum. Contohnya, warna merah untuk menyimbolkan keberanian,
darah, gairah, semangat.
e. Ruang dan Waktu
Ruang dan waktu dalam unsur rupa merupakan wujud trimatra yang mempunyai
panjang. lebar, dan tinggi. Untuk meningkatkan matra ke matra yang lebih
tinggi dibutuhkan waktu (Dharsono dalam Agung, 2017:9). Ruang terbagi
menjadi dua, yaitu:

1) Ruang nyata adalah ruang yang secara nyata dibatasi oleh bidang-bidang
sebagai unsur pembentuk ruang, yaitu bidang alas atau lantai, bidang
dinding atau pembatas sisi dan bidang langit-langit atau atap
(https://binus.ac.id/bandung/2018/10/ruang-wadah-container-space/, 2018).
2) Ruang maya adalah ruang yang terbentuk tanpa adanya batas fisik yang
nyata pada ketiga bidang tersebut. Contoh yang terjadi pada kehidupan
sehari-hari antara lain tikar yang dihamparkan di atas sebuah taman,
seseorang yang berjalan di bawah payung saat hujan, pantulan bayangan
seseorang pada dinding, kumpulan orang-orang yang berkerumun di
sekeliling objek di lapangan terbuka dan sebagainya
(https://binus.ac.id/bandung/2018/10/ruang-wadah-container-space/, 2018).

2.2 Asas-asas Rupa/Desain


Asas-asas Rupa/Desain terdiri atas Harmoni, Kontras, Irama, Gradasi, Kesatuan,
Keseimbangan, Proporsi, Aktuensi dan Kesederhanaan. Berikut penjelasan unsur-
unsur tersebut:
a. Harmoni
Harmoni atau keselarasan merupakan panduan unsur-unsur yang berbeda dekat.
Jika unsur-unsur estetika dipadukan secara berdampingan maka akan timbul
kombinasi tertentu dan timbul keserasian (Dharsono, dalam Agung, 2017:10).
b. Kontras
Kontras adalah dua hal yang dipadukan, tetapi memiliki perbedaan yang sangat
tajam sehingga jika terlalu berlebihan akan merusak komposisi yang tercipta.
(Agung, 2017:11).
c. Irama
Irama dapat terjadi pada karya seni rupa dari adanya pengaturan unsur garis, raut,
warna, teksture, gelap-terang secara berulang-ulang. Pengulangan unsur bisa
bergantian yang biasa disebut irama alternatif. Irama dengan perubahan ukuran
(besar-kecil) disebut irama progresif. Irama gerakan mengalur dapat dilakukan
secara kontinyu (dari kecil ke besar) atau sebaliknya. Irama repetitif adalah
pengulangan bentuk, ukuran, dan warna yang sama (monoton) (https://isi-
dps.ac.id/prinsip-seni-rupa/, 2010).
d. Gradasi
Gradasi adalah paduan dari interval kecil ke interval besar, yang dilakukan dengan
penambahan atau pengurangan secara laras dan bertahap (Dharsono dalam Agung,
2017:12).
e. Kesatuan
Kesatuan adalah sebuah kohesi, konsistensi, ketunggalan, atau keutuhan yang
merupakan isi pokok dari komposisi. Kesatuan merupakan efek yang dicapai dalam
suatu susunan komposisi di antara hubungan unsur pendukung karya sehingga
mensampilkan kesan tanggapan secara utuh (Dharsono dalam Agung, 2017:12).
f. Keseimbangan
Keseimbangan dalam penyusunan adalah keadaan atau kesamaan Antara kekuatun
yang paling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual
ataupun secara intensitas kekaryaan (Dharsono dalam Agung, 2017:12)
Keseimbangan, menurut Dharsono dalam Agung (2017:12-13) dapat dibagi
menjadi dua macam.

1) Keseimbangan Formal: adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari


satu poros. Memiliki sitat yang statis, tetapi tidak terlihat membosankan karena
kesimetrian yang terjaga.
2) Keseimbangan Non-formal: adalah keseimbangan sebelah menyebelah dari
susunan unsur yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan kontras dan
selalu asimetris.
g. Proporsi
Proporsi berasal dari bahasa Inggris proportion yang berarti sebanding atau
kesebandingan. Dengan demikian di dalam konteks seni proporsi dan skala
mengacu pada hubungan antara bagian dan watu desain dan hubungan antara bagian
dan keseluruhan (Dharsono dalam Agung, 2017:15).
h. Aktuensi
Sebuah desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian. Ada
berbagai cara untuk menarik perhatian kepada titik berat tersebut, yaitu dengan
perulangan ukuran serta kontras antara tekstur, nada warna, garis, ruang, bentuk,
atau motif (Dharsono dalam Agung, 2017:14). Menurut Agung (2017:14), Aktuensi
dengan kata lain adalah penekanan pada suatu titik di dalam sebuah karya seni.
i. Keserdehanaan
Kesederhanaan dalam desain pada dasarnya adalah kesederhanaan selektif dan
kecermatan pengelompokan unsur-unsur artistik dalam desain. Ada tiga aspek
kesederhanaan, yaitu kesederhanaan unsur, kesederhanaan struktur, dan
kesederhanaan teknik (Dharsono dalam Agung, 2017:13-14).

B. ANALISIS STRUKTUR DAN INTERPRETASI ESTETIKA DALAM


LUKISAN “THE SLEEPING GYPSY” OLEH HENRI ROUSSEAU (1897)

Ket: The Sleeping Gypsy oleh Henri Rousseau (1897)


Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/The_Sleeping_Gypsy

1. Deskripsi Lukisan “The Sleeping Gypsy” oleh Henri Rousseau (1897)


Alasan utama saya memilih lukisan ini adalah karena sejak dulu, saya selalu tertarik
dengan lukisan-lukisan yang dibuat oleh para seniman asing seperti Leonardo Da Vinci,
Vincent Van Gogh, Picasso, Michelangelo, dan banyak lagi. Saya kurang tahu kenapa,
tetapi jika ditanya apa itu estetika, pikiran saya akan selalu memvisualisasikan lukisan-
lukisan terkenal yang kita semua pasti tahu seperti lukisan Mona Lisa, The Starry Night,
Whistler’s Mother, dan lain-lain. Menurut saya semua lukisan-lukisan ini mengandung
banyak sekali arti, yang hanya bisa kita dapatkan dengan menganalisis dan
menginterpretasinya secara mendalam, dibandingkan melihatnya sekedar saja.

Makanya dengan lukisan The Sleeping Gypsy ini, saya sangat tertarik dengan apa
yang digambarkan dalam lukisan tersebut dan saya ingin mencari tahu makna dan cerita
di belakangnya dengan lebih dalam. Kenapa orang ini sedang tidur di tengah gurun?
Kenapa ada singa yang menatap orang tersebut? Apa yang terjadi setelahnya?.
The Sleeping Gypsy (Gypsy yang tidur) :
- Seniman: Henri Rousseau (1844-1910)
- Dimensi: 1,3 m x 2,01 m
- Dibuat: 1897
- Media: Oil on canvas (cat minyak)
- Lokasi: Museum of Modern Art, New York
- Sumber: Wikipedia
- Waktu: 17 Oktober 2021
- Keterangan: The Sleeping Gypsy adalah lukisan minyak tahun 1897 oleh seniman
Naïve Prancis Henri Rousseau. Lukisan ini adalah penggambaran fantastik singa
yang merenung di atas seorang wanita yang sedang tidur di malam yang diterangi
cahaya bulan. Rousseau pertama kali memamerkan lukisan tersebut di pameran
Salon des Indépendants ke-13, dan gagal menjualnya kepada walikota kota asalnya,
Laval.

2. Analisis Struktur Estetika Lukisan “The Sleeping Gypsy” oleh Henri


Rousseau (1897)

1. Langit biru
bergradasi
5. Singa sangat
6. Bulan
berkontras dengan
latar belakang
7. Gungung
pasir gurun 3. Warna pada
karpet mirip dengan
kostum gipsi

9. Pasir berwarna
coklat yang dominan

2. Kostum gipsi yang


cerah dan warna-warni 8. Tongat
Kayu
4. Mandolin

Tabel 1. Unsur-Unsur Rupa/Desain

Garis Garis panjang, pendek, lurus, dan melengkung dengan


ketebalan berbeda telah digunakan pada surai singa pada
No.5 dan untuk garis-garis sempit dari pakaian dan karpet
gipsi pada No.2 dan 3. Serangkaian garis lurus digunakan
sebagai senar mandolin pada No.4. Terdapat juga garis
horizontal yang memisahkan gunung pasir pada No.7 dengan
pasir gurun. Ada juga garis pada ekor singa, sarung kepala
wanita, dan garis diagonal pada tongkat kayu yang dipegang
gipsi tersbebut pada No.8.
Warna Warna yang digunakan Rousseau dalam melukis berupa
warna-warna sederhana yang tidak dicampur. Sebagian besar
warna ini bisa dilihat pada kostum gipsi dan karpet tempat ia
beristirahat, seperti pada No.2 dan No.3, dimana garis-garis
sempit berwarna merah, biru, kuning, hijau, oren, dan ungu
dapat diidentifikasi. Warna oren gelap yang terdapat pada
mandolin pada No.4 juga digunakan untuk mewarnai kendi di
samping mandolin tersebut. Langit berwarna biru, dan warna
cokelat netral dan cokelat kulit yang berbatasan dengan
kuning digunakan untuk mewarnai pasir, singa, serta kaki,
lengan, dan wajah sang gipsi. Nilai-nilai biru dan cokelat
yang terang dan gelap juga dapat ditemukan pada seluruh
karya lukisan.

Bangun Setiap bentuk pada lukisan ini tertampil dengan jelas, yang
(Shape) membuatnya menonjol dari latar belakang, seperti singa pada
No.5, gunung pasir yang memiliki bentuk dasar segitiga pada
No.7, bulan pada No.6 dan mandolin yang berbentuk dasar
bulat. Perubahan nilai secara bertahap dalam masing-masing
bentuk ini membuat mereka terlihat seperti bentuk tiga
dimensi yang solid.
Tekstur Tekstur dapat dilihat pada seluruh area lukisan, terutama pada
bagian pasir, langit dan bulan, dimana menurut saya cat
minyak yang digunakan dan arah goresan kuas membuat
permukaan lukisan terlihat halus dan mengkilap.

Ruang Ruang pada karya ini dapat dilihat dari lokasi lukisan yaitu
dan gurun pasir, dengan gunung yang kecil di latar belakang, dan
Waktu sungai yang memisahkan gunung dan gurun, membuatnya
terlihat sangat jauh. Waktu jelas sedang berada dalam malam
hari, dengan bulan di sisi kanan atas pada No.6 yang bersinar
dengan terang.

Tabel 2. Asas atau Prinsip Rupa/Desain

Harmoni Sebagian besar area pada lukisan ini telah dilukis


dengan beberapa warna saja. Susunan warna biru,
coklat, dan coklat kekuningan yang relatif
sederhana telah didistribusikan di seluruh karya,
mengikat lukisan terlihat harmonis secara
keseluruhan, sekaligus membuat kostum gipsi
tampak lebih menonjol. Selain itu, dapat dilihat
bahwa seluruh permukaan lukisan terlihat halus
dan mengkilap, yang juga membantu menciptakan
keharmonisan.
Kontras Kontras dapat dilihat pada No.5, dimana bentuk
silhuet singa yang gelap dan tebal sangat berkontras
dengan langit yang lebih terang. Ini menunjukkan
betapa pentingnya singa dalam lukisan tersebut dan
menetapkannya sebagai pusat perhatian, sekalian
dengan kostum dan karpet gipsi pada No.3, yang
tentu berkontras dengan area pasir dan langit yang
luas, sehingga membantu mempertegas wanita yang
sedang tidur ini. Nilai-nilai cahaya pada mandolin
dan bulan juga membuat mereka menonjol terhadap
warna gelap di sekitar mereka. Selain itu, bentuk
tubuh gipsi bertumpang tindih dengan singa, yang
juga bertumpang tindih dengan sungai dan gunung
pasir. Kemudian di belakang gunung pasir adalah
langit. Bentuk-bentuk yang tumpang tindih ini
menarik perhatian kita ke gurun pasir yang
membentang sangat jauh.

Irama Dapat dilihat kostum gipsi pada No.2 dan juga


karpet pada No.3 yang terdiri dari pengulangan
garis dan warna. Senar mandolin pada No.4 juga
menciptakan pola garis diagonal. Sarung kepala
gipsi dan surai singa pada No. 5 terdiri dari garis
gelombang yang menciptakan ritme dan memberi
kesan bergerak.

Gradasi Perubahan gradasi warna yang bertahap dari nilai gelap


ke terang sudah jelas terlihat, terutama pada area langit
pada No.1 dan juga pasir pada No.7 dan 9. Gradasi juga
dapat dilihat pada metode yang digunakan seniman
untuk membuat singa dan gipsi terlihat tiga
dimensional.
Kesatuan Menurut saya posisi singa dan gipsi menimbulkan
kesatuan dikarenakan posisi mereka yang bertumpang
tindih ini membuat gipsi seolah-olah sedang dimakan
oleh singa tersebut, yang membuat lukisan terlihat
lebih menarik.
Keseimbangan Balance dapat dilihat dari warna yang digunakan
Rousseau dalam melukis karya ini, yaitu dominan warna
biru untuk langit dan coklat kekuningan untuk pasir.
Kedua warna ini juga bergantian dalam garis-garis
kostum gipsi, dengan sentuhan warna merah dan hijau,
yang menciptakan keseimbangan dalam hasil karya.
3. Interpretasi Estetika Lukisan “The Sleeping Gypsy” oleh Henri
Rousseau (1897)

Kesan yang saya dapatkan saat melihat lukisan ini adalah suasana yang tidak
nyaman dan kurang tenang, dimana warna-warna gelap yang digunakan Rousseau
membuat mood yang gelisah dan menyeramkan. Cara dia menggunakan elemen dan
prinsip rupa untuk menggambarkan subjek-subjek yang aneh dan seram menurut
saya sangat unik. Gipsi ini sedang tidur di lanskap yang gelap dan misterius, sambil
terlihat tidak berdaya terhadap singa dibelakangnya. Ini juga membuat saya
khawatir untuk wanita ini. Bisakah dia melawan singa ini jika dia benar-benar di
serang? Sementara senjata yang dia punya hanya sebuah tongkat, mandolin dan
kendi. Dari ukuran badan singa yang besar dan situasi gipsi pada lukisan, menurut
saya dia sangat tidak berdaya.

Saat melihat lukisan ini, saya pun merasa sedikit tidak nyaman karena tatapan
singa yang sangat mengancam. Tetapi dalam waktu yang sama, singa tersebut juga
terlihat jinak dan hanya penasaran dengan gipsi yang sedang tidur. Mungkin gipsi
tersebut memang aman-aman saja. Ekor singa terangkat di udara dan bergoyang-
goyang seperti anjing peliharaan. Singa ini mengingatkan saya pada boneka-
boneka/stuffed animal yang pernah saya lihat di toko mainan atau dari claw
machine, karena matanya yang terbentuk seperti kancing.

Selain itu, yang saya tahu, gipsi merupakan sekelompok orang yang asalnya
kurang diketahui. Mereka biasanya sering memakai kostum dan baju yang cerah
dan banyak warna, dan mereka pun nomaden, artinya mereka hidup berpindah-
pindah dan berkeliaran. Gipsi pada lukisan ini mungkin sedang dalam perjalanan
ke tempat yang jauh, dan dia beristirahat pada malam hari di gurun pasir setelah
hari yang melelahkan. Dia terlihat sedang tidur tetapi matanya terbuka sedikit,
seolah-olah dia sadar ada singa dibelakangnya dan dia coba untuk tidak bergerak
agar singa itu tidak menyerangnya. Bisa juga dia terlihat kaku dan tidak sadar diri
karena dia sedang bermimpi. Jika dilihat dengan lebih detail lagi, tidak ada bekas
jejak kaki singa pada pasir. Apakah ini cuman sebuah detail yang Rousseau lupa
memasukkan dalam lukisannya? Atau ada makna lebih dalam dibelakangnya?.
Menurut saya ini memang sebuah hint bahwa lukisan ini tidak terjadi di dunia nyata,
tetapi merupakan gambaran mimpi yang sedang dialami gipsi yang tidur ini.
C. KESIMPULAN
Yang telah saya dapatkan dari tugas ini adalah bahwa setiap karya seni itu
berbeda-beda, dan makna serta arti yang dimilikinya pasti akan berbeda. Bagaimana
seseorang menganalisis dan menginterpretasi sebuah karya seni pun juga sangat
bervariasi. Tentu semua ini tergantung pada persepsi dan pikiran setiap orang.

Sebelum mengerjakan tugas ini, saya bingung mau memilih karya seni apa untuk
dianalisis, dikarenakan banyak sekali lukisan terkenal yang dapat saya gali lagi
maknanya. Tetapi akhirnya saya memilih “The Sleeping Gypsy” oleh Henri
Rousseau ini karena bentuknya yang terlihat sangat magical, puitis, tenang dan
damai. Menurut saya lukisan ini memiliki nilai estetika karena bentuk/shape yang
datar, serta warna-warna dekoratif yang digunakan. Selain itu, perancangan aneh
dari gipsi, kostum oriental yang dia gunakan, singa, mandolin dan cahaya bulan
sangat mirip dengan contoh karya surealisme, baik sengaja atau tidak sengaja.
Lukisan ini juga saya anggap sebagai karya seni karena kemampuan pelukisnya
dalam mencapai sebuah harmoni antara sadar dan tidak sadar, dunia hewan dan
dunia manusia, serta seni dan alam. Semua hal-hal ini dapat menimbulkan emosi
dan perasaan yang kuat dan intens dari dalam seseorang, yang ujungnya
menciptakan makna yang sangat berarti dan memberi lukisan ini sebuah tujuan
dalam hidup.
D. DAFTAR PUSTAKA

Dari buku:
Agung, Lingga. 2017. Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kartika, Dharsono dan Perwira, Nandang. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Penerbit
Rekayasa Sains

Dari internet:
Acintya. (2010, 1 Juni). Perspektif Antropologi Dalam Seni dan Estetika. Diperoleh 17
Oktober 2021, dari https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/acintya/article/view/87

Maxmanroe.com. (2019, 8 Januari). Pengertian Estetika: Arti, Unsur, dan Manfaat


Estetika Bagi Manusia. Diperoleh 19 Oktober 2021, dari
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-estetika.html
Serupa.id. (2018, 3 Maret). Estetika - Pengantar Filsafat Keindahan, Rasa dan Selera.
Diperoleh 17 Oktober 2021, dari https://serupa.id/pengantar-estetika-filsafat-
keindahan-rasa-dan-selera/

Wikipedia. (2010, 1 Oktober). The Sleeping Gypsy. Diperoleh 19 Oktober 2021, dari
https://en.wikipedia.org/wiki/The_Sleeping_Gypsy

Anda mungkin juga menyukai