Anda di halaman 1dari 25

SENI BUDAYA

3.5 Menganalisis perkembangan seni budaya Nusantara


4.5 Merumuskan perkembangan seni budaya Nusantara
Materi Pokok :

Perkembangan Seni Rupa Nusantara


Sejak dahulu telah terjadi saling pengaruh-mempengaruhi dalam kebudayaan antara suatu
bangsa (termasuk Nusantara) dengan bangsa lain. Bentuk kebudayaan Nusantara sekarang merupakan
hasil perkembangan selama berabad- abad, dan dalam perkembangan tersebut sejumlah kebudayaan
luar misalnya Cina, Hindu, Islam dan Barat telah turut memberikan andil bagi terbentuknya
kebudayaan/kesenian Nusantara ini. Percampuran kebudayaan suata bangsa dengan kebudayaan
bangsa pendatang disebut akulturasi. Dalam proses akulturasi, peranan kebudayaan asli lebih kuat
dibandingkan dengan kebudayaan luar yang datang.
Bangsa Eropa yang modern dan maju pun tidak luput dari pengaruh bangsa lain sebelumnya,
contohnya Bangsa Yunani Kuno, Romawi Kuno, Mesir Kuno, Arab dll. Dalam uraian sekarang akan
diutarakan pengaruh-pengaruh seni rupa mancanagara, terutama gaya dan temanya yang
mempengaruhi karya seni rupa di Nusantara.
Secara umum perkembangan seni rupa Nusantara dibagi dalam 4 periode sebagai berikut:
A. Periode Prasejarah,
Periode prasejarah adalah periode dimana unsur-unsur atau pengaruh kebudayaan Hindu/Buddha,
Islam dan Barat belum sampai di kepulauanNusantara. Zaman ini memiliki ciri budaya yang paling tua
dan murni. Benda- benda bersejarah (yang kemudian diketegorikan sebagai karya seni rupa) pada
periode ini tidak jauh berbeda dengan bentuk karya seni rupa dari kebudayaan prasejarah dibelahan
dunia lainnya. Karya seni rupa yang dihasilkan pada periode ini adalah Lukisan, Bangunan Megalit,
Seni patung/arca dan Seni kriya.
Pola kehidupan dan sistem kepercayaan masyarakat yang hidup pada masa itu sangat
mempengaruhi bentuk-bentuk karya seni yang dihasilkannya. Benda-bendaprasejarah yang kemudian
dikategorikan sebagai karya seni ini umum
memiliki nilai magis atau dibuat dengan landasan keyakinan terhadap kekuatan tertentu
yang ada diluar manusia. (animisme dan dinamisme). Semakin unik atau besar
ukurannya semakin besar pula daya magis yang dimilikinya.
Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa prasejarah ini dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Seni Lukis
b. Bangunan Megalitik
c. Seni Patung/Arca
d. Seni Kriya

Patung prasejarah berasal dari Batu Gajah Sumatra Selatan

Replika seni rupa prasejarah, arca menhir ”Tadu Lako” dari


Lembah Besoa, Kecamatan Poso

2.2
Karya seni lukis gua zaman prasejarah di Indonesia dengan objek motif tangan
manusia Di Gua Abba, Darembang, Irian Jaya

Karya seni lukis gua zaman prasejarah di Indonesia dengan objek motif manusia dan
perahu erletak di Risatot, Pulau Arguni, Teluk MacCluer, Irian Jaya.

Seni Bangunan Prasejarah ”Punden Berundak”

2.3
Bangunan megalit ”Dolmen”

Nekara (kiri) dan moko (kanan) merupakan seni kriya zaman prasejar

2.4
B. Periode Hindu - Buddha
Periode Hindu-Buddha pada perkembangan seni rupa di Nusantara sering pula
disebut sebagai era seni rupa Klasik. Pengaruh yang datang berangsur-angsur dari
Persia, Cina dan India secara perlahan diadaptasi oleh masyarakat di kepulauan
Nusantara. Secara positif sekitar abad V dapat dikatakan kebudayaan India telah
masuk dan berasimilasi dengan kebudayaan Nusantara. Pengaruh kebudayaan
Hindu dan Buddha ini pengaruhnya meluas diseluruh kepulauan Nusantara
kecuali di sebagian wilayah Indonesia Timur. Periode ini berlangsung antara abad
V hingga abad XV Masehi.
Benda-benda yang dukategorikan karya seni rupa peninggalan dari zaman ini
diantaranya seni arsitektur, seni patung/arca, seni relief dan benda-banda kriya.
Seni Arsitektur mendominasi karya seni rupa penninggalan zaman ini terutama
bangunan-bangunan sakral seperti candi. Baberapa diantaranya sangat terkenal
seperti candi Prambanan dan Borobudur di Jawa Tengah. Candi borobudur bahkan
menjadi salah satu dari “Tujuh Keajaiban Dunia”.
Seperti halnya zaman presejarah, pola kehidupan dan sistem kepercayaan
masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya
seni yang dihasilkannya. Benda-benda prasejarah yang kemudian dikategorikan
sebagai karya seni ini umumnya memiliki nilai sakral atau dibuat dengan landasan
keyakinan terhadap Hindu dan Buddha atau penghormatan terhadap penguasa
yang dianggap titisan atau keturunan dewa.
Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa yang berkembang pada
zaman Hindu-Buddha ini dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Seni Arsitektur
b. Seni Relief
c. Seni Patung/Arca
d. Seni Kriya

2.5
Patung dari zaman Indonesia Hindu,
menggambarkan tokoh Prabu Kertarajasa (kiri) dan Ratu Kendedes (kanan)

Candi Borobudur, karya seni bangunan zaman Indonesia Hindu

2.6
Candi Prambanan, karya seni bangunan zaman Indonesia Hindu

C. Periode Seni Rupa Islam


Walaupun kebudayaan Islam telah masuk ke kepulauan Nusantara sejak abad
VII, tetapi kekuasaan politik yangdipengaruhi kebudayaan Islam baru muncul
sekitar abad XIII. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, jenis kesenian (seni rupa)
yang) berkembang sejak masuknya pengaruh kebudayaan Islam sangat
dipengaruhi kebudayaan asal dari mana penyebar agama Islam tersebut berasal.

2.7
Pada perkembangannya di Nusantara, kebudayaan Islam ini bahkan berasimilasi
dengan kebudayaan masyarakat setempat yang sudah dipengaruhi terlebih dahulu
oleh kebudayaan Hindu dan Buddha. Proses asimilisi dan akulturasi ini bahkan
memperkaya khasanah seni budaya Nusantara.
Benda-benda yang dukategorikan karya seni rupa peninggalan dari zaman ini
diantaranya seni arsitektur, seni relief/hias ornamen kaligrafi dan benda-banda
kriya. Seni Arsitektur peninggalan zaman ini terutama diantaranya bangunan-
bangunan sakral seperti masjid dan makam serta bangunan profan seperti istana.
Selain mengadaptasi kebudayaan Hindu dan Buddha, seni bangunan pada masa ini
dipengaruhi pula dengan bentuk-bentuk bangunan asli daerah. Sifat dari
kebudayaan Islam yang dibawa dan berkembang di kepulauan Nusantara ini
menyebabkan munculnya berbagai ragam bentuk mesjid diberbagai daerah di
Nusantara. Berdirinya mesjid agung dilingkungan pusat pemerintahan pada setiap
daerah di Indonesia merupakan pengaruh dari sistem pemerintahan yang di
wariskan kebudayaan Islam di Indonesia.
Seperti halnya zaman sebelumnya, pola kehidupan dan sistem kepercayaan
masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya
seni yang dihasilkannya. Benda-benda budaya yang kemudian dikategorikan
sebagai karya seni yang berkembang pada zaman ini tidak hanya yang memiliki
nilai sakral atau dibuat dengan landasan keyakinan terhadap agama atau
penghormatan terhadap penguasa. Banyak benda-benda profan di buat untuk
keperluan sehari-hari. Keyakinan untuk tidak menggambarkan mahluk hidup pada
kebudayaan Islam menyebabkan seni lukis dan patung tidak terlalu berkembang.
Kondisi ini justru menyebabkan seni relief dan ukir serta seni ornamentik yang
berlandaskan tulisan kaligrafi berkembang pesat. Benda-benda kriya seperti Batik,
wayang, dan benda-benda pusaka berkembang pada masa ini merupakan
perpaduan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan sebelumnya (Hindu-
Buddha) dan dengan kepercayaan masyarakat setempat.
Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa yang berkembang pada
zaman Islam ini dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Seni Arsitektur (seni bangunan)

2.8
b. Seni Kriya
c. Seni Kaligrafi

Lukisan kaligrafi dengan objek tokoh pewayangan “Semar”

Lukisan kaca dengan objek kaligrafi

2.9
Karya seni rupa zaman Islam di Indonesia
nisan putri raja Pasai (kanan) dan Maulana malik Ibrahim di Gresik
(kiri)

Seni bangunan masjid kuno di Ace

2.10
2.11
D. Periode Seni Rupa Baru
Berbeda dari zaman-zaman sebelumnya, ekspresi dalam karya seni rupa baru
memiliki fungsi tidak semata-mata untuk kepentingan rituil. Walaupun tetap
memiliki fungsi untuk mengisi bathin manusia, karya seni rupa baru Indonesia
atau Nusantara ini cenderung berkembang mengikuti arah perkembangan seni
rupa Modern di Barat (Eropa). Kategorisasi karya seni rupa Baru di Nusantara
ini seperti juga perkembangannya di Eropa merujuk pada karya seni lukis dan
patung.
Perkembangan seni rupa baru di Nusantara ini umumnya dibagi ke dalam
beberapa masa yaitu:
1. Masa Perintisan Raden Saleh. Periode ini dinamai sesuai dengan nama
tokoh perupa pada masa itu yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman yang
dilahirkan di Terbaya, Semarang tahun 1807 dan wafat di Bogor pada tahun
1880. Raden Saleh dianggap sebagai bapak seni rupa Modern Indonesia
karena beliau dianggap orang Indonesia pertama yang mendapat
pendidikan dan berkarya seni rupa Modern. Raden saleh menguasai teknik
melukis realistis naturalistis yang sangat mendetail sebagai warisan tradisi
seni lukis Renaisan Eropa pada masa itu

2.12
Lukisan karya Raden Saleh

2. Periode Indonesia Molek atau “Mooi Indie”. Lebih dari setengah abad
setelah meninggalnya Raden Saleh, barulah dikenal pelukis-pelukis pribumi
seperti Abdullah Suryosubroto putra dari dokter Wahidin Sudirohusodo
pendiri “Boedi Utomo”, Wakidi, dan Pringadi. Ciri khas karya pada periode
ini sesuai dengan namanya, menggambarkan pemandangan alam Nusantara
yang indah. Gagasan melukisakan pemandangan alam yang indah ini tidak
hadir begitu saja, tetapi dipengaruhi konsumen seni lukis pada masa itu yang
menggemari lukisan pemandangan alam Nusantara. Ciri yang menyimpang
dari masa itu adalah yang dilakukan oleh Basuki Abdullah putra dari
Abdullah Suryosubroto yang melukis objek manusia, hal yang beru
dilakukan lagi oleh pelukis pribumi sejak era Raden Saleh. Pada masa ini
pula dikenal Rudolf Bonet, pelukis asal Nederland yang banyak berjasa
mengilhami pelukis dan seniman tradisional Bali, memberikan warna modern
pada karya- karya seni rupa Bali.

2.13
Lukisan karya Rudolf Bonnet

Lukisan pemandangan karya Pringadie

3. Periode setelah Berdirinya PERSAGI. Periode PERSAGI adalah masa


dalam perkembangan seni lukis Indonesia yang ditandai dengan berdirinya
perkumpulan Persatuan Ahli Gambar Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1938
yang didirikan oleh Agus Djaya dan Sudjojono. Berbeda dengan masa

2.14
sebelumnya, era pelukis PERSAGI ini seperti juga pengaruh perkembangan
seni rupa di Eropa lebih bersifat individual dengan menonjolkan ekspresi
seniman secara pribadi. Penggambaran objeknya tidak lagi melulu melukiskan
keindahan dengan gaya realis naturalis, tetapi cenderung impresif dan
ekspresif. Pada masa ini mulai dikenal pelukis perempuan seperti Maryati
Affandi dan Suleha Angkama.

Lukisan karya Sudjojono

4. Periode zaman Pendudukan Jepang 1942-1945. Sesuai dengan namanya,


periode ini menunjukkan perkembangan atau aktivitas seni rupa di Indonesia
sejak pendudukan Jepang di tahun 1942 hingga Proklamasi Kemerdekaan
pada tahun 1945. Walaupun masa pendudukan Jepang ini relatif hanya
sebentar, tetapi kesempatan yang diberikan pemerintah Pendudukan Jepang
terhadap perkembangan kesenian di Indonesia cukup memberikan dorongan
bagi para seniman Indonesia. Salah satu dukungan tersebut diantaranya
dengan memberikan fasilitas kegiatan melukis dan pameran bagi seniman-
seniman Indonesia yang diwadahi oleh Bagian Seni Rupa kantor Keimin

2.15
Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan). Pada msa inilah dikenal nama-nama
pelukis seperti Otto Djaja, Henk Ngantung, Hendra Gunawan, Affandi, Barli
Sasmitawinata, Muchtar Apin, Trubus dsb. Dari sekian nama tersebut,
Affandi menjadi salah satu pelukis yang paling menonjol, karya-karyanya
tidak saja diakui di Indonesia tetapi juga diakui di Eropa sebagai salah satu
karya ekspresionis terbaik dunia.

Potret diri karya Affandi

5. Periode pendirian sanggar-sanggar 1945-1950. Periode pendirian sanggar-


sanggar ini ditandai terutama karena momentum Proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Kebebasan yang dihirup bangsa ini setelah melepaskan dari dari
penjajahan Belanda dan Jepang sedikit banyak berpengaruh terhadap
semangat untuk mendirikan sanggar-sanggar seni rupa di berbagai daerah di
Indonesia seperti di Padang, Medan, Ujung Pandang, Bandung, Yogyakarta,
Surakarta, Madiun, Surabaya dan Jakarta. Corak dan gaya lukisan yang
dihasilkan seniman pada periode ini cukup bervariasi, warna-warna tradisi
(motif-motif dekoratif) yang bersumber dari kebudayaan lokal juga mewarnai
bentuk dan gaya lukisan yang dihasilkan seniman pada masa ini. Salah satu
tema yang cukup menonjol adalah tema-tema perjuangan. Hal tersebut

2.16
tidaklah mengherankan karena situasi dan kondisi setelah tahun 1945
memaksa bangsa Indonesia menghadapi perang revolusi fisik hingga tahun
1949.

6. Periode setelah tahun 1950. Periode ini kerap juga disebut sebagai periode
pendidikan formil seni rupa. Pada periode ini peran sanggar digantikan oleh
berdirinya perguruan tinggi seni rupa seperti ASRI di Yogyakarta dan
Departemen Seni Rupa di Sekolah Tinggi Teknik Bandung yang sekarang
dikenal dengan nama Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi
Bandung. Berdirinya lembaga-lembaga pendidikan formil dalam bidang seni
rupa ini semakin memperkokoh perkembangan seni rupa Modern di
Indonesia. Perkembangan ini semakin diperkuat dengan berdirinya lembaga-
lembaga pendidikan guru seni rupa (Jurusan Pendidikan Seni Rupa) di seluruh
IKIP di Indonesia. Melalui lembaga-lembaga pendidikan formil ini konsep
dan teknik berkarya seni rupa Modern dipelajari dan dimasyarakatkan
termasuk mengembangkan jenis-jenis seni rupa lainnya seperti seni patung
dan seni grafis.

7. Periode Gerakan Seni Rupa Baru. Periode GSRB merupakan periode


terakhir dari perkembangan seni rupa Modern di Indonesia. Para perupa
akademis dari beberapa perguruan tinggi seni rupa di Yogyakarta dan
Bandung mendeklarasikan gerakan seni rupa baru yang menentang
kemapanan pakem dan konsep seni modern yang sudah berakar kuat dalam
kurikulum pendidikan tinggi seni rupa di Indonesia. Para perupa ini juga
menentang dominasi seniman atau perupa senior dalam peta seni rupa
Indonesia yang dianggap kurang memberikan tempat bagi para perupa yang
lebih junior seperti keikut sertaan seniman dalam event-event internasional
mewakili Indonesia yang diwakili oleh seniman tertentu saja. Para perupa
muda ini juga mempertanyakan kecenderungan dominasi karya seni lukis di

2.17
atas karya-karya seni rupa lainnya. Dalam salah satu kegiatan pameran yang
bertajuk Gerakan Seni Rupa Baru, para perupa muda ini menampilkan
berbagai bentuk karya seni rupa yang “menyimpang” dari bentuk karya seni
rupa sebelumnya. Mereka menggunakan berbagai medium yang tidak lazim
digunakan dalam berkarya seni seperti penggunaan benda-benda keperluan
sehari-hari. Perkembangan ini sebenarnya tidak terjadi begitu saja,
perkembangan seni rupa pasca modernisme di Eropa dan Amerika diduga
mempengaruhi pemikiran dan konsep para perupa muda ini. Gerakan seni
rupa Postmodern yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Seni Rupa
Kontemporer” ini selanjutnya mewarnai karya-karya seni rupa di Indonesia.
Walaupun kurikulum pendidikan tinggi seni rupa hingga saat ini belum
mengadaptasi jenis kesenian ini, tetapi sebagai sebuah fenomena yang
mendunia, gerakan seni rupa Kontemporer telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari perkembangan seni rupa di Indonesia. Seni rupa
Kontemporer tidak lagi mengenal penggolongan jenis karya seni rupa seperti
seni lukis, seni patung atau seni grafis. Para penganut gerakan ini cenderung
menggolongkan jenis karya seni rupa pada dimensi kebentukannya saja
seperti karya seni dua dimensi, tiga dimensi atau multi dimensi. Salah satu
keunikan yang merupakan perkembangan termutakhir seni rupa
Kontemporer di Indonesia adalah digunakannya teknologi informasi dan
komunikasi sebagai medium berkarya seni, sesuatu yang tidak mungkin ada
pada periode atau masa-masa sebelumnya. Pada periode terakhir ini kita
menjumpai bentuk-bentuk karya seni rupa yang unik perpaduan antara seni
dan teknologi canggih seperti video art, web art, celluler art, dsb.

2.18
Karya Jim Supangkat yang diatampilkan pada pameran Gerakan Seni Rupa Baru

Karya seni rupa yang ditampilkan pada pameran Gerakan Seni Rupa Baru

Seni rupa kontemporer tiga dimensi dari bahan batu dan


komputer yang dimanfaatkan sebagai tiang antene parabola

2.19
Rangkuman
Perkembangan tema dan gaya pada karya seni rupa Nusantara telah
mencapai periode seni klasik yang dapat kita saksikan pada berbagai macam
benda kerajinan dan bangunan tradisional. Seni klasik di sini artinya seni yang
dianggap telah mencapai mutu tinggi (puncak). Zaman seni rupa Indonesia-Hindu
seringkali disebut oleh para ahli sejarah seni rupa sebagai masa seni rupa Klasik di
Indonesia. Perhatikan bagaimana mutu bangunan-bangunan bersejarah berikut
hiasannya di Nusantara. Karya seni rupa Nusantara klasik lainnya yang juga
dianggap bernilai tinggi adalah seni wayang (wayang kulit, wayang golek).
Perhatikan, di mana letak perbedaan gaya wayang golek dengan wayang kulit.
Perhatikan juga bagaimana kekhasan watak-watak tokoh digambarkan secara
mengagumkan. Amatilah tema apa yang ada pada ukiran Toraja, patung Asmat,
Tanimbar atau Bali. Masih banyak peninggalan karya seni Nusantara yang dapat
dijelaskan.
Pada zaman yang lebih kemudian. gaya dan aliran dalam seni rupa
Nusantara dipengaruhi perkembangan seni di Eropa. Contoh, karya senirupawan
Raden Saleh menganut aliran Romantisme, karena ia berguru ke Eropa yang pada
waktu itu aliran Romantisme di sana sedang populer. Setelah masa kekosongan
perkembangan (Raden Saleh tidak mempunyai murid yang dapat melanjutkan
perkembangan seni), muncullah para pelukis pribumi seperti Pringadie, Abdoellah
Sr., Basoeki Bdullah, yang menganut aliran Naturalisme, Sudjojono, tokoh yang
tergolong beraliran Realisme, dan Affandi yang beraliran Ekspresionisme.
Selanjutnya berbagai aliran bermunculan sebagai akibat pengaruh perkembangan
seni modem di Barat. Seniman modern Indonesia antara lain: A. Sadali, But
Mukhtar, Sunaryo, Amri Yahya, Rusli, Hardi, Jeihan, Pirous, dan sebagainya.
Perkembangan paling akhir dalam dunia seni rupa di Indonesia adalah
munculnya gerakan seni rupa Kontemporer. Gerakan yang diawali sejak
kemunculan “Gerakan Seni Rupa Baru” pada pertengahan tujuhpuluhan ini kerap
menggunakan/memadukan berbagai medium dalam berkarya, memadukan
berbagai cabang seni (musik dan gerak) serta menggunakan pula teknologi

2.20
informasi/komunikasi seperti televisi, video dan komputer (web art) sebagai basis
karya-karyanya. Penganut gerakan ini tidak lagi menggunakan batasan-batasan
(penggolongan) seni seperti seni lukis, patung, grafis atau pembagian seni murni
dan seni pakai. Pembagian yang dikenal atau lazim digunakan kelompok ini
hanyalah seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi. Gerakan seni rupa Kontemporer
di Indonesia umumnya dikenali dengan karya-karya instalasi, performen dan
video art.

2.21
Daftar Pustaka
Barret, Terry, Criticizing Art: Understanding the Contemporary, Mayfield
Publishing Company, Mountain View. California, London, Toronto,
1994.
“Bavf-Naf# 1” katalog The Bandung Video, and New Media Art Forum, 7-11
Agustus 2002, Jejaring Artnetworkers, Bandung, 2002
Bonnef, Marcel, Komik Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia dan Forum
Jakarta Paris, Jakarta, 1998
Danto, Arthur C., After The End of Art Contemporary Art and The Pole of
History, Priceton University Press, William Street, Princeton, New
Jersey, 1995.
Dermawan, Budiman, 1988, Pendidikan Seni Rupa untuk SMA Kelas 1 Semester 1
dan 2, Bandung: Ganeca Exact Bandung.

2.22
2.23
Diah Latifah dan Harry Sulastianto, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I, Ganeca
Exact: Bandung, 1994.
Direktorat Jendral Kebudayaan, 1979, Sejarah Seni Rupa Indonesia, Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penelitian dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah.
”Eksotika Dotkom”, Katalog Pameran Agus Wage, Oktober 2000.
”Evaluasi Sembilan” Katalog Pameran Seni Rupa, Purna Budaya Yogyakarta, 9-
14 Juli 2002.
Ganda Prawira, N., (ed.), 2005, Seni Rupa dan Kerajinan, Buku Ajar mahasiswa
PGSD/PGTK, Guru SD/TK, Bandung, Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Universitas Pendidikan Indonesia.
Hasan, Asikin, “ Menyimpang dari Tradisi Modernisasi”, dalam Forum Keadilan,
no 23, Tahun V, 24 Februari 1997
Hertz, Richard, Theories of Contemporary Art, Prentice-Hall, Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey, 1985.
Holt, Claire. 200. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia Diterjemahkan
Oleh R.M. Soedarsono. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukkan
Indonesia.
Juih, L. Julius, (et. al.). 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk Kelas 2
SLTP Semester Pertama dan Kedua. Jakarta: Yudhistira.
Juih, L. Julius, at al, 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk Kelas 3 SLTP
Semester Pertama dan Kedua. Jakarta: Yudhistira.
Kavolis, Vytautas, History On Art’s Side Social Dynamic In Efflorescences,
Cornel University Press, Itacha, New York, 1972.
Latifah, Diah dan Sulastianto, Harry, 1994, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I,
Bandung: Ganeca Exact.
McCloud, Scott, Understanding Comics (Memahami Komik), Alih Bahasa S.
Kinanti , Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta, Jakarta, 2001.
“Modernism, Modernity, and Contemporary World Art: Contemporary
Indonesian Art In A Global Perspective”, Katalog Pameran Seni
Kontemporer GNB, Contemporary Indonesian Art, 28 April-28 May
1995 TIM Jakarta, 1995.
Pasca Modernisme: Populisme Budaya Massa dan Garda depan”, (terj.) Nug.
Kartjasungkana, Prisma, edisi 1 Januari 1993., LP3ES, Jakarta,
1993.Pelfrey, Robert and Marry Pelfrey, Art and Mass Media, Harper &
Row, London, 1986.
Pirous, Iwan Meulia, “Makna Modernitas bagi Seniman Seni Rupa Modern
Indonesia”, dalam Antropologi Indonesia, Th. XXIV. No 62, Jurusan
Antropologi FISIP UI dan Yayasan Obor, Jakarta, 2000.
Rasjoyo, Pendidikan Seni Rupa Untuk SMU kelas I, Erlangga, Jakarta, 1994.
Riyanto, Didik, Proses Batik: Batik Tulis-Batik Cap Batik Printing,CV.Aneka,
Solo, 2002.
Sahman, Humar, Mengenali Dunia Seni Rupa, Tentang Seni, Karya Seni,
Aktivitas Kreatif, Apresiasi, Kritik dan Estetika, IKIP Semarang Press,
Semarang, 1993

2.24
”Setengah Abad Seni Grafis Indonesia”, Katalog Pameran Seni Grafis,
Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya Jakarta, Jakarta,
2000.
Setyobudi, et.al., 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk SLTP Kelas 3.
Jakarta: Erlangga.
Soedarso Sp., Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, CV Studio
Delapanpuluh Enterprise & BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 2000
Sugiharto, I. Bambang, Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat, Kanisius,
Yogyakarta, 1996.
Sumartono, (et al.), Outlet,Yogya dalam Peta Seni Rupa Kontemporer Indonesia,
Yayasan Seni Cemeti. Yogyakarta, 2000.
Sumartono, “Penelitian Sejarah Seni Rupa Setelah Krisis Modernisme” dalam
Jurnal Seni, edisi I/01-Mei 1991, BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 1991.
Supangkat, Jim. “Seni Rupa dan Reformasi” dalam HU. KOMPAS, edisi Minggu,
13 September 1998
Supangkat, Jim. 1996. Multi Kulturalisme/Multimodernisme. Majalah Kalam
Edisi 8. Jakarta.Suradi, A. Prayitno, Membuat Aneka Barang Kerajinan
Cideramata, Humaniora Utama Press, Bandung, 1999.
Syafii, dkk., 2002. Materi Pembelajaran Kertakes SD. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Thomson, Jhon B., Ideology and Modern Culture, Polity Press, Cambridge UK,
1990.
Walker, Jhon A., Art In The Age Of Mass Media, Pluto Press, London, 1994.
Yamin, Muhammad, Lukisan Sedjarah, Djambatan, Djakarta, 1956.

2.25

Anda mungkin juga menyukai