DOSEN PENGAMPU
DRA.JUPRIANI, M.SN.
DISUSUN OLEH :
i
SUCI SEPTI NABILLA 22027122
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “konsep
nilai dan moral”. Makalah ini merupakan salah satu bagian dari tugas mata kuliah
Ilmu Budaya Dasar oleh Dra.Jupriani,M.Sn. Kami menyadari bahwa penyusunan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dra.Jupriani,M.Sn. selaku dosen mata kuliah Ilmu Budaya
Dasar Universitas Negeri Padang, dan teman-teman yang telah membantu penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
mendukung dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
ii
Kelompok 5
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…….…………………………………..………………………ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………...……iv
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..……iv
C. Tujuan…………………………………………………………………….……….v
D. Manfaat……………………………………………………………….….………..v
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan……………………………………………………………….………..…14
Pertanyaan………………………………………………………………………….…
15
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai media untuk menambah
wawasan serta menyampaikan hal-hal yang terkait tentang Konsep nilai dan moral.
5
D. MANFAAT
BAB II
PEMBAHASAN
Banyak kegelisahan dan kegetiran generasi pertengahan abad yang akan datang yang
nyata-nyata karena ketidakcakapan untuk menyampaikan nilai pada remaja. Kejadian
ini lebih banyak terjadi pada pendidikan moral melebihi transmisi nilai dari suatu
generasi berikutnya, proses kejadiannya diperhambat oleh lemahnya struktur
keluarga. Keluarga modern Amerika (mungkin juga di kota-kota besar di Indonesia.
“Masalahnya hamper tidak ada seorang pun yang memandang pentingnya membantu
anak untuk menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran atau kepala mereka.
Hamper tdak ada seorang pun yang memadang penting membantu anak untuk
6
memecahkan dan menyelesaikan pemikiran yang memusingkan tersebut.” (Rah, 1977,
20)
Pada akhir abad ke-20, alat-alat komunikasi yang potensial telah diperkenalkan
kedalam ritualit kehidupan keluarga. Pertama kali telepon, lalu disusul dengan radio
dan setelah perang dunia II datanglah televisi.
Atas dasar argument di atas, maka Kant menganjurkan tujuan pendidikan sebagai
berikut:
2. Untuk mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang
baik secara bebas. (kama, 2000, hlm. 61)
Informasi baru yang dihasilkan, (yang dapat mengubah keyakinan, sikap, dan nilai)
sangat tergantung pada actor-faktor sebagai berikut:
b. Oleh siapa informasi itu disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si
pembawa informasi)
7
c. Dalam kondisi yang bagaimana informasi di sampaikan atau diterima.
d. Sejauh mana tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat informasi baru tersebut
(yaitu tingkat dan sifat konflik yang terjdi dengan keyakinan yang telah ada)
f. Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru serta mengubah tingkah
lakunya (tahap kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya).
(kama, 2000, hlm. 19)
1. Manusia
1.Pengertian Manusia
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi(mampu
menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuahkonsep atau
sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus)atau seorang
individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusiamerupakan suatu
oganisme hidup (living organism).Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu
lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik,
sosial),maupun kesejarahan.
2. Hukum
1. Pengertian Hukum
Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apayang benar
dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya
oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yangt
idak tertulis (norma) yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya
secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.Hukum
8
harus mencakup tiga unsur, yaitu kewajiban, moral dan
aturan.Beberapa pendapat pakar lain mengenai pengertian hukum, yaitu:
2. Jenis hukum
9
am arti formal (setiap peraturan yang karena bentuknya dapat disebut UU).Contoh:
UU pemilu.
• Hukum yurisprudensi
Yaitu keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diaturoleh UU
dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkarayang serupa.
Contoh: KUHP.
● Hukum traktatYaitu perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai
persoalan- persoalan tertentu yang emnjadi kepentingan negara bersangkutan. Contoh:
hukum batas negara.
● Hukum doktrinYaitu pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar
atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya.
● Hukum Positif atau ius constitutumadalah hukum yang berlaku saat ini di suatu
negara. Misalnya, diIndonesia persoalan perdata diatur dalam KUH Perdata, persoalah
pidana diaturmelalui KUH Pidana, dll. Dalam hukum positif atau ius constitutum di
indonesia, berlaku tata hukum sebagai berikut:
10
● Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan
antaraindividu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa
(civillaw) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan
hukum privat atau Hukum Perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidakd
ikenal pembagian semacam ini.
● Hukum acara atau hukum formal adalah hukum yang mengatur tentang
cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Tatau
hukum ini terbagi atas:-
- Hukum Acara Perdata
adalah peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantarahakim. Dan ketentuan-
ketentuan dari Hukum Acara Perdata pada dasarnya samasekali tidak memberatkan
hak dan kewajiban yang sering kita jumpai dalam hukum materiil perdata, akan tetapi
pada intinya aturan-aturan hukum perdatamateriil adalah melindungi hak-hak
perseorangan dan itu merupakan sifat dasardari Hukum Acara Perdata.-
11
● Hukum yang akan datang atau ius costituendum.-
b. Hukum Lokal (Local Law)adalah hukum yang hanya berlaku disuatu daerah
tertentu (Hukum AdatBatak, Minangkabau, Jawa dan sebagainya). Atau suatu sistem
hukum yangtampak seiring dengan peningkatan pentingnya hukum negara dan
aparaturadministrasinya, dimana pengembangan dan kewenangannya, maksud
dantujuannya kesemuanya ditentukan oleh aparat pemerintah. Pemberlakuan,
dalam praktek sehari-hari berada dalam suatu kewenangan daerah yang
terdesentralisasi.Perbedaannya dengan hukum nasional adalah bahwa proses
pembentukan hukumlokal yang dibangun tersebut perumusannya didasarkan pada
spirit berpikirhukuni masyarakat pribumi.
12
4. Proses terbentuknya hukum
13
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur
tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social
order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun danmempertahankan tatanan
sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusiamembutuhkan pranata pengatur yang
terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).Hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup(the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.Hukum dalam masyarakat merupakan
tuntutan, mengingat bahwa kita tidakmungkin menggambarkan hidup manusia tanpa
atau di luar masyarakat. Makamanusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian
yang tidak bisadipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan
adanyakepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini
bukansaja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan
mempertegaslembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya.
A.Moral
1. Pendapat ahli
Menurut W.J.S. Poerwadarminta, Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores)
yang berarti juga kebiasaan, adat dan berasal dari bahasa Belanda moural, yang berarti
kesusilaan, budi pekerti , moral berarti “ajaran tentang baik buruk perbuatan dan
kelakuan.” Dalam Islam moral dikenal dengan istilah “akhlak”, berasal dari kata
“khuluqun”, artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku, tabiat.
Menurut Lon Fuller, hubungan antara moralitas dan hukum adalah hal pentinng.
Aturan – aturan dari suatu sistem hukum harus sesuai persyaratan – persyaratan
substatif dri moralitas. Ia memppstulasikan bahwa aturan – aturan hukum tunduk pada
moralitas.
14
moralitaet/sittlichkeit. Legalitas dipahaminya sebagai kesesuaian atau ketidaksesuaian
semata-mata.
Raghib Al-Isfahani, seorang filsuf muslim klasik Islam memaknai akhlak sebagai
upaya manusia untuk melahirkan perbuatan yang bajik dan baik. Alasannya, kata
akhlak merupakan plural dari khuluq yang berasal dari katakhalaqa. Menurutnya, ini
ditujukan kepada ciptaan Tuhan yang brmuatan daya yang dapat disempurnakan oleh
upaya manusia.
Menurut al-Ghazali: “akhlak merupakan tabiat jiwa, yang dapat dengan mudah
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan perwatakan tertentu secara serta merta tanpa
pemikiran dan pertimbangan. Apabila tabiat tersebut melahirkan perbuatan baik dan
terpuji menurut akal dan agama, tabiat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Apabila
melahirkan perbuatan-perbuatan yang jelek, maka tabiat tersebut dinamakan akhlak
yang jelek.”
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah perbuatan
yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi mudah tanpa memerlukan
pikiran lagi.
Norma moralitas memberikan patokan kepada kita. dan perbuatan-perbuatan kita agar
disebut bermoral harus sesuai dengan patokan tersebut. Tetapi faktwa bahwasanya
terdapat suatu norma, tidaklah membebankan keharusan sesuatu pun mengenai
pemakaiannya. Norma memungkinkan kita untuk mengerti, apakah perbuatan kita
bermoral atau tidak, tetapi tidaklah menurut hakikatnya mengahruskan diri perbuatan
kita bermoral. Adakah sesuatu yang mengharuskan diri kita menyesuaikan
perbuatannya dengan norma moralitas? Disinilah kita menyentuh adanya hukum,
sebab hukum menyatakan pengertian mengenai sesuatu yang membebankan
keharusan tersebut. Hukum menjelaskan keharusan (oughtness). Tanpa hukum kita
hanya punya suatu hubungan antara jalan ke tujuan, yang oleh Kant disebut sebagai
imperatif hipotesis; kalau anda ingin bermoral, norma moralitas adalah sebagi
15
petunjuk bagaimana anda menggapai keiningan tersebut. Bila da orang yang berkata “
saya tidak berminat bermoral”, norma moralitas sebagai norma tidak semata tidak bisa
berkata sesuatu pun lebih lanjut. Tetapi ada hukum yang membebankan suatu
keharusan mutlak, suatu imperatif katagoris. Anda harus bermoral senang atau tidak
senang, maka anda harus menyesuaikan perbuatan-perbuatan anda dengan norma
moralitas.
Pada masyarakat yang masih sederhana, norma susila atau moral telah memadai untuk
menciptakan ketertiban dan mengarahkan arah tingkah laku masyarakat, dan
menegakkan kesejahteraan dalam masyarakat. Kesusilaan memberikan peraturan-
peraturan kepada seseorang supaya menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari
perintah dan larangan yang timbul dari norma kesusilaan itu bersandar pada
kebebasan pribadi seseorang. Hati nuraninya akan menyatakan perbuatan mana yang
jahat serta akan menentukan apakah ia akan melakukan sesuatu perbuatan. Akan
tetapi pada masyarakat yang sudah maju kaidah adat tersebut tidak lagi mencukupi.
Jika dalam kesusilaan yang dimuat adalah anjuran yang berupa pujian dan celaan,
maka dalam kaidah hukum yang dimuat adalah perintah dan larangan yang diperkuat
dengan ancaman, paksaan atau sanksi bagi orang yang mengabaikan. Meskipun
coraknya berbeda, namun bentuk-bentuk yang dipuji dan dicela dalam kesusilaan,
sehingga pada hakikatnya patokan hukum tersebut berurat pada kesusilaan.
Dalam banyak literatur dikemukakan bahwa tujuan hukum atau cita hukum tidak lain
daripada keadilan. Gustav Radbruch, di antaranya menyatakan bahwa cita hukum
tidak lain daripada keadilan. Selanjutnya ia menyatakan “Est autem jus a justitia, sicut
a matre sua ergo prius fuit justitia quam jus”, yang diterjemahkan: “Akan tetapi
hukum berasal dari keadilan seperti lahir dari kandungan ibunya, oleh karena itu
keadilan telah ada sebelum adanya hukum.” Menurut Ulpianus, Justitia est perpetua et
constans voluntas jus suum cuique tribuendi, yang diterjemahkan secara bebas,
keadilan adalah suatu keinginan yang terus-menerus dan tetap untuk memberikan
kepada orang apa yang menjadi haknya.
16
Menurut Thomas Aquianas, hukum terutama berkaitan dengan kewajiban yang
diletakkan oleh nalar. Hukum meliputi kekuasaan, dan kekuasaan inilah yang
memberikan kewajiban. Akan tetapi di belakang kekuasaan inilah berdiri nalar.
Penguasa melalui hukum positif dapat memberi perintah yang bukan-bukan atau
memaksa orang melakukan perbuatan yang tidak benar, tetapi hukum positif tersebut
bekerja tidak sesuai dengan hakikat alamiah hukum. Hukum alam ditentukan oleh
nalar manusia. Mengingat Allah menciptakan segala sesuatu, hakikat alamiah manusia
dan hukum alam paling tepat dipahami sebagai produk kebijaksanaan atau pikiran
Allah.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Thomas Aquinas adalah pandangan Lon
L. Fuller. Oleh Fuller dikatakan bahwa masalah moralitas merupakan bagian dari
hukum alam. Hanya saja aturan-aturan itu tetap membumi. Memang kata moral sering
dikaitkan dengan keadaan batin seseorang, seperti budi pekerta luhur,
keramahtamahan, atau ketaatan dalam menjalankan kewajiban agama dan semu sikap
yang mempunyai kemaslahatan semua orang dan diri sendiri. Tidak berzina, tidak
suka memfitnah, tidak berkata-kata dusta, suka memberi, bermurah hati dan suka
menolong dalam kesesakan adalah tindakan-tindakan moral. Akan tetapi sikap
semacam itu adalah ideal.
Prof. Dr. Hazairin dalam buku Demokrasi Pancasila menyatakan bahwa hukum tanpa
moral adalah kezaliman. Moral tanpa hukum adalah anarki dan utopia yang menjurus
kepada peri-kebinatangan. Hanya hukum yang dipeluk oleh kesusilaan dan berakar
pada kesusilaan yang dapat mendirikan kesusilaan. Lebih lanjut Dr. Muslehuddin
menerangkan bahwa hukum tanpa keadilan dan moralitas bukanlah hukum dan tidak
bisa bertahan lama. Sistem hukum yang tidak memiliki akar substansial pada keadilan
dan moralitas pada akhirnya akan terpental. Menurut Prof. Dr. H. M. Rasjidi, hukum
dan moral harus berdampingan, karena moral adalah pokok dari hukum. Menurut
Kant, hukum moral adalah hukum dalam arti sebenarnya. Menurut Friedmann, tidak
ada dan tidak pernah ada pemisahan total hukum dari moralitas. Oleh karenanya
hukum yang dipisahkan dari keadilan dan moralitas bukanlah hukum.
17
Pada umumnya, perbedaan dan hubungan antara hukum dan moral dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hukum membutuhkan moral. Quid leges sine moribus? (Apa artinya UU tanpa
moralitas?). Kualitas hukum juga diukur dari mutu moralnya. Sebaliknya, moral juga
membutuhkan hukum , agar “semakin terwujud secara lebih pasti dalam perilaku
konkret”. Menghormati hak milik orang lain misalnya, adalah sebuah prinsip moral.
Prinsip ini diperkuat dalam hukum yang melindungi hak milik.
2. Hukum itu lebih dikodifikasikan dan dengan demikian lebih pasti dan objektif
daripada moralitas yang tidak tertulis.
4. Moralitas adalah “isi minimum dari hukum”. Hukum dan moralitas hanya berbeda
dari sisi formal, tetapi tidak ada perbedaan mendasar dari segi substansi. Baik norma
hukum maupun norma moral, kedua sama-sama mengatur perilaku manusia.
5. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan, pelanggar akan terkena
hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh
bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi di
bidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
8. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena
hukuman
18
10. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam
sedangkan moral berdasarkan hukum alam
11. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
13. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati,
batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri
14. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan
bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
Uraian Kant ini dapat dilengkapi dengan uraian A. Reinach (1883-1917) sebagai
berikut:
1. Norma moral mengenai suara hati pribadi manusia, norma yuridis berlaku atas
dasar suatu perjanjian.
2. Hak-hak moral tidak pernah hilang dan tidak dapat pindah kepada orang lain,
sedangkan hak yuridis dapat hilang dan berpindah (sesuai dengan perjanjian).
3. Norma moral mengatur baik batin maupun hidup lahir, sedangkan norma hukum
hanya mengatur kehidupan lahiriah saja (de internis praetor non iudicat).
Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia
mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang
mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena
estetika berhubungan dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik
dan salah, namun karena manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan,
19
baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu,
maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan
kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana
mestinya.
Jika persoalan etika dan estetika ini diperluas ke kawasan pribadi, maka muncullah
persoalan apakah pihak lain atau orang lain dapat mencampuri urusan pribadi orang
tersebut? Seperti halnya jika seseorang menyukai masakan China, apakah orang lain
berhak menyangkal jika masakan China adalah masakan yang enak untuk disantap
dan melarang orang tersebut untuk mengkonsumsinya? Mungkin itu hanya sebagian
kecil persoalan ini, begitu kompleksnya persoalan nilai, maka pembahasan hanya
dibatasi hanya pada pembahasan etika saja. Menurut Bartens ada tiga jenis makna
etika, yaitu:
° Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
° Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik).
° Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral).
Dalam bidang pendidikan, ketiga pengertian di atas menjadi materi bahasannya, oleh
karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga membahas kode-
kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosisalnya, yang tentu saja
karena manusia adalah makhluk sosial.
Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia
sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan
memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada
meskipun tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang
subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.
Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena objek itu memiliki nilai
20
Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau
kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai
mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001, hlm.
19-24).
Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada,
sama seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia,
sedangkan kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh
pancaindera seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti
halnya kualitas sampingan yang memberikan nilai lebih terhadap sesuatu yang
dijadikan objek penilaian kualitasnya.
• Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas)
seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan.
Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan,
objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai,
hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan hubungan yang
dihasilkan nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller
berpendapat bahwa hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan
nilai kerohanian. Dan masih banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun
adapula pembagian hierarki di Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran
P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental, dan yang terakhir nilai praksis.
• Pengertian Nilai
Walaupun begitu banyaknya pakar yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada
21
yang telah disepakati dari semua pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan
manusia, dan selanjutnya nilai itu penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan
oleh setiap pakar pada dasarnya upaya memberikan pengertian secara holistik
terhadap nilai, akan tetapi setiap orang tertarik pada bagian bagian yang “relatif belum
tersentuh” oleh pemikir lain.
Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada
pengertian nilai yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of
Social Interest, karena ia melihat nilai dari sudut kepentingannya.
Nilai itu penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia
karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada
di luar manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai
kegiatan menilai. Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus
diaplikasikan dalam perbuatan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nilai Moral dan Norma Moral adalah dua hal yang sangat penting yang harus dimiliki
elh setiap manusia. Karena dua hal itu yang membuat manusia menjadi manusia yang
22
beretika. Nilai Moral adalah nilai yang mengatur tingkah laku seseorang menganai
apa yang baik dan benar. Sedangkan Norma Moral adalah sebuah pedoman dalam
bertingkah laku.
Pertanyaan
23