Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MANUSIA, NILAI, MORAL DAN HUKUM


Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Pendidikan Lingkungan Seni Budaya dan Teknologi”
Dosen Pengampu: Deti Lotaningrat, M.pd

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4
1. Hilda Wilma (1886210004)
2. Ranti Puspadelima (1886210007)
3. Tanthi Adeliana Putri (1886210010)
4. Endeh Ratih Ratna S (1886210017)
5. Ecky Didi Wardani (1886210000)
6. Lisvia Frisdayanti (1886210028)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MANDIRI
SUBANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan tujuan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Lingkungan Seni
Budaya dan Teknologi. Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada
Nabi akhir zaman Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh
umatnya.
Penulis mengakui dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak
terjadi kekurangan sehingga hasilnya jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap
kepada semua pihak kiranya memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Besar harapan penulis dengan terselesaikannya makalah ini dapat menjadi
bahan tambahan bagi penilaian Dosen bidang studi Pendidikan Lingkungan Seni
Budaya dan Teknologi, dan mudah-mudahan isi dari penulisan makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Subang, 1 Januari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia, Hakikat dan Fungsi................................................. 3
2.2 Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai Moral dan Hukum..................... 3
2.3 Keadilan, Ketertiban, dan Kesejahteraan................................................. 16
2.4 Permasalahan Nilai, Moral, Hukum dalam Masyarakat dan Negara....... 20

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan................................................................................................... 24
3.2 Saran......................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan. Masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan
dengan nilai, moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, dan
perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan
moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri
manusia akan sangat menentukan kepribadian individu atau jati diri manusia,
lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan.
Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai
dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan
manusia yang utuh dalam konteks sosial. Pendidikan moral tidak hanya terbatas
pada lingkungan akademis, tetapi dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana
saja.
Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat kondusif untuk
melaksanakan pendidikan moral yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
pendidikan dan lingkungan masyarakat. Peran keluarga dalam pendidikan
mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan dan reproduksi
langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi
dari kehidupan keluarga. Hal-hal yang juga perlu diperhatikan dalam pendidikan
moral di lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran,
kedisiplinan dan tanggung jawab dalam segenap aspek.
Dengan mempertimbangakan hal tersebut maka jelas bahwa pendidikan
nilai dan moral dan hukum sangat penting peranannya dalam meningkatkan
kualitas dan mutu pendidikan. Maka dari itu makalah ini akan membahas
mengenai pengertian manusia, nilai, moral dan hukum serta hal lainnya yang
berhubungan dengan hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1
1. Apa yang dimaksud dengan manusia?
2. Apa yang dimaksud dengan hakikat, fungsi dan perwujudan nilai, moral, dan
hukum?
3. Apa yang dimaksud dengan keadilan, ketertiban dan kesejahteraan?
4. Apa saja permasalahan nilai, moral, hukum dalam masyarakat dan negara?
1.3 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan
terutama untuk para calon guru yang akan mengajar disekolah dasar. Secara
khusus diharapkan:
1. Dapat memahami pengertian manusia
2. Dapat mengetahui dan memahami pengertian hakikat, fungsi, dan
perwujudan nilai, moral dan hukum
3. Dapat memahami pengertian keadilan, ketertiban dan kesejahteraan
4. Dapat mengetahui dan memahami apa saja permasalahan nilai, moral,
hukum dalam masyarakat dan negara
1.4 Tujuan Penulisan
Setelah membaca materi ini secara khusus diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang pengertian manusia
2. Menjelaskan pengertian hakikat, fungsi, dan perwujudan nilai, moral dan
hukum
3. Menjelaskan tentang pengertian keadilan, ketertiban dan kesejahteraan
4. Menjelaskan mengenai apa saja permasalahan nilai, moral, hukum dalam
masyarakat dan negara

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia


Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu
menguasai makhluk lain).
Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah
gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam
hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup
(livingorganisme).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan
vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.
Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan
oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan
itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi
kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk
hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi
kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada
individu lain. Ia belajar berjalan, belajar makan, belajar berpakaian, belajar
membaca, belajar membuat sesuatu dan sebagainya, memerlukan bantuan orang lain
yang lebih dewasa.
2.2 Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai, Moral dan Hukum
Nilai, moral, dan hukum merupakan aspek-aspek terpenting di dalam
masyarakat. Aspek-aspek tersebut menjadi sebuah perangkat, untuk mengontrol
kehidupan bermasyarakat agar berjalan lebih baik. Aspek-aspek tersebut pun
memiliki hakikat maupun fungsi, berikut penjabarannya.

3
1. Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Nilai
Manusia dalam kehidupan sehari tidak terlepas dari nilai. Pada
hakikatnya, nilai berkaitan dengan anggapan terhadap baik dan buruk, serta
pantas dan tidak pantas. Sedangkan cara untuk menentukan sesuatu itu dikatakan
baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal
ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang di anut oleh masyarakat
sehingga tak heran apabila antar masyarakat yang satu dengan lainnya terdapat
perbedaan mengenai tata nilai. Semua itu terjadi karena ada nilai manfaat. Untuk
dapat memahami hakikat nilai, berikut terdapat pengertian nilai menurut para
ahli.
A. Allport (Rokeach, 1973) mengemukakan bahwa nilai adalah suatu keyakinan
yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya.
B. Kimball Young (Agung S.S Raharjo, 2009) mengemukakan bahwa nilai
adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang
dianggap penting dalam masyarakat.
C. A.W. Green (Vincentius Satu, 2009) menyatakan bahwa nilai adalah
kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
D. Woods (dalam Vincetius Satu, 2009) menyatakan bahwa nilai merupakan
petunjuk umum yang telah berlangsung lama, serta mengarahkan tingkah
laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
E. M.Z. Lawang (Janu Murdiyatmoko, 2007) menyatakan bahwa nilai adalah
gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga, dan dapat
mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut
Sesuatu yang dianggap bernilai apabila memiliki nilai: menyenangkan
(peasant), berguna (useful), memuaskan (satisfying); menguntungkan
(profitable), menarik (interesting), dan keyakinan (belief). Artinya, sesuatu dapat
dikatakan bernilai apabila menyenangkan bagi manusia, berguna bagi manusia,
dapat memuaskan manusia, menarik bagi manusia, dan menimbulkan keyakinan
bagi manusia terhadap nilai dari sesuatu.

4
Sedangkan nilai itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu nilai yang bersifat
objektif dan bersifat subjektif, berikut penjelasannya.
A. Nilai itu objektif
Menurut aliran idealisme (disebut juga aliran objektivitas), nilai itu
objektif dan ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia
tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Hanya saja terkadang
manusia sendiri yang tidak atau belum tahu tentang nilai objek tersebut.
B. Nilai itu subjektif
Nilai suatu objek terletak pada suatu subjek penilaianya. Misalnya, air
sangat bernilai daripada emas bagi orang yang tengah kehausan di padang
pasir. Bahkan orang itu bersedia menukar emas yang ia miliki dengan
sebotol kecil air. Padahal di tempat ia berada sebelumnya (misalnya didesa
atau kota), air adalah objek yang sangat mudah diperoleh dan dianggap tidak
seberharga emas dalam upaya memperolehnya.

Selain nilai itu memiliki sifat, nilai juga memiliki ciri. Menurut Bambang
Daroeso dan Suyahmo (1991), nilai memiliki ciri sebagai berikut:
A. Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat ditangkap melalui indra, tetapi ada).
Misalnya manusia mengakui adanya keindahan, tetapi keindahan itu berasal
dari perasaan dan pikiran manusia itu sendiri. Artinya, perasaan mengenai
keindahan itu tidak dapat diraba dan ditangkap secara fisik. Objek dari
keindahan itulah yang dapat diraba atau ditangkap secara fisik. Misalnya,
lukisan dan pemandangan.
B. Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, atau yang diinginkan). Nilai
merupakan sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan oleh manusia.
Contohnya, manusia menginginkan terciptanya masyarakat yang tertib.
Ketertiban itu sendiri merupakan nilai yang bersifat normatif. Ketertiban
merupakan sesuatu yang diinginkan atau dicita-citakan oleh setiap manusia
dalam kehidupan bermasyarakat.

5
C. Berfungsi sebagai daya dorong manusia (motivator). Nilai inilah yang
mendorong manusia berbuat sesuatu. Karena mengharapkan sesuatu yang
bernilai bagi dirinya maka manusia akan terdorong untuk bertindak
meraihnya. Misalnya, karena berharap mengharapkan nilai yang baik dalam
ujian (nilai A) maka setiap mahasisea terdorong keinginannya untuk belajar.

Menurut Rokeach (1973) dalam Budi Juliardi (2014), nilai itu sendiri
berfungsi sebagai berikut:
A. Fungsi nilai sebagai standar, meliputi:
1) Membimbing individu dalam mengambil posisi terrentu dalam isu sosial
tertentu dan mengevaluasinya. Jadi, apa pendapat seseorang tentang
suatu topik tertentu dan bagaimana ia mengevaluasi topik tersebut, dapat
menggambarkan nilai-nilainya
2) Memengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu
dibandingkan ideologi politik yang lain
3) Mengarahkan cara menampilkan diri pada oranglain
4) Melakukan evaluasi dan membuat keputusan
5) Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan memengaruhi
oranglain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai, dan
tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah,
serta bisa dipengaruhu dan diubah.
B. Fungsi nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan
pengambilan keputusan. Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi
beberapa nilai dalam sistem nilai individu. Pada umumnya, nilai-nilai yang
teraktivasi adalah nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.
C. Kunci motivasi. Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku
individu dalam situasi sehari-haru, sedangkan fungsi tidak langsungnya
adalah untuk mengekspersikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan
memiliki fungsi motivasi. Nilai dapat memotivasi individu untuk melakukan
suatu tindakan tertentu, memberi arah dan instensitas emosional tertentu

6
terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang
menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara
biologis) keinginan selain tuntutan sosial (Grube, dkk., 1994).
Walaupun nilai penting bagi manusia karena bersifat normatif dan menjadi
motivator tindakan manusia, namun nilai belum dapat berfungsi secara praktis
sebagai penuntun manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih bersifat abstrak
sehingga membutuhkan wujud atas nilai tersebut. Contohnya, manusia ingin
hidup damai dan tentram, tapi apa yang harus dilakukan manusia agar terwujud
kedamaian dan ketentaraman. Hal yang dibutuhkan adalah menciptakan
semacam aturan (norma). Jadi nilai harus dimplementasikan dalam bentuk
norma. Artinya, norma adalah perwujudan dari nilai.
Norma atau kaidah merupakan ketentuan yang menjadi pedoman dan
panduan dalam bertingkah laku dalam kehidupan masyarakat. Norma berisi
anjuran untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak
sehingga kehidupan in menjadi lebih baik. Norma juga dipakai sebagai tolak
ukur dalam mengevaluasi perbuatan seseorang karena norma selau berpasangan
dengan sanksi. Sanksi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada reaksi
yang diperoleh seseorang karen menaati atau melanggar norma. Sanksi positif
bisa berupa materi seperti, suatu hadiah, piala atau uang. Sedangkan sanksi
negatif mencerminkan ketidaksetujuan terhadap pelanggaran norma. Misalnya,
denda pengadilan.
2. Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Moral
Bahasa Latin moral berasal dari kata “mores” yang artinya adat
kebiasaan. Sementara dalam bahasa Yunani, moral adalah “ethos” atau etika
yaitu ajaran tentang baik-buruk dan diterima masyarakat umum tentang sikap,
perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Sedangkan pengertian moral dalam
bahasa Indonesia adalah akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata
tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku
batin dalam hidup (KBBI, 2008).
Moral (moralitas) pada hakikatnya adalah istilah manusia untuk

7
menyebut ke manusia lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif.
Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut “amoral” artinya dia
tidak bermoral, yang artinya tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Oleh karena itu, moral adalahhal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu.
Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyatakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan
sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat
mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, suara hati, serta nasihat
dan lain-lain. Moral sama dengan etika, etik, akhlak, kesusilaan, dan budi
pekerti. Moral dalam hubungannya dengan, adalah bagian dari nila, yaitu nilai
moral. Namun perlu kita ketahui tidak semua nilai adalah nilai moral. Nilai
moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik-buruk.
Moral berfungsi sebagai landasan dan patokan bertindak bagi setiap
orang dalam kehidupan sehari-hari di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan
maupun dalam lingkungan keluarga. Suatu hal yang paling penting adalah
bahwa moral berada pada batin atau pikiran setiap insan sebagai fungsi kontrol
penyeimbang bagi pikiran.
Moral sebenarnya tidak lepas dari pengaruh sosial budaya setempat yang
diyakini keberadaannya. Penggunaan pakaian minim bagi perempuan di
Indonesia mungkin akan dianggap melanggar aturan moral orang-orang Timur,
akan tetapi, aturan ini bisa saja tidak berlaku bagi perempuan di Barat yang
sudah biasa melakukannya karena sudah menjadi kebiasaan mereka.
Sumaryo (1995) dalam Budi Juliardi (2014) mengklarifikasi moralitas
dalam beberapa bagian berikut:
A. Moralitas Objektif
Moralitas Objektif adalah moralitas perbuatan yang melihat perbuatan

8
manusia sebagaimana apa adanya. Jadi, perbuatan itu mungkin baik atau
buruk, mungkin benar atau salh, terlepas dari berbagai modifikasi kehendak
bebas yang dimiliki oleh setiap pelakunya. Contohnya, membunuh
merupakan perbuatan tidak baik apapun alasan dibalik pembunuhan yang
dilakukan.
B. Moralitas Subjektif
Moralitas subjektif adalah moralitas perbuatan yang melihat perbuatan
manusia sebagaimana adanya karena dipengaruhi oleh sejumlah pelakunya,
seperti emosional, latar belakang pengetahuan, dan sebagainya. Misalnya,
Korupsi adalah perbuatan yang curang/jahat yang harus diberi sanksi. Akan
tetapi, jika yang melakukan korupsi adalah orang yang berpengaruh atau
masih dalam lingkungan keluarga orang penting makan bisa saja ia
dibebaskan.
C. Moralitas Intrisik
Moralitas intrinsik adalah moralitas perbuatan yang menentukan suatu
perbuatan atas benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya dan
terlepas dari pengaruh hukum positif yang berlaku. Contohnya, jika orang
sudah bekerja maka berilah kepadanya gaji yang sudah menjadi haknya. Hal
tersebut pada dasarnya sudah merupakan kewajiban bagi “pengupah” untuk
memberikan “upah” pada yang “diupah”. Bahkan kemudian aturan ini dibuat
dalam hukum positif, namun tidaklah memberikan akibat signifikan, karena
masih ada saja “pengupah” yang tidak ingin memberikan upah pada yang
“diupah” tadi.
D. Moral Ekstrinsik
Moralitas ekstrinsik adalah moralitas perbuatan yang menentukan suatu
perbuatan benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya
tergantung dari pengaruh hukum positif. Hukum positif dijadikan patokan
dalam menentukan kebolehan dan larangan atas suatu hal. Contohnya,
membunuh adalah perbuatan buruk dan pelakunya harus dikenakan
hukuman. Aturan ini juga dimuat dalam hukum positif dan wajib untuk

9
dilaksanakan.
Perwujudan moral bisa melalui pikiran, tutur kata, perilaku yang luhur,
maupun tata sikap manusia. Manusia yang bertutur kata halus dan sopan dapat
dikatakan manusia bermoral. Demikian dengan manusia yang berperilaku luhur
dan memiliki tata krama dalam bertindak bisa juga diartikan sebagai manusia
yang bermoral.
3. Hakikat, Fungsi, dan Perwujudan Hukum
Hakikat hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat
bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau diluar
masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang
tidak dapat dipisahkan sehingga pemeo “Ubi societas ibi ius” (dimana ada
masyarakat disana ada hukum) adalah tepat. Lebih jelasnya, berikut pengertian
hukum menurut beberapa ahli.
A. Plato menyatakan bahwa hukum adalah sistem peraturan yang teratur,
tersusun baik, serta mengikat masyarakat.
B. Aristoletes menyatakan bahwa hukum hanya sebagai kumpulan peraturan
yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang
adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi, karena
kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan
jabatannya ketika menghukum orang-orang yang bersalah.
C. Van Apeldoorn menyatakan bahwa hukum adalah gejal sosial dan tidak ada
masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu
aspek kebudayaan, yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
D. Austin menyatakan bahwa hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan
untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yanh
berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993).
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya hukum
merupakan seperangkat aturan dalam masyarakat yang berisi perintah dan
larangan yang harus ditaati, serta adanya sanksi bagi pelanggarnya. Selain itu,
definisi tersebut juga menunjukan bahwa hukum diciptakan dengan tujuan yang

10
berbeda-beda, ada yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian
hukum, dan lain-lain.
Realitas di atas setidaknya menunjukan bahwa hukum sangat penting dan
memang harus ada dalam sebuah masyarakat (negara), karena hukum dalam
kehidupan bermasyarakat memiliki fungsi sebagai berikut:
A. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Hukum berfungsi
untuk menunjukan manusia mana yang baik dan yang buruk sehingga segala
sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
B. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin. Hikum
dapat memberikan keadilan untuk menentukan siapa yang salah, siapa yang
benar, dan dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman
sanksi bagi pelanggarnya.
C. Sebagai sarana penggerak pembangunan. Daya mengikat dan memaksa dari
hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakan
pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke
arah yang lebih maju.
D. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci, antara lain siapa
yang boleh melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, sikap yang harus
menaati, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan adil, dan lain-lain.
E. Sebagai penyelesaian sengketa. Contohnya, persengketaan harta waris dapat
segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam
hukum perdeta.
F. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali
hubungan-hubungan esensial di antara anggota masyarakat.
Selain itu, hukum merupakan perwujudan dari norma. Berbicara mengenai
hukum sebagai norma, dapat dinyatakan bahwa norma hukum adalah aturan
sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, serta memaksa pemerintah
sehingga dengan tegas dapat melarang dan memaksa orang untuk dapat
berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran

11
terhadap norma hukum ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara
hingga hukum mati).
Begitu pula dalam kehidupan bermasyarakat, walaupun telah ada norma
yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan, seperti norma agama, norma
kesopanan, dan norma kesusilaan, namun norma-norma sebagai pedoman
perilaku tersebut sering dilanggar atau tidak diikuti. Oleh karena itu, dibuatlah
norma hukum sebagai peraturan/kesepakatan tertulis yang memiliki sanksi tegas
beserta “alat” yang dapat memaksakan penegaknya. Alat itu seperti polisi,
hakim, jaksa, dan alat penegak hukum lainnya.
Setiap orang menyadari bahwa dalam hubungan interaksi sosial dalam
masyarakat, manusia selalu diliputi oleh rangkaian norma-norma yang turut
memengaruhi tatanan kehidupan sosialnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Akan tetapi, kehadiran norma hukum dalam kehidupan masyarakat
tentu saja memiliki karakter spesifik yang menjadi ciri identik hukum itu sendiri,
yaitu sebagai berikut. (Soeprapto dan Maria Farida, 1998).
A. Norma hukum bersifat heteronom, dalam arti bahwa norma datangnya dari
luar diri manusia. Dalam hal ini, negaralah yang mewajibkan seseorang
untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan hukum. Berbeda dari norma
kesusilaan, ketika kita hendak melakukan perbuatan baik kepada seseorang
maka kita bertindak atas dasar kehendak dan keyakinan yang datang dari diri
kita sendiri.
B. Norma hukum dapat dilekatkan sanksi pidana ataupun sanksi paksaan secara
fisik, yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang diberi wewenang
oleh hukum itu sendiri.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa norma hukum


memiliki perbedaan dengan norma-norma sosual lainnya (norma kesopanan,
norma kesusilaan, dan norma agama), yautu sebagai berikut:

A. Norma hukum datangnya dari luar diri, yaitu dari kekuasaan atau lembaga

12
resmi yang berwenang.
B. Norma hukum dilekatkan oleh sanksi pidana secara fisik dan langsung dan
dilaksanakan oleh aparat negara.
C. Aturannya pasti (tertulis) biasanya dalam bentuk undang-undang atau pasal.
D. Mengikat semua orang.
E. Memiliki alat penegak aturan.
F. Dibuat oleh lembaga yang berwenang seperti lembaga penegak hukum.
G. Memiliki sanksi berat.

Sementara norma lainnya (norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma


agama) memiliki ciri sebagai berikut.
A. Terkadang aturannya tidak pasti dan tidak tertulis.
B. Ada atau tidaknya alat penegak tidak pasti (terkadang ada/tidak).
C. Dibuat oleh masyarakat.
D. Bersifat tidak terlalu memaksa.
E. Sanksinya terkesan ringan.
Norma hukum itu sendiri berasal dari norma agama, norma kesusilaan, dan
norma kesopanan. Norma hukum berguna untuk memberikan sanksi tegas bagi
terjadinya pelanggaran. Tidak hanya dalam bidang hukum saja, namun juga
dalam bidang norma lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa norma
hukum sangat penting keberadaannya dalam kehidupan manusia, yang berkaitan
dengan posisi sebagai warga suatu kelompok masyarakat, bangsa dan negara.
Pentingnya norma hukum antara lain karena alasan berikut:
A. Karena sanksi dari norma lainnya belum cukup memaksa untuk menciptkan
ketertiban.
B. Masih ada perilaku lain yang perlu diatur di luar ketiga norma lainnya,
misalnnya perilaku di jalan raya, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas sangat jelas bahwa betapa pentingnya keberadaan
hukum dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Hal itu karena hanya hukum yang bisa menjamin terciptanya

13
ketertiban, kedamaian, dan keadilan.
4. Manusia dan Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita
tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar
masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang
tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan
adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian
ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akantetapi akan
mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya. Hukum
yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (theliving law)
dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Manusia dan hukum adalah
dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkandalam ilmu hukum, terdapat
adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubisocietas ibi jus” (di mana ada
masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan
suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan
dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai
komponen pembentuk dari masyarakatitu, dan yang berfungsi sebagai “semen
perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk
suatustruktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan
istilahtatanan sosial (social order) yang bernama: MASYARAKAT. Guna
membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini
maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal:aturan
(hukum) dan si pengatur (kekuasaan).
5. Hubungan Moral dan Hukum
Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong
tanpamoralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan
norma moral dan perundang-undangan yang immoral harus diganti.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan

14
moraltetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang
bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti
terdapat ketidak cocokan antara hukum dengan moral.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa
moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib). Namun demikian
perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas. Perbedaan antara hukum dan
moral menurut K.Berten :
A. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan
secarasistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu
normahukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan
normamoral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih
banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap utis dan tidak etis.
B. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun
hukummembatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut
juga sikap batin seseorang.
C. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan
dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan, pelanggar
akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan
hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari
dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
D. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak
negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum
adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai
hukum. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat
mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan
suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.

Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral:


A. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan

15
uhkumalam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
B. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar
dirimanusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
C. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan.
D. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk
sanksikodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
E. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalamkehidupan
bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusiasebagai manusia.
F. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat
Sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu
(1990,119).
2.3 Keadilan, Ketertiban, dan Kesejahteraan
Keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan merupakan beberapa aspek penting yang
memengaruhi lancarnya penyelenggaraan kehidupan ber masyarakat. Hal itu karena
aspek-aspek tersebut dapat mengakomodasi seluruh keinginan individu maupun
masyarakat, berikut penjelasannya.
1. Hakikat Keadilan
Istilah keadilan berasal dari pokok kata adil yang berarti memperlakukan
dan memberikan sebagai rasa wajib terhadap sesuatu hal yang telah menjadi
haknya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap Tuhan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008) adil diartikan sebagai
perilaku atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak
lain yang semestinya harus diterima oleh pihak lain. Adil adalah sifat perbuatan
manusia.
Menurut arti katanya, "adil" artinya tidak sewenang-wenang kepada diri
sendiri maupun kepada pihak lain. Pihak lain itu meliputi anggota masyarakat,
alam lingkungan, dan Tuhan Sang Pencipta. Jadi, konsep adil berlaku kepada
diri sendiri sebagai individu, dan kepada pihak lain sebagai anggota masyarakat,
alam lingkungan, dan Tuhan Sang Pencipta. Konsep adil berlaku tolak ukur
yang sama kepada pihak yang berbuat dan kepada pihak lain terhadap perbuatan

16
mana ditujukan. Implikasinya, perlakuan kepada diri sendiri seharusnya sama
pula dengan perlakuan kepada pihak lain.
Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru memiliki kejelasan bentuk
apabila sudah diwujudkan dalam perbuatan nyata, dan nilai yang dihasilkan atau
akibat yang ditimbulkannya. Situasi dan kondisi nyata juga ikut menentukan
perbuatan adil manusia. Misalnya, orangtua memberi biaya transportasi kepada
dua anaknya, anak pertama diberi Rp. 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah)
sehari karena SMU-nya jauh, dan anak kedua diberi Rp. 1.500,00 (seribu lima
ratus rupiah) sehari karena SD-nya dekat rumah. Dalam hal ini, kedua anak
diperlakukan sama, yaitu diberi biaya transportasi, tetapi jumlahnya proporsional
karena situasi dan kondisinya berlainan. Anak pertama diberi lebih banyak
jumlahnya karena pelajar SMU, sekolah jauh dari rumah, dan kebutuhan lebih
besar, sedangkan anak kedua diberi lebih sedikit jumlahnya karena pelajar SD,
dekat rumah, dan kebutuhan lebih kecil. Perbuatan orangtua itu adil karena
perlakuan yang sama, wajar, dan patut.
Adil bersifat kodrati, artinya sudah dibekali oleh Tuhan kepada manusia
sebagai bagian dari kehidupan manusia. Adil bersumber pada "unsur rasa dalam
diri manusia yang didukung oleh akal sehat dan di wujudkan pada perbuatan.
Sebagai makhluk budaya, manusia menilai peristiwa atau kejadian yang ada di
sekitarnya atau yang dialaminya. Hasil penilaian tersebut adalah perasaan yang
tumbuh dalam dirinya bahwa keadaan perbuatan atau kejadian yang dialaminya
itu tidak sewenang wenang, atau seimbang, baik kepada pelaku sendiri maupun
kepada pihak lain yang dibenarkan oleh akal sehat. Keadaan seperti ini disebut
"keadilan". Hal itu karena bersumber pada unsur rasa dalam diri manusia maka
disebut "rasa keadilan. Rasa keadilan mendorong manusia untuk berbuat benar
(akal), berbuat baik (rasa), berbuat jujur (karsa), dan ber manfaat.
Adil adalah bagian dari kehidupan manusia. Setiap manusia akan
mengalami perlakuan adil atau tidak adil, berlaku adil atau tidak adil walaupun
dengan kadar yang berlainan. Karena manusia adalah makhluk budaya, manusia
jugalah yang dapat menciptakan keadilan dan meng hapuskan kesewenang-

17
wenangan. Di mana ada rasa keadilan maka di situ ada kebenaran, kebaikan, dan
kejujuran. Setiap perbuatan yang dilandasi kebenaran, kebaikan, dan kejujuran
pasti menciptakan keadilan dan menghapuskan kesewenang-wenangan.
Keadilan mengarahkan perbuatan manusia menuju pada kedamaian,
kesejahteraan, dan kebahagiaan.
2. Hakikat Ketertiban
Ketertiban berasal dari kata "tertib" yang berarti aturan atau peraturan
yang baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia / KBBI, 2008). Sementara jika
dikaitkan dengan hukum maka tertib hukum berarti aturan yang bertalian dengan
hukum. Jika ditambahkan awalan "ke" dan akhiran "an" maka tertib menjadi
ketertiban yang artinya "aturan/peraturan, kesopanan, perikelakuan yang baik
dalam pergaulan dan lain-lain.
Ketertiban adalah keadaan yang serba teratur dengan prinsip, ke sopanan,
kedisplinan, dengan maksud untuk mencapai suatu yang diingin kan bersama,
yaitu terciptanya suasana yang tentram dan damai. Agar bisa tercipta ketertiban
maka harus ada hukum yang mengatur dalam kehidupan masyarakat. Hukum
yang ada kaitannya dengan masyarakat mempunyai tujuan utama yaitu dapat
direduksi untuk ketertiban.
Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlainan,
karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mem punyai sifat
yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur, setiap manusia
sebagai anggota masyarakat harus memerhatikan norma atau peraturan hidup
yang ada dalam masyarakat. Ketertiban dapat membuat seseorang disiplin.
Tertib dan disiplin adalah hal yang sangat menentukan keberhasilan sebuah
proses pencapaian tujuan. Jika sudah demikian maka ketertiban akan tercipta.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketertiban adalah kehidupan yang menghargai
setiap aturan yang berlaku di lingkungan. Ketertiban perlu diterapkan
dilingkungan, baik di lingkungan pendidikan, perkantoran, maupun di
masyarakat agar selalu tercipta suasana rukun dan damai. Jika ketertiban sudah
tercipta maka ketertiban itu sendiri nantinya akan bermuara pada tumbuhnya

18
kesejahteraan, yang meliputi perolehan akan kemakmuran dan kedamaian.
3. Hakikat Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan dambaan bagi setiap individu di dunia. Kese
jahteraan berarti manusia sudah berada pada kondisi baik, makmur, dan mampu
mencukupi kebutuhan hidup mereka sendiri. Kesejahteraan atau sejahtera dapat
memiliki tiga arti, yaitu sebagai berikut:
A. Berangkat dari istilah umum sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik,
kondisi ketika orang-orang dalam keadaan makmur, sehat, dan damai.
B. Berangkat dari istilah ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan
benda (materi).
C. Berangkat dari hubungannya dengan kebijakan sosial, kesejahteraan sosial
menunjuk pada terjangkaunya pelayanan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Menunjuk pada pengartian kesejahteraan tersebut, bagaimana dengan
aplikasi kesejahteraan di Indonesia? Kesejahteraan bagi rakyat Indonesia masih
menjadi mimpi, dan tidak pernah ada yang berani men jamin dan memastikan
kesejahteraan sosial ini dapat terwujud dan dirasakan oleh seluruh rakyat
Indonesia tanpa terkecuali. Tingkat pe ngangguran yang masih tinggi hingga
tingkat kemiskinan yang belum bisa diminimalisir menjadi bukti bahwa
kesejahteraan belum sepenuhnya bisa dinikmati oleh sebagian besar rakyat
Indonesia.
Merujuk dari realitas di atas maka tidak bisa dipungkiri bahwa ke
sejahteraan sangat berhubungan erat dengan berbagai macam aspek, ter masuk
ekonomi, sosial, hukum, dan lain-lain. Bahkan hubungan tersebut bisa saling
merangkai antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, hubungan antara
aspek ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat akan berkaitan dengan aspek
sosial. Jika pertumbuhan ekonomi baik maka tingkat pendapatan masyarakat juga
akan meningkat.
Selain itu, peningkatan pendapatan yang terjadi di masyarakat maka akan
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya lebih baik lagi. Apabila pendapatan

19
masyarakat meningkat dan pengangguran berkurang maka otomatis tindak
kriminal akan berkurang, aksi demontrasi akibat ketidak puasan akan kebijakan
yang ada pun akan menurun apabila mereka me nikmati hasil yang mereka
kerjakan bisa sebanding dengan penghasilan yang mereka terima. Jadi, apabila
tujuan-tujuan ekonomi dapat berjalan dengan baik maka kesejahteraan masyarakat
dapat tercipta dengan mudah dan kehidupan sosial dalam masyarakat akan
menjadi aman dan tentram.
Peran pemerintah sangat penting dalam upaya mewujudkan hal ter sebut,
dengan menyeimbangkan antarekonomi, sosial, hukum, dan aspek lainnya.
Terdapat lima prioritas langkah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, yaitu sebagai berikut.
A. Percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat kurang mampu dengan
memberikan perhatian dan bimbangan, bukan menciptakan ketergantungan
bagi mereka terhadap pemerintah. Beri mereka pelatihan-pelatihan kerja, agar
mereka juga terpacu untuk bebas dari kemiskinan dengan pekerjaan yang lebih
baik.
B. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan cara
memberikan motivasi kepada para pekerja, untuk lebih berinovasi dan
memperbaiki kualitas diri menjadi lebih baik lagi.
C. Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan
keamanan nasional. Dengan adanya hukum yang adil tentunya reformasi
birokrasi akan lebih kukuh. Jaminan akan keamanan nasional juga membuat
kesejahteraan pada rakyat, karena. rasa aman dan nyaman akan membuat
masyarakat lebih sejahtera.
D. Penguatan perekonomian domestik yang berdaya saing didukung oleh
pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi. Hal ini tentu nya sangat
diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, mengingat Indonesia kaya
akan hasil bumi dan potensi tanah yang bagus/subur.
E. Peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Merujuk dari lima prioritas langkah kebijakan pemerintah tersebut, jika

20
benar-benar direalisasikan maka bangsa ini akan tumbuh menjadi bangsa yang
mandiri dan profesional, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
2.4 Permasalahan Nilai Berupa Pelanggaran Nilai
Nilai, moral, dan hukum selayaknya dipatuhi sehingga menciptakan keadilan,
ketertiban, dan kesejahteraan. Namun terkadang dalam pelaksa naannya terjadi
masalah pelanggaran yang menjadi permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara
1. Permasalahan Nilai Berupa Pelanggaran Nilai
Nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah laku di dalam kehidupan kelompok tersebut, tentunya tidak
akan terlepas dari tindakan-tindakan pelanggaran atas nilai itu sendiri. Misalnya
saja pelanggaran terhadap nilai toleransi di antara umat beragama. Jika seorang
individu atau kelompok sudah tidak meng indahkan lagi nilai toleransi dan
bersikap meremehkan penganut agama yang berlainan dengan agama yang
dianutnya, tentu saja hal ini akan menimbulkan permasalahan. Kerukunan di
antara umat beragama akan hilang, bahkan dapat menjurus ke arah
disintegrasi/perpecahan dan konflik antar umat beragama.
Bagi masyarakat profesi, nilai diwujudkan dengan membuat kode etik
profesi yang berisi nilai-nilai yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan
berkaitan dengan profesi yang diembannya. Kode etik ini biasanya dibuat secara
tertulis dan sistematis berdasarkan prinsip moral yang ada, seperti kode etik guru
untuk profesi guru, kode etik jurnalis bagi profesi dalam bidang
jurnalistik/wartawan dan sebagainya. Akan tetapi, walaupun kode etik itu sudah
ada, tetap saja pelanggaran etik terjadi. Contohnya, guru memukul siswa. Hal ini
tentu saja bertentangan dengan kode etik guru dan bertentangan dengan nilai-
nilai yang seharusnya me lekat dalam diri seorang guru, yaitu guru sebagai
panutan dan teladan bagi murid-muridnya.
2. Permasalahan Moral Berupa Pelanggaran Moral
Aspek moral tidak kalah penting dengan aspek-aspek lain yang harus
dimiliki oleh setiap manusia. Moral yang dimiliki seorang individu juga akan

21
memicu "transfer" moral kepada temannya, apalagi dalam dunia remaja.
Pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika moral yang dimiliki teman
itu positif. Sebaliknya, akan berpengaruh negatif jika moral yang ditampilkan
memang buruk, seperti merokok, menghisap ganja, minum-minuman keras, dan
perilaku amoral lainnya. Jadi, diperlukan pendampingan orangtua dalam
tindakan anak-anaknya, terutama bagi orangtua yang mempunyai anak di bawah
umur untuk mengontrol moral anak agar tetap pada koridor yang diinginkan.
Pelanggaran moral dapat pula dilakukan oleh seorang individu karena
adanya pengaruh "figur otoritas". Anak-anak cenderung memilih figur orangtua
sebagai panutan moral. Jika moral orangtua baik maka moral anak juga ikut
baik, demikian juga sebaliknya. Di sini orangtua harus bisa menempatkan diri
menjadi figur yang benar-benar dicontoh oleh anak-anak untuk membentuk
moral yang baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa figur otoritas sangat
berpengaruh dalam perkembangan nilai moral orang lain.
3. Permasalahan Hukum Berupa Pelanggaran Hukum
Hukum diciptakan untuk ditaati demi terwujudnya ketertiban dan keten
traman dalam masyarakat. Akan tetapi, pelanggaran hukum tetap saja terjadi
akibat lemahnya kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum adalah
kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk
tunduk pada hukum yang berlaku. Di sinilah letak permasalahan hukum yang
berlaku dewasa ini, ketika masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat.
Akibat lemahnya kesadaran hukum masya rakat ini, berbagai pelanggaran
hukum sering terjadi, seperti membawa kendaraan tanpa SIM, menghargai
sepeda motor tanpa helm, dan pelanggaran lainnya. Contoh-contoh ini
merupakan bukti dari dalam din individu bahwa individu yang melakukan
pelanggaran memang tidak/ belum memiliki kesadaran hukum.
Permasalahan hukum selanjutnya adalah hukum selalu digunakan oleh
penguasa sebagai alat legitimasi untuk berbuat semaunya. Hukum diciptakan
bukan untuk kebaikan bersama, tetapi lebih untuk meng untungkan satu pihak
atau kelompok saja dan menyengsarakan masya rakat banyak. Hal ini tidak

22
boleh terjadi, karena hukum adalah yang tertinggi dalam sebuah negara
(supremasi hukum). Hukum mengatur pemerintah, bukan pemerintah yang
mengatur hukum.
Henslin (2006) bahkan menyatakan bahwa "menurut para ahli teori
konflik, ide bahwa hukum beroperasi secara tidak memihak dan menerapkan
suatu peraturan yang dianut oleh semua orang merupakan suatu mitos budaya
yang dipromosikan oleh kelas kapitalis". Para ahli teori itu dijelaskan oleh
Henslin yang mengutip pendapat Spitzer (1975) bahwa hukum sebagai suatu alat
yang didesain untuk mempertahankan orang yang berkuasa dalam kedudukan
mereka yang istimewa.
Permasalahan nilai, moral, dan hukum dalam masyarakat dan negara
yang berupa pelanggaran terhadap nilai, moral, dan hukum di atas memiliki
perbedaan masing-masing. Misalnya, negara berhak memberi sanksi bila warga
negara melakukan pelanggaran hukum, tetapi tidak berwenang menjatuhkan
sanksi bagi pelanggaran moral dan etik/nilai, kecuali jika pelanggaran etik itu
sudah me rus pada pelanggaran hukum.

23
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan
saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan
melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi
keselarasan dan harmoni kehidupan.
Manusia adalah individu yg terdiri dari jasad dan roh dan makhluk yang paling
sempurna, paling tertinggi derajatnya, dan menjadi khalifah di permukaan bumi.
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan
dianggap pentong oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Nilai adalah
sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan
manusia.
B. SARAN
Demikian makalah yang telah penulis selesaikan. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua kalangan khususnya para pendidik serta calon pendidik.
Untuk memperbaiki kualitas makalah ini, maka penulis mengharapkan kritik dan
saran agar makalah ini menjadi lebih baik serta bisa meminimalisir kesalahan
dalam pembuatan makalah untuk kedepannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, Sri Ani. (2019). ISBD Perspektif Baru Membangun Kesadaran Global
Melalui Revolusi Mental. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Setiadi, Elly M, dkk. (2017). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: PT Fajar
Interpratama.

Pratiwi, Indah Agnes. (2019). Manusia-Nilai-Moral-dan-Hukum.


https://agnesindahpratiwi-wordpress-com. (diakses pada tanggal 1 Januari 2022).

Merdeka. (2021). Hakikat Adalah Inti Sari atau Dasar. https://m.merdeka.com.


(diakses pada tanggal 1 Januari 2022)

25

Anda mungkin juga menyukai