Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ETIKA PENDIDIKAN

KELOMPOK 3
Hajrawati Ningsih : ( 22011016 )
Lirastin : ( 22011003 )
Muhammad Fajri Islami : ( 22011014 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kendari 29 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Perbedaan Etika dan Moral Dalam Pendidikan..............................................................5
B. Perbedaan Etika dan Moral Dalam Pendidikan..............................................................5
C. Bagaimanakah pentingnya pendidikan moral di Indonesia............................................7
BAB III PENUTUP..................................................................................................................10
A. KESIMPULAN.............................................................................................................10
B. SARAN.........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing
yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan
adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal
itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika dan moral di masyarakat kita. Perilaku
etis merupakan hal yang paling mendasar dalam melakukan suatu pekerjaan. Segala
sesuatu yang berawal dari kesadaran dan ketulusan dalam bekerja maka hasilnya juga
akan lebih baik.
Salah satu masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita
bersama dan perlu ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan etika dan moral.
Mengingat pentingnya perkembangan etika dan moral, maka tentu akan ada sebuah
proses yang tak lepas dari perkembangan etika dan moral itu sendiri. Proses yang
dimaksud adalah yang disebut dengan pendidikan, karena melalui pendidikan
perkembangan etika dan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi dan sesuai
dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Dalam dunia pendidikan patut diakui bahwa usia pendidikan sama tuanya dengan usia
manusia. Manusia memiliki ciri khas yang secara prinsip berbeda dari ciptaan yang
lainnya, salah satu perbedaan yang sangat nampak dalam kehidupan manusia adalah cara
hidup yang penuh dengan nila-nilai baik dan luhur dalam kehidupannya.
Pendidikan telah dilaksanakan semenjak manusia lahir di muka bumi dengan sebuah
tujuan awal bahwa pendidikan hanyalah sekedar mempersiapkan generasi muda untuk
bisa berinteraksi dan bertahan di tengah masyarakat luas. Karena itu, bentuk pendidikan
lebih berupa mewariskan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
untuk generasi berikutnya, seperti yang dikemukakan oleh kumorotomo (2008: 3) bahwa
setiap sistem baru yang ditemukan oleh sebuah generasi akan menjadi milik dari generasi
sesudahya dan itu merupakan modal baginya untuk langkah selanjutnya.

1
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang perbedaan etika dan moral dalam
pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa itu etika dan moral ?
2. Bagaimana perbedaan etika dan moral dalam pendidikan
3. Bagaimanakah pentingnya pendidikan moral di Indonesia

                                                                                                                        

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika dan Moral
Etika dan moral merupakan dua istilah yang sejak dulu kala hingga sekarang terus
diperbincangkan oleh para ahli, terutama di dunia filsafat dan pendidikan. Kedua istilah
ini cukup menarik untuk dikaji mengingat keduanya berbicara tentang baik dan buruk,
benar dan salah, atau yang seharusnya dilakukan dan yang seharusnya ditinggalkan.
Etika dan moral selalu menghiasi kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya.
Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos. Dalam bentuk tunggal
kata ethos memiliki beberapa makna: tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Sedang bentuk
jamak dari ethos, yaitu ta etha, berarti adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah
terbentuknya istilah “etika” yang oleh Aristoteles, seorang filsuf besar Yunani kuno
(381-322 SM), dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Karena itu, dalam arti yang
terbatas etika kemudian berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan (Bertens, 2002: 4).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kata etika diartikan dengan: (1) ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral; (2)
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) asas perilaku yang
menjadi pedoman (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008:402). Dari tiga definisi ini bisa
dipahami bahwa etika merupakan ilmu atau pemahaman dan asas atau dasar terkait
dengan sikap dan perilaku baik atau buruk. Sedangkan etika menurut filsafat dapat
disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Pada dasarnya, etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia (Isnanto, 2015: 91):
1. Etika deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap
dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil
keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku
ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang

3
bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan
kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Moral merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-
ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang
wajar.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia moral diartikan sebagai: (1) (ajaran tentang) baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi
pekerti; susila; dan (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat,
bergairah, berdisiplin, bersedia berkorban, menderita, menghadapi bahaya, dsb; isi hati
atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2008: 1041).
Kata lain yang juga lekat dengan kata moral adalah moralitas, amoral, dan immoral.
Kata moralitas (Inggris: morality) sebenarnya sama dengan moral (Inggris: moral),
namun moralitas bernuansa abstrak. Moralitas bisa juga dipahami sebagai sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens, 2002:
7). Kata amoral dan immoral memiliki makna yang sama, yakni lawan dari kata moral.
Amoral berarti tidak bermoral, tidak berakhlak (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 53).
Sedang kata immoral tidak termuat dalam Kamus Bahasa Indonesia. Kata ini adalah kata
Inggris yang berarti tidak sopan, tunasusila, jahat, dan asusila (Echols & Shadily, 1995:
312).
Moral merupakan daya dorong internal dalam hati nurani manusia untuk mengarah
kepada perbuatan-perbuatan baik dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk
(Kumorotomo, 2008:11). Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam
berinteraksi dengan manusia.
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan
tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak
yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan
proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat
secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.

4
B. Perbedaan Etika dan Moral Dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses yang dapat terjadi secara terus-menerus dalam
kehidupan seseorang melalui pengajaran sehingga kemampuan, bakat, kecakapan dan
minatnya dapat dikembangkan. Di bawah ini, beberapa pengertian tentang pendidikan
yaitu:
1. “Education is the process by which the human mind is disciplined and
developed.” (Pendidikan adalah suatu proses dengan mana pemikiran, rasio, mental
manusia didisiplin dan dikembangkan). Hal ini didasarkan pada sebuah pemikiran bahwa
manusia itu adalah “Homosapiens” artinya jenis makhluk yang dapat berpikir dengan
menggunakan logika.
2. “Education is the process by which the individual is thought loyalty and conformity to
the group and to social institutions.” (Pendidikan adalah kegiatan atau proses dengan
mana individual dibina agar loyal setia tanpa syarat dan penyesuaian membuat pada
kelompok atau lembaga sosial).
3. “Education is a process of growth in which the individual is helped to developed his
powers, his talent, his abilities, and his interest.” (Pendidikan adalah suatu proses
pertumbuhan dalam mana individu dibantu mengembangkan daya-daya kemampuannya,
bakatnya, kecakapannya dan minatnya).
Tiga pengertian pendidikan di atas mengacu kepada pendekatan antropologis,
sosiologis dan psikologis. Dalam konteksnya, pendekatan sosiologis meninjau proses
pendidikan dalam kaitannya dengan kehidupan dan lembaga sosial di luar individu,
sedangkan pendekatan psikologis meninjau proses pendidikan dari sudut proses internal
dalam diri manusia, sehingga lebih mengarah kepada peninjauan tentang konsep hakikat
psikologis bukan filosofis. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan merupakan suatu proses penyesuaian diri ke arah pendewasaan untuk
mencapai suatu kesuksesan dalam hidup.
Etika dan moral merupakan dua kata yang sudah tak asing lagi ditelinga. Secara
eksplist keduanya seringkali dianggap sama. Mesti sebenarnya makna kedua kata
tersebut berbeda. Secara konseptual, dasar kedua kata tersebut sama yaitu menilai
mengenai sesuatu yang dianggap baik dan buruk.
Dalam berinteraksi di tengah-tengah masyarakat, etika dan moral sangat diperlukan
agar tercipta tatanan masyarakat yang damai, rukun, dan tenteram (etis dan bermoral).
Meskipun kedua kata ini secara mendalam berbeda, namun dalam praktik sehari-hari
kedua kata ini hampir tidak dibedakan. Dalam kehidupan sehari-hari perbedaan konsep

5
normatif tidaklah penting selama hasilnya sama, yakni bagaimana nilai-nilai positif (baik
dan benar) dapat diwujudkan dan nilai-nilai negatif (buruk dan salah) dapat dihindarkan.
Perbedaan etika dan moral dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No Moral Etika
1 Mengajarkan apa yg benar Melakukan kebenaran
2 Kompas/petunjuk dalam Memperhatikan dan mengikuti
kehidupan kompas/petunjuk dalam kehidupan
3 Aturan dalam kehidupan Berjalan sesuai aturan
4 Tidak bisa di manipulasi Bisa dimanipulasi

5 Wajib di taati Berorientasi sesuai sikon, motif, tujuan


dan kepentingan

Pada dasarnya etika dan moral pendidikan masing-masing memiliki pokok


pemahaman yang berbeda, yaitu etika dan moral menyangkut kebiasaan atau sikap baik
seseorang sedangkan pendidikan menyangkut sebuah proses yang secara terus-menerus
berlangsung dalam kehidupan seseorang, yang mengacu pada tujuan pendidikan itu
sendiri. Etika dan moral dalam pendidikan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar dan indah untuk kehidupan manusia itu sendiri.
Menurut Akmad Sudrajat, perbedaan etika dan moral dalam pendidikan yaitu etika
dalam pendidikan mengajarkan atau memungkinkan anak didik untuk mematuhi aturan-
aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan sekolah dan lingkungan sosial yang berada
di luar sekolah, memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab dan bijaksana dan
menunjukkan kemampuan menganalisis, memecahkan masalah dan dalam kehidupan
secara bermartabat.
Sedangkan moral dalam pendidikan yaitu usaha yang dilakukan untuk mengubah
sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta didik agar mampu
berinteraksi dengan lingkungan sekolah maupun keluarga dan masyarakat sesuai dengan
nilai-nilai atau aturan-aturan dan kebudayaan yang ada pada suatu wilayah atau
lingkungan.

6
C. Bagaimanakah pentingnya pendidikan moral di Indonesia
Apabila kita memperhatikan berbagai media massa sekarang, amat banyak kita
saksikan tayangan atau peristiwa-peristiwa berbagai tindak kriminalitas seperti
pembunuhan, memeras teman di sekolah, memakai oabt-obatan terlarang,pemerkosaan,
perampokan, bom bunuh diri, dan lain-lain. Semua tayangan tersebut ibarat pisau
bermata dua, di satu sisi, pesan-pesan tayangan tersebut untuk diwaspadai, jangan sampai
menjadi korban dan jangan dilakukan pihak lain maupun diri sendiri. Di sisi lain juga
dapat mendorong seseorang untuk menirukan atau melakukan perbuatan seperti tayangan
yang disebarkan di media massa tersebut. Menghadapi fenomena sosial demikian, maka
peranan pendidikan moral sangat berpengaruh. Bila penanaman moral atau budi pekerti
dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh orang tua serta keluarga di rumah, para
pengajar di sekolah maupun di kampus, tokoh-tokoh agama, serta tokoh-tokoh
masyarakat, maka seseorang akan menjadi warga negara yang berbudi pekerti yang bisa
menyaring mana hal yang buruk dari tayangan tersebut dan mana yangbaik di tayangan
tersebut.
Pendidikan di Indonesia dalam praktik pembelajarannya lebih didominasi oleh
pengembangan kemampuan intelektual atau akademis dan kurang memberi perhatian
pada aspek moral serta perilaku. Kiranya tidak seorang pun yang dapat membantah
bahwa moral merupakan aspek penting dalam membangun sumber daya manusia.
Seseorang dengan kemampuan intelektual yang tinggi dapat saja menjadi orang yang
tidak berguna bagi masyarakat atau bahkan dapat membahayakan masyarakat jika moral
serta budi pekerti yang dimilikinya rendah. Sementara itu, saat ini kenyataan sosial
menunjukkan maraknya beebagai kasus pelanggaran moral yang terjadi di masyarakat.
Dan dalam kasus-kasus tersebut tidak sedikit pelakunya adalah orang-orang yang
terdidik( muchson,samsuri:2013,83).
Menurut undang-undang pendidikan, sebenarnya sudah dicantumkan bahwa
pendidikan nasional kita ini bertujuan untuk membantu generasi muda agar berkembang
menjadi anggota masyarakat yang utuh, yang berpengetahuan tinggi, bermoral, taat
kepada ajaran agamanya, beriman, berbudi luhur, bersosialitas dan lain-lain. Dengan kata
lain, pendidikan yang kita jalani di sekolah menghendaki dan membantu generasi muda
untuk berkembang menjadi yang lebih utuh dengan segala aspek kemanusiaan yang
dimilikinya (Elkabumaini,rahmat:2016,37). Kita bangsa Indonesia pada umumnya dan
umat Islam pada khususnya perlu bersyukur bahwa arah tujuan pendidikan Nasional
telah digariskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor : 20 Tahun 2003 Bab

7
II pasal 3 yang berbunyi : “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”( Azyumandi:2002,203-204).
Selain itu, dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinayatkan pada pasal 3 bahwa tujuan pendidikan nasional antara lain adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak mulia atau
bermoral tinggi. Pada masa lalu pendidikan moral adalah inti dan wajah utama
pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, jika ada orang yang berbicara tentang
pendidikan, pendidik, dan orang yang terdidik, maka gambaran yang paling menonjol
adalah aspek moral, budi pekerti,akhlak, karakter, kepribadian dan sebagainya. Pendidik
dan orang yang terdidik dianggap identik dengan orang yang memiliki moralitas yang
tinggi. (muchon,samsuri:2013,83). Seorang pendidik harus memiliki moral agar dia
sebagai pendidik yang tugasnya adalah mendidik orang lain bisa saling berbagi
bagaimana berperilau yang baik di masyarakat. Masyarakat tentu akan lebih menghargai
tenaga pendidik yang bermoral serta memiliki akhlak yang baik.
Dengan diberikannya pendidikan moral diharapkan dapat merubah perilaku
seseorang, sehingga orang tersebut jika sudah dewasa lebih bertanggung jawab dan
menghargai sesamanya dan mampu menghadapi tatangan zaman yang cepat berubah.
Disinilah pentingnya nilai-nilai moral yang berfungsi sebagai media transformasi
manusia Indonesia agar lebih baik, memiliki keunggulan dan kecerdasan di berbagai
bidang; baik kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, kecerdasan
kinestika, kecerdasan logis, musikal, lenguistik, kecerdasan special. (Kusrahmadi: 2007,
119).
Pendidikan moral diharapkan dapat menghasilkan masyarakat yang memiliki
kompetensi personal dan sosial sehingga menjadi warga negara yang baik. Arah
kebijaksanaan pendidikan moral adalah untuk mewujudkan masyarakat sipil dengan
parameter masyarakat lebih baik; demokratis, anti kekerasan, berbudi pekerti luhur,
bermoral; masyarakat mendapat porsi partisipasi lebih luas, serta adanya landasan
kepastian hukum, mengedepankan nilai-nilai egalitarian, nilai keadilan, menghargai
HAM, penegakan hukum, menghargai perbedaan SARA dalam kesatuan bangsa.
Menjunjung tinggi nilai-nilai religius dengan dilandasi pengamalan nilai-nilai moral

8
Pancasila, yang diaktualisasikan baik secara objektif dan subjektif sebagai
paradigmanya. Pendidikan moral harns menjadi bagian hidup dalam kehidupan sehari-
hari akan sangat mendukung suasana yang kondusif untuk pelaksanaan pendidikan moral
mewujudkan masyarakat ideal. (Kusrahmadi: 2007,129).

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa “perbedaan etika dan
moral dalam pendidikan yaitu etika mengajarkan tentang perbuatan/tindakan yang
memungkinkan peserta untuk mematuhi aturan-aturan atau nilai-nilai yang ada disekolah
maupun d lingkungan peserta didik, sedangkan moral mengajarkan tentang aturan-aturan
atau nilai-nilai yang ada didalam sekolah maupun dilingkungan peserta didik, dengan
tujuan untuk menanamkan nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar untuk perubahan
tingkah laku, sikap dan tindakan demi tercapainya manusia yang paripurna”.

B. SARAN
Pendidikan moral diharapkan dapat menghasilkan masyarakat yang memiliki
kompetensi personal dan sosial sehingga menjadi warga negara yang baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Isnanto. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Universitas Diponegoro.


Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
Saondi, O dan Suherman, A. 2015. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
Supriati. 2015. “Pentingnya Pendidikan Moral”. (Online). (http://disdik.jambikota.go.id/
index.php/15-artikel/78-pendidikan-moral. Diakses 18 Maret 2017)
Tanyid, Maidiantius. 2014. “Etika dalam Pendidikan: Kajian Etis tentang Krisis Moral
Berdampak pada Pendidikan”. Jurnal Jaffray, Vol. 12, No. 2, Oktober 2014. (Online).
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=284007&val=7142&title=Etika
%20dalam%20Pendidikan:%20Kajian%20Etis%20tentang%20Krisis%20Moral
%20Berdampak%20Pada%20Pendidikan. Diakses 18 Maret 2017)

11

Anda mungkin juga menyukai