Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
rangkuman materi yang berjudul “Perlawanan Rakyat Aceh Vs Portugis Dan VOC”.
Rangkuman materi ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pustaka sehingga dapat memperlancar pembuatan rangkuman
ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
susunan rangkuman materi ini.
Akhir kata kami berharap semoga rangkuman materi ini dapat memberikan
manfaat maupun pengetahuan terhadap pembaca.

Unaaha, 26 November 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk wilayah

Indonesia bagian barat. Karena letaknya berada pada pantai selat Malaka, maka

daerah ini penting pula dilihat sebagai jalur perdagangan Internasional, Aceh banyak

menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. oleh karena itu, banyak bangsa

asing berambisi untuk menduduki daerah ini, dan membawa dampak Aceh banyak

didatangi oleh berbagai bangsa Asing dengan bermacam motif dan kepentingan baik

politis, maupun ekonomis. Bangsa Asing yang menduduki Aceh pada tahun 1511

adalah Portugis, sehingga kedudukan Aceh terancam, dan Portugis mendapat

perlawanan dari Rakyat Aceh dan berusaha mengusir Portugis dari Malaka.           

Bangsa Asing lain bermaksud menancapkan kekuasaannya di Aceh adalah

Belanda, Rintisan pemakluman perang Aceh oleh belanda di umumkan oleh

komisaris pemerintah yang merangkap wakil presiden Dewan Hindia Belanda F.N.

Nieuwenhuizen, diawali dengan penandatanganan Traktat Sumatera antara Belanda

dan Inggris dalam tahun 1871, yang antara lain “memberi kebebasan kepada

Belanda untuk memperluas kekuasaannya di pulau Sumatera” sehingga tidak ada

kewajiban lagi bagi Belanda untuk menghormati hak dan kedaulatan Aceh yang

sebelumnya telah diakui.


BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH ACEH VS PORTUGIS DAN VOC

Rempah-rempah merupakan barang dagangan utama saat itu. Bangsa Eropa


tidak ingin bergantung pada pedagang-pedagang Islam di Timur Tengah dalam
mendapatkan rempah-rempah. Usaha untuk mendapatkan rempah-rempah ke dunia
Timur dimulai oleh bangsa Portugis tahun 1486 saat Bartoholomeus Diaz
menemukan ujung Afrika Selatan. Usaha untuk mendapatkan rempah-rempah
diteruskan oleh Vasco da Gama yang tiba di India pada tahun 1498. Menyadari
bahwa asal rempah-rempah bukan dari India bangsa Portugis meneruskan
ekspedisinya dibawah pimpinan Alfonso de Albuquerque sehingga sampai dan
berhasil menguasai Malaka tahun 1511. Sultan Malaka saat itu Mahmud Syah
menyingkir ke Bintan dan kemudian menjadi Kerajaan Johor.
Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511, telah membawa hikmah
tersendiri bagi Aceh. Pasca dikuasaina selat Malaka oleh Portugis banyak para
pedagang yang menyingkir ke wilayah Aceh, sehingga wilayah Aceh bertambah
ramai oleh kegiatan perdagangan. Kemajuan Aceh ini dipandang oleh Portugis
sebagai bentuk ancaman, karena itu Portugis berusaha menguasai wilayah Aceh.
Portugis berusaha beberapa kali menyerang Aceh namun berakhir dengan
kegagalan.
Para penduduk suku Laut juga diajari menanam tanaman yang sebelumnya
belum mereka kenal, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah. Alhasil, wilayah
Malaka menjadi pusat perdagangan saat itu.
Nama Malaka diambil dari bahasa Arab “Malqa” yang berarti tempat bertemu.
Alasannya karena di tempat inilah para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan
melakukan transaksi perdagangan.

B. KEHIDUPAN KERAJAAN MALAKA


Kerajaan Malaka atau yang lebih dikenal dengan kesultanan Malaka merupakan
sebuah kerajaan yang pernah berdiri di Malaka, Malaysia. Kerajaan ini bercorak
Melayu, dan didirikan oleh Parameswara.
1. Kehidupan Politik
Dalam sumber Kronik Dinasti Ming disebutkan bahwasanya Parameswara
sebagai pendiri Malaka mengunjungi Kekaisaran China dan bertemu Kaisar
Yongle di Nanjing pada tahun 1405 M untuk meminta pengakuan atas wilayah
kedaulatannya. Sebagai balasan upeti yang diserahkan oleh Parameswara,
Kaisar Yongle bersedia untuk memberikan perlindungan atas kerajaan Malaka.
Sampai tahun 1435, kerajaan Malaka mempunyai hubungan yang dekat
dengan DInasti Ming. Armada Ming bertugas untuk mengamankan jalur pelayaran
di Selat Malaka yang sering diganggu oleh kawanan perompak dan bajak laut. Di
bawah lindungan Dinasti Ming, kerajaan Malaka menjadi pusat perdagangan
karena menguasai pelabuhan penting di pesisir barat Semenanjung Malaya yang
tidak dapat disentuh oleh Majapahit dan Ayuthaya.
Selain dekat dengan kekaisaran China, kerajaan Malaka juga mengadakan
hubungan diplomatik dengan kerajaan Majapahit setelah menikahi putri dari raja
Jawa tersebut.
Pada masa kejayannya, kerajaan Malaka berhasil menguasai wilayah-wilayah
berikut, yaitu :

 Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, dan lain sebagainya)


 Brunei dan Serawak
 Wilayah pesisir timur Sumatera Bagian Tengah
 Kepulauan Riau
 Tanjungpura (Kalimantan Barat)
 Adapun daerah yang dikuasai kerajaan Malak dengan jalan diplomasi yaitu :
 Indragiri
2. Kehidupan Agama
Sebelumnya, kehidupan kerajaan Malaka menganut agama Hindu yang
merupakan bawaan dari Parameswara yang berasal dari kerajaan Sriwijaya. Dalam
kitab Sulalatus Salatin, diceritakan bahwa kerajaan Malaka memiliki hubungan yang
dekat dengan kerajaan Samudera Pasai. Hubungan ini dikarenakan anak Sultan
Pasai yang menikah dengan raja kerajaan Malaka dan kemudian Sultan Malaka
yang selanjutnya juga turut membantu memadamkan pemberontakan di Pasai. Putra
Parameswara yang kemudian menjadi raja, yaitu Megat Iskandar Syah kemudian
memeluk agama Islam. Atas dasar tersebut, maka bergantilah corak kehidupan
agama masyarakat Malaka menjadi Islam.
3. Kehidupan Pemerintahan
Walaupun Kesulatanan Malaka bercorak Islam, akan tetapi dalam menjalankan
pemerintaha, kerajaan Malaka tidak menganut pemerintahan Islam secara
menyeluruh. Hal ini terbukti pada undang-undang yang digunakan di Malaka seperti
Hukum Kanun Malaka hanya menjalankan 40,9 % aturan Islam. Begitu juga dengan
Undang-Undang Laut Malaka yang hanya memiliki 1 pasal dari 25 pasal yang
mengikuti ajaran Islam.
Sturktur pemerintahan kerajaan Malaka sudah tertata rapi. Sultan Malaka
memiliki kekuasaan yang absolut, artinya seluruh peraturan dan undang-undang
merujuk kepada raja Malaka. Dalam menjalankan roda pemerintahan, raja Malaka
dibantu oleh bendahara, Tumenggung, Penghulu Bendahari, dan Syahbandar. Lalu
terdapat juga beberap amenteri yang mengurus beberapa masalah pemerintahan.
Terakhir, terdapat juga jabatan Laksamana yang awalnya hanya diberikan kepada
suku Laut.
4. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial kerajaan Malak dipengaruhi oleh letak geografis, keadaan alam,
dan lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat kerajaan Maritim, hubungan sosial
masyarakatnya sangat kurang dan bahkan menjurus ke individualisme. Pada
kehidupan budaya, perkembangan sastra dan budaya Melayu sangat kental di
kerajaan Malaka. Munculnya karya-karya sastra seperti hikayat Hang Tuah, hikayat
Hang Lekir, dan hikayat Hang Jabat menandai pesatnya perkembangan budaya
Melayu kerajaan Malaka.
5. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai dari barang masuk dan
keluar dari pelabuhan-pelabuhan Malaka. Hal ini dapat meningkatkan kas keuangan
kerajaan. Selain itu, adanya undang-undang laut yang berisi peraturan pelayaran
dan perdagangan memungkinkan kerajaan Malaka memperoleh keuangan dengan
baik. Adapun ciri-ciri perdagangan kerajaan Malaka yaitu :

 Penerimaan pajak bead an cukai dari barang-barang dibedakan berdasarkan


asal barang tersebut. Contohnya seperti barang yang berasal dari India, Persia,
Arab, dan lain-lain di wilayah Asia Barat, mereka mengenakan pajak sebesar
6%. Sedangkan barang-barang dari Asia  Timur, mereka tidak dikenakan pajak,
namun diwajibkan membayar upeti kepada raja dan pembesar pelabuhan.
 Dikeluarkannya undang-undang laut yang dapat menjaga stabilitas kegiatan
perdagangan di kerajaan Malaka
 Perdagangan dijalankan dalam dua jenis, yaitu pertama pedagang memasukkan
modal dalam bentuk dagangan yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke
wilayah luar. Kedua, pedagang menitipkan barang atau meminjamkan uang
kepada para nakhoda yang akan membagi keuntungannya kepada pemilik
modal.
 Raja dan pejabat tinggi kerajaan ikut dalam kegiatan perdagangan, bahkan
mereka juga memiliki kapal, nakhoda, dan awak kapal sendiri. Selain itu, mereka
juga menanamkan modal-modalnya ke perusahaan pelayaran.
C. RAJA-RAJA KERAJAAN MALAKA
1. Iskandar Syah atau Parameswara
Raja Parameswara merupakan pendiri kerajaan Malaka sekaligus menjadi raja
pertama kerajaan ini. Ia memerintah dari tahun 1396-1414 M. pada abad ke-15 M,
teradi perang paregreg yang mengakibatkan Parameswara melarikan diri dari
Blambangan ke Tumasik (Singapura sekarang) dan kemudian melanjutkan
perjalanan ke Semenanjung Malaya dan mendirikan perkampungan Malaka.
Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di kerajaan Malaka dan akibat
dekatnya kerajaan Malaka dengan kerajaan Islam Samudera Pasai, maka
Parameswara kemudian memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi
Iskandar Syah, dan merubah corak kerajaan dari sebelumnya beragama Hindu
menjadi kerajaan atau kesultanan Islam.
2. Muhammad Iskandar Syah
Muhammad Iskandar Syah merupakan anak dari Iskandar Syah yang
memerintah kerajaan Malaka sesudah ayahnya, yaitu dari tahun 1414-1424 M.
pada masa pemerintahannya, Muhammad Iskandar Syah berhasil memperluas
daerah kekuasaan kerajaan Malaka sampai seluruh Semenanjung Malaya. Untuk
memuluskan ambisinya menjadi kerajaan Malaka tunggal yang menguasai jalur
perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka, maka ia harus berhadapan dengan
kerajaan Samudera Pasai yang kekuatannya jauh lebih besar. Oleh karena itu, ia
memilih untuk melakukan hubungan diplomatik dengan cara menikah dengan
putri dari raja Pasai saat itu.
3. Mudzafat Syah
Setelah Muhammad Iskandar Syah mangkat, maka digantikan oleh Mudzafat
Syah dengan gelar sultan. Mudzafat Syah merupakan raja pertama yang bergelar
sultan di kerajaan Malaka. Ia memerintah dari tahun 1424-1458 M. Pada masa
pemerintahannya, ia berhasil memperluas kekuasaan sampai ke Pahang,
Indragiri, sampai ke Kampar. Tetapi, pada masa ini pula, kerajaan Malaka
mendapat serangan dari kerajaan Siam, akan tetapi berhasil ditumpas atau
digagalkan.
4. Sultan Mansyur Syah
Ia merupakan putra dari Mudzafat Syah yang memerintah kerajaan Malaka
sejak tahun 1458-1477 M. saat ia memimpin, kerajaan Malaka berhasil menjalani
masa keemasannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kerajaan Malaka berhasil
menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Sultan Mansyur Syah meneruskan pekerjaan ayahnya dengan memperluas
daerah kekuasaan, baik di Semenanjung Malaya maupun di wilayah Sumatera
Tengah. Ia juga berhasil mengalahkan kerajaan Siam dengan menewaskan raja
kerajaan Siam saat itu. Putra mahkota kerajaa Siam ditawan dan kemudian
dikawinkan dengan putri Sultan Mansyur Syah.
5. Sultan Alaudin Syah
Ia merupakan putra dari Sultan Mansyur Syah yang memerintah kerajaan
Malaka dari tahun 1477 M sampai dengan 1488 M. pada masa pemerintahannya,
kerajaan Malak mulai mengalami kemunduran dibuktikan dengan mulai lepasnya
daerah kekuasaan satu persatu. Hal itu disebabkan karena Sultan Alaudin Syah
dianggap tidak cakap dalam memerintah.
6. Sultan Mahmud Syah
Merupakan putra dari Sultan Alaudin Syah yang memerintah kerajaan malaka
dari tahun 1488-1511 M. ia sekaligus menjadi raja terakhir kerajaan Malaka
dikarenakan pada masa pemerintahannya, kerajaan Malaka menjadi kerajaan
yang kecil dengan hanya sebagian wilayah Semenanjung Malaya saja yang
menjadi daerah kekuasannya. Hal ini diperparah dengan serangan yang diadakan
oleh Portugis dibawah pimpinan Alfonso d`Alberquerque yang berhasil
menjatuhkan kerajaan Malaka, dan akhirnya runtuhlah kerajaan Malaka.
D. JATUHNYA KERAJAAN MALAKA
Kerajaan Malaka runtuh dikarenakan adanya serangan dari Portugis dibawah
kendali Alfonso d`Alberquerque yang berhasil mengalahkan pasukan kerajaan
Malaka pada tahun 1511 Masehi. Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu
setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512 M, Sultan Mahmud Syah dibantu
dengan Adipati Unus mencoba untuk menyerang Malaka yang telah jatuh ke tangan
Portugis. Namun, serangan mereka berhasil dipadamkan oleh pasukan portugis.
E . Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa
hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka
menuju ke Aceh. Dengan demikian perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini
telah mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan.
Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai
ancaman, oleh karena itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh. Pada
tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues,
dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa serangan
Portugis ini mengalami kegagalan.
Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat
perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di
manapun berada. Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di
Laut Merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal kapal Portugis untuk ditangkap.
Sudah barang tentu tindakan Portugis telah merampas kedaulatan Aceh yang ingin
bebas dan berdaulat berdagang dengan siapa saja, mengadakan hubungan dengan
bangsa manapun atas dasar persamaan. Oleh karena itu, tindakan kapal-kapal
Potugis telah mendorong munculnya perlawanan rakyat Aceh. Sebagai persiapan
Aceh melakukan langkah-langkah antara lain:
1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit
2. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari
Turki pada tahun 1567.
3. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut :
1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.
2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.

Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh juga
menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk mengamankan
wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat,
ditempatkan para pengawas di jalur-jalur perdagangan.Para pengawas itu
ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para pengawas itu
umumnya terdiri para panglima perang. Setelah mempersiapkan pasukannya, pada
tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan
kali ini Portugis sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan
tentara dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun,
serangan Aceh kali ini juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan
Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah
pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan
begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang berhasil
mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.

Perlawanan Rakyat Aceh terhadap VOC

Usaha VOC untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di


Aceh tidak berhasil, karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit
orang-orang barat untuk berdagang di wilayahnya. Ketika itu Inggris dan Belanda
minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar Muda menegaskan
bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di antara keduanya dengan
syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada Kerajaan Aceh.
Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang
Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda
mencoba melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak
berhasil, karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.
Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar uda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat
kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh
membutuhkan banyak beaya untuk membangun armadanya kembali. Maka dengan
sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di wilayahnya.
Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC
merebut Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat
Malaka. Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang. Aceh segera
melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati-
matian di Formosa/ Benteng. Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya
sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun
1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat
digagalkan oleh pasukan Aceh.
Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut :
1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.
2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan.

Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan
dominasi asing, oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis
dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1639), semangat juang mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan
asing semakin meningkat. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan bercita-
cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari Malaka.
Iskandar Muda berusaha untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan
lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit.
Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh juga
menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri.

Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di


Pariaman. Para pengawas itu umumnya terdiri para panglima perang. Setelah
mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan
ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis sempat kewalahan. Portugis harus
mengerahkan semua kekuatan tentara dan persenjataan untuk menghadapi pasukan
Iskandar Muda. Namun, serangan Aceh kali ini juga tidak berhasil mengusir Portugis
dari Malaka, . Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-
bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi.
Perlawanan Rakyat Aceh terhadap VOC
Usaha VOC untuk berdagang dan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di
Aceh tidak berhasil, karena Sultan Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit
orang-orang barat untuk berdagang di wilayahnya.Ketika itu Inggris dan Belanda
minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar Muda menegaskan
bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di antara keduanya dengan
syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada Kerajaan Aceh.
Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang
Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda
mencoba melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak
berhasil, karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di
wilayahnya.Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar uda, Aceh mulai surut. Hal itu
akibat kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu,
Aceh membutuhkan banyak beaya untuk membangun armadanya kembali. Maka
dengan sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di
wilayahnya.
Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC
merebut Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat
Malaka. Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.

Datangnya pihak colonial

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal


abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya
(Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan
wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania
Raya. Pada tahun 1824, Perjanjian Britania-Belanda ditandatangani: Britania
menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim
bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871,
Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah
Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

Perang Aceh
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan
karena:
1. Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Di mana
Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada
Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda ada di bawah
kekuasaan Aceh.
2. Belanda melanggar Siak, maka berakhirlah perjanjian London (1824). Di mana
isi perjanjian London adalah Belanda dan Inggris membuat ketentuan tentang
batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis
lintang Sinagpura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.
3. Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda
yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh ini disetujui
Inggris, karena memang Belanda bersalah.
4. Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan
Aceh menjadi sangat penting untuk lalulintas perdagangan.
5. Dibuatnya Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya,
Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di
Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Sumatera. Belanda
mengizinkan Inggris bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di
Guinea Barat kepada Inggris.
6. Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik
dengan Konsul Amerika, Italia, Turki di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke
Turki 1871.
7. Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di
Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh.
Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah
tengtang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud
menolak untuk memberikan keterangan.

Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah


melakukan beberapa ancaman diplomatik. Sebuah ekspedisi dengan 3.000 serdadu
yang dipimpin Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler dikirimkan pada tahun,
namun ekspedisi tersebut berhasil dikalahkan tentara Aceh, di bawah pimpinan
Panglima Polem dan Sultan Machmud Syah, yang telah memodernisasikan
senjatanya. dan bahkan Köhler sendiripun tewas tertembak di depan Mesjid Raya
Baiturrahman pada tanggal 10 April 1873.

Ekspedisi kedua di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten berhasil merebut
istana sultan. Ketika Sultan Machmud Syah wafat pada tanggal 26 Januari 1874,
digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yang dinobatkan sebagai sultan Aceh di
mesjid Indrapuri. Pada 13 Oktober 1880. Pada masa perang dengan Belanda,
Kesultanan Aceh meminta bantuan kepada perwakilan Amerika Serikat di Singapura
yang disinggahi Panglima Tibang Muhammad dalam perjalanannya menuju
Pelantikan Kaisar Napoleon III dari Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman
azh-Zhahir untuk meminta bantuan kepada Kalifah Usmaniyah. Namun Turki Utsmani
kala itu sedang menghadapi invasi rusia yang mencaplok kawasanya seperti
uzbekistan dan lain-lain. Sedangkan Amerika Serikat menolak campur tangan dalam
urusan Aceh dan Belanda.
Perang kembali berkobar pada tahun 1883. Pasukan Belanda berusaha
membebaskan para pelaut Britania Raya yang sedang ditawan disalah satu wilayah
kekuasaan Kesultanan Aceh, dan menyerang kawasan tersebut. Sultan Aceh
menyerahkan para tawanan dan menerima bayaran yang cukup besar sebagai
gantinya. Sementara itu, Menteri Perang Belanda, August Willem Philip Weitzel,
kembali menyatakan perang terbuka melawan Aceh. Belanda kali ini meminta
bantuan para pemimpin setempat, di antaranya Teuku Umar. Teuku Umar diberikan
gelar panglima perang besar dan pada 1 Januari 1894 bahkan menerima dana
bantuan Belanda untuk membangun pasukannya. Ternyata dua tahun kemudian
Teuku Umar malah menyerang Belanda dengan pasukan baru tersebut. Dalam
perang gerilya ini Teuku Umar bersama Panglima Polem dan Sultan terus tanpa
pantang mundur. Tetapi pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari
pihak Van Der Dussen di Meulaboh Teuku Umar gugur. Tetapi Cut NyaK Dhien, istri
Teuku Umar tampil menjadi komandan perang gerilya.
Pada tahun 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah
gagal merebut Aceh. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari
Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak
pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka
diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Dr
Snouck Hurgronye yang menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh untuk meneliti
kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan dengan judul
Rakyat Aceh (De Atjehers). Dalam buku itu disebutkan rahasia bagaimana untuk
menaklukkan Aceh.
Sultan Muhammad Daudsyah akhirnya terpaksa meyerahkan diri kepada Belanda
pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap
oleh Belanda (Belanda menggunakan strategi licik dengan menekan/menangkap
keluarga sultan/pejuang Aceh untuk melemahkan perjuangan mereka). setelah
penyerahan diri sultan, perjuangan mempertahankan kedaulatan Aceh dilanjutkan
oleh Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman setelah mendapat mandat sebagai wali
nanggroe dari sultan Muhammad Daudsyah sebelum menyerahkan diri. 1904.
Strategis licik penculikan anggota keluarga Pejuang/teuntara Aceh, Misalnya
Christoffel menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van der Maaten
menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, usaha VOC untuk berdagang dan
menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Aceh tidak berhasil, karena Sultan
Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit orang-orang barat untuk
berdagang di wilayahnya.
Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang
Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda
mencoba melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak
berhasil, karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.
Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar muda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat
kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh
membutuhkan banyak beaya untuk membangun armadanya kembali. Maka dengan
sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di wilayahnya.
Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC
merebut Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat
Malaka. Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.

Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda, 1873-1904

Perang Aceh ialah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873
sampai 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh
dengan perang gerilya terus berlanjut. Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda
menyatakan perang kepada Aceh, & mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan
Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 8 April 1873, Belanda mendarat
di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, & langsung
bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3. 198 tentara.
Sebanyak 168 di antaranya para perwira.

Penyebab Terjadinya Perang Aceh

Perang Aceh disebabkan karena:

Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan
Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan & Serdang kepada Belanda,
padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan
Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun
1824. Isi perjanjian London ialah Belanda & Britania Raya membuat ketentuan tentang
batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang
Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.

Aceh menuduh Belanda tak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yg


lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung
Britania. Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan
Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris & Belanda, yg isinya,
Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh.
Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan
Britania bebas berdagang di Siak & menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada
Britania. Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik
dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura.
Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.

Strategi Siasat Snouck Hurgronje Mata-mata Belanda

Untuk mengalahkan pertahanan & perlawan Aceh, Belanda memakai tenaga ahli
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh
untuk meneliti kemasyarakatan & ketatanegaraan Aceh. Hasil kerjanya itu dibukukan
dengan judul Rakyat Aceh [De Acehers]. Dalam buku itu disebutkan strategi
bagaimana untuk menaklukkan Aceh. Usulan strategi Snouck Hurgronje kepada
Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz adalah, supaya golongan
Keumala [yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala] dengan pengikutnya
dikesampingkan dahulu.

Taktik Perang belanda Menghadapi Aceh

Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk pasukan
maréchaussée yg dipimpin oleh Hans Christoffel dengan pasukan Colone Macan yg
telah mampu & menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh
untuk mencari & mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh. Taktik berikutnya yg dilakukan
Belanda ialah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya
Christoffel menculik permaisuri Sultan & Tengku Putroe [1902].

Van der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan
menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli & berdamai. Van der Maaten dengan
diam-diam menyergap Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi
sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara
perempuannya & beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim
meletakkan senjata & menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903.

Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yg


dilakukan di bawah pimpinan Gotfried Coenraad Ernst van Daalen yg menggantikan
Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh [14 Juni 1904] dimana 2. 922 orang
dibunuhnya, yg terdiri dari 1. 773 laki-laki & 1. 149 perempuan. Taktik terakhir
menangkap Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar yang masih melakukan perlawanan
secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat ditangkap & diasingkan ke
Sumedang.
Surat perjanjian tanda menyerah Pemimpin Aceh
Selama perang Aceh, Van Heutz telah menciptakan surat pendek [korte verklaring,
Traktat Pendek] tentang penyerahan yg harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh
yg telah tertangkap & menyerah. Di mana isi dari surat pendek penyerahan diri itu
berisikan, Raja [Sultan] mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia
Belanda, Raja berjanji tak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar
negeri, berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yg ditetapkan Belanda.
Perjanjian pendek ini menggantikan perjanjian-perjanjian terdahulu yg rumit & panjang
dengan para pemimpin setempat. Walau demikian, wilayah Aceh tetap tak bisa
dikuasai Belanda seluruhnya, dikarenakan pada saat itu tetap saja terjadi perlawanan
terhadap Belanda meskipun dilakukan oleh sekelompok orang [masyarakat]. Hal ini
berlanjut sampai Belanda enyah dari Nusantara & diganti kedatangan penjajah baru
yakni Jepang
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Akibat adanya kesewenang – wenangan Bangsa Barat khusnya Portugis dan VOC,
timbullah perlawanan dari rakyat pribumi untuk mengusir dan menghapus segala
bentuk kejahatan, kesewenang – wenangan, dan penjajahan yang tidak
berperikemanusiaan tersebut.
Saran
Kita sebagai manusia generasi selanjutnya yang telah bebas dari penjajahan 
seharusnya selalu menjaganya. Lakukan apa yang terbaik untuk persatuan dan
kesatuan Indonesia. Karena dengan menjaga persatuan Indonesia, kita telah
menghormati perjuangan mereka.
RANGKUMAN MATERI
SEJARAH
SEJARAH PERKEMBANGAN KOMPUTER

Oleh ;
FADEL MUHAMMAD
“ KELAS X1 MIPA 2 “

SMA NEGERI 1 UNAAHA

TAHUN

2021

Anda mungkin juga menyukai