f.
g.
h.
a)
b)
c)
2. KERAJAAN ACEH
Aceh semula menjadi daerah taklukan kerajaan Pedir. Namun, dengan
jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (tahun 1511) dan makin surutnya
pengaruh Kerajaan Samudra Pasai, maka para pedagang di Selat Malaka
beralih ke pelabuhan Aceh (Olele). Aceh segera berkembang dengan cepat
dan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Pedir.
a. Letak geografis
Letak kerajaan Aceh adalah di ujung pulau utara pulau sumatera dengan ibu
kotanya banda Aceh.
b. Sumber sejarah
Sumber keberadaan kerajaan Aceh dapat diketahui dari Kitab
Bustanussalatin karya Nurudin Ar-Raniri. Isi kitab tersebut berisi raja-raja
yang memerintah Kerajaan Aceh adalah sebagai berikut :
a) Sultah Ali Mughayat Syah (1514-1528)
b) Sultan Salahudin (1528-1537)
c) Sultan Aluddin Riayat Syah Al Kahar (1537-1568)
d) Sultan Iskandar Muda (1607-1636)
e) Sultan Iskandar Tani (1636-1641)
c. Politik
Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1514.
Pada tahun 1520, Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Pasai, Deli dan
Aru. Penguasaan terhadap daerah-daerah tersebut menyebabkan Aceh dapat
mengontrol daerah penghasil lada dan emas. Pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Kerajaan Aceh mencapai puncak
kejayaan. Bandar Aceh di buka menjadi bandar internasional dengan jaminan
pengamanan gangguan laut dari kapal perang Portugis. Sultan Iskandar
mendasarkan pada pemerintahan sipil dan militer dengan menciptakan adat
yang berdasarkan Islam disebut Adat Makuta Alam. Pada masa Sultan
Iskandar Muda ini, juga dibangun masjid besar Aceh yang berdiri hingga saat
ini yaitu Masjid Baiturrahman. Sultan Iskandar Muda wafat pada tahun 1636
dan digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Tani (1636-1641). Masa
pemerintahannya tidak lama karena ia tidak memiliki kepribadian dan
kecakapan yang kuat seperti Sultan Iskandar Muda. Seusai Sultan Iskandar
Tani, yang memerintah Aceh berikutnya adalah empat orang sultanah (sultan
perempuan)berturut-turut. Sultanah yang pertama adalah Syafiatuddin Tajul
Alam (1641-1675), janda Iskandar Tani. Kemudian berturut-turut adalah Sri
Ratu Naqiyatuddin Nurul Alam, Inayat Syah dan Kamalat Syah. Pada masa
sultanah Kamalat Syah ini turun fatwa dari Mekkah yang melarang Aceh
dipimpin oleh kaum wanita. Pada 1699 pemerintahan Aceh pun dipegang
oleh kaum pria kembali. Pada tahun 1816, sultan aceh yang bernama Saiful
Alam bertikai dengan Jawharul Alam Aminuddin. Kesempatan ini
dipergunakan oleh Gubernur Jenderal asal Inggris, Thomas Stanford Raffles
yang ingin menguasai Aceh yang belum pernah ditundukkan oleh Belanda.
Pada tanggal 22 April 1818, Raffles yang ketika itu berkedudukan di
Bengkulu, mengadakan perjanjian dagang dengan Aminuddin.
Berkat bantuan pasukan Inggris akhirnya Aminuddin menjadi sultan Aceh
pada tahun 1816, menggantikan Sultan Saiful Alam. Pada tahun 1824, pihak
Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian di London, Inggris. Traktat
London ini berisikan bahwa Inggris dan Belanda tak boleh mengadakan
praktik kolonialisme di Aceh. Namun, pada 1871 berdasarkan keputusan
Traktat Sumatera, Belanda kemudian berhak memperluas wilayah jajahannya
ke Aceh. Dua tahun kemudian, tahun 1873 Belanda menyerbu Kerajaan
Aceh. Alasan Belanda adalah karena Aceh selalu melindungi para pembajak
laut. Sejak saat itu, Aceh terus terlibat peperangan dengan Belanda. Lahirlah
a)
b)
c)
d)
e)
h.
a)
b)
c)
d)
e)
f)