Hikayat Prang Sabi adalah sebuah hikayat yang diciptakan atau dikarang oleh Tgk Chik pante
kulu yang merupakan sebuah syair kepahlawanan yang membentuk suatu irama dan nada yang
sangat heroik yang membangkitkan semangat para pejuang Aceh dari zaman penjajahan portugis
sampai zaman penjajahan Belanda hingga zaman TNA berperang dengan TNI.
Seperti saya kutip dari Forum AFC, Hikayat Prang Sabi adalah salah satu inspirator besar dalam
menentukan perjuangan rakyat Aceh. Memang sejak dulu bangsa Aceh sangat akrab dengan
syair-syair perjuangan Islam, sajak-sajak akan sebuah hakikat keadilan. Hikayat ini selalu
diperdengarkan ke setiap telinga anak-anak aceh, laki-laki, perempuan, tua muda, besar kecil dari
zaman ke zaman dalam sejarah Aceh sepanjang Abad.
Kalau kita belajar dari sejarah, maka Acehlah negeri yang paling ditakuti oleh Portugis dan sulit
untuk ditaklukkan oleh Belanda sejak tahun 1873 serta Jepang. Beribu macam taktik perang yang
digunakan oleh para penjajah tetapi tidak dapat menguasai Aceh yang unggul dengan taktik
perang gerilyanya. Sejarah mencatat bahwa perang kolonial di Aceh adalah yang paling alot,
paling lama, dan paling banyak memakan biaya perang dan korban jiwa penjajah.
Atas perintah Teuku Cik Di Tiro tahun 1881 di gubahlah syair Hikayat Prang Sabi oleh Teuku
Chik Pante Kulu. Dan setiap akan berperang maka dibacakanlah syair itu di sawyah-sawyah
menasah, di bacakan di desa-desa untuk mengobarkan semangat jihad ke masyarakat.
Dan hasilnya pada pertempuran di Kuto Lengat Biru 14 Juli 1904 wanita dan anak-anak yang
syahid tercatat 316 orang. Semangat jihad inilah yang semakin tidak menggetarkan rakyat Aceh
untuk terus berjuang.
Pihak Belanda pun kelimpungan untuk mengatasinya, dimulailah dikirim tokoh Belanda Snouck
Hurgronje yang disusupkan untuk mempelajari kebudayaan Aceh menemukan jalan pikiran,
sikap dan perilaku rakyat Aceh. Tujuh bulan di Peukan, Snouck bergaul amat rapat dengan
ulama. Dan dengan diam-diam, hampir setiap malam, dia mencatat semua percakapannya dengan
kaum ulama, struktur masyarakat Aceh, dan kedudukan ulama di mata rakyat. Lalu, dengan rapi
catatannya itu dia persembahkan pada Gubernur Jenderal di Batavia.
Tak cukup dengan catatan itu, Snouck kemudian membuat buku, De Atjehers, yang memaparkan
secara lengkap struktur masyarakat Aceh, kebudayaan, sampai posisi ulama. Segera buku itu
menjadi terkenal, bahkan mendapat pujian dari para orientalis sebagai karya yang secara lengkap
mengupas kebudayaan Islam di Aceh. Bagi Belanda, karya itu menjadi rujukan untuk menyusun
taktik menghadapi perlawanan rakyat Aceh. Dan terbukti, Aceh pun kemudian mulai dapat
dikalahkan.
Salah satu bagian paling penting dari Hikayat Prang Sabi adalah pendahuluan atau mukadimah.
Bagian yang juga berbentuk syair ini menunjukkan secara jelas tujuan ditulisnya Hikajat Prang
Sabi, dalam hubungannya dengan perang melawan Belanda. Setelah diawali dengan puji-pujian
kepada Allah pencipta semesta alam, syair-syair pada mukadimah berlanjut pada seruan untuk
perang Sabil. Juga disebutkan satu pahala yang dapat diperoleh bagi mereka yang berjihad dalam
perang Sabil (jalan Allah-Red). Salah satu pahala yang akan diterima mereka yang mati syahid
dalam perang tersebut adalah akan bertemu dengan dara-dara dari surga ( Bidadari ).