Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN

ASAL USUL KOTA LUBUKLINGGAU

DI SUSUN OLEH :

NAMA : VERA MONICA

NIM : PO.71.20.3.16.055

SEMESTER : IV.B

Dosen Mata Kuliah : NADI APRILYADI, S.Sos, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG

PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

TAHUN AKADEMIK 2016/2017


ASAL USUL KOTA LUBUKLINGGAU

Pada zaman Kerajaan di Lubuklinggau banyak para pendekar yang sakti


dan siapa yang paling kuat maka dialah yang berkuasa. Ada sebuah kerajaan yang
dipimpin oleh raja yang bijaksana dan adil. Ia memiliki dua orang anak, yaitu
anak laki-laki bernama Linggau dan anak perempuan bernama Dayang Torek.
Linggau mempunyai kesaktian yang hebat. Karena dia belum menikah maka dia
di juluki bujang tua. Adiknya Dayang Torek adalah seorang gadis yang sangat
cantik. Karena kecantikannya banyak raja-raja dari negeri seberang yang jatuh
cinta kepadanya.

Pada saat itu, kecantikan Dayang Torek terdengar oleh pendekar yang
sangat sakti yaitu Si Pahit Lidah. Ia memiliki kesaktian yaitu sumpahnya yang
pahit dari lidahnya, jika dia tidak suka dengan seseorang maka di sumpahnya
menjadi batu. Untuk menghindari Si Pahit Lidah, Linggau pun menyembunyikan
adiknya di bawah dasar sungai dengan menancapkan taring giginya ke dasar
sungai hingga dalam. Disitulah Dayang Torek bersembunyi dan tak satu orang
pun tahu Lubuk (dasar sungai yang dalam) itu merupakan tempat persembunyian
Dayang Torek. Setelah Dayang Torek lama tinggal di dalam Lubuk tersebut,
sehingga terjadinya perang antara kerajaan Lubuklinggau dengan kerajaan Si
Pahit Lidah.

Selama perang berlangsung Si Pahit Lidah akhirnya mengetahui


keberadaan Dayang Torek, akan tetapi Dayang Torek tidak mau keluar dari
persembunyiannya. Kemudian Si Pahit Lidah menutupi lobang pada Lubuk
sehingga, Dayang Torek tak dapat keluar hingga akhirnya meninggal di dalam
Lubuk tersebut. Dari banyaknya lubuk di sungai Lubuklinggau, itulah lubuk yang
memiliki keanehan yaitu ditakuti karena sangat dalam dan Sampai sekarang lubuk
itu, setiap tahunnya memakan korban. Karena yang membuat lubuk tersebut
adalah Linggau, maka lubuk tersebut dinamakan Lubuklinggau. Lubuk itu berada
di bawah jembatan Dusun Linggau di Kecamatan Lubuklinggau Barat I. Lubuk
tersebut kecil, tapi airnya sangat tenang tanpa adanya batu. Maka sejak peristiwa
dulu, hingga sekarang dikenal dengan dusun Linggau dan sampai sekarang
menjadi Kota Lubuk Linggau.
SEJARAH DAN PERKEMBANG KOTA LUBUK LINGGAU

Kota Lubuk Linggau (Dahulu Daerah Tingkat II berstatus Kota Madya)


adalah suatu kota setingkat kabupaten paling barat wilayah provinsi sumatera
selatan yang terletak pada posisi antara 102 º 40' 0” - 103 º 0' 0” bujur timur dan 3
º 4' 10” - 3 º 22' 30” lintang selatan berbatasan langsung dengan kabupaten Rejang
Lebong Provinsi Bengkulu. Status "kota" untuk Lubuk Linggau diberikan melalui
UU No. 7 Tahun 2001 dan diresmikan pada 17 Agustus 2001, Kota ini merupakan
pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas.

Tahun 1929 status Lubuk Linggau adalah sebagai Ibu Kota Marga
Sindang Kelingi Ilir, dibawah Onder District Musi Ulu. Onder District Musi Ulu
sendiri ibu kotanya adalah Muara Beliti.Tahun 1933 Ibukota Onder District Musi
Ulu dipindah dari Muara Beliti ke Lubuk Linggau. Tahun 1942-1945 Lubuk
Linggau menjadi Ibukota Musi Ulu dan dilanjutkan setelah kemerdekaan. Pada
waktu Clash I tahun 1947, Lubuk Linggau dijadikan Ibu kota Pemerintahan
Provinsi Sumatera Bagian Selatan. Tahun 1948 Lubuk Linggau menjadi Ibukota
Kabupaten Musi Ulu Rawas dan tetap sebagai Ibu kota Keresidenan Palembang.
Pada tahun 1956 Lubuk Linggau menjadi Ibukota Daerah Swatantra
Tingkat II Musi Rawas. Tahun 1981 dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 38 tanggal 30 Oktober 1981 Lubuk Linggau ditetapkan
statusnya sebagai Kota Administratif. Tahun 2001 dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001 Lubuk Linggau
statusnya ditingkatkan menjadi Kota. Pada tanggal 17 Oktober 2001 kota Lubuk
Linggau diresmikan menjadi Daerah Otonom.

Pembangunan Kota Lubuklinggau telah berjalan dengan pesat seiring


dengan segala permasalahan yang dihadapinya dan menuntut ditetapkannya
langkah-langkah yang dapat mengantisipasi perkembangan Kota,
sekaligus memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Untuk itu
diperlukan Manajemen Strategis yang diharapkan dapat mengelola dan
mengembangkan kota Lubuklinggau sebagai kota transit ke arah yang lebih maju
menuju kota Metropolitan. Kota Lubuklinggau terletak pada posisi geografis yang
sangat strategis yaitu di antara provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu serta ibu kota
provinsi Sumatera Selatan (Palembang) dan merupakan jalur penghubung antara
Pulau Jawa dengan kota-kota bagian utara Pulau Sumatera.

Tahun 1929 status Lubuklinggau adalah sebagai Ibu Kota Marga


Sindang Kelingi Ilir, dibawah Onder District Musi Ulu. Onder DistrictMusi Ulu
sendiri ibu kotanya adalah Muara Beliti. Tahun 1933 Ibukota Onder District Musi
Ulu dipindah dari Muara Beliti ke Lubuklinggau.

Tahun 1942-1945 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kewedanaan Musi


Ulu dan dilanjutkan setelahkemerdekaan. Pada waktu Clash I tahun 1947,
Lubuklinggau dijadikan Ibukota Pemerintahan Propinsi Sumatera Bagian Selatan.

Tahun 1948 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kabupaten Musi Ulu


Rawas dan tetap sebagai Ibukota Keresidenan Palembang. Pada tahun 1956
Lubuklinggau menjadi Ibukota Daerah Swatantra Tingkat II Musi Rawas.

Tahun 1981 dengan Peraturan PemerintahRepublik Indonesia Nomor


38 tanggal 30 Oktober 1981 Lubuklinggau ditetapkan statusnya sebagai Kota
Administratif.
Tahun 2001 dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001 Lubuklinggau statusnya ditingkatkan menjadi
Kota. Pada tanggal17 Oktober 2001 Kota Lubuklinggau diresmikan menjadi
Daerah Otonam.
BUDAYA WONG LINGGAU

Masyarakat nusantara memaknai siklus kehidupan seperti menikah,


mengandung, melahirkan, dan meninggal sebagai suatu kejadian yang harus
dilewati dengan berbagai upacara. Uniknya, setiap daerah di nusantara
mempunyai upacara dan tradisi yang berbeda-beda. Tradisi yang masuk dalam
kategori budaya ini selalu ada dan menjadi ciri khas pada tiap daerah.
Menjadikan budaya sebagai anatomi kehidupan bermasyarakat. Budaya juga
memiliki pengaruh yang besar ditiap sendi kehidupannya dari yang hanya
mengajarkan bagaimana bertutur terhadap orang yang lebih tua atau pada hal
yang lebih besar lainnya. Dan seperti yang tertera pada pancasila, nusantara
merupakan Negara dengan berbagai macam perbedaan.

Dalam bhineka tunggal ika setiap masyarakat dihargai dengan


berbagai macam perbedaan terutama dalam budaya Salah satunya seperti tradisi
menjelang pernikahan dan tradisi mensyukuri panen pada masyarakat Lubuk
Linggau, Sumatera Selatan. Di Lubuklinggau sendiri memiliki budaya atau
tradisi berupa mandi kasai saat melaksanakan pernikahan, juga sedekah rame
dimana kegiatan ini merupakan gabungan dari budaya berbahasa, budaya
bermasyarakat dan budaya hidup masyarakat kota lubuklinggau.

Tradisi Mandi Kasai dilakukan dengan memandikan sepasang kekasih


di sungai yang disaksikan oleh teman dan kerabat mereka. Tradisi ini
mempunyai dua makna, pertama adalah sebagai pertanda sepasang kekasih
calon pengantin akan meninggalkan masa remaja dan memasuki kehidupan
berumah tangga. Makna kedua, Mandi Kasai akan membersihkan jiwa dan raga
sepasang kekasih yang akan menikah.

Mandi kasai umumnya dilaksanakan disungai. Jika tempat mandi kasai


disungai tidak memungkinkan maka terpaksa melaksanakan mandi kasai didarat.
Menyediakan drum sebagai tempat menampung air setidak nya tiga atau empat
buah drum. Air diangkut dari sungai dan dimasukkan kedalam drum. Dengan
bahan-bahan lain yang menjadi ke-khas-an seperti Tikar sembuhak Telasan atau
bahasan mandi, pakaian pengantin setelah selesai mandi, bedak serigayu (tiga
warna), benang tiga warna Mangkuk langer, berisi jeruk nipis, kayu balik angina,
tiang lepas dan setawar sedingin.

Mandi kasai sendiri bermakna sebagai pelindung pernikahan atau


tameng penjagaan untuk pernikahan sebab sebelum dilakukannya proses mandi,
pengantin diberikan berbagai macam nasehat dengan bahasa daerah melalui
rejungan, pantun dan lain-lain.

Selain Mandi Kasai di Lubuklinggau sendiri memiliki satu lagi tradisi


yakni sedekah rame, Sedekah Rame atau lepung dusun adalah upacara adat yang
dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat sumatra selatan terutama
masyarakat batu urip bertujuan untuk menolak balak dan mendatangkan rezeki.
Sedekah rame biasanya dilakukan minimal dua tahun sekali, tapi bisa juga
dilakukan ketika ada musibah ataupun hal yang baik seperti pembangunan
jembatan, masjid, dan lain-lain.

Sedekah yang dilakukan sejak 350 tahun lalu ini dibawa oleh leluhur
orang linggau yang bernama Kerengak, Kriya aris, Kriya mambul dan kejogil
setelah mereka pergi ke palembang untuk mempelajari kebudayaan yang terdapat
disana .
Kriya Mambul adalah salah satu nenek moyang yang memperkenalkan
tentang Sedekah Rame dan Mandi Kasai. Para leluhur ini berhilir mudik ke
Palembang untuk mempelajari kebudayaan- kebudayaan yang ada di Palembang
dan pada waktu itu mulai dikembangkan di Lubuk Linggau hingga sekarang,
hingga saat ini keturunan para leluhur sudah generasi ke-7.

Sedekah Rame diawali dangan menyusun makanan yang dibawa oleh


warga tertentu seperti pemerintah adat dan orang yang masih memiliki tali
persaudaraan dengan pemerintah adat dan pemegang pusaka, contohnya :

1. Punjung ayam putih pucat


2. Punjung ayam putih kuning
3. Punjung ayam kumbang.

Setelah itu , di lanjutkan dengan pembacaan mantra oleh ketua adat.


Setelah pembacaan selesai baru di perlihatkan benda-benda pusaka dan
menyebutkan keistemewaannya.

Acara selanjutnya, yaitu pelepasan Jong ( kapal kecil yang terbuat dari
batang pisan dan atapnya dari daun kelapa )yang berisi ; mokot mang batepang
dan bubur empat bang. Dan mengakhiri upacara Sedakah Rame dengan makan
bersama, pada tahap makan bersama inilah Sedekah Rame dimaksudkan dapat
menjadi kegiatan mempererat silahturahmi.

Pada bulan April 2016 kemarin upacara adat sedekah rame ini
kembali dilakukan melalui kegiatan JETRADA atau jejak tradisi daerah,
dengan bertempatan di Batu Urip anak-anak yang berasal dari berbagai daerah
lain mampu memperoleh dan mengetahui bagaimana proses sedekah rame ini.

Dari berbagai macam kebudayaan dapat kita lihat betapapun


Indonesia merupakan Negara lumbung padi, bukan hanya kaya rempah dan
beragam kekayaan alam namun jauh di dalamnya, nusantara memiliki satu hal
yang sangat berharga yakni keanekaragaman budaya dan adat. Yang perlu
digaris bawahi kebudayaan seperti upacara adat salah satu nya sedekah rame
dan mandi kasai ini membuktikan bahwa masyarakat memiliki cara tersendiri
untuk mempererat tali persaudaraan, menolak bala juga bersyukur.
Dari sabang hingga merauke rasa syukur dan kebanggaan itu
dipersatukan melalui budaya Indonesia yang mengajarkan banyak hal tentang
bagaimana cara menjalankan hidup, seperti toleransi yang terdapat pada budaya
bertutur, lagi-lagi setiap masyarakan akan diajarkan bagaimana hidup akan
indah dan nyaman ketika kita mampu saling menghargai juga toleransi.

Anda mungkin juga menyukai