Anda di halaman 1dari 35

Policy Paper

MEMBANGUN JEJARING
KEMITRAAN BADAN USAHA
MILIK DESA (BUMDESA)
DALAM RANGKA REVITALISASI
EKONOMI DESA

Rico Hermawan
Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Lembaga Administrasi Negara
2017

PUSAT KAJIAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH


Policy Paper

MEMBANGUN JEJARING
KEMITRAAN BADAN USAHA
MILIK DESA (BUMDESA)
DALAM RANGKA REVITALISASI
EKONOMI DESA

Rico Hermawan

Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah


Lembaga Administrasi Negara

LATAR BELAKANG: KONDISI EKONOMI Masyarakat desa yang secara sosiologis


DESA DI INDONESIA mendasarkan dirinya pada modal sosial
seperti gotong royong dan musyawarah,
Sejak lama, desa di Indonesia termarginalkan lama kelamaan mengalami degradasi nilai
dari subjek pembangunan nasional. yang cenderung menghilangkan daya ungkit
Keberadaannya selama ini hanya dijadikan (laverage)desa untuk bertahan dalam
sebagai objek pembangunan pemerintah kemandiriannya.Dampaknya, urbanisasi
yangsecara konotatif, digambarkan terjadi begitu masif, alih fungsi lahan terus
sebagai kantung utama kemiskinan. Model berlangsung seiring dengan masuknya
pembangunan top-down yang diberlakukan kapitalisme pada tingkat perdesaan.
kenyataannya tidak banyak membawa Akhirnya desa seperti kehilangan sumber
perbaikan, yang terjadi justru adalah dayanya (loss of resources), sehingga
ketergantungan desa yang masif akibat kontribusi sektor pertanian pun pada
konsep pembangunan desa yang tidak akhirnya mulai mengalami penurunan.
memiliki arah yang jelas. Degradasi nilai yang paling dirasakan adalah
semakin pudarnya mekanisme kolektif

POLICY PAPER • PKDOD LAN


masyarakat desa yang selama ini telah kurang memiliki kemampuan akumulasi
menjadi kunci peradaban desa. Termasuk modal, membayar upah rendah,
dalam pembangunan ekonomi desa. mengandalkan tenaga keluarga, dan
kurang produktif (Rothenberg, et.al,
Memajukan perekonomian desa kini menjadi 2015).
tantangan bagi seluruh pemerintahan di 4. Penguasaan dan kepemilikan tanah-
Indonesia. Tantangan terbesarnya adalah tanah persawahan yang dikuasai oleh
bagaimana mengurangi ketimpangan dan para pemilik modal. Ini juga berdampak
penguasaan kekayaan yang semakin lebar. pada semakin sedikitnya generasi muda
Data Bank Dunia menyebutkan bahwa penerus yang bekerja di sektor pertanian
70 persen penduduk miskin di dunia (Nugraha & Herawati, 2015).
kini tinggal di pedesaan dengan masih 5. Rendahnya penggunaan teknologi
mengandalkan sektor pertanian sebagai pertanian serta tidak kuatnya kekuatan
sumber pendapatan dan pekerjaan mereka. kelompok petani kecil seperti paguyuban
Ketimpangan yang masif ini terlihat jelas petani dalam mengakomodasi
di level mikro.Kemiskinan penduduk desa kepentingan petani.
lebih banyak diakibatkan oleh keterbatasan- 6. Daya beli masyarakat yang sangat
keterbatasan struktural yang dihadapi terbatas dan cenderung semakin
oleh mereka. Mayoritas ciri ekonomi menurun.
masyarakat pedesaan didominasi oleh ciri
ekonomi pertanian atau ekonomi ukuran Dalam kondisi iklim tropis dan geografis
mikro, kecil, menengah yang seringkali yang sangat sempurna, Indonesia didirikan
mengalami hambatan. Penelitian AKATIGA sebagai suatu negara yang menggambarkan
misalnya menemukan beberapa masalah karakteristik agraris. Namun demikian,
yang menyebabkan ketimpangan ekonomi seperti disampaikan Geertz dalam karyanya
penduduk desa, diantaranya: Involusi Pertanian, karakteristik tanah di
masing-masing pulau sangatlah berbeda1.
1. Keterbatasan infrastruktur. Terbatasnya Perbedaan karakteristik tanah antar
infrastruktur-infrastruktur utama wilayah inilah yang secara tidak langsung
seperti layanan kesehatan, pendidikan, membentuk kemajemukan bangsa
transportasi dan penunjang lainnya. Indonesia di kemudian hari. Suatu pra-
Termasuk pula keterbatasan kondisi masyarakat majemuk artinya sudah
infrastruktur informasi dan sarana terbentuk sejak lama. Oleh karena itu, dalam
partisipasi masyarakat (Wati & Chazali, menjalankan model perekonomiannya,
2015). seharusnya berlaku model pengelolaan
2. Terbatasnya kemampuan membaca asimetris, dimana antara satu wilayah
permintaan pasar, terutama permintaan dengan wilayah lainnya tidak diseragamkan,
di luar lingkungan tempat tinggal
setempat, baik permintaan terkait hasil
produksi, permodalan, maupun pasar
tenaga kerja (Rothenberg, et.al, 2015). 1
Clifford Geertz, Involusi Pertanian: Proses Pe-
3. Sektor usaha kecil, mikro dan menengah rubahan Ekologi di Indonesia, Penerbit Buku
Obor, 1983.

2 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


melainkan dibangun dalam satu pola yang sumber daya inilah yang kemudian
mendasarkan pada potensi endogen masing- membuat perekonomian desa menjadi
masing. begitu bergantung pada perekonomian
kota. Relasi ekonomi yang top-down ini
Di sisi lain, proses pembangunan pedesaan ini sedikit banyak pada akhirnya melemahkan
tidak bisa dilihat dengan cara yang mudah. ekonomi desa akibat ketidakberdayaan desa
Setidaknya dalam perspektif historis, secara mandiri.
kondisi kolonial dan pasca kolonial sangat
mempengaruhi karakteristik pembangunan Lebih lanjut, dalam relasi negara-desa,
pedesaan. Seorang ekonom Belanda, Julius penetrasi negara selama ini terhadap
Herman Boeke mencoba menawarkan cara desa membuat desa mengalami suatu
pandang pembangunan pedesaan dengan transformasi sosial-ekonomi yangjustru
teorinya tentang dualisme ekonomi (dual mengancam eksistensi karakter asli
economy)2. Menurut Boeke yang pernah desa. Pada masa kolonial, melalui UU
melakukan penelitian di Indonesia, ciri Agraria (agrarische wet) pada tahun
perekonomian masyarakat, khususnya di 1870, Pemerintahan Kolonial Belanda
pedesaan Jawa, terbagi menjadi dua ciri membenturkan pola industrialisasi sektor
yaitu, ekonomi tradisional dan ekonomi pertanian dan perkebunan ke dalam
modern, yang ternyata tidak saling pola institusi desa. Pola yang semakin
berhubungan. Analisis yang dilakukan Boeke menggencarkan lahirnya kaum-kaum feodal,
ini bertumpu pada relasi sosial dan ekonomi yang telah ada sebelumnya di masa pra
yang dibangun masyarakat pedesaan. Desa kolonial, dan semakin kuat hingga bertahan
sebagai sistem sosial ekonomi tertutup sampai era kemerdekaan. Sementara itu,
cenderung memiliki tingkat ekonomi yang pada masa Orde Baru, pola pembangunan
subsisten, sebagai penyambung hidup bagi pedesaan mengikuti konsep sentralisasi
masyarakatnya. Sedangkan pemerintah ekonomi yang dibangun pemerintah melalui
supradesa dikuasai oleh para pemilik modal tesis trickle-down effectnya. Tesis mengenai
dan jaringan kapitalisasi yang terbuka3. efek merembes ke bawah ini dalam
Sebagai ekonomi subsisten, desa berada pelaksanaannya ternyata tidak membawa
jauh di luar jangkauan ekonomi kapital, dampak signifikan terhadap pembangunan
pasar, dan infrastruktur. Sementara, desa. Justru melalui implementasi UU No. 5
ekonomi kota yang modern ditopang oleh tahun 1979, desa yang didudukan sebagai
gemerlap modal, pasar dan infrastruktur subordinasi negara, membuatnya hanya
yang menguntungkan. Perbedaan sumber- menjadi subjek pasif pembangunan. Tanpa
otonomisasi mengelola perekonomian
sendiri, kapitalisme dan korporatisme yang
diciptakan negara menjadikan desa semakin
2
Julius Herman Boeke, Economics and Economic terpinggirkan dalam proses pembangunan
Policy of Dual Societies As Exemplified by Indone-
sia, Amsterdam: Ams PressInc, 1953. nasional.
3
Arif Akhyat, Dualisme Ekonomi pada Kredit
Rakyat di Yogyakarta pada Tahun 1912-1990, Dalam segi perbandingan kemakmuran,
Jurnal Humaniora, Vol. 27, No. 2, Juni 2015, hal disparitas pembangunan antara Indonesia
253.

POLICY PAPER • PKDOD LAN 3


bagian barat dengan bagian timur atau bidang pertanian. Oleh karena itu, dalam
antara Jawa-Bali dengan luar Jawa-Bali, pengelolaan ekonomi, menurut Scott ,
membentuk karakter ketergantungan sudah merupakan ciri rasionalitas sosial
masyarakat desa yang berbeda-beda selama masyarakat pedesaan bahwa mereka lebih
era kemerdekaan. Salah satunya disebabkan mementingkan kebersamaan ketimbang
karena uniformitas pemerintahan desa persaingan. Prinsip moral ini secara tidak
selama Orde Baru. Di Indonesia timur, langsung membuat rasionalitas ekonomi
ketergantungan masyarakat desa terhadap menjadi kurang berkembang,sehingga
pemerintah supradesa terbilang masih pendekatan ekonomi menjadi kurang bisa
cukup tinggi dibanding desa-desa di wilayah bekerja dalam masyarakat pedesaan.
Jawa-Bali yang sedikit lebih percaya diri
untuk melepas ketergantungan terhadap Adanya kearifan lokal ini sejatinya
pemerintah daerah.Perbedaan ini seperti memberikan pemahaman bahwa proses
dinyatakan oleh Sutoro Eko ,menurutnya, redistribusi ekonomi di desa akan terjadi
masyarakat di Jawa dan Bali memiliki lebih adil dan seimbang. Setiap orang
tradisi berdesa yang lebih kuat dengan memiliki daya serta dan hak yang sama.
menempatkan desa sebagai basis modal Seperti pengelolaan lumbung, mata air,
sosial dan modal politik. Arena pemerintahan ataupun pengusahaan tanah-tanah ulayat.
(governance) dipandang sebagai arena Metode kooperatif ini dikenal dengan istilah
penguatan hubungan yang saling common pool resources4, yakni metode
bergantung antara masyarakat dengan pengelolaan bersama yang dilakukan oleh
pemerintahnya yang bersifat inklusif. Desa setiap anggota komunitas masyarakat.
memiliki otoritas relatif permanen yang Teori ini dimaksudkan untuk memperjelas
dipercaya oleh masyarakat. Sementara di hak-hak rakyat terhadap sumber daya alam
desa-desa Indonesia timur seperti di Sulawesi tertentu dimana masyarakat itu hidup dan
dan Papua, tradisi berdesa ini masih sangat berkembang. Penggunaan sumber daya
lemah. Sehingga karakter administratif alam harus dikelola oleh institusi lokal
masih begitu kuat yang menggambarkan yang diinisiasi oleh masyarakat itu sendiri
dominasi pemerintah terhadap desa. yang bertugas mengatur mekanisme
penggunaan dan penerimaan manfaat dari
Oleh karena itu, untuk mengurangi sumber daya alam secara proporsional dan
ketergantungan tersebut, maka desa harus adil. Untuk itulah, maka revitalisasi ekonomi
didorong untuk lebih otonom. Terlepas desa yang lebih mendorong pada upaya
dari problem perencanaan pembangunan pemberdayaan dan penguatan daya ungkit
yang kurang memberdayakan desa selama masyarakat desa agar mampu mengelola
ini, namun sejatinya desa tidak kehilangan potensinya guna membangun kemandirian
modal sosialnya sebagai institusi sosial.
Kemandirian dan gotong royong adalah
sifat alamiah masyarakat desa. Keduanya
menjadisocial capital yang telah melekat 4
Gareth Hardin, The Tragedy of Commons, Sci-
selama ratusan tahunsebagai proses ence, New Series, Vol. 162, No. 3859, Dec 1968,
hal. 1243-1248.
dari interaksi dengan alam, khususnya di

4 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


ekonominya menjadi sangat penting untuk ekonomi desa yaitu membangun relasi
dikembangkan. kemitraan antara lembaga ekonomi desa,
yang dalam hal ini adalah Badan Usaha
Melalui Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Milik Desa (BUMdesa). BUMDesa yang
tentang Desa (UU Desa), disebutkan dimaksud dalam tulisan ini adalah mereka
bahwa untuk memberdayakan ekonomi yang telah didirikan oleh pemerintah
masyarakatnya, desa dapat membentuk desa yang sampai saat ini jumlahnya telah
lembaga ekonomi bernama Badan mencapai angka 18 ribu BUMDesa. Kertas
Usaha Milik Desa (BUMDesa). Desain
5
kebijakan ini diharapkan dapat menjadi
BUMDesa adalah lembaga hibrida yang bahan masukkan bagi pemerintah dan
mengakomodasi kepentingan ekonomi pihak-pihak terkait dalam merumuskan
sosial masyarakat desa. Hingga tahun kebijakan yang berhubungan dengan upaya
2017, 18 ribu BUMDesa telah terbentuk di peningkatan kapasitas Desa. khususnya
seluruh Indonesia. Namun demikian, banyak terkait dengan kerjasama atau kemitraan
kendala yang dihadapi oleh BUMDesa yang bersifat konstruktif yang dapat
yang telah terbentuk tersebut. Problem dibangun oleh BUMDesa. Melalui tulisan ini
paling utama adalah persoalan tata kelola ditawarkan beberapa model kemitraan yang
organisasi yang kurang efektif. Sebagian dapat dibentuk atau digagas oleh BUMDesa,
besar BUMDesa yang didirkan tidak disertai sehingga dapat menjadi bahan rekomendasi
dengan kompetensi manajerial yang baik.6 kebijakan yang penting bagi pemerintah,
Selain persoalan kompetensi manajemen pemerintah daerah, dan pemerintah
organisasi, aspek permodalan juga menjadi desa untuk mendorong kemandirian dan
masalah bagi BUMDesa.7 kesejateraan sosial desa.

TUJUAN POLICY PAPER PEMBANGUNAN EKONOMI DESA


DALAM UNDANG-UNDANG DESA
Tujuan dari penulisan policy paper ini adalah
menawarkan suatu konsep pengembangan Berkenaan dengan masalah pedesaan, saat
ini pemerintah telah menerbitkan kebijakan
melalui UU Nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa. Prinsip utama UU Desa adalah
5 Sebelum UU Desa, PP Nomor 72 tahun 2005 memberi otonomi kepada desa sehingga
tentang Desa telah memuat ketentuan pem- kemungkinan tercipta suatu kemandirian
bentukan Badan Usaha Milik Desa.
ekonomi melalui konsep pemberdayaan.
6 Menteri DPDTT: Hanya 4.000 BUMDes Bisa
Untung, dilansir dari https://www.gatra.com/ Meskipun otonomi desa bukanlah hal baru
ekonomi/makro/298023-menteri-dpdtt-han- sejak UU Nomor 5 tahun 1979 dicabut,
ya-4-000-bumdes-bisa-untung diakses pada 6 namun terbitnya UU yang mengatur secara
Desember 2017.
7 Sekjen Kemendes: Alokasi Dana Desa khusus tentang otonomi desa merupakan
untuk BUMDes Masih Minim, dilansir dari kemajuan tersendiri terhadap pengakuan
https://news.detik.com/berita-jawa- keberadaan desa. Undang-Undang Desa
tengah/d-3724861/sekjen-kemendes-alokasi-
dana-desa-untuk-bumdes-masih-minim, diakses
telah mengamanatkan pembangunan
pada 6 Desember 2017. desa menjadi subyek pembangunan utama

POLICY PAPER • PKDOD LAN 5


pemerintah yang digerakan secara langsung yang lebih baik; dan (4) mendukung
oleh pemerintah desa, sebagai basis keberlanjutan lingkungan.8
otonomi paling bawah. Di sini, ikhtiar yang
dilakukan oleh pemerintah bahwa desa tak Untuk mendukung pembangunan desa,
lagi menjadi objek pembangunan semata, sejak UU Desa diundangkan tahun 2014,
namun juga desa harus diberi ruang untuk pemerintah dan pemerintah daerah telah
mendayagunakan segala kemampuan dan menggelontorkan dana pembangunan
potensi yang dimilikinya. Kuncinya adalah dan pemberdayaan desa dengan nama
melalui gerakan-gerakan sosial sebagai dana desa dan alokasi dana desa yang
modal sosial dan ekonomi desa. jumlah terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut Kementerian Dalam Negeri, pada
UU Desa menyebutkan bahwa pembangunan tahun 2016 rata-rata desa di Indonesia
desa bertujuan untuk meningkatkan kualitas mendapatkan dana sekitar Rp. 1,15
hidup manusia serta penanggulangan milyar per desa/tahun. Namun demikian,
kemiskinan, melalui penyediaan pemenuhan pemerintah masih memandang bahwa
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan efektivitas penggunaan dana desa masih
prasarana, pengembangan potensi ekonomi terbilang cukup efektif menggerakkan roda
lokal, serta pemanfaatan sumber daya pembangunan desa. Hal ini bisa terlihat
alam dan lingkungan secara berkelanjutan, dari data bahwa pada tahun 2017, sekitar
dengan mengedepankan kebersamaan, 33.948 desa di seluruh Indonesia masih
kekeluargaan, dan kegotongroyongan tergolong sebagai desa tertinggal. Belum
guna mewujudkan pengarusutamaan lagi ketika melihat angka kemiskinan desa
perdamaian dan keadilan sosial. Terlepas yang mencapai 14,11 persen atau sekitar
dari pada itu, secara ekonomi desa tidak 17,67 juta. Salah satu faktor penyebab
berada dalam kondisi yang mumpuni tingginya angka-angka kesenjangan itu
untuk mengembangkan perekonomiannya. dikarenakan minimnya peluang ekonomi
Permasalahan-permasalahan serius terbukti khususnya lapangan pekerjaan di desa. Oleh
masih menghinggapi perekonomian karena itu, pembangunan desa hanya dapat
desa, diantaranya adalah ketimpangan dilakukan dengan menggerakan kolektivitas
kepemilikan, kuasa, kesejahteraan, dan masyarakat desa untuk berdaya mandiri.
pendapatan; kurangnya lapangan kerja;
(relatif) rendahnya tingkat produksi yang Untuk mendukung pembangunan ekonomi
dihasilkan dari beragam kegiatan ekonomi desa itu, UU Desa telah menyebutkan
masyarakat desa (Chazali, 2016). tiga komponen pendukung. Pertama,
keuangan desa dan aset desa. Pengaturan
Oleh karena itu, institusi dan dukungan yang tentang keduanya ini diatur pada pasal
saat ini diperlukan dalam pembangunan desa 71 sampai dengan pasal 76. Pada pasal 71
setidaknya harus memenuhi kriteria seperti: disebutkan bahwa keuangan desa adalah
(1) mendukung peningkatan produksi;
(2) memaksimalkan penyerapan tenaga
kerja dan penyediaan mata pencaharian;
(3) mendukung distribusi pendapatan
8
AKATIGA and Ben White. Would I like to be a
farmer? Inside Indonesia 120 (April-June), 2015.

6 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


semua hak dan kewajiban desa yang dapat ekonomi desa. Akan tetapi hal itu hanya bisa
dinilai dengan uang serta segala sesuatu terjadi apabila ia dikelola dengan cara yang
berupa uang dan barang yang berhubungan benar, tidak sekedar didirikan tanpa ada
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. tujuan dan tindak lanjut yang jelas. Selain
Artinya adalah sebagai konsekuensi itu, dukungan pemerintah dan pihak ketiga
dari pelaksanaan kewenangan (hak dan (swasta) tidak dapat dipisahkan. Hadirnya
kewajiban) desa, desa diberikan otoritas dana desa sebagai salah satu program
untuk mengelola uang maupun barang utama pemerintah yang menggelontorkan
yang menjadi pendapatan dan pengeluaran dana langsung ke desa diharapakan menjadi
dalam pelaksanaan kewenangan desa. stimulus agar desa perekonomiannya
sementara pada pasal 76 disebutkan bahwa mampu berkembang secara mandiri.
aset desa sebagai kekayaan desa dapat
berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Ketiga yaitu kerjasama desa. Di pasal 91
Desa, pasar hewan, tambatan perahu, disebutkan bahwa desa dapat melakukan
bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan kerjasama dengan berbagai pihak.
hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air Diantaranya kerjasama dengan desa lain
milik Desa, pemandian umum, dan aset (antar-desa), dan dengan pihak ketiga.
lainnya milik Desa. Aset desa merupakan Kekosongan penjelasan dalam pasal ini
hal penting yang menandakan komoditas menimbulkan banyak interpretasi, salah
utama pembangunan desa. Dengan adanya satunya mengenai kerjasama dengan pihak
kepastian kepemilikan aset, desa memiliki ketiga. Pengaturan mengenai kerjasama
modal untuk membuka kantong-kantong dengan pihak ketiga, membuat desa berada
perekonomiannya. dalam dua kondisi. Satu sisi kerjasama
dengan pihak ketiga semisal perusahaan
Komponen pendukung kedua yaitu Badan swasta dapat membawa keuntungan bagi
Usaha Milik Desa (BUMDesa). Pada pasal desa, baik berupa keuntungan modal,
87 disebutkan jika desa dapat mendirikan transfer pengetahuan, dan sebagainya. Hal
BUMDesa yang dikelola dengan semangat itu jika berada dalam koridor perangkat
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jika desa dan pengelola BUMDes yang kuat.
melihat konstruksi aturannya, pendirian Namun ketika perangkat desa dan pengelola
insititusi ekonomi desa dalam bentuk BUMDes tidak memiliki power yang kuat,
BUMDes ini sejatinya bukanlah sesuatu yang dikhawatirkan pihak ketiga hanya menjadi
bersifat wajib, mengingat secara harfiah “predator” bagi desa.
kata “dapat” tidak menekankan pada makna
keharusan. Namun dalam implementasinya, Ketiga aspek ekonomi desa sebagaimana di
pendirian BUMDes seakan menjadi atas, tentunya hanya dapat menjadi suatu
salah satu instrumen utama mendorong kekuatan besar apabila didukung oleh
perekonomian desa. Baik pemerintah partisipasi masyarakat desa yang masif.
maupun pemerintah daerah sangat gencar Namun demikian, terlepas dari itu semua,
mendorong desa untuk mendirikan institusi persoalannya adalah apakah masyarakat
ekonomi ini. Di sini bisa dipahami bahwa desa dapat melakukan sinergi kegiatan
BUMDes memang efektif dapat mendorong pembangunan antara yang tumbuh dari

POLICY PAPER • PKDOD LAN 7


dukungan pihak ketiga (luar) menjadi ke- hampir mirip, namun karakteristik ekonomi
swadaya-an yang mampu memberdayakan dan sosial utamanya, berpengaruh dalam
mereka? Inilah yang menjadi salah satu pola penanganan dari tiap-tiap masyarakat
tantangan dari proses pemberdayaan desa desa.
ke depan. Desa memang bukanlah suatu
entitas makro, tetapi hanyalah entitas Selama ini, pengertian desa memang
mikro yang ditopang oleh kesadaran telah disempitkan dalam definisi yang
sosial masyarakatnya. UU Desa sendiri cenderung bersifat administratif. Menurut
bisa dikatakan belum secara jelas ingin UU Desa, yang dimaksud dengan desa
dibawa ke mana desa-desa di Indonesia. adalah “kesatuan masyarakat hukum yang
Ada kekhawatiran sendiri dari proses memiliki batas wilayah yang berwenang
perencanaan pembangunan nasional yang untuk mengatur dan mengurus urusan
dikatakan bias desa. Satu sisi, pemerintah pemerintahan, kepentingan masyarakat
terus menekankan proses industrialisasi setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
sebagai basis pembangunan nasional. hak asal-usul, dan/atau hak tradisional
Mendorong sebanyak mungkin masuknya yang diakui dan dihormati dalam sistem
aliran modal, akan tetapi, di satu sisi pemerintahan Negara Kesatuan Republik
sektor pertanian sebagai basis utama Indonesia.” Definisi tersebut memang
pembangunan desa terus tergerus oleh memiliki makna historisitas tersendiri.
proses industrialisasi tersebut. Adanya klausul bahwa pemerintah mengakui
adanya hak-hak asal-usul yang pernah
Tiga aspek pendukung perekonomian melekat sejak masa lalu merupakan salah
desa yang telah disebut di atas menjadi satu prasyarat pengakuan terhadap desa
kunci pelaksanaan pembangunan desa ke sebagai wilayah otonom. Namun kemudian
depan. Dengan menguasai aset-aset desa dalam implementasinya desa berubah
untuk kepentingan umum, lalu mendorong menjadi subjek pasif kebijakan pemerintah
terbentuknya lembaga-lembaga ekonomi yang digerakkan melalui serangkaian
desa serta penguatan kelembagaan produk kebijakan. Meski begitu, hal ini
melalui kerjasama antar desa (kawasan), tentu bukanlah suatu persoalan selama
diharapkan tujuan pembangunan pedesaan pengakuan yang diberikan negara tidak
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial membelenggu otonomi desa. Yang menjadi
dapat terwujud. penting kemudian adalah peran negara
dalam menjadikan desa memiliki kontribusi
KARAKTERISTIK SISTEM EKONOMI besar pada proses pembangunan.
MASYARAKAT PEDESAAN INDONESIA
Dalam struktur pembangunan desa di
Sebelum berbicara mengenai pengelolaan era modern saat ini, secara garis besar
ekonomi desa di Indonesia. terlebih dahulu karakteristik ekonomi masyarakat desa
perlu dipelajari mengenai karakteristik dapat dibedakan menjadi dua ciri besar,
masyarakat ekonomi desa Indonesia pertama, yakni desa yang ekonominya
modern saat ini. Meskipun dalam hal berbasiskan pada ekonomi ekstraktif dan
persoalan-persoalan desa, karakternya kedua, desa yang secara ekonomi bercirikan

8 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


masyarakat perkotaan. digunakan untuk kepentingan warga
seperti pembentukan unit-unit usaha mikro
1. Desa Berbasis Ekonomi Ekstraktif kecil dan menengah. Artinya pemanfaatan
sumber daya alam memberikan nilai tambah
Karakteristik desa ekstraktif merupakan ciri dan terberdayanya masyarakat desa. Begitu
dari sebagian besar desa-desa di Indonesia pula kasus pemanfaatan sumber mata
yang ditandai dengan adanya relasi atau air yang dilakukan oleh Desa Sukarame,
semacam ketergantungan terhadap Kabupaten Garut yang menjadikan 12
alam (tanah) sebagai basis produksi dan sumber mata air berguna untuk kepentingan
konsumsi. Oleh karena itu, mata pencaharian kesejahteraan dan ekonomi warganya,
utama sebagian besar masyakatnya adalah melalui pembentukan perusahaan air
di sektor pertanian, perikanan, kelautan, kemasan.
perkebunan, kehutanan, maupun jasa.
Relasi yang kuat dengan tanah ini sedikit Meskipun demikian, seperti di katakan
banyak telah membentuk karakter sosial di atas, karakter desa ekstraktif ini juga
masyarakat desa. Satu sisi, masyarakat rentan terhadap korporatisme negara dan
desa ekstraktif menjadi masyarakat yang kapitalisme swasta. Hal ini dapat ditemui
sangat rentan dengan korporatisme dan pada karakter desa yang memiliki sumber
kapitalisme negara dan swasta, tetapi di daya ekonomi bernilai tinggi, seperti
sisi lain ini ditandai pula dengan kekuatan desa-desa di Kalimantan. Desa Amin Jaya
sosial yang begitu tinggi dalam bentuk misalnya, desa yang terletak di Kabupaten
musyawarah dan gotong royong. Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah ini
merupakan desa penghasil kelapa sawit.
Karakter sosial masyarakat yang egaliter Banyak penduduk desa tersebut bekerja
ini membuat dalam aspek ekonomi, seperti sebagai petani kelapa sawit. Namun,
pengelolaan aset-aset desa sebagai basis situasinya demikian pelik ketika mereka
produksi (dan kosumsi) dilakukan secara harus berhadapan perusahaan-perusahaan
inklusif. Hal ini telah banyak ditemui di supplier yang membeli dengan harga sangat
beberapa desa di nusantara. Misalnya murah. Untuk menyelesaikan problem
dalam pengelolaan sumber mata air. Di ini, pemerintah desa setempat kemudian
beberapa desa di Jawa seperti di Klaten, mengambil inisiatif untuk membentuk
Jawa Tengah, pengelolaan sumber mata air Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)
digunakan untuk kepentingan warga yang dengan tujuan mengurangi masalah para
sebesar-besarnya, seperti yang terjadi di petani kelapa sawit. BUMDesa ini kemudian
Desa Ponggok. Meskipun berkarakteristik menjadi perantara (broker) antara petani
daerah pertanian dan perikanan, warga dengan perusahaan kelapa sawit dalam
Desa Ponggok dapat melakukan suatu menjual kelapa sawitnya sehingga harga jual
peningkatan nilai tambah terhadap aset kepala sawit dapat meningkat dan petani
desa berupa lima sumber mata air seperti tidak dirugikan.
dijadikan sebagai area objek wisata. Dari
pengelolaan air tersebut, keuntungan Dari beberapa contoh praktik baik desa-desa
yang diterima oleh pemerintah desa ekstraktif di atas, terlihat bahwa ciri sistem

POLICY PAPER • PKDOD LAN 9


ekonomi desa ekstraktif justru bersifat di Kecamatan Citeureup ketika peneliti
inklusif. Minimnya modal dan infrastruktur melakukan penelitian lapangan seperti di
sumber daya dapat diselesaikan dengan cara Desa Hambalang. Beberapa perusahaan
memperkuat modal sosial melalui inisiatif- besar yang beroperasi di Desa Hambalang
inisiatif pemberdayaan dan gotong royong. salah satunya adalah Perusahaan
Indocement. Perusahaan ini cukup aktif
2. Desa Berciri Masyarakat Perkotaan dalam memberikan bantuan sosial kepada
masyarakat desa dalam bentuk program
Desa berciri seperti ini banyak ditemui di corporate social responsibility (CSR) seperti
daerah yang memiliki tingkat perekonomian bantuan modal UMKM, pembangunan
lebih maju yang ditandai dengan sistem infrastruktur seperti jalan desa, posyandu,
ekonomi ekslusif yang padat modal. Ciri serta pemberian pelatihan ekonomi desa.
masyarakat desa ini lebih mirip dengan
masyarakat kelurahan yang terlihat lebih Karakteristik masyarakat desa ini pada
mencerminkan gaya hidup masyarakat akhirnya berdampak pada bagaimana tata
perkotaan dibandingkan masyarakat desa kelola perekonomian desa yang dijalankan.
ekstraktif. Secara sosial, ditandai dengan Proses pemberdayaan masyarakat desa
sikap individualistik yang tinggi sebagai menjadi kurang berkembang dalam desa
hasil dari dinamika sosial yang intim dengan model ini. Pengaruh globalisasi ke dalam
kondisi industrialisasi kota-kota besar yang ranah desa sedikitnya membawa pengaruh
berada di sekitarnya. terhadap pola pikir masyarakat desa yang
sedikit apatis terhadap pembangunan desa.
Dari aspek ekonomi, masyarakat model ini Hal ini dapat terlihat dari minimnya jumlah
memang berbeda dengan masyarakat desa lembaga ekonomi desa seperti BUMDes
ekstraktif. Komunitas sosial masyarakat di Kabupaten Bogor. Menurut data Dinas
desa kota ini didominasi oleh struktur Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten
masyarakat yang cenderung heterogen. Bogor, dari 416 desa, baru 215 desa yang
Hal ini tidak terlepas dari proses urbanisasi sudah memiliki BUMDesa, itu pun dengan
yang membawa penduduk daerah lain skala yang masih rendah karena sebagian
datang ke desa tersebut dan bekerja besar BUMDes yang telah terbentuk itu
sebagai pegawai perusahaan dan kemudian baru sebatas nama, belum banyak yang
menetap dalam jangka waktu lama di desa. beroperasi.
Sehingga kemudian terbentuk kantong-
kantong perumahan yang cukup banyak MENDORONG EKONOMI DESA
didominasi oleh masyarakat golongan kelas MELALUI KEMITRAAN
menengah. Sementara itu, ketergantungan
pemerintah desa terhadap keberadaan Seperti telah disebutkan di atas bahwa tidak
perusahaan-perusahaan menjadi kian tinggi. semua desa memiliki kemampuan yang
Sehingga secara tidak langsung kemudian sama dalam membangun kelembagaan
menciptakan suatu karakter desa yang ekonomi desanya. Sehingga diperlukan
miskin inisiatif dalam proses pembangunan. suatu mekanisme rekayasa sosial-ekonomi
Hal ini yang ditemui di beberapa desa dalam bentuk kerjasama desa.

10 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


UU Desa telah menyerukan bahwa dalam Kedua, penguatan institusi. Dengan
rangka memperkuat pembangunan dan membentuk semacam jejaring desa maka
ekonomi desa, desa dapat melakukan secara sosial, ekonomi dan politik, kapasitas
kerjasama, baik dengan desa lainnya kelembagaan komunitas perdesaan akan
maupun dengan pihak lain. Akan tetapi hal lebih kuat, terutama dalam merebut
ini bukanlah perkara yang mudah untuk ruang-ruang publik yang selama ini kerap
diwujudkan. Terlebih dalam kerjasama antar kali dikuasai oleh “pihak luar desa”. Secara
desa, karakter sosial ekonomi tiap-tiap desa struktur pun, lembaga ekonominya akan
tidaklah sama. Oleh karena itu, dibutuhkan lebih kuat dalam faktor permodalan.
peran besar pemerintah daerah untuk
memfasilitasi terbentuknya kerjasama Ketiga, menjamin keberlanjutan
desa ini. Akan sulit bagi desa-desa untuk pembangunan (sustainable development).
dapat menyuarakan dirinya secara sendiri Dengan berbentuk kerjasama, maka suatu
dalam ruang-ruang ekonomi dimana aktor pembangunan (kawasan) yang berlanjutan
didalamnya memiliki skala lebih besar dapat terwujud. Setiap desa memiliki rasa
apabila tanpa supervisi pemerintah daerah. ketergantungan yang sama dengan desa
Dengan terbentuk dalam suatu kerjasama lainnya yang menciptakan rasa memiliki
desa, maka suara mereka tentu akan lebih (sense of belonging) sebagai pengikat sosial
di dengar. Desa difasilitasi dengan tidak dan ekonomi antar sesama masyarakat.
ditentukan pada batas-batas pemerintahan, Pendekatan inklusif ini dapat mendorong
namun berdasarkan fungsi, karakter, dan terciptanya proses pembangunan yang
potensi ekologisnya. Sehingga nantinya menyeluruh karena banyak ditemukan
diharapkan dapat tercipta simpul-simpul fakta penting bahwa masih banyak desa-
pusat pertumbuhan melalui pembangunan desa di Indonesia yang berkembang tanpa
kawasan. perencanaan dengan karakteristik sosial
budaya yang sulit diubah. Maka, dengan
Setidaknya ada beberapa alasan perlunya kerjasama desa, diharapkan dapat tercipta
mengadakan kerjasama antar desa dalam suatu keterjaminan pembangunan yang
prinsip pembangunan kawasan perdesaan. terus berlanjut.
Pertama, memperbesar skala ekonomi
desa atau pasar produk (market product). Keempat, mendorong partisipasi dan
Di beberapa desa yang tidak memiliki luas keterbukaan politik. Dengan terbentuk
wilayah cukup luas atau komoditi produk kerjasama desa, maka akan tercipta
yang terbatas, maka skala ekonominya insititusi politik yang lebih inklusif dimana
terbilang kecil. Sehingga hal ini akan sulit partisipasi publik dapat meningkat karena
menciptakan market product yang lebih luas ikatan sosial yang tinggi dari inklusivitas
dan penciptaan nilai tambah (value added). ekonomi. Nantinya institusi politik yang
Dengan terbentuk kerjasama antar desa, inklusif ini diharapkan dapat menciptakan
maka akan tercipta suatu proses substitusi nilai-nilai keterbukaan ekonomi yang
produk dimana satu desa dapat memenuhi lebih mendorong peningkatan kualitas
kebutuhan masyarakatnya dari desa di pembangunan ekonomi kawasan, salah
dekatnya dan begitu pula sebaliknya. satunya membuka keran kreativitas dan

POLICY PAPER • PKDOD LAN 11


Gambar 1. Skema Peran Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Antar Desa

inovasi desa. Kelima, memberikan bentuk menjadi perantara antara desa-desa


alternatif pelayanan di saat pemerintah yang ingin bekerjasama. Memberikan
daerah atau swasta tidak dapat menyediakan pemahaman mengenai keuntungan dari
atau berminat dalam pemberiaan pelayanan kerjasama antara desa ini.
atau pengerjaan publik karena alasan skala
Disamping itu, fasilitasi lain dalam
ekonomi yang kecil atau rendahnya margin
bentuk bimbingan teknis dan non
of benefit.
teknis secara terus menerus kepada
masyarakat yang sifatnya mendorong
Sementara itu, peran yang dapat dimainkan
dan memberdayakan masyarakat
oleh pemerintah daerah setidaknya berada
agar mereka dapat merencanakan,
pada empat fungsi utama, yakni:
membangun, dan mengelola sendiri.
1. Pemetaan Desa Pemerintah juga perlu memberi ruang
Dalam fungsi ini, pemerintah daerah kepada desa (pemerintah desa) dan
melakukan pemetaan terlebih dahulu masyarakat desa secara terbuka
terhadap potensi-potensi yang berada untuk berinovasi, bermusyawarah,
di desa. Hal ini tentu saja disesuaikan dan mendirikan BUMDesa Bersama.
pula dengan rencana tata ruang dan tata Menyediakan ruang pasar yang
wilayah daerah. Dari situ, pemerintah menjembatani BUMDes dengan
dapat mengetahui desa-desa mana saja konsumen.
yang dapat dikerjasamakan satu sama
3. Regulator
lain.
Sebagai regulator, pemerintah harus
2. Fasilitator dapat memastikan bahwa proses
Setelah dilakukan pemetaan, pemerintah kerjasama antar desa ini terwadahi
mendorong desa-desa yang telah dalam sebuah regulasi yang memberikan
dipetakan potensinya untuk melakukan kepastian hukum dan kepastian berusaha
kerjasama. Dalam hal ini pemerintah bagi jalannya proses kerjasama antar

12 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


desa. Sehingga kemitraan dapat menciptakan
suatu aliansi yang strategis yang dapat
4. Inovator
memberikan kemampuan bagi organisasi
Sebagai inovator, pemerintah harus bisa
untuk menyesuaikan setiap perubahan dari
menjadi sumber ide baru dalam proses
bergesernya kondisi lingkungan strategis,
kreativitas pembangunan. Artinya hal
sehingga memberikan kemampuan
yang paling utama dapat disediakan
untuk berinovasi (creative thinking).9
oleh pemerintah adalah segala macam
Menurut Anwar, terdapat beberapa dasar
informasi yang dapat memberi insight
pertimbangan suatu organisasi melakukan
kepada pemerintah desa dan masyarakat.
kemitraan, yaitu efisiensi, efektivitas,
Meski demikian, ketersediaan ide-ide ini
memacu dinamika organisasi, dan membagi
harus disesuaikan pula dengan potensi-
resiko dan keuntungan (risk an benefit
potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap desa.
sharing).
Konsep Kemitraan
Dalam menjalin kemitraan, terdapat
Dilihat dari perspektif ekonomi, konsep beberapa prinsip yang menaunginya, yaitu,
kemitraan merupakan hal yang biasa pertama, kesetaraan (equity), dimana
dilakukan, khususnya oleh suatu organisasi dalam menjalin suatu kemitraan harus ada
yang berorientasi pada keuntungan. bentuk rasa dan kedudukan yang sejajar
Kemitraan dapat dimaknasi sebagai dengan kesepakatan untuk mencapai
persekutuan atau perkongsian antara dua tujuan (profit), kedua yaitu transparansi
atau beberapa pihak yang menjalin suatu atau keterbukaan dimana adanya suatu
ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan keperluan untuk menghindari rasa saling
dan rasa saling membutuhkan dalam rangka curiga yang dapat berdampak buruk pada
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kerjasama, maka harus ada keterbukaan
organisasinya dalam mengejar keuntungan terhadap kelebihan dan kelemahan masing-
atau hasil yang baik. masing pihak, ketiga, saling menguntungkan
(mutual benefit), yaitu kontribusi yang
Meski demikian, kemitraan hanyalah dikeluarkan oleh masing-masing pihak
dipandang sebagai strategi organisasi, bukan harus memberikan keuntungan yang sama.
suatu hal yang mutlak harus dilakukan.
Namun, konsep ini kemudian dipandang PENGUATAN EKONOMI DESA
sebagai satu hal yang perlu dilakukan MELALUI BADAN USAHA MILIK DESA
karena sifatnya yang konstruktif, terutama (BUMDESA)
dalam jangka panjang. Salah satu alasannya
adalah argumentasi tentang kemitraan UU Desa telah menyebutkan bahwa tujuan
dapat mendorong peningkatan kemampuan
dasar (knowledge base) dan kemampuan
menyesuaikan (capacity adaptive). Dalam
9
David Teece, Competition, Cooperation, and
kemitraan diyakini tercipta suatu interaksi Innovation: Organizational Arrangements for
efektif dari dua atau lebih organisasi Regimes of Rapid Tecnological Progress, Journal
yang memiliki kompetensi berbeda-beda. of Economic Behavior & Organization, 1992, Vol.
18, Issue 1, page, 1-25.

POLICY PAPER • PKDOD LAN 13


dari pembangunan desa adalah untuk bahwa pola pembangunan desa di Indonesia
meningkatkan kualitas hidup manusia yang inklusif telah berkembang sejak
serta penanggulangan kemiskinan, melalui lama. Studi yang dilakukan oleh Mitchell10
penyediaan pemenuhan kebutuhan di beberapa desa di Bali menunjukkan
dasar, pembangunan sarana prasarana, bahwa modal sosial masyarakat desa-desa
pengembangan potensi ekonomi lokal, di Bali yang bertumpu pada kerjasama,
serta pemanfaatan sumber daya alam musyawarah, keseimbangan dengan alam
dan lingkungan secara berkelanjutan, menjadi fondasi kekuatan pembangunan
dengan mengedepankan kebersamaan, ekonomi desa di Bali. Pembangunan desa
kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna digerakan secara langsung oleh inisiatif
mewujudkan pengarusutamaan perdamaian masyarakat desa, bukan pembangunan yang
dan keadilan sosial. digerakkan oleh pemerintah. Dalam hal ini
kelembagaan ekonomi desa semacam
Pada pasal 87 UU Desa disebutkan BUMDesa akan selalu memiliki dua fungsi
bahwa bentuk kelembagaan ekonomi utama, pertama sebagai lembaga sosial
desa berbentuk Badan Usaha Milik dan kedua sebagai lembaga komersial.11
Desa (BUMDesa). Bentuk BUMDesa ini Sementara Sutoro Eko12 menambahkan
memang terlihat mirip dengan konsep bahwa keberadaaan BUMDesa ditopang
BUMN atau BUMD yang ada saat ini. oleh empat pilar, yaitu pilar ekonomi, sosial,
Namun perbedaannya terletak pada politik, dan hukum.
semangat pengelolaannya. BUMDesa
seperti disebutkan pada pasal tersebut Sebagai lembaga yang memiliki tujuan
dikelola dengan semangat kekeluargaan hybrid, lembaga sosial dan lembaga ekonomi,
dan kegotongroyongan dalam rangka keberadaan BUMDesa memang seharusnya
mendayagunakan segala potensi ekonomi, dipergunakan untuk kemaslahatan
kelembagaan perekonomian, serta potensi penduduk desa. Inisiatif pembentukan
sumber daya alam dan sumber daya BUMDesa seharusnya hadir bersamaan
manusia di desa. Sehingga yang ditekankan dari internal desa melalui mekanisme
adalah konsep kegotongroyongan dan musyawarah desa. sehingga kehadirannya
pemberdayaan untuk kemakmuran warga bisa menggali potensi dan menjawab
desanya sendiri. Konsepnya jelas, tata permasalahan yang dihadapi oleh desa.
kelolanya harus dikelola secara inklusif
dan partisipatif. Artinya, pembentukannya
tidak hanya dibentuk oleh pemerintah
desa, namun dibentuk melalui musyawarah
10
Bruce Mitchell, Sustainable Development at
the Village Level in Bali, Indonesia, Human Ecol-
warga yang demokratis yang melibatkan ogy, Vol 22, No. 2, June 1994, hal. 189-211.
komponen masyarakat. 11
Muamar Alkadafi, Penguatan Ekonomi Ma-
syarakat Melalui Pengelolaan Kelembagaan
Tradisi pembentukan lembaga ekonomi Badan Usaha Milik Desa menuju ASEAN Eco-
nomic Community 2015, (Jurusan Administrasi
desa semacam BUMDesa sebenarnya sudah Negara, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Uni-
berlangsung sejak lama sebelum UU Desa versitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, Riau),
diterbitkan. Banyak studi yang menunjukkan 2014, hal. 36.
12
Sutoro Eko, op,cit, hal. 6-10

14 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


Namun, dalam studi masih banyak, bahkan didasarkan pada basis kolektivisme. Meski
cenderung mayoritas, ditemukan insiatif pelaksanaannya bukan sesuatu yang mudah
pembentukan BUMDesa lebih banyak dilakukan, namun, hal tidak akan menjadi
muncul dari pihak luar desa. suatu masalah yang berarti jika terjadi suatu
penguatan kelembagaan dan komponen
Karena dikelola secara inklusif dan desa. selain itu hal lain yang dapat dilakukan
menekankan pada prinsip demokrasi- adalah dengan membentuk kerjasama
partisipatoris, maka BUMDesa harus antar desa sehingga akan terjadi penguatan
ditopang dengan tata kelola dan manajerial institusi yang akan memperkuat institusi
yang apik. Dalam BUMDesa, pengelolaan ekonomi.
aset desa yang dimanfaatkan jangan
sampai justru meniadakan manfaat bagi Kedua, pilar sosial. Ini terkait dengan
penduduknya sendiri, Seperti dalam pilar ekonomi sebelumnya. Keberhasilan
pengelolaan sumber mata air misalnya. menggerakan BUMDesa sangat berkaitan
Selain dapat digunakan untuk kegiatan dengan bagaimana modal sosial masyarakat
komersial (trading), harga jual yang desa bergerak. Selama keberadaaan
dibebankan kepada masyarakat desa BUMDesa itu dapat memenuhi kebutuhan
haruslah terjangkau. Komersialisasi tidak masyarakat desa, maka dorongan rasa
boleh hanya menguntungkan kelompok memiliki (sense of belonging) terhadap
kepentingan semata. Keuntungan dari BUMDesa akan semakin tinggi. Meski
BUMDesa yang menjadi pendapatan demikian, karakter sosial desa tentu tidaklah
asli desa (PADes) kemudian digunakan semuanya homogen. Seperti dikutip Sutoro
kembali untuk peningkatan kualitas sosial Eko13, terdapat tiga level modal sosial, yakni
publik desa seperti pendidikan, kesehatan, ikatan sosial (social bonding), jembatan
infrastrukutur (kesejahteraan). sosial (social bridging), dan jaringan sosial
(social linking). Ikatan sosial merupakan
Dalam praktiknya, pengelolaan BUMDesa bentuk modal sosial paling rendah, karena
memang tidak bisa dijalankan dengan hubungan sosial dibangun berdasarkan
prinsip tata kelola teknokratis semata. Itulah kesamaan identitas yang homogen dan
yang ditekankan oleh Sutoro mengenai ekslusif. Jembatan sosial adalah bentuk
empat pilar yang menopang eksistensi yang lebih terbuka dan heterogen.
BUMDesa. Pilar pertama, ekonomi. Hal ini Sedangkan jaringan sosial adalah bentuk
berkaitan dengan mayoritas status ekonomi yang melampaui komunitas lokal yang
penduduk desa di Indonesia yang bukan berorientasi keluar dan jaringan lebih luas
merupakan entitas masyarakat bisnis. Luas dengan dunia luar. Pembentukan BUMDes
wilayah desa yang terbilang kecil membuat sebenarnya dapat dilihat sebagai bagian
skala ekonomi desa pun kecil. Sementara dari ikatan sosial yang bersifat ekslusif yang
institusi bisnis yang bersifat kolektif hanya untuk memenuhi komunitas terbatas.
jarang dikenal dalam rezim bisnis yang,
mengutamakan kebutuhan modal (capital).
Maka disinilah posisi BUMDes berada dalam
menggerakkan skala ekonomi desa yang
Ibid.
13

POLICY PAPER • PKDOD LAN 15


Namun untuk menjadi besar, penguatan memang disebutkan bahwa pembentukan
kelembagaan perlu pula dilakukan dengan BUMDesa dilandasi oleh Peraturan Desa
menerima jejaring-jejaring sosial (social (Perdes). Namun yang menjadi pertanyaan
network) yang bisa ditopang melalui adalah apakah dengan diatur dalam Perdes
jembatan sosial dan jaringan sosial tadi. Jadi, lalu pembentukan BUMDesa itu memiliki
secara prinsip, ketika BUMDes yang telah kekuatan hukum kuat mengingat Peraturan
terbentuk dapat secara bertahap dapat Desa tidak diakui dalam tata urutan
memenuhi kebutuhan dasar komunitas perundangan sesuai UU No. 11/2012.
terbatas desa, maka ke depan keberadaan Namun, terlepas daripada itu, legalitas
BUMDes dapat dimaksimalkan dengan pembentukan BUMDes memang harus
dapat lebih terbuka kepada keberadaan diatur sehingga adanya pengakuan dan
masyarakat desa lainnya sehingga tercipta kepastian hukum. Hal ini dalam rangka
suatu penguatan kelembagaan yang menciptakan suasana dukungan penuh
berbasis pada kawasan. terhadap kelembagaan ekonomi desa.
Dengan berlandaskan regulasi hukum,
Ketiga, pilar politik. Secara sederhana, maka BUMDes juga dapat menjaring
pembentukan BUMDesa memang tidak kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
bisa dilepaskan dari keterkaitan dengan pengembangan ekonomi.
kepentingan kelompok (vested interest)
tertentu. Berdasarkan basis kepentingannya, Beberapa Permasalahan BUMDesa
terbentuk setidaknya dua tipe politik lokal di Indonesia
di desa. Pertama politik ekslusif dan kedua
politik inklusif. Politik ekslusif ini tercipta Dari 18 ribu BUMDesa yang sudah eksis pada
salah satunya dikarenakan lemahnya modal saat ini, pelaksanaannya tidak lepas dari
sosial masyarakat desa, seperti partisipasi problematika. Pendirian BUMDesa sendiri
dan ketertutupan dikarenakan isu-isu di tiap-tiap daerah tidak dipungkiri banyak
identitas. Sehingga dalam membangun didasarkan pada kondisi yang terkesan
lembaga ekonomi desa seperti BUMDes “dipaksakan”. Artinya banyak BUMDesa
dalam format politik seperti ini, cenderung yang berdiri justru tidak didasarkan pada
hanya melahirkan masalah-masalah sosial. kondisi riil di desanya, seperti potensi apa
Apalagi tidak jarang politik eksklusif kerap yang akan dikelola oleh BUMDesa. Tulisan
melahirkan fenomena penumpang gelap ini sendiri bermaksud untuk menawarkan
(free riders). Berbeda dengan format suatu alternatif pengembangan BUMDesa,
politik inklusif yang mengedepankan sifat khususnya untuk BUMDesa-BUMDesa yang
keterbukaan dan partisipasi warga atau telah terbentuk ini.
tradisi konsensus. Keterbukaan ekonomi
Problem yang paling utama saat ini yaitu
akan mendorong keterbukaan politik,
mengenai status badan hukum dari
begitupun sebaliknya.
BUMDesa. Hingga saat ini, pemerintah
Keempat, pilar hukum, ini terkait dengan memang belum memutuskan tentang
regulasi hukum yang menjadi landasan status badan hukum dari BUMDesa.
pembentukan BUMDes. Dalam UU Desa Pada Permendesa No. 4 tahun 2015,

16 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


pengaturan mengenai hal tersebut sejatinya yang lebih cocok untuk BUMDesa.14
telah disebutkan. Pada pasal 7 ayat (1)
disebutkan bahwa BUMDesa dapat terdiri Kedua yaitu terkait dengan sejauh mana
dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam
Dari ayat ini bisa dipahami jika yang pengelolaan BUMDesa. Meski dalam
dapat berbentuk badan hukum adalah pengelolaannya BUMDesa tidak mungkin
unit usahanya. Pada ayat (2), unit usaha untuk melibatkan seluruh masyarakat
yang berbadan hukum tersebut berupa desa, namun, perlu untuk dipahami oleh
lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya para pengelola BUMDesa mengenai
berasal dari BUMDesa dan masyarakat. sifat dari BUMDesa yang merupakan
Namun, jika tidak berbadan hukum, pun bentuk partisipasi masyarakat desa
tidak dipersoalkan pula, dimana bentuk dalam pembangunan ekonomi desanya.
organisasinya didasarkan pada Peraturan Oleh karena itu, masih banyak terlihat
Desa tentang Pendirian BUMDesa seperti BUMDesa yang terbentuk saat ini belum
disebutkan pada ayat (3). Pada pasal 8, melibatkan keteribatan masyarakat dalam
sebenarnya disebutkan bahwa bentuk unit pengelolaannya. Setidaknya dalam bentuk
usaha BUMDes dapat berbentuk Perseroan pengawasan. Justru pemerintah desa
Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro. seperti mengalami kegamangan dalam
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa menentukan bentuk partisipasi publik di
pemerintah memiliki keinginan tersendiri dalam desa. Sehingga kerap kali BUMDesa
bahwa ke depan BUMDes dapat berjalan berjalan tanpa keberlanjutan yang jelas,
dalam format perseroan terbatas namun karena tidak munculnya rasa kepemilikan
dengan modal yang sebagian besar dikuasai (sense of belonging) dari masyarakat desa
oleh BUMDesa itu sendiri. Namun, menurut terhadap lembaga tersebut. Selain itu, sejauh
Direktur Jenderal Pembangunan dan mana masyarakat desa dapat menanamkan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) sahamnya di dalam BUMDesa juga belum
Kementerian Desa Pembangunan Daerah terselesaikan. Hal ini penting dalam rangka
Tertinggal dan Transmigrasi Ahmad Erani menempatkan BUMDesa sebagai bagian
Yustika, ada beberapa kelemahan jika dari penguatan ekonomi masyarakat desa
BUMDesa berbentuk PT, salah satunya agar bisa menerima manfaat dari adanya
tentang penguasaan oleh beberapa pihak BUMDesa.
yang dapat mengancam sisi sosial ekonomi
Ketiga, kapasitas sumber daya manusia yang
BUMDesa. Menurutnya, jika sebuah
masih rendah. Hal ini tidak bisa dipungkiri
BUMDes berbentuk PT yang berarti padat
terjadi di hampir seluruh BUMDesa di
modal, maka terbuka kesempatan dikuasai
Indonesia. Problem rendahnya kapasitas
oleh orang-perorang yang memiliki banyak
ini berbanding lurus sebenarnya dengan
modal sehingga menghilangkan misi sosial
kuantitas SDM berpendidikan yang ada
dari BUMDes sebagaimana yang terjadi
pada BUMN saat ini. Sementara itu, ia lebih
mendorong format badan hukum koperasi
Novarizal Fernandez, BUMDes Dipastikan Ber-
14

badan Hukum Koperasi, dalam

POLICY PAPER • PKDOD LAN 17


di desa. Keempat yaitu masih minimnya kelembagaan BUMDesa. Pada Permendesa
keterlibatan atau pemberdayaan masyarakat No. 4/2015 disajikan beberapa klasifikasi
lokal. Keberadaan BUMDesa seharusnya BUMDes yang dapat dibentuk oleh desa.
menjadi penggerak pemberdayaan dari Beberapa klasifikasi itu memang mayoritas
masyarakat desa setempat, namun masih telah diterapkan oleh desa-desa di Indonesia.
banyak BUMDesa yang pelaksana tugasnya Namun temuan di lapangan di desa lain tidak
bukanlah masyarakat desa setempat. pula membatasi bentuk BUMDes lain yang
Seperti yang disampaikan oleh Susilo dan seperti yang tersaji pada regulasi tersebut.
Purnamasari (tanpa tahun) berdasarkan
penelitian mereka di BUMDesa Hanyukupi, Salah satu komponen BUMDesa adalah
Desa Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul adanya unit-unit usaha. Seperti disebutkan
karyawan BUMDesa bukanlah masyarakat dalam pasal 7 ayat 1 bahwa BUMDesa
Desa Ponjong.15 dapat terdiri dari unit-unit usaha baik yang
berbadan hukum maupun tidak berbadan
Kelima yaitu hubungan antara BUMDesa hukum selama diatur dalam peraturan desa.
dengan pemerintah desa yang lebih banyak Jenis unit usaha BUMDesa sendiri dapat
didominasi oleh pemerintah desa dalam bermacam-macam. Dalam satu BUMDesa,
pengambilan keputusan maupun penentuan unit usaha yang digerakan jumlahnya pun
penggunaan dana yang telah diberikan tidak dibatasi, selama potensi sumber daya
kepada BUMDesa. Kasus ini ditemui di yang ada dapat mendukung. Ada yang
beberapa desa seperti di beberapa Desa bergerak pada bidang pariwisata. Ada yang
di Kabupaten Bogor yang ditemui oleh bergerak dalam bentuk toko desa. Ada
penulis, dimana mekanisme pengambilan pula yang memiliki unit usaha pengelolaan
keputusan dalam BUMDesa didominasi air bersih dengan simpan pinjam, sehingga
oleh pemerintah desa. Hal ini terjadi secara finansial dan sosial dapat memberi
karena kuatnya pengaruh kepala desa yang keuntungan bagi desa dan warga desa.
memiliki latar belakang sebagai tokoh desa
dengan modal ekonomi yang besar. Beberapa tipologi BUMDesa itu adalah
sebagai berikut, pertama, BUMDesa bertipe
Bentuk-bentuk BUMDesa serving atau penyedia layanan umum. Pada
pasal 19 ayat 2 disebutkan BUMDesa tipe
Beberapa regulasi dan studi mengenai ini dapat memanfaatkan teknologi tepat
kelembagaan desa telah memaparkan guna sebagai salah satu sarananya yang
bagaimana seharusnya bentuk dari meliputi penyediaan air bersih (minum),
usaha listrik desa, lumbung pangan, dan
sumber daya lokal dan teknologi tepat
guna lainnya. Dari situ, cara kerja BUMDesa
Budi Susilo dan Nurul Purnamasari, Potensi
15 adalah bisnis sosial yang melakukan
dan Permasalahan yang Dihadapi Badan Usaha pelayanan publik kepada masyarakat
Miliki Desa (BUMDesa): Telaah Kajian Potensi
dan Permasalahan Pada BUMDesa “Hanyukupi” sekaligus mendapatkan keuntungan
Ponjong dan BUMDesa “Sejahtera” Bleberan di finansial dari pelayanan tersebut. Beberapa
Kabupaten Gunung Kidul. Yayasan Penabulu, contoh BUMDesa yang menjalankan tipe ini
tanpa tahun, hal. 5.

18 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


adalah BUMDesa Mandiri Gudang Garam penyediaan BBM solar untuk kapal-kapal
di Kabupaten Serdang Bedagai di Sumatera nelayan. Dari unit usaha tersebut, nelayan
Utara yang mengelola air bersih dengan tidak perlu lagi membeli BBM di kota yang
harga Rp. 1.500/dirijen. Dari hasil penjualan letaknya jauh dari desa. BUMDes ini dapat
air bersih tersebut, BUMDesa tersebut menyediakan kebutuhannya bahkan dengan
dapat menggunakan pendapatan untuk harga jual yang lebih terjangkau nelayan.
membayar listrik desa. Selain penyediaan minyak.

Kedua, BUMDesa bertipe renting atau Keempat, BUMDesa bertipe trading.


bisnis penyewaan untuk kebutuhan warga BUMDesa tipe ini kini bisa dikatakan telah
masyarakat. BUMDes ini menyediakan bisnis menjamur di desa-desa di Indonesia.
penyediaan barang seperti tenda pesta, alat BUMDesa tipe ini bergerak dalam
transportasi, gedung pertemuan, dan lain penyediaan barang-barang kebutuhan
sebagainya. Di beberapa desa di Jawa dan masyarakat. Penyediaan barang kebutuhan
Sumatera, model bisnis ini telah banyak ini dalam artian BUMDesa melakukan proses
diterapkan. Cara kerjanya pun terbilang produksi suatu barang menjadi barang yang
sederhana. Salah satu contohnya di BUMDesa memiliki nilai tambah. Seperti pemanfaatan
Mandiri Gudang Garam di Kabupaten Serdang sumber mata air desa menjadi air minum
Bedagai yang telah disebutkan sebelumnya. kemasan. Hal ini seperti yang dilakukan
BUMDesa ini selain memiliki unit usaha pada oleh BUMDesa Sukarame di Kabupaten
bidang pengairan air bersih juga memiliki Garut yang produk utama adalah air minum
unit usaha penyewaan tenda untuk pesta- kemasan dengan merk lokal. Di BUMDesa
pesta pernikahan dan acara lainnya. Harga Karya Jaya Abadi, Kabupaten Kotawaringin
sewanya pun sangat terjangkau bagi warga Barat, mereka memproduksi paving blok
desa yang ingin menyewa. Tak hanya dapat dengan bahan dasar semen dan abu batu.
dipakai oleh warga desanya sendiri, namun BUMDesa Tunas Jaya Sasak di Kabupaten
warga desa lain pun dapat menyewa pada Pasaman Barat selain bergerak di bidang
BUMDesa tersebut. agen penyediaan BBM solar, juga memiliki
unit usaha pembuatan es balok untuk para
Ketiga, BUMDesa bertipe perantara atau nelayan menyimpang ikan hasil tangkapan.
brokering. BUMDes tipe ini menempatkan
dirinya sebagai perantara/agen jasa Kelima, BUMDesa bertipe bisnis keuangan
pelayanan dan usaha masyarakat. yakni BUMDesa yang bergerak dalam
Contohnya seperti jasa penyediaan bahan penyediaan kebutuhan usaha-usaha skala
bakar minyak (BBM) untuk kapal nelayan, mikro dalam bentuk permodalan seperti
jasa pembayaran listrik, toko desa untuk lembaga keuangan mikro. Beberapa contoh
menampung produk-produk usaha BUMDesa yang bergerak pada bidang ini
masyarakat, dan lain sebagainya. Contoh diantaranya BUMDesa Mattieo Bulu, Desa
beberapa BUMDesa yang menjalankan Bontotiro, di Kabupaten Bantaeng yang unit
tipe ini seperti BUMDesa Tunas Jaya Sasak usaha utama bergerak di bidang simpan
di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera pinjam. Pada tahun 2017 omzet dari usaha
Barat. BUMDesa ini memiliki unit usaha simpan pinjam ini telah mencapai lebih dari

POLICY PAPER • PKDOD LAN 19


Rp. 687 juta dengan penggerak utamanya Dari sekian banyak tipe BUMDesa, masih
adalah kaum hawa. banyak tipe-tipe BUMDesa lain yang belum
terangkum seperti yang disebutkan dalam
Keenam, BUMDesa bertipe holding Permendesa No. 4/2015. Salah satu temuan
sebagai induk dari unit-unit usaha yang menarik yang ditemui oleh peneliti Pusat
dikembangkan masyarakat desa baik dalam Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
skala desa maupun kawasan perdesaan. adalah BUMDesa yang bertipe investing.
Beberapa BUMDesa di Indonesia yang BUMDesa tipe ini sebenarnya mirip dengan
telah berkembang pesat tata kelola BUMDesa bertipe bisnis keuangan, tapi
organisasinya telah banyak yang berbentuk ada beberapa perbedaan. Adalah sebuah
seperti ini. Berawal dari satu unit usaha BUMDesa di Desa Cibereum, Kecamatan
yang berkembang sangat pesat, kemudian Cisarua, Kabupaten Bogor. BUMDesa Desa
mendirikan unit usaha lain. Seperti yang Cibereum terbilang BUMDesa yang baru
terjadi di BUMDesa Tirto Mandiri, Desa terbentuk, namun belum memiliki unit
Ponggok, Kabupaten Klaten. Sebagai usaha yang dapat dikembangkan. Untuk
sebuah holding company, BUMDesa Tirto itu, dalam rangka menggerakan BUMDesa
Mandiri pada awalnya bergerak pada jasa tersebut, pemerintah desa memilih jalan
wisata umbul yang kemudian berkembang untuk memberikan bantuan modal kepada
sangat pesat. BUMDesa ini mengelola 5 UKM yang berada di Desa Cibereum.
umbul yang memiliki nilai ekonomi tinggi, Uniknya, UKM yang diberikan bantuan
salah satu diantaranya adalah Umbul modal sejatinya merupakan UKM yang
Ponggok yang dikelola menjadi objek wisata terbilang sudah terbilang cukup mapan dari
yang beromset sangat tinggi. Pemasukan segi modal dan pemasaran dengan nama
dari harga tiket Umbul Ponggok per bulan CV Primatama, yang bergerak di bidang
menyumbang PADes sangat tinggi bagi kerajinan, khususnya barang kerajinan
Desa Ponggok. Rata-rata perbulan harga perlengkapan hotel seperti sabun, shampoo,
tiket yang terjual dapat mencapai angka 40 sikat gigi, pasta gigi. Lingkup pasar dari CV
ribu dengan harga pet-tiket Rp. 15000. Jadi ini sendiri terbilang sudah sangat luas yang
rata-rata pendapatan dari penjualan tiket telah menjangkau kurang lebih 40 hotel di
ini mencapai Rp. 600 juta perbulan. Untuk wilayah Kabupaten Bogor. Atas dasar belum
memperbesar keuntungan dari objek wisata adanya unit usaha yang bisa digerakkan, lalu
Umbul Ponggok ini, BUMDesa Tirto Mandiri Pemerintah Desa Cibeureum memutuskan
kemudian mendirikan tiga unit usaha berupa untuk memberikan bantuan berupa modal
Kios Kuliner yang disewakan kepada warga kepada UKM tersebut dengan harapan
yang tempatnya berada di sekitar objek adanya sharing profit yang diterima oleh
wisata Umbul Ponggok. Unit usaha kedua BUMDesa. Mekanisme ini mirip dengan
adalah Toko Desa yang usahanya menjual BUMDesa bertipe investor, yaitu dengan
produk-produk kebutuhan rumah tangga menanamkan sejumlah modal dalam
dan yang ketiga yaitu wahana bermain bentuk uang lalu BUMDesa mendapatkan
Ponggok Ciblon sebagai unit pengembangan pembagian keuntungan dari CV tersebut.
dari Umbul Ponggok berupa kolam renang
bermain bagi anak dan dewasa.

20 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


Tabel 1.
Klasifikasi Jenis Usaha BUMDesa

No. Tipe Deskripsi Contoh BUMDesa


1. Serving BUMDesa menjalankan bisnis sosial yang Bisnis penyediaan usaha air
melayani warga, yakni dapat melakukan minum desa, usaha listrik
pelayanan publik kepada masyarakat. desa, lumbung pangan
Dengan kalimat lain, BUMDes ini
memberikan social benefits kepada warga,
meskipun tidak memperoleh economic
profit yang besar
2. Renting BUMDesa menjalankan bisnis penyewaan Bisnis penyewaan traktor,
untuk melayani kebutuhan masyarakat perkakas pesta, gedung
setempat dan sekaligus untuk memperoleh pertemuan, rumah toko,
pendapatan desa. Ini sudah lama berjalan di tanah, dan sebagainya.
banyak di desa, terutama desa-desa di Jawa.
3. Banking BUMDesa menjalankan bisnis uang, Bank desa atau lembaga
yang memenuhi kebutuhan keuangan
perkreditan desa atau
masyarakat desa dengan bunga yang
lembaga keuangan mikro
lebih rendah daripada bunga uang yang
desa
didapatkan masyarakat desa dari para
rentenir desa atau bank-bank konvensional
4. Brokering BUMDesa menjadi lembaga perantara yang Jasa pembayaran listrik
menghubungkan komoditas pertanian
Desa mendirikan pasar
dengan pasar atau agar para petani tidak
desa untuk memasarkan
kesulitan menjual produk mereka ke pasar.
produk-produk yang
Atau BUMDesa menjual jasa pelayanan
dihasilkan masyarakat.
kepada warga dan usaha-usaha masyarakat.
5. Trading BUMDes menjalakan bisnis yang Pabrik es, pabrik asap cair,
berproduksi dan/atau berdagang barang- hasil pertanian, sarana
barang tertentu untuk memenuhi produksi pertanian, dan
kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan sebagainya.
pada sekala pasar yang lebih luas.
6. Holding BUMDesa sebagai usaha bersama, atau Desa Wisata yang
sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada mengorganisir kelompok
di desa, dimana masing-masing unit yang masyarakat yang memiliki
berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata unit usaha
sinerginya oleh BUMDesa agar tumbuh
usaha bersama.
Investing BUMDesa sebagai unit usaha menanamkan Penanaman modal melalui
investasi dalam bentuk bantuan modal mekanisme bantuan modal
kepada unit usaha masyarakat di desa kepada UKM-UKM di Desa.
(UMKM) dengan harapan adanya suatu
mekanisme sharing profit yang kemudian
dijadikan sebagai pendapatan BUMDesa.

Sumber: PKDOD LAN, diolah dari berbagai sumber, 2017.

POLICY PAPER • PKDOD LAN 21


Menurut data yang dikeluarkan oleh Menurutnya, sebelum memaksakan
Kementerian Desa, pada tahun 2017 jumlah BUMDesa diterapkan di seluruh desa,
BUMDesa yang telah terbentuk di Indonesia pemerintah seharusnya lebih dulu
angkanya mencapai 18.446 unit (Maret memahami dan tidak acuh pada diferensiasi
2017) atau sekitar 24,6 persen dari total serta struktur yang ada di desa. Desa
jumlah Desa di seluruh Indonesia yang masih dipenuhi dengan kompleksitas dan
mencapai 74.954 pada tahun 2017. Jumlah ketimpangan sosial ekonomi, yang masih
ini menurut Kementrian Desa meningkat mengkhawatirkan, terlebih salah satunya
18 kali lipat sejak akhir tahun 2014 yang karena penentu kebijakan dapat dipegang
pada saat itu baru sebanyak 1.022 unit. oleh segelintir orang untuk melayani
Namun demikian, jumlah sebanyak ini kepentingannya sendiri.17
tidaklah ideal apabila melihat fakta di
lapangan bahwa dari banyak BUMDesa BUMDESA DAN KEMITRAAN
yang telah terbentuk, masih banyak sebatas
papan nama saja, artinya meski telah telah Secara sosiologis, BUMDesa berdiri
terbentuk dan dialokasikan dalam APBDes, dalam kerangka soliditas dan solidaritas
namun operasionalisasinya tidak berjalan masyarakatnya. Kerjasama merupakan
sebagaimana mestinya. Setiap tahunnya ruhnya. Dalam hal ini, BUMDesa dapat
APBDes menganggarkan dana sebagai melakukan kerjasama, kemitraan dengan
penyertaan modal BUMDesa namun banyak pihak siapapun, selama basis utama dari
diantaranya belum memiliki unit usaha atau pelaksanaan kemitraan tersebut adalah
bahkan belum beroperasi. kesetaraan dan penciptaan suatu nilai
tambah dan keuntungan ekonomi-sosial.
Persoalan di atas sebenarnya berakar
pada kegagalan dalam membaca situasi. Telah disebutkan sebelumnya jika dalam
Penerapan kebijakan BUMDesa terkesan rasionalitas ekonomi masyarakat desa,
fit for all yang mana pemerintah terkesan prinsip ekonomi yang menyandarkan
memaksakan pendirian BUMDesa sebagai pada konsep persaingan (kompetisi) sulit
upaya pemanfaatan ekonomi desa. Menurut berkembang. Konsep ekonomi masyarakat
Chazali16 pemaksaan pembentukan desa justru digerakkan oleh prinsip moral
BUMDesa ini justru dapat dilihat sebagai yang berlandaskan pada kebersamaan
kegagalan pemerintah dalam menerapkan dan musyawarah. Sehingga dalam tataran
semangat rekognisi dan keberagaman prinsip itulah BUMDesa didirikan. Dalam
terhadap desa-desa di Indonesia. konteks ini, pemerintah meregulasi prinsip
ekonomi desa itu dalam konsep kerjasama
desa, seperti tertuang pada pasal 87 UU
Desa. Lalu apa sebenarnya yang dimaksud
Charina Chazali, Mengembangkan Institusi
16 dengan konsep kemitraan atau kerjasama
Ekonomi Perdesaan: Belajar dari Pengalaman,
dalam Anang Zakaria (editor), Potret Politik
dan Ekonomi Lokal di Indonesia: Dinamika De-
mokratisasi, Pengembangan Ekonomi, dan Ka-
wasan Perdesaan, Institute for Research and Em-
powerment (IRE) Yogyakarta, hal. 323. Ibid.
17

22 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


(partnership)? Dan model kerjasama Model-Model Kemitraan yang
seperti apa yang dapat ditawarkan dapat digerakkan BUMDesa
kepada pembangunan ekonomi desa?
Dalam pola kerjasama desa yang dapat
Secara harfiah, kerjasama atau kemitraan
dibentuk, setidaknya terdapat beberapa
mengandung pengertian jalinan kerja
pilihan mitra dalam kerjasama tersebut,
antara dua atau tiga pihak yang bersepakat
seperti disebutkan dalam UU Desa, pertama
untuk menguntungkan satu sama lain.
bermitra dengan satu atau dua lebih
Artinya seperti menurut pandangan Walsh18
desa, dan yang kedua bermitra dengan
bahwa dalam konsep kerjasama terdapat
pihak ketiga. Kerjasama dengan sesama
paling tidak tiga komponen yang paling
desa jelas ditujukan untuk peningkatan
utama dan saling mendukung, yaitu, adanya
daya saing. Sementara dengan pihak
kesepakatan antara kedua belah pihak,
ketiga ditujukan untuk mempercepat
pendekatan yang sama, dan elemen untuk
dan meningkatkan penyelenggaraan
mengukur tingkat resiko dan keuntungan.
pemerintahan, pembangunan, pembinaan
Namun, model kemitraan seperti apakah dan pemberdayaan masyarakat desa.
yang dapat ditumbuhkan BUMDesa. Kerjasama dengan pihak ketiga ini dapat
Penulis setidaknya menggarisbawahi dua dilakukan dengan Badan Usaha Milik
pola dalam kemitraan yang dibangun oleh Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik
BUMDesa. Pertama, pola ke dalam. Maksud Swasta (BUMS). Dalam kerjasama antar
dari pola ini adalah kemitraan yang dibangun BUMDesa disebutkan pada pasal 28 ayat 2
BUMDesa yakni kemitraan yang bersifat Permendesa No. 4/2015 bahwa kerjasama
pemberdayaan terhadap warga desa antara BUMDesa dapat dilakukan dalam
sendiri. Ini dimaksudkan bahwa BUMDesa satu kecamatan maupun antar kecamatan
membuka kesempatan untuk bermitra selama mendapatkan persetujuan dari
dengan unit bisnis yang ada di dalam musyawarah masyarakat desa.
desanya atau bahkan desa di sekitarannya.
Dalam mendorong kemitraan, tentu satu
Kedua yakni pola ke luar dimana BUMDesa
hal yang perlu ditekankan adalah bahwa
dapat menjalin kemitraan dengan pihak
keuntungan yang didapat dari kerjasama
di luar desa seperti perusahaan swasta
BUMDesa bukanlah keuntungan ekonomi
atau negara dalam rangka meningkatkan
semata. Namun yang paling utama adalah
kapasitas usahanya serta pemberdayaan
terciptanya suatu kesetaraan, pemerataan,
masyarakat desa.
dan keberlanjutan. Keuntungan ekonomis
yang didapat dari praktik kemitraan
diorientasikan pada perbaikan kondisi sosial
desa (pelayanan publik, infrastruktur),
bukan hanya untuk melambungkan
akumulasi ekonomi golongan tertentu atau
kelas tertentu.
Kieron Walsh, Public Seervices and Market
18

Mechanism Competition, Contracting and the


New Public Management, London: MacMillan Di bawah ini, beberapa model kemitraan
Press, 1995.

POLICY PAPER • PKDOD LAN 23


Gambar 2. Model Kemitraan Antar Desa dalam BUMDESA Bersama

yang dapat ditawarkan untuk dibangun oleh antar desa dalam menyelenggarakan badan
BUMDesa. usaha bersama. Penyusunan kesepakatan
ini tentu perlu memenuhi aspek partisipasi
1. Membentuk BUMDesa Bersama dan kesetaraan atau keadilan. Tentu desa
yang memilki potensi lebih besar tidak bisa
Dasar dari pembentukan BUMDesa Bersama memaksakan kehendaknya sendiri. Namun
ini dapat didasari dari beberapa faktor. harus mengedepankan konsep kesetaraan
Pertama, faktor kesamaan potensi yang dilihat dari kontribusinya masing-masing.
dimiliki. Untuk memaksimalkan potensi yang Disamping itu, Badan Kerjasama Antar
dimiliki oleh masing-masing desa dalam satu Desa (BKAD) yang dibentuk sesuai amanat
kawasan kecamatan, maka dapat dibentuk UU Desa, harus diisi sesuai dengan prinsip
BUMDesa Bersama. Kedua, kesamaan kesetaraan desa dan partisipatif. Untuk
visi pada bidang tertentu, misalnya jasa, mengantisipasi terjadinya persoalan dalam
perdagangan, pengelolaan pasar desa atau tata kelola bersama, maka dibutuhkan
sumber daya alam. Setidaknya, kedua faktor peran dari pemerintah untuk melakukan
tersebut dapat menjadi landasan utama supervisi maupun fasilitasi terhadap usaha
antar desa membentuk suatu kelembagaan bersama ini.
ekonomi dalam bentuk BUMDesa Bersama.
2. Kemitraan BUMDesa/BUMDesa
Untuk menjalankan kerjasama BUMDesa
Bersama dengan BUMN/BUMS
Bersama ini, desa-desa perlu menerbitkan
peraturan bersama yang mengatur secara Menjalin kemitraan antara BUMDesa
teknis mengenai kesepakatan bersama dengan BUMN/BUMS telah menjadi

24 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


Gambar 3. Model Kemitraan Plasma Inti

Tabel 2.
Relasi Kemitraan Plasma Inti

BUMDesa BUMN/S (Perusahaan Mitra)


Mengelola seluruh kegiatan produksi Membeli hasil produksi dari BUMDesa sebagai
kelompok mitra
Menjual hasil produksi kepada perusahaan Memberi pelayanan kepada BUMDesa berupa
mitra permodalan, teknologi, dan sarana produksi.
Memenuhi kebutuhan produksi perusahaan Melakukan pembinaan dalam bentuk
mitra sesuai dengan kesepakatan bersama pelatihan, bimbingan teknis.

Sumber: PKDOD LAN, diolah dari berbagai sumber, 2017.

perhatian pemerintah pusat saat ini dalam marak terjadi. Namun demikian, setidaknya
mengembangkan ekonomi desa. Meski kebutuhan untuk melakukan kemitraan
demikian, dalam pandangan penulis, dengan perusahaan swasta ini perlu pula
bukanlah sebuah kewajiban yang ajeg untuk dilakukan. Setidaknya ketika melihat
BUMDesa melakukan kerjasama dengan prospek yang dimiliki oleh sebuah BUMDesa
pihak swasta. Hal ini dikarenakan skala memang cukup baik untuk dikerjasamakan
ekonomi yang berbeda antara BUMDesa dengan perusahaan swasta.
dengan perusahaan swasta. Meski tidak bisa
dipungkiri ke depan relasi kerjasama ini akan a. Model Kemitraan Plasma-Inti

POLICY PAPER • PKDOD LAN 25


Gambar 4. Model Kemitraan Sub-Kontraki

Tabel 3.
Relasi Kemitraan Sub-Kontrak

BUMDesa BUMN/S (Perusahaan Mitra)


Memproduksi komponen produksi yang Menampung dan membeli komponen atau
dibutuhkan oleh perusahaan mitra hasil produksi BUMDesa
Membuat kontrak bersama yang Menyediakan bahan baku atau modal
mencantumkan besaran produksi (volume,
harga)
Menyediakan tenaga kerja Melakukan pembinaan dalam bentuk
pelatihan

Sumber: PKDOD LAN, diolah dari berbagai sumber, 2017.

Pada model kemitraan ini, BUMDesa selain bertindak sebagai pembeli


dapat bertindak sebagai plasma dan komoditas tadi, perusahaan swasta juga
perusahaan swasta sebagai inti. Model ini memberikan pelatihan kepada petani
telah banyak diberlakukan di beberapa atau kelompok tani yang tergabung
BUMDesa di Indonesia. Dalam model dalam keanggotaan atau dibina oleh
ini, BUMDesa adalah produsen dari BUMDesa.
komoditas-komoditas tertentu seperti
komoditas pertanian dan perkebunan b. Model Kemitraan Sub-Kontrak
seperti padi, jagung, jeruk, kelapa sawit Model ini kurang lebih hampir mirip
yang menampungnya dari para petani. dengan model inti-plasma, hanya saja
Kemudian, perusahaan swasta membeli pada model ini BUMDesa memiliki ikatan
hasil produksi itu dari BUMDesa. Namun kesepakatan dengan perusahaan swasta

26 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


Gambar 5. Model Kemitraan Perantara/Agen

Tabel 4.
Relasi Kemitraan Perantara/Agen

BUMDesa BUMN/S (Perusahaan Mitra)


BUMDesa mendapatkan hak khusus untuk Memberikan hak khusus untuk memasarkan
memasarkan produk perusahaan mitra produk BUMDesa
Membuat kontrak bersama yang Memberikan hak khusus kepada BUMDesa
mencantumkan besaran produksi (volume, semacam komisi sebagai bagian dari
harga) kesepakatan kerjasama.

Sumber: PKDOD LAN, diolah dari berbagai sumber, 2017.

sebagai pihak yang barang-barang Model kemitraan ini digambarkan dalam


produksinya disediakan oleh BUMDesa. bentuk kerjasama antara BUMDesa yng
Deskripsi dari model kemitraan ini adalah diberikan hak khusus melalui perjanjian
sebagai berikut. BUMDesa/BUMDesa kerja sama BUMN/S untuk memasarkan
Bersama X bergerak dalam bidang atau menjalankan bisnis usaha BUMN/S.
kerajinan penyedia alat-alat hotel seperti Secara prinsip, BUMDesa yang menjadi
sabun, sisir rambut, shampo, gula, sikat kelompok mitra akan mendapatkan
gigi. Di wilayah sekitar desa tersebut, keuntungan dari hasil penjualan atau
banyak berkembang hotel-hotel. komisi yang diberikan BUMN/S mitra.
BUMDes X kemudian menyediakan
Salah satu bentuk usaha dapat
kebutuhan-kebutuhan hotel tersebut.
dikerjasamakan dengan BUMDesa
c. Model Kemitraan Perantara/Agen adalah bentuk usaha simpan pinjam. Unit

POLICY PAPER • PKDOD LAN 27


usaha yang berbentuk simpan pinjam tentang intervensi pasar ke dalam desa
merupakan salah satu pilihan yang dapat dalam konteks ini. Intervensi kapital ini
dipilih oleh BUMDesa yang memiliki memang tak bisa dipandang sebagai bentuk
tingkat jumlah usaha mikro kecil yang efisiensi ekonomi semata, karena relasi
cukup besar di desanya. Dengan desa dengan pasar dalam kemitraan ini juga
bekerjasama dengan institusi keuangan menghasilkan tujuan sosial lain. Penyediaan
dalam bisnis simpan pinjam, maka peluang usaha, modal, lapangan kerja dalam
masyarakat ekonomi mikro dan kecil masyarakat desa ternyata memiliki segi
dapat terbantu dari bantuan permodalan sosial tersendiri.
yang lebih terjamin dan mengurangi
praktik rentenir. Terlepas dari hal di atas, peran pemerintah
daerah dalam relasi kemitraan BUMDesa
Meningkatnya kecenderungan terjadinya
adengan BUMN/BUMS kian tidak bisa
pergeseran hubungan kerja sewaktu-waktu
dipinggirkan, seperti telah dikatakan di
bisa saja terjadi. Hubungan-hubungan
atas. Dalam kerangka kerja kemitraan ini,
kemitraan selain dapat memberi manfaat
supervisi dari pemerintah daerah sangatlah
bagi BUMDesa juga dapat membawa
diperlukan. BUMDesa atau pemerintah
persolan bagi BUMDesa. Persoalan
desa harus selalu menjalin koordinasi
muncul ketika hubungan kemitraan antara
dan reportasi dengan pemerintah daerah
BUMDesa dengan BUMN/BUMS tidak
sehingga akan meminimalisir terjadinya
seimbang. Mengacu pada pendapat Dicken19
hubungan kemitraan yang tidak seimbang,
tentang hubungan ini, kemitraan BUMDesa
maupun terjadi persoalan seperti
dan BUMN/S dapat saling menguntungkan
penyelewenangan yang dilakukan internal
bagi kedua belah pihak apabila:
BUMDesa.
• Pemasaran produk BUMDesa tidak
tergantung pada satu prinsipal saja; 3. Kemitraan BUMDesa dengan
• Terjadi alih teknologi dalam proses Usaha Mikro dan Kecil Desa
produksi, sehingga tidak terjadi suatu
ketergantungan dari BUMDesa dalam Model Kemitraan Holding
Company (Perusahaan Induk)
mengembangkan produknya.
Secara prinsip, kehadiran BUMDesa bukan
Keuntungan yang diterima dua belah
ditujukan untuk menggilas usaha mikro
pihak tersebut, khususnya bagi BUMDesa
kecil lapiran bawah masyarakat desa, namun
sendiri, sedikit dapat dipahami sebagai
keberadaannya justru dapat digunakan
terciptanya suatu efisiensi sosial, seperti
untuk merangkul dan memperkuat usaha
dikatakan oleh Ben White. Konsep efisiensi
mikro dan kecil tersebut, bukan sebagai
sosial ini sedikit hal yang dapat dibenarkan
pesaing. Terkait dengan pola kerjasama
yang dapat dilakukan antara BUMDesa
dengan UMKM adalah UMKM dapat
19
Peter Dicken, Global Shift: Industrial Change in diarahkan untuk menjadi unit-unit usaha
a Turbulent Word. London: Harper & Row Pub- dari BUMDesa. Artinya, dalam hal ini
lisher, 1987

28 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


Gambar 5. Model Kemitraan BUMDesa dengan UMKM Desa
(BUMDesa sebagai Lembaga Induk Ekonomi Desa atau holding company)

BUMDesa bertindak sebagai induk dari c.


Sebagai lembaga pemberdayaan
unit-unit usaha kecil menengah di desa. ekonomi
Pola BUMDesa Holding ini sejatinya sudah BUMDesa dapat berperan sebagai
ditekankan dalam peraturan perundang- lembaga pemberdayaan masyarakat
undangan. yang mendorong peningkatan kapasitas
ekonomi dalam bentuk pelatihan-
Dalam relasi antara “induk dan anak” ini pelatihan kepada UMKM secara mandiri
BUMDesa memainkan beberapa peran dan maupun melalui kerjasama dengan
fungsi diantaranya: institusi pemerintah atau NGO.

a. Sebagai lembaga penyerta modal. Penutup: Kesimpulan dan


Dalam kapasitasnya sebagai holder, Rekomendasi Kebijakan
BUMDesa dapat bertindak sebagai
lembaga keuangan mikro yang Kesimpulan
memberikan penyertaan modal kepada
UMKM. Sehingga usaha UMKM dapat Membangun kerjasama ekonomi, merupakan
terus berlanjut dan satu sisi akan tuntutan zaman yang harus dilakukan oleh
mendatangkan keuntungan bagi desa. Rezim UU Desa telah memberikan
BUMDesa melalui sharing profit. kesempatan tersebut. Desa tidak bisa lagi
menjadi entitas otonom yang pasif, namun
b. Sebagai lembaga perantara
harus digerakkan dengan inisiatif terbuka
BUMDesa dapat berperan sebagai
untuk membangun kemitraan dengan pihak
lembaga perantara yang menjembatani
siapapun, selama kemitraan yang dibangun
antara UMKM dengan konsumen/
tidak meninggalkan karakteristik asli desa.
perusahaan swasta/pengguna produk
mereka. Sehingga dapat tercipta Mendirikan BUMDesa merupakan salah satu
perluasan skala produksi dan distribusi. tahapan dari sistem pembangunan desa.
BUMDesa berperan memberikan saluran- Maka dalam mendirikan BUMDesa memang
saluran informasi mengenai permintaan. diperlukan persiapan yang matang. Dalam

POLICY PAPER • PKDOD LAN 29


artian desa harus terlebih dahulu “sehat” pembentukan BUMDesa sebagai
secara organisasi sebelum mendirikan desa. kebutuhan yang memang diperlukan
(on demand). Dalam rangka untuk
Secara sosiologis kelembagaan, keberadaan mengurangi kesenjangan dari desa-
BUMDesa memiliki dua arti penting, yaitu desa yang skala ekonominya terbilang
sebagai lembaga ekonomi yang berorientasi kecil, pemerintah dapat mendorongnya
pada profit, dan sebagai lembaga sosial melalui pembentukan kerjasama desa,
yang keberadaan diperuntukkan untuk salah satunya melalui pembentukan
kemaslahatan penduduk desa. Semua BUMDesa Bersama dengan terlebih
keuntungan ekonomis yang didapat dari dahulu melakukan pemetaan potensi
keuntungan BUMDesa pada dasarnya desa.
kembali untuk perbaikan sosial desa, seperti 2. Pembentukan BUMDes tidak seharusnya
pelayanan publik, infrastruktur, kesehatan, berorientasi pada pembentukan satu
ataupun pendidikan. desa satu BUMDesa ketika wilayah
desa tidak memiliki kapasitas untuk
Membangun kemitraan yang bersifat
membangunnya. Oleh kerena itu,
strategis merupakan keperluan BUMDesa ke
pembentukan BUMDesa di wilayah
depan. Ada dua sisi yang perlu disentuh oleh
seperti itu perlu diperhatikan dengan
BUMDesa dalam membangun kemitraan ini.
format pembangunan kawasan, yang
Sisi pertama mengenai penguatan kapasitas
dapat tersaji dalam pembentukan
ekonominya. Sedangkan sisi kedua
BUMDesa Bersama. Pembentukan
mengenai keberadaan BUMDesa sebagai
BUMDesa Bersama.
institusi sosial tadi. Keberadaannya harus
3. Setelah BUMDesa berdiri, perlu dilakukan
dapat ditujukkan untuk memampukan
suatu peningkatan kapasitas organisasi
unit-unit usaha ekonomi yang ada di desa
dan sumber daya manusia melalui
yang memiliki skala ekonomi mikro atau
pelatihan-pelatihan dan bimbingan
kecil. BUMDesa didorong untuk dapat
teknis. Upaya ini dapat dilakukan dengan
menjadi holding company bagi UMK-UMK
menjalin kerjasama dengan lembaga-
di desa. Bentuk holding company ini dapat
lembaga pemerintah maupun lembaga
diadakan untuk memainkan beberapa peran
non-pemerintah yang bergerak pada
sebagai lembaga penyertaan modal, broker
bidang pemberdayaan masyarakat.
dengan konsumen untuk memperluas
4. Sebagai institusi sosial, dalam rangka
market poduct, dan sebagai lembaga yang
meningkatkan pemberdayaan
memberdayakan masyarakat.
masyarakat ekonomi desa, BUMDesa
sebaiknya diarahkan untuk
Rekomendasi kebijakan
bertransformasi menjadi holding
1. Pemerintah, khususnya pemerintah company bagi unit-unit usaha mikro dan
daerah sebaiknya mendorong kecil di desa dalam skema kemitraan.
pembentukan BUMDesa bukan semata- 5. Dalam rangka terjadinya suatu
mata dalam koridor “pemaksaan”, ketidakseimbangan kemitraan antara
tetapi pemerintah bisa mendorong BUMDesa dengan BUMN/S, pemerintah

30 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


daerah perlu untuk terus melakukan
supervisi dan fasilitasi terhadap
BUMDesa. Disamping itu, BUMDesa
pun harus menunjukkan sikap untuk
kooperatif dengan pemerintah daerah.
6. Dalam aspek regulasi, pemerintah
perlu untuk menerbitkan suaru aturan
teknis mengenai tata kelola BUMDesa
Bersama. Meski dalam UU Desa dan
Permendesa No. 4/2015 disebutkan
bahwa pengelolaan BUMDesa Bersama
diatur oleh Peraturan Bersama Kepala
Desa, namun dalam rangka untuk
meminimalisir permasalahan dalam hal
tata kelolanya, pemerintah perlu untuk
menerbitkan aturan dalam bentuk
petunjuk teknis dan pelaksana.

REFERENSI

AKATIGA and Ben White. Would I like to be a farmer? Inside Indonesia 120 (April-June), 2015.
Akhyat, Arif. Dualisme Ekonomi pada Kredit Rakyat di Yogyakarta pada Tahun 1912-1990,
Jurnal Humaniora, Vol. 27, No. 2, Juni 2015.
Alkadafi, Muamar. Penguatan Ekonomi Masyarakat Melalui Pengelolaan Kelembagaan Badan
Usaha Milik Desa menuju ASEAN Economic Community 2015, (Jurusan Administrasi
Negara, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim, Riau), 2014.
Boeke, Julius Herman. Economics and Economic Policy of Dual Societies As Exemplified by Indo-
nesia, Amsterdam: Ams PressInc, 1953.
Chazali, Charina. Mengembangkan Institusi Ekonomi Perdesaan: Belajar dari Pengalaman,
dalam Anang Zakaria (editor), Potret Politik dan Ekonomi Lokal di Indonesia: Din-
amika Demokratisasi, Pengembangan Ekonomi, dan Kawasan Perdesaan, Institute
for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, 2016.
Dicken, Peter. Global Shift: Industrial Change in a Turbulent Word. London: Harper & Row
Publisher, 1987.
Eko, Sutoro. Membangun BUMDes yang Mandiri, Kokoh, dan Berkelanjutan, FPPD dan AC-
CESS, Desember 2013.

POLICY PAPER • PKDOD LAN 31


Geertz, Clifford. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, Penerbit Buku
Obor, 1983.
Hardin, Gareth. The Tragedy of Commons, Science, New Series, Vol. 162, No. 3859, Dec 1968.
Kolopaking, Lala M. Proses-Proses Pengembangan Kebijakan Tata Kelola Pemerintahan Desa
Berbasis Lokal, dalam Arya Hadi Dharmawan (ed). Pembaharuan Tata Pemerintah-
an Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan, diterbitkan bersama antara PSP3IPB dan
Partnership for Governance Reform in Indonesia, 2006.
Mitchell, Bruce. Sustainable Development at the Village Level in Bali, Indonesia, Human Ecol-
ogy, Vol 22, No. 2, June 1994.
Scott, James C. The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsitence in Southeast Asia,
New Haven and London: Yale University Press, 1976.
Teece, David. Competition, Cooperation, and Innovation: Organizational Arrangements for
Regimes of Rapid Tecnological Progress, Journal of Economic Behavior & Organiza-
tion, 1992, Vol. 18, Issue 1, page, 1-25.
Walsh, Kieron. Public Services and Market Mechanism Competition, Contracting and the New
Public Management, London: MacMillan Press, 1995.
Zakaria, Anang (ed), Potret Politik dan Ekonomi Lokal di Indonesia: Dinamika Demokratisasi,
Pengembangan Ekonomi, dan Kawasan Perdesaan, Institute for Research and Em-
powerment (IRE) Yogyakarta, 2016.

32 MEMBANGUN JEJARING KEMITRAAN BUMDESA


Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah
adalah unit eselon II di Kedeputian bidang kajian
kebijakan, Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia yang memiliki tugas dan
fungsi melakukan kajian administrasi negara
khususnya kebijakan di bidang desentralisasi
dan otonomi daerah.

Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah


Kedeputian Bidang Kajian Kebijakan
Lembaga Administrasi Negara
Jalan Veteran No. 10, Gedung B Lantai 3
Jakarta Pusat 10110

Tel : 021-3455021
Faks : 021-3865102
Web : dkk.lan.go.id
Email : pkdod@lan.go.id
pkdod.lanri@gmail.com
Twitter : @PKDOD_LANRI
@DeputiKajianLAN
Facebook : @PKDODLANRI
@deputi1lanri

PUSAT KAJIAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Anda mungkin juga menyukai