Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Review Buku Psikologi Pendidikan Edisi Kedua


Karya John W. Santrock (Cetakan ke-5, Tahun 2013)

MENGELOLA KELAS

DISUSUN OLEH :

Nama : Rizki Nor Amelia

NIM : 14701251022

Kelompok :X

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Aman

PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2014

1
MENGELOLA KELAS

A. Mengapa Kelas Harus Dikelola secara Efektif ?


Mengelola kelas (manajemen kelas) yang efektif memiliki dua tujuan utama, yaitu :
1. Membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan lebih sedikit waktu
untuk aktivitas yang tidak mengarah pada tujuan.
2. Mencegah murid mengembangkan masalah akademis dan emosional.

Pandangan lama menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol
tindak tanduk murid. Pandangan yang baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk
mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri (Kennedy, dkk, 2001). Manajemen
kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat
melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi pengetahuan
sosial (Charles & Senter, 2002). Tren untuk menjadi mau lebih berdisiplin diri dan tidak terlalu
menekankan pada kontrol eksternal pada diri murid (Freiberg, 1999). Secara historis, dalam
manajemen kelas, guru dianggap sebagai pengatur. Dalam tren yang lebih menekankan pada
pelajar, guru lebih dianggap sebagai pemandu, koordinator, dan fasilitator (Freiberg 1999;
Kauffman, dkk, 2002). Model manajemen kelas yang baru bukan mengarah pada mode permisif.
Penekanan pada perhatian dan regulasi diri murid bukan berarti guru tidak bertanggung jawab atas
apa yang terjadi di kelas (Emmer & Stough, 2001).

Isu Manajemen pada Kelas-kelas di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah


Guru di sekolah dasar (SD) menghadapi tantangan untuk mengatur 20-25 anak yang sama
sepanjang hari, sedangkan di sekolah menengah, guru mengatur 20-25 remaja selama kurang lebih
50 menit setiap hari. Dibandingkan dengan murid sekolah menengah, murid SD menghabiskan
lebih banyak waktu dengan murid yang sama dalam satu ruang kelas yang kecil dan keharusan
untuk berinteraksi dengan orang-orang yang sama sepanjang hari yang kelamaan dapat
menumbuhkan perasaan bosan. Namun, dengan 100-150 murid, guru sekolah menengah
dihadapkan pada masalah dalam membangun hubungan personal dengan para murid karena mereka
menghabiskan lebih sedikit waktu untuk menemui murid di dalam kelas. Guru sekolah menengah
juga harus membuat pelajaran kelas bergerak cepat dan mengatur waktu dengan efektif karena
periode kelas sangatlah singkat. Selain itu, murid menengah berpotensi tidak mau patuh terkait
masalah kedisiplinan.

Kelas yang Besar, Kompleks, dan Berpotensi Menimbulkan Kekacauan


Walter Doyle (1986) mendiskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas
dan potensi problemnya :
1. Ruang kelas itu multidimensional. Ruang kelas adalah tempat untuk banyak aktivitas akademik
(membaca, menulis) dan aktivitas sosial (permainan, berkomunikasi dengan teman,
berargumentasi).

2
2. Aktivitas terjadi secara simultan (bersamaan). Sekumpulan murid menulis di meja mereka,
kumpulan murid yang lain mendiskusikan sebuah kisah bersama guru.
3. Hal-hal terjadi dengan cepat. Dua murid tiba-tiba berdebat tentang kepemilikan buku catatan,
seorang murid mengeluhkan bahwa murid lain menyalin jawabannya.
4. Kejadian seringkali tidak dapat diprediksi. Alarm kebakaran mati, komputer tidak berfungsi,
ada pertemuan yang tidak diumumkan sebelumnya.
5. Hanya ada sedikit privasi. Sebagian besar dari apa yang terjadi pada seorang murid diobservasi
oleh murid lain, di lain pihak mereka mungkin merasa bahwa guru bersikap tidak adil dalam
cara mendisiplinkan seorang murid.
6. Kelas punya sejarah. Murid punya kenangan tentang apa yang terjadi di kelas pada waktu
terdahulu. Mereka mengingat bagaimana guru menangani masalah kedisiplinan sebelumnya,
apakah guru bertindak sesuai janjinya.

Memulai dengan benar


Kunci memulai kompleksitas kelas adalah dengan menggunakan beberapa hari pertama dan
beberapa minggu pertama dengan baik. Waktu tersebut digunakan untuk :
1. Menyampaikan aturan dan prosedur yang Anda gunakan kepada kelas dan mengajak murid
bekerjasama untuk mematuhinya.
2. Mengajak murid terlibat aktif dalam semua aktivitas pembelajaran.

Penekanan pada Instruksi dan Suasana Kelas yang Positif


Publik mengatakan bahwa kurangnya disiplin merupakan masalah nomor satu di sekolah, tapi
psikologi pendidikan lebih menekankan cara mengembangkan dan mempertahankan lingkungan
kelas yang positif untuk mendukung pembelajaran (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003). Murid
sebagai pelajar aktif yang terlibat dalam tugas-tugas berarti, berpikir secara reflektif dan proaktif,
serta sering berinteraksi dengan murid lain dalam pengalaman belajar yang kolaboratif.
Menurut sejarah, kelas yang dikelola secara efektif dideskripsikan sebagai “mesin yang
diminyaki dengan baik”, tetapi metafora yang lebih sesuai adalah “aktivitas sarang lebah”. Ini tidak
berarti bahwa kelas harus berisik dan kacau-balau. Malahan, murid harus belajar aktif dan terlibat
dalam tugas yang membuat mereka termotivasi daripada tenang dan duduk pasif di kursi mereka.
Seringkali mereka akan berinteraksi satu sama lain dan dengan guru mereka saat mereka
membangun pengetahuan dan pemahamannya.

B. Merancang Lingkungan Fisik Kelas


Prinsip Penyusunan Kelas (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003)
1. Mengurangi hambatan di area macet (area kerja kelompok, meja guru, rak buku).
2. Memastikan bahwa Anda bisa dengan mudah melihat semua murid.
3. Membuat materi pengajaran yang sering digunakan dan persediaan murid menjadi mudah
untuk diakses.
4. Memastikan bahwa murid bisa dengan mudah mengobservasi presentasi seluruh kelas.

3
Gaya Penyusunan Kelas (Crane, 2001; Fickes, 2001)

No. Gaya Penyusunan Kelas Keterangan

Gaya Auditorium (auditorium style)


 Murid duduk menghadap guru.
 Mencegah kontak murid berhadap-hadapan.
1.
 Guru bebas bergerak kemanapun.
 Biasa digunakan saat guru memberikan
kuliah atau seseorang mengadakan presentasi
untuk seluruh kelas.

Gaya tatap muka (face-to-face style)


 Murid duduk menghadap satu sama lain.
 Gangguan dari murid lain akan lebih tinggi
2. dalam susunan ini daripada dalam gaya
auditorium.

Gaya off-site (off-site style)


 Murid dalam jumlah kecil (3-4 orang).
 Tidak duduk bersebelahan secara langsung.
3.  Gaya ini menghasilkan lebih sedikit
gangguan daripada gaya hadap-hadapan.
 Efektif untuk aktivitas belajar yang
kooperatif.

Gaya seminar (seminar style)


 Murid dalam jumlah besar (10 lebih) duduk
dalam susunan sirkuler, empat persegi, atau
4. bentuk U.
 Sangat efektif saat guru menginginkan murid
bicara satu sama lain atau berbincang dengan
guru.

Gaya kluster (cluster style)


 Murid dalam jumlah kecil (4-8 orang)
bekerja dalam kelompok kecil yang
5.
berdekatan.
 Efektif untuk aktivitas belajar kolaboratif.

4
Personalisasi Kelas
Untuk mengubah ruang kelas agar mencerminkan karakteristik murid yang menggunakan
ruang tersebut, tempellah foto, karya seni, proyek tertulis para murid, grafik yang menyebutkan
hari ulang tahun serta ungkapan positif lain dari identitas murid.

Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran


Strategi Umum
1. Menggunakan gaya otoritatif
Seperti orang tua yang otoritatif, guru yang otoritatif akan punya murid yang
cenderung mandiri, tidak cepat puas, mau bekerja sama dengan teman, dan menunjukkan
penghargaan diri yang tinggi. Strategi manajemen kelas otoritatif akan mendorong murid untuk
menjadi pemikir yang independen dan pelaku yang independen tetapi strategi ini masih
menggunakan sedikit monitoring murid. Guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerja
sama give-and-take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Guru yang otoritatif akan
menjelaskan aturan dan regulasi, serta menentukan standar dengan masukan murid.
Gaya otoritatif bertentangan dengan strategi otoritarian dan permisif yang tidak
efisien. Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus
utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Guru
otoriter sangat mengekang dan mengontrol murid dan tidak banyak melakukan percakapan
dengan mereka. Murid di kelas otoritarian ini cenderung pasif, mengekspresikan kekhawatiran
tentang perbandingan sosial, dan memiliki ketrampilan komunikasi yang buruk.
Gaya manajemen kelas permisif memberi banyak otonomi pada murid tapi tidak
memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan
perilaku mereka. Output yang dihasilkan yaitu murid memiliki ketrampilan akademis yang tidak
memadahi dan pengendalian diri yang rendah.

2. Mengelola Aktivitas Kelas Secara Efektif (Jacob Kounin, 1970)


a) Menunjukkan seberapa jauh mereka “mengikuti”. Kounin menggunakan istilah “withitness”
untuk mendeskripsikan strategi dimana murid senantiasa mengikuti apa yang terjadi. Guru
seperti ini akan selalu memonitor murid secara reguler. Ini akan membuat mereka bisa
mendeteksi perilaku yang salah sebelum perilaku itu lepas kendali. Guru yang tidak
“mengikuti” perkembangan kemungkinan besar tidak akan melihat perilaku salah itu
sebelum perilaku itu menguat dan menyebar.
b) Atasi situasi tumpang tindih secara efektif. Contohnya ketika berjalan keliling ruangan dan
memeriksa pekerjaan murid, matanya tetap mengawasi seluruh kelas.
c) Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran. Manajer yang efektif akan menjaga aliran
pelajaran tetap lancar, mempertahankan minat murid, dan menjaga murid agar tidak mudah
terganggu. Guru sebaiknya jangan meninggalkan aktivitas yang sedang berjalan dengan
alasan yang tidak jelas.

5
d) Libatkan murid dalam aktivitas yang menantang. Aktivitas menantang yang dimaksud bukan
aktivitas yang terlalu sulit. Murid sering bekerja secara independen ketimbang diawasi oleh
guru.

Membuat, Mengajarkan, serta Mempertahankan Aturan dan Prosedur


1. Membedakan Aturan dan Prosedur
Peraturan maupun prosedur adalah pernyataan ekspektasi tentang perilaku (Evertson,
Emma, & Worsham, 2003). Aturan fokus pada ekspektasi umum atau khusus atau standar
perilaku. Contoh aturan umum yaitu “Hargai orang lain” sedangkan contoh aturan khusus yaitu
“Dilarang mengunyah permen karet di kelas”.
Prosedur (routines) juga berisi ekspektasi tentang perilaku namun biasanya diterapkan
untuk aktivitas spesifik dan digunakan untuk mencapai tujuan, bukan untuk melarang perilaku
tertentu atau menciptakan standar umum. Contoh prosedur : untuk meninggalkan ruangan (ijin
pergi ke kamar kecil), kembali ke ruangan (setelah jam makan siang), dan mengakhiri hari
(setelah membersihkan meja).
Aturan cenderung tidak berubah karena mengatur dasar-dasar tindakan kita terhadap orang
lain, diri kita sendiri, dan tugas; seperti menghormati orang tua, hak milik, dan tidak
mengganggu orang lain. Di sisi pihak, prosedur mungkin berubah karena rutinitas dan aktivitas
di kelas bisa berubah. Misalnya, dalam sebuah kelas, prosedur atau rutinitas menyatakan bahwa
setelah murid masuk kelas mereka harus mengerjakan suatu soal. Akan tetapi, suatu hari guru
mengubah prosedur ini dengan membolehkan murid mengawali harinya dengan menyelesaikan
tugas seni yang belum mereka selesaikan.

2. Mengajarkan Aturan dan Prosedur


Cara terbaik untuk membuat murid belajar tentang peraturan dan prosedur adalah dengan
melibatkannya (diskusi) dalam menentukan peraturan dan prosedur tersebut. Hal ini akan
mendorong mereka untuk memikul tanggung jawab lebih atas perilaku mereka sendiri (Emmer,
Evertson, & Worsham, 2003).
Di beberapa sekolah, murid dimungkinkan untuk berpartisipasi dalam menentukan
peraturan seluruh sekolah melalui perwakilan kelas dengan bimbingan guru dan pengurus
sekolah. Namun di sekolah dasar, tidak biasa bagi murid untuk berpartisipasi dalam pembuatan
peraturan, sehingga guru lebih memilih untuk menciptakan dan menyampaikan peraturan
kepada mereka. Guru yang menentukan aturan yang masuk akal, memberi alasan yang jelas,
dan menegakkannya secara konsisten biasanya akan dipatuhi oleh sebagian besar murid.

Membuat Murid Bekerja Sama


1. Mengembangkan hubungan yang positif dengan murid
 Guru harus peka terhadap kebutuhan dan kecemasan murid (misalnya, mereka menciptakan
aktivitas yang menyenangkan di hari-hari pertama sekolah, bukan memberi tes diagnostik),
memiliki ketrampilan komunikasi yang baik (termasuk ketrampilan mendengarkan),

6
mengekspresikan perasaannya kepada murid, serta menciptakan atmosfer kelas yang rileks
dan menyenangkan.
2. Membuat murid berbagi dan memikul tanggung jawab
 Dengan berbagi dan memikul tanggung jawab bersama untuk membuat keputusan kelas
maka akan meningkatkan komitmen murid terhadap keputusan tersebut (Eggleton, 2001;
Lewis, 2001; Risley & Walther, 1995).
3. Memberikan hadiah terhadap perilaku yang tepat
 Memilih penguat yang efektif. Sesuaikanlah penguat tersebut dengan murid yang mana.
Untuk satu murid, penghargaan yang paling efektif adalah pujian, tetapi untuk murid lain,
penghargaan yang paling efektif mungkin berhubungan dengan aktivitas favorit (contoh:
boleh bermain game di komputer setelah menyelesaikan soal matematika).
 Menggunakan Prompts (dorongan) dan Shaping (pembentukan) secara efektif. Hal ini
dilakukan dengan cara memberikan penghargaan atas peningkatan yang dicapai.
 Gunakan hadiah untuk memberi informasi tentang penguasaan, bukan untuk mengontrol
perilaku murid. Imbalan yang mengandung informasi tentang kemampuan penguasaan murid
bisa menaikkan motivasi intrinsik dan rasa tanggung jawabnya. Namun, imbalan yang
digunakan untuk mengontrol perilaku murid kecil kemungkinannya untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab dan regulasi diri.

C. Menjadi Komunikator yang Baik


Ketrampilan Berbicara
Menurut Florez (1999) strategi yang bagus untuk berbicara secara jelas dengan kelas, yaitu :
1. Menggunakan tata bahasa dengan benar.
2. Memilih kosakata yang bisa dimengerti dan sesuai untuk level murid.
3. Menerapkan strategi guna meningkatkan kemampuan murid untuk memahami apa yang Anda
katakan; seperti menekankan pada kata-kata kunci; mengulang penjelasan; atau memantau
pemahaman murid.
4. Berbicara dengan tempo yang tepat, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
5. Tidak menyampaikan hal-hal yang kabur.
6. Menggunakan perencanaan dan pemikiran logis sebagai dasar untuk berbicara secara jelas.

Pesan “Kamu dan “Saya”


Pesan “Kamu” menurut pakar komunikasi adalah sebuah gaya yang tidak disukai dimana
pembicaraan tampak menghakimi orang dan menempatkannya dalam posisi defensif. “Kamu”
tersirat ketika seseorang mengatakan :
 “Itu benar-benar perkataan bodoh” (artinya: Ucapanmu benar-benar bodoh)
 “Jauhi diriku” (artinya: Kamu mengganggu hidup saya)
Adalah mudah bagi Anda dan murid Anda terjebak dalam perangkap pesan “Kamu” dan
kurang menggunakan pesan “Aku” atau “Saya”. Pesan “Saya” akan merefleksikan perasaan
pembicara dan lebih baik ketimbang pernyataan “Kamu” yang mengandung nada menghakimi.

7
Pakar komunikasi merekomendasikan agar Anda mengganti pesan “Kamu” menjadi pesan “Aku”.
Dibawah ini adalah beberapa contoh pesan “Aku” :
 Saya marah karena keadaan jadi buruk.
 Saya tidak suka kalau janji tidak ditepati.
 Saya sedih kalau perasaan saya tidak diperhatikan.
Pesan “Kamu” sama seperti menghakimi lawan bicara. Pesan “Aku” membantu menggeser
percakapan ke arah yang konstruktif dengan mengekspresikan perasaan Anda tanpa menghakimi
orang lain.
Selanjutnya, aspek lain dari komunikasi verbal yang melibatkan bagaimana orang-orang
menghadapi konflik, bisa dilakukan dalam 4 gaya, yaitu:
1. Gaya agresif (agressive style)
 Orang-orang ini bersikap kasar, menuntut, bertindak dalam cara yang bermusuhan, dan tidak
peka terhadap perasaan orang lain.
2. Gaya manipulatif (manipulative style)
 Orang-orang ini berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dengan membuat orang
lain merasa bersalah/menyesal untuk dirinya. Mereka tidak mau bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi mereka memilih bertingkah sebagai korban agar
orang lain melakukan sesuatu untuknya.
3. Gaya pasif (passive style)
 Orang-orang ini tidak tegas dan pasrah. Mereka membiarkan orang lain “menindas” dirinya.
Individu pasif ini tidak mengungkapkan perasaan mereka dan tidak membiarkan orang lain
mengetahui apa yang mereka inginkan.
4. Gaya asertif (assertive style)
 Orang-orang ini berani mengungkapkan perasaan, meminta apa yang mereka inginkan, dan
berkata “tidak” untuk hal yang tidak mereka inginkan. Dari keempat gaya dalam menghadapi
konflik, Robert Alberti dan Michael Emmons (1995) mengatakan bahwa ketegasan
(assertiveness) bisa menciptakan hubungan yang positif dan konstruktif.

Strategi untuk menjadi individu yang lebih asertif (Bourne, 1995)


1. Mengevaluasi hak Anda. Tentukan hak Anda dalam situasi yang Anda hadapi. Misalnya, Anda
berhak membuat kesalahan dan mengubah pikiran Anda.
2. Kemukakanlah problem Anda dan konsekuensinya terhadap orang yang terlibat dalam konflik.
Deskripsikan problem seobjektif mungkin tanpa menyalahkan atau menghakimi, misalnya:
“Saya merasa terganggu kalau kalian ribut sendiri di kelas. Jadi tolong jangan ulangi lagi ya”.
3. Ekspresikan perasaan Anda tentang situasi tertentu. Ketika Anda menyatakan perasaan Anda,
bahkan orang yang tidak setuju dengan Anda sekalipun akan bisa mengerti perasaan Anda
tentang situasi itu. Ingat, gunakan pesan “Aku” bukan pesan “Kamu”.
4. Kemukakan permintaan Anda (ini adalah aspek penting dari sikap asertif).

8
Berikut ini adalah pedoman untuk mengajukan permintaan yang asertif :
1. Gunakan perilaku nonverbal yang asertif, contoh: bangun kontak mata, luruskan bahu, tenang,
dan percaya diri.
2. Kemukakan permintaan Anda secara sederhana (satu/dua kalimat yang mudah dimengerti),
contoh : “Kita perlu menemui kepala sekolah untuk meluruskan hal ini”.
3. Hindari mengajukan permintaan lebih dari satu dalam satu waktu. Contoh: jangan meminta
komputer baru sekaligus proyektor baru kepada kepala sekolah.
4. Jangan meminta maaf atas permohonan Anda. Ajukan permohonan Anda secara langsung “Saya
ingin agar Anda ...” jangan mengatakan “Saya tahu ini tidak menyenangkan bagi Anda, tetapi
...” Bagaimana jika orang lain merespon Anda dengan kritik, berusaha membuat Anda merasa
bersalah atau memaki Anda? Cukup katakan permintaan Anda secara langsung, tegas, dan
percaya diri.
5. Deskripsikan manfaat dari permohonan Anda. Hal ini dapat menjadi sebuah tawaran yang jujur
dan karenanya pihak lain tidak akan merasa dimanipulasi.

Rintangan untuk Komunikasi Verbal yang Efektif (Gordon, 1970)


1. Kritik. Evaluasi ksar dan negatif terhadap orang lain biasanya akan mengurangi efektivitas
komunikasi. Contoh kritik kasar: “Salahmu sendiri gagal dalam tes, seharusnya kamu belajar
dahulu”. Ketimbang mengkritik seperti itu, lebih baik Anda meminta murid untuk mengevaluasi
kenapa mereka mendapat nilai buruk dalam ujian dan bantu mereka sampai pada kesimpulan
bahwa kegagalan mereka adalah karena kurang berusaha.
2. Memberikan julukan dan pelabelan. Murid-murid biasanya menggunakan nama panggilan atau
labeling. Mereka mungkin berkata pada murid lain “Dasar pecundang” atau “Bodoh Kamu”.
Monitorlah penggunaan kata-kata hinaan tersebut, hentikan dan beritahu mereka agar
menghargai perasaan orang lain.
3. Menasihati. Yang dimaksud disini adalah Anda merendahkan orang lain lalu memberi nasihat
solusi. Misalnya seorang guru berkata, “Soal itu gampang diselesaikan. Aku heran kenapa
kalian begitu bodoh ...”
4. Mengatur-atur. Memerintahkan orang lain untuk melakukan apa yang Anda mau bukanlah cara
efektif karena menimbulkan resistensi. Misalnya guru berteriak, “Bersihkan tempat ini
sekarang!” akankah lebih baik jika perintah ini diajukan dengan lembut dan tegas seperti, “Ingat
aturan yang mengatakan agar kita membersihkan tempat setiap kita selesai mengerjakan tugas.”
5. Ceramah moral (moralizing). Ini berarti mengkhotbah bagi seseorang tentang apa yang
seharusnya dia lakukan. Misalnya guru berkata, “Kamu kan tahu seharusnya kamu
menyerahkan PR tepat waktu. Kamu pasti merasa bersalah kan.” Cara ini akan menaikkan rasa
bersalah dan kegelisahan murid. Cara yang lebih baik dalam kasus ini adalah tidak
menggunakan kata “seharusnya/harus”, tetapi berbicaralah dengan cara yang tidak terlalu
menyalahkan murid.

9
Memberi Ceramah yang Efektif
Anda bukan hanya akan berbicara di depan kelas setiap hari baik itu secara informal maupun
formal, tetapi Anda juga akan berkesempatan memberikan ceramah di dalam pertemuan pendidikan
atau komunitas. Berikut ini pedoman memberikan pidato yang efektif (Alverno College, 1995) :
1. Jalin hubungan dengan audien.
2. Kemukakan tujuan Anda.
3. Sampaikan ceramah secara efektif.
4. Ikuti konvensi yang sesuai.
5. Tata ceramah dengan rapi.
6. Masukkan bukti pendukung dan kembangkan ceramah Anda.
7. Gunakan media secara efektif.

Ketrampilan Mendengarkan
Pendengar yang baik mendengarkan secara aktif yang berarti memberikan perhatian penuh
kepada pembicara, berfokus pada isi intelektual dan emosional dari pesan. Dibawah ini adalah
stategi untuk mengembangkan ketrampilan mendengarkan (Santrock & Halonen, 2002) :
1. Beri perhatian cermat kepada orang yang sedang berbicara. Ini akan menunjukkan bahwa
Anda tertarik pada apa yang dia katakan. Jangan lupa untuk mempertahankan kontak mata.
2. Parafrasa. Gunakan parafrasa ketika seseorang berkata sesuatu yang penting. Nyatakan apa
yang baru saja orang lain katakan dengan kalimat Anda sendiri, misalnya “Apakah maksudmu
itu berarti bahwa ...”
3. Sintesiskan tema dan pola. Situasi percakapan dapat menjadi penuh dengan kepingan informasi
yang kedengarannya tidak saling berhubungan dan membentuk makna. Pendengar aktif yang
baik akan meringkas tema, contoh kalimat yang dapat Anda gunakan, “Mari kita tinjau kembali
apa yang sudah kita bicarakan sampai titik ini ...”
4. Berikan umpan balik (tanggapan) dengan cara yang kompeten. Tanggapan verbal maupun
nonverbal membuat pembicara sedikit mengerti seberapa jauh pesannya sampai sasaran.
Pendengar yang baik akan memberikan tanggapan secara cepat, jujur, jelas, dan informatif.

Berkomunikasi Secara Nonverbal


Berikut ini contoh perilaku umum yang dilakukan orang untuk berkomunikasi secara nonverbal :
1. Mengangkat alis sebagai tanda tak percaya.
2. Mengedipkan mata sebagai tanda persetujuan.
3. Mengangkat bahu sebagai tanda tak peduli.
4. Bersedekap untuk melindungi diri.
5. Menepuk dahi sebagai tanda lupa.
6. Mengetukkan jari sebagai tanda tak sabar.
Para ahli mengatakan bahwa komunikasi yang paling intrapersonal adalah komunikasi
nonverbal. Contohnya saat murid sedang menatap jendela dengan tatapan kosong mungkin
mengindikasikan bahwa ia sedang bosan. Sulit untuk menutup-nutupi komunikasi nonverbal dan

10
karenanya Anda sebaiknya menyadari bahwa komunikasi non-verbal dapat menyampaikan apa
yang Anda atau orang lain rasakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi non-verbal :
1. Ekspresi wajah dan komunikasi mata. Wajah seseorang mengungkapkan emosi dan perhatian
mereka. Senyum, merengut, tatapan kebingungan, semuanya merupakan bentuk komunikasi.
Kebanyakan orang Amerika menggunakan kontak mata. Semakin banyak menggunakan kontak
mata, berarti orang semakin menyukai satu sama lain. Akan tetapi, ada perbedaan kontak mata
berdasarkan etnis. Orang-orang dari Afrika-Amerika, Latino, dan Indian lebih sering
menghindari kontak mata. Secara umum, senyum dan mempertahankan kontak mata dengan
murid Anda, menunjukkan Anda menyukai mereka.
2. Sentuhan. Menyentuh dapat menjadi bentuk komunikasi yang kuat. Menyentuh terutama dapat
dipakai untuk menghibur seseorang yang mengalami stress (pengalaman buruk), misalnya, jika
seorang tua murid sakit atau meninggal, atau murid kehilangan binatang kesayangan, maka
sentuhlah dengan lembut dan berikan hiburan dengan kata-kata yang hangat. Akan tetapi,
karena ada kekhawatiran adanya pelecehan seksual, Tiffani Field (1995), seorang direktur
Touch Research Institute di Universitas Miami (Florida) dan seorang pakar psikologi
perkembangan ternama berpendapat bahwa guru seharusnya menggunakan sentuhan secara
tepat dan sopan dalam berinteraksi dengan murid.
3. Ruang. Masing-masing dari kita memiliki ruang privat yang tidak boleh dimasuki orang lain.
Karena kelas biasanya penuh, maka tidak mengejutkan jika murid mengatakan bahwa mereka
bisa menyimpang barang esayangan mereka apabila mereka memiliki ruang sendiri. Jadi,
pastikan agar semua murid punya bangku sendiri. Beritahu murid bahwa mereka berhak
mendapat ruang individual tetapi mereka juga harus menghormati ruang pribadi orang lain.
4. Diam. Bukan hal yang bijak untuk mendengar sesuatu dalam waktu yang lama tanpa memberi
respon verbal. Komunikasi interpersonal seharusnya berupa dialog, bukan monolog.

D. Menangani Perilaku Bermasalah


Strategi Manajemen
Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekannya (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003)
membedakan antara intevensi minor dan intevensi moderat dalam menangani perilaku bermasalah.

Intervensi Minor
Masalah ini melibatkan perilaku yang bila tidak sering, biasanya tidak mengganggu aktivitas
kelas dan pembelajaran. Contoh: murid mungkin ribut sendiri, meninggalkan tempat duduknya
tanpa ijin, bercanda sendiri, dan makan permen di dalam kelas. Strategi untuk mengatasi intervensi
minor :
1. Gunakan isyarat nonverbal. Jalin kontak mata dengan murid. Kemudian beri isyarat dengan
meletakkan telunjuk jari di bibir Anda, menggeleng kepala, atau menggunakan isyarat tangan
untuk menghentikan perilaku tersebut.
2. Terus lanjutkan aktivitas belajar. Terkadang transisi antar-aktivitas berlangsung terlalu lama;
dalam situasi ini murid mungkin meninggalkan tempat duduknya, bercanda, dan mulai ribut.

11
Strategi yang baik adalah memulai aktivitas baru dengan segera. Dengan membuat rencana
harian yang efektif, Anda akan bisa menghilangkan transisi dan gap panjang dalam aktivitas ini.
3. Dekati murid. Saat murid mulai bertindak menyimpang, Anda cukup mendekatinya, maka
biasanya dia akan diam.
4. Arahkan perilaku. Jika murid mengabaikan tugasnya, ingatkan mereka tentang kewajibannya
itu. Anda bisa mengatakan, “Ingat, semua anak harus menyelesaikan soal matematika itu.”
5. Beri instruksi yang dibutuhkan. Terkadang murid melakukan kesalahan kecil (kekeliruan) saat
mereka tidak memahami cara mengerjakan suatu tugas. Untuk mengatasinya, Anda harus
memantau pekerjaan murid dan memberi petunjuk jika dibutuhkan.
6. Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung. Jalin kontak mata dengan murid,
bersikaplah asertif, dan suruh murid menghentikan tindakannya. Buat pernyataan singkat, dan
pantau situasi sampai murid patuh. Strategi ini bisa dikombinasikan dengan strategi
mengarahkan murid.
7. Beri murid pilihan. Beri tanggung jawab pada murid dengan mengatakan bahwa dia punya
pilihan yakni bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif. Misalnya Guru berkata,
“Ingat, di kelas ini kalian tidak boleh makan permen. Jika kalian makan permen saat pelajaran,
kalian tidak akan diperbolehkan membawa permen lagi.”

Intervensi moderat
Contoh: ketika murid menyalahgunakan privilisenya, mengganggu aktivitas, cabut dari kelas,
atau mengganggu pelajaran atau mengganggu pekerjaan murid lain. Strategi untuk mengatasi
intervensi mayor :
1. Jangan beri privilise atau aktivitas yang mereka inginkan. Anda biasanya akan bertemu dengan
murid yang menyalahgunakan privilisenya, seperti diperbolehkan berjalan keliling kelas atau
mengerjakan tugas dengan teman. Dalam kasus ini, Anda dapat mencabut privilise itu.
2. Buat perjanjian behavioral. Perjanjian (contracting) adalah menempatkan kontingensi
penguatan dalam tulisan. Jika muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru
dapat merujuk anak pada perjanjian yang mereka sepakati. Analis perilaku terapan mengatakan
bahwa perjanjian kelas harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas mengandung
pernyataan “Jika ... maka ...” dan ditandatangani oleh guru dan murid, serta diberi tanggal.
3. Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas. Strategi yang paling sering dipakai guru untuk
menghilangkan stimuli yang diinginkan adalah time-out (disetrap). Dengan kata lain, jauhkan
penguatan positif dari murid.
4. Kenakan hukuman atau sanksi. Hukuman bisa berupa perintah mengerjakan tugas berkali-kali.
Misalnya dalam pelajaran menulis, murid mungkin dihukum harus menulis halaman tambahan.
Akan tetapi, masalah dalam penggunaan hukuman adalah hukuman itu dapat membahayakan
sikap murid terhadap pokok persoalan.

12
Menggunakan Sumber Daya Lain
1. Mediasi teman sebaya. Teman seusia (peer) terkadang sangat efektif untuk mengajak murid-
murid lain berperilaku tepat. Mediator teman sebaya bisa dilatih untuk membantu murid
menyelesaikan pertikaian antarmurid dan untuk mengubah perilaku.
2. Konferensi guru-orang tua. Anda juga bisa menelpon orang tua murid atau mengadakan rapat
orang tua untuk problem tertentu. Cukup dengan memberi tahu orang tua, biasanya perilaku
murid bisa berubah. Jangan menempatkan orang tua dalam posisi defensif atau menyalahkan
mereka karena perilaku anaknya yang salah di sekolah. Cukup deskripsikan problem dan
katakan bahwa Anda mengharapkan bantuan dari orang tua.
3. Minta bantuan kepala sekolah atau konselor. Murid bisa dipertemukan dengan kepala sekolah
atau konselor agar murid mendapat peringatan atau atau mungkin hukuman. Atau mungkin akan
diadakan rapat dengan orang tua jika perlu. Biarkan kepala sekolah atau konselor menangani
masalah sehingga Anda bisa menghemat waktu. Akan tetapi, bantuan ini tidak selalu praktis di
banyak sekolah.
4. Cari mentor. Beberapa murid, terutama dari keluarga miskin, tidak punya orang semacam itu.
Seorang mentor dapat memberi dukungan yang mereka butuhkan untuk mengurangi perilaku
bermasalah. Cari orang yang bisa menjadi mentor untuk murid yang beresiko bermasalah.

Menangani agresi
Kekerasan di sekolah telah menjadi perhatian besar, misalnya: murid terlibat perkelahian,
melecehkan murid lain, atau saling mengancam dengan kata bahkan senjata tajam. Perilaku ini bisa
menimbulkan kecemasan dan kemarahan, tetapi adalah penting untuk bersiap menghadapi
kemungkinan ini dengan tenang. Hindari debat atau konfrontasi penuh emosi agar Anda bisa
memecahkan konflik dengan baik. Dibawah ini disajikan contoh-contoh agresi, yaitu :
1. Perkelahian.
Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekannya (Evertson, Emmer, & Worsham,
2003) memberi rekomendasi untuk mengatasi murid yang berkelahi. Di SD, Anda biasanya
menghentikan perkelahian tanpa risiko cedera pada diri Anda. Apabila karena suatu alasan
Anda tidak bisa campur tangan, cari bantuan dari guru lain atau staf sekolah. Apabila Anda
melakukan intervensi, beri perintah verbal dengan nada keras “Hentikan!” Pisahkan murid yang
berkelahi dan suruh mereka kembali ke aktivitas semula.
Akan tetapi jika Anda menengahi perkelahian anak SMP atau SMA, Anda mungkin
butuh bantuan satu atau dua orang dewasa lainnya. Sekolah Anda mungkin punya kebijakan
sendiri soal perkelahian ini. Jika ada, Anda harus menerapkan kebijakan itu dan melibatkan
kepala sekolah dan atau orang tua murid jika diperlukan. Umumnya, adalah lebih baik
mendinginkan pihak yang bertengkar sehingga mereka bisa tenang dahulu. Kemudian
pertemukan kedua pihak yang berkelahi itu dan selidiki pendapat kedua pihak yang
menyebabkan pertikaian. Tanyai saksi mata apabila perlu. Adakan pertemuan dengan pihak-
pihak yang berkelahi, tekankan bahwa perkelahian adalah tindakan yang salah, dan tunjukkan
pentingnya memahami pandangan orang lain dan arti penting dari kerja sama.

13
2. Bullying
Dalam sebuah survey nasional, terdapat lebih dari 15.000 murid dari grade satu hingga
sepuluh, hampir satu dari tiga murid mengatakan bahwa mereka pernah menjadi korban bullying
(Nansel, dkk. 2001). Dalam studi ini, bullying didefinisikan sebagai tindakan verbal atau fisik
yang dimaksudkan untuk mengganggu orang lain yang lebih lemah. Murid-murid Sekolah
Menengah lebih sering mengalami hal ini. Mengejek tampang dan ucapan adalah bullying yang
sering dipakai. Anak-anak yang dirinya dihina mengatakan bahwa mereka merasa kesepian,
kesulitan menjalin persahabatan, depresi, kehilangan minat untuk masuk sekolah, atau tidak
mau masuk sekolah; sedangkan anak-anak yang melakukan bullying kemungkinan adalah
mereka yang berprestasi rendah atau suka merokok dan minum-minuman beralkohol.
Dalam studi longitudinal lainnya, bullying meningkat selama masa sekolah menengah
pertama dan menurun pada masa sekolah menengah atas (Pellegrini & Long, 2011). Dalam
studi ini, sasaran bullying adalah anak lelaki. Murid yang menjadi korban bullying dapat merasa
tersiksa, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Limber, 1997). Efek bullying di
masa remaja awal dapat bertahan hingga dewasa.
3. Pembangkangan atau Permusuhan terhadap guru.
Edmund Emmer dan rekannya (Emmer, Evertson, & Worsham, 2003) mendiskusikan
strategi untuk menghadapi murid yang membangkang atau memusuhi Anda. Jika murid
dibiarkan berlaku seperti itu, kemungkinan kelakuannya akan berlanjut dan menyebar. Jika
mungkin, tanganilah perilaku murid itu secara individual. Jika pembangkangannya tidak ekstrim
dan terjadi dalam satu pelajaran, cobalah katakan bahwa Anda akan membahasnya nanti agar
tidak terjadi perdebatan. Lalu, temui murid pada waktu yang tepat dan jelaskan konsekuensi dari
tindakan pembangkangan itu. Dalam kasus yang ekstrim dan jarang, murid mungkin tidak mau
bersikap kooperatif sama sekali. Maka Anda harus minta bantuan.

Program Berbasis Kelas dan Sekolah


Program untuk mengatasi perilaku bermasalah menggunkan pendekatan pengayaan
kompetensi sosial dan resolusi konflik (Coie & Dodge, 1998).
1. Program pengayaan kompetensi sosial
Beberapa pakar pendidikan berpendapat bahwa perencanaan sekolah yang terkoordinasi.
kurikulum, pengajaran bermutu tinggi, dan lingkungan sekolah yang suportif adalah hal-hal
yang dibutuhkan untuk menangani murid yang bermasalah dalam perilakunya (Weissberg &
Greenberg, 1998). Tipe program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi sosial murid
dengan meningkatkan keterampilan dalam menghadapi hidup dan mengembangkan keahlian
sosioemosional.
Periset telah menemukan bahwa program yang hanya berbasis informasi dan pengetahuan
hanya akan memberi efek minimal pada perbaikan perilaku murid (Kirby, 1992). Sebaliknya,
program yang mengajarkan kompetensi sosial dan personal yang luas terbukti bisa mengurangi
perilaku yang bermasalah dan bahkan memperbaikinya (Greenberg, 1996; Weissberg, dkk.,

14
1981). Program kompetensi itu mencakup kontrol diri, manajemen stres, pemecahan masalah,
pembuatan keputusan, komunikasi, resistensi teman sebaya, dan asertivitas.
2. Proyek peningkatan kesadaran sosial-pemecahan problem sosial.
Program ini didesain untuk anak SD (Elias, dkk., 1991). Selama fase instruksional, guru
menggunakan pelajaran tertulis untuk memperkenalkan aktivitas kelas. Pelajaran itu diberikan
dalam format :
a) Berbagi kisah kesuksesan personal, situasi problem, dan perasaan yang ingin dibagi murid
kepada guru dan teman-temannya.
b) Ulasan ringkas tentang keahlian kognitif, emosional, atau behavioral yang akan diajarkan
selama sesi pelajaran.
c) Presentasi tulisan dan video situasi yang membutuhkan aplikasi keahlian.
d) Mendiskusikan situasi dan cara menggunakan keahlian baru.
e) Role-playing yang mendorong pelatihan keahlian behavioral.
f) Ringkasan dan ulasan.
Guru juga mengintegrasikan aktivitas penyadaran sosial dan pemecahan masalah ke
dalam aktivitas kelas dan instruksi harian. Evaluasi menunjukkan bahwa program ini mampu
membantu murid mengatasi situasi problem sehari-hari dan menguragi tindak kekerasan (Elias
dkk., 1986).
3. Program kompetensi sosial untuk remaja muda
Menurut Weissberg & Caplan (1994), program untuk anak SMP/SMA ini memberikan
instruksi berbasis kelas dan membangun dukungan environmental yang didesain untuk:
a) Mempromosikan kompetensi sosial dengan meningkatkan kontrol diri, pengelolaan stres,
melibatkan dalam tanggung jawab pembuatan keputusan, pemecahan problem sosial, dan
meningkatkan keahlian komunikasi.
b) Meningkatkan komunikasi antara personil sekolah dengan murid.
c) Mencegah perilaku antisosial dan agresif, pelecehan dan perilaku seksual.
Evaluasi terhadap program ini cukup positif. Murid yang terlibat dalam program
menunjukkan perilaku agresif yang lebih kecil, lebih punya banyak pertimbangan untuk
memecahkan masalah, strategi manajemen stres yang lebih baik, dan lebih menghargai nilai-
nilai sosial (Weissberg, Barton, & Shriver, 1997).
4. Tiga C Manajemen Kelas dan Sekolah
David dan Roger Johnson (1999) menciptakan program ini untuk menekankan arti
penting dari pemberian bimbingan pada murid untuk mempelajari cara mengatur perilaku
mereka sendiri. Program tersebut adalah program C :
a) Cooperative community (komunitas yang kooperatif). Komunitas pembelajaran akan
mendapat manfaat jika partisipan punya interdependensi positif satu sama lain. Mereka
bekerja untuk meraih tujuan bersama dengan melakukan aktivitas pembelajaran yang
terstruktur dan kooperatif.

15
b) Constructive conflict resolution (resolusi konflik yang konstruktif). Ketika timbul konflik,
konflik itu bisa dipecahkan secara konstruktif melalui training resolusi konflik untuk semua
partisipan dalam komunitas pembelajaran.
c) Civic values (nilai-nilai kewarganegaraan). Komunitas kooperatif dan resolusi konflik
konstruktif hanya jika komunitas pembelajaran berbagi nilai-nilai civic yang sama, nilai yang
menjadi pedoman pembuatan keputusan. Nilai-nilai ini mencakup keyakinan bahwa
kesuksesan tergantung pada usaha bersama untuk meraih tujuan bersama dan saling
menghargai.
5. Dukungan untuk Pengelolaan Kelas Berpusat pada pembelajaran : Classroom Organization and
Management Program (COMP)
Program COMP yang dikembangkan oleh Carolyn Evertson dan Alene Harris (1999),
mendukung kerangka manajemen kelas yang menekankan pembelajaran murid dan
membimbing murid untuk bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri, perilaku mereka,
dan pembelajaran mereka. COMP menekankan pencegahan problem, integrasi manajemen dan
pengajaran, keterlibatan murid, dan kolaborasi profesional antar-guru. Program ini
diimplementasikan melalui workshop training, aplikasi kelas, dan releksi kolaboratif. Riset telah
menunjukkan bahwa COMP menghasilkan perubahan positif dalam perilaku guru dan murid
(Evertson & Harris, 1999).

16

Anda mungkin juga menyukai