Anda di halaman 1dari 8

1.

MENCIPTAKAN LINGKUNGAN YANG POSITIF UNTUK


PEMBELAJARAN

Murid memerlukan lingkungan yang positif untuk mendukung proses


pembelajarannya. Untuk menciptakan lingkungan yang positif dalam
pembelajaran dapat dilakukan dengan beberapa hal, yaitu mengelola kelas secara
efektif, mengelola aktivitas kelas secara efektif, dan manajemen dalam
menghadapi perilaku yang bermasalah.
1. Mengelola Kelas Secara Efektif
Menurut Marzano & Marzano (2003) berbagai hasil studi menunjukkan
bahwa pengelolaan kelas adalah salah faktor yang sangat berpengaruh terhadap
prestasi siswa. Sudrajat (akhmadsudrajat.wordpress.com), menyatakan bahwa
pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan
rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas,
pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu,
penetapan norma kelompok yang produktif), di dalamnya mencakup pengaturan
orang (peserta didik) dan fasilitas. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang
ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya
proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan
pada aspek pengaturan (managemen), lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan
dengan pengaturan orang (siswa) dan barang atau fasilitas.
Kelas adalah jenis lingkungan yang khas. Kelas memilki fitur-fitur atau
perangkat khas yang mempengaruhi penghuninya (siswa-guru). Selain bagaimana
mengatur siswa dan tempat duduk serta hal-hal yang diyakini guru tentang
pendidikan (Doyley,1986: 2006). Ruang kelas bersifat multidimensional. Ruang
penuh sesak dengan orang, tugas-tugas, dan tekanan waktu.
Berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru dapat berefek ganda terhadap
siswa. Misalnya memberikan giliran menjawab kepada siswa yang
berkemampuan rendah akan mendorong partisipasi dan pemikiran mereka. Tepat
di sisi lain, mungkin akan membuat diskusi menjali lamban dan berbagai masalah
managerial bila ia tidak dapat menjawab. Berbagai persoalan yang dihadapi guru
muncul secara simultan. Dalam kondisi yang demikian, berbagai peristiwa tidak
dapat diprediksi. Terkadang rencana pembelajaran sudah diatur sedemikian rupa
(OHP, LCD sudah disiapkan) tiba-tiba mati lampu, atau terjadi tawuran di luar
kelas (Woolfolk, 2009: 296).
Menurut Brophy dan Evertson (1978) ada empat tahap umum mengelola
kelas menurut kebutuhan terkait umur, yaitu:
a. Selama TK hingga tahun-tahun awal SD diperlukan pengajaran langsung;
b. Masa pertengahan SD selain rutinitas kelas, prosedur-prosedur baru juga perlu
diajarkan secara langsung, dipantau, dan dipertahankan;
c. Akhir masa SD anak-anak mulai kritis (menguji dan menentang otoritas), oleh
karena itu diperlukan penanganan yang lebih efektif di samping senantiasa
memberikan motivasi pada siswa yang lebih tertarik kehidupan sosial ketimbang
pendapat guru; dan
d. Akhir SMA, tantangannya adalah mengelola kurikulum; menyesuaikan materi
dengan minat dan kemampuan siswa, serta membantu siswa dalam self-
managing.

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata
lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003) yaitu:

1. Visibility (keleluasaan pandangan). Visibility artinya penempatan dan


penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa,
sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang
sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa
kegiatan pembelajaran.

2. Accesibility (mudah dicapai). Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa


untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses
pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh
siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa
lain yang sedang bekerja.

3. Fleksibilitas (keluwesan). Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah


ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti
penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran
menggunakan metode diskusi, dan kerja
kelompok.

4. Kenyamanan. Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan,


cahaya, suara, dan kepadatan kelas.

5. Keindahan. Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang
kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas
yang indah dan menyenangkan dapat berengaruh positif pada sikap dan tingkah
laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Ada beberapa bentuk penataan kelas yang dapat disesuaikan dengan


aktivitas pengajaran yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut.

1. Gaya auditorium. Yaitu penataan kelas dengan semua murid duduk


menghadap guru. Penataan kelas gaya auditorium membatasi kontak murid
bertatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium seringkali
dipakai ketika guru mengajar atau ketika seseorang menyampaikan presentasi di
kelas.

2. Gaya tatap muka. Yaitu penataan kelas dengan semua murid saling
menghadap. Dalam penataan seperti ini, gangguan dari murid lain akan lebih
besar terjadi. Gaya tatap muka seringkali dipakai ketika terjadi aktivitas diskusi
kelompok.

3. Gaya off-set. Yaitu penataan kelas dengan sejumlah murid biasanya tiga atau
empat anak duduk di bangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama
lain. Gangguan dari murid lain dalam gaya off-set ini lebih sedikit daripada gaya
tatap muka dan gaya ini dapat efektif untuk kegiatan pembelajaran kooperatif.

4. Gaya seminar. Yaitu penataan kelas dengan sejumlah besar murid sekitar
sepuluh atau lebih duduk disusunan seperti lingkaran, atau persegi, atau
membentuk huruf U. gaya seminar ini akan efektif digunakan ketika guru
menginginkan aktivitas diskusi antara murid satu sama lain atau berdiskusi
dengan guru.

5. Gaya kluster. Yaitu penataan kelas dengan sejumlah murid biasanya empat
sampai delapan anak bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama akan
sangat efektif pada pembelajaran kolaboratif.

6. Lingkaran. Para peserta didik hanya duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja
atau kursi untuk interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran
ideal untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan ruangan yang cukup, sehingga
anda dapat menyuruh peserta didik menyusun kursikursi mereka secara cepat
dalam berbagai susunan kelompok kecil.

7. Kelompok untuk kelompok. Susunan ini memungkinkan untuk melakukan


diskusi fishbowl (mangkok ikan) atau untuk menyusun permainan peran, berdebat
atau observasi aktifitas kelompok. Susunan yangpaling khusus terdiri dari dua
konsentrasi lingkaran kursi. Atau dapat juga meletakkan meja pertemuan di
tengah-tengah, dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

8. Workstation. Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, aktif


dimana setiap peserta didik duduk pada tempat untuk mengerjakan tugas (seperti
mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laborat) tepat setelah
didemonstrasikan. Tempat berhadapan mendorong patner belajar untuk
menempatkan dua peserta didik pada tempat yang sama.

9. Breakout grouping. Jika kelas anda cukup besar atau jika ruangan
memungkinkan, letakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat
melakukan aktifitas belajar didasarkan pada tim. Tempatkan susunan pecahan-
pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling
mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompokkelompok kecil
terlalu jauh dari ruang kelas sehingga hubungan diantara mereka sulit dijaga.

10. Chevron. Sebuah susunan ruang kelas tradisional yang tidak melakukan
belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya
tersedia meja oblong, barangkali perlu menyusun peserta didik dalam bentuk
ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan
lebih baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain dari pada
baris lurus.

2. Mengelola Aktivitas Kelas Secara Efektif

Untuk mengelola aktivitas di kelas secara efektif, seorang guru sebaiknya


menggunakan gaya manajemen kelas otoritatif. Gaya ini berasal dari gaya
parenting. Seperti halnya orang tua yang otoritatif, guru yang menggunakan gaya
manajemen kelas secara otoritatif akan memiliki murid yang cenderung mandiri,
tidak cepat puas, mau bekerja sama dengan murid lainnya, dan menunjukkan
penghargaan diri yang tinggi. Strategi manajemen kelas yang otoritatif akan
mendorong murid untuk menjadi pemikir yang independen dan pelaku yang
independen. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan regulasi,
menentukan standar dengan masukan dari murid.

Ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan guru dalam mengelola aktivitas di
kelas agar menjadi efektif, yaitu sebagai berikut.

1. Menunjukkan seberapa jauh guru mengikuti aktivitas yang sedang


berlangsung dikelas

Guru yang seperti ini akan senantiasa memonitor murid secara regular. Hal ini akan
membuat guru menjadi bisa mendeteksi perilaku yang salah jauh sebelum perilaku
tersebut lepas kendali. Guru yang tidak mengikuti perkembangan aktivitas di kelas
kemungkinan besar tidak akan melihat perilaku salah itu sebelum perilaku itu
menguat dan menyebar.

2. Mengatasi situasi tumpang tindih secara efektif

Misalnya, dalam situasi aktivitas kelompok membaca, guru dapat merespon


pertanyaan murid dari kelompok lain, tetapi dalam merespon pertanyan tersebut guru
tidak mengubah aliran proses belajar membaca. Atau ketika berjalan mengelilingi
ruangan kelas dan memeriksa pekerjaan murid, matanya tetap mengawasi seluruh
kelas.

3. Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran

Guru sebaiknya mampu menjaga aliran pelajaran tetap lancar dan mempertahankan
minat murid. Ada beberapa aktivitas guru yang dapat mengganggu aliran pelajaran,
antara lain flipflopping, yaitu meninggalkan aktivitas yang sedang berjalan dengan
alasan yang tidak jelas, dan teerlalu lama memaparkan sesuatu yang sudah dipahami
murid. selain itu, ada juga tindakan fragmentasi, yaitu tindakan dimana guru
membagi aktivitas menjadi beberapa komponen meskipun aktivitas tersebut
sebenarnya bisa dilakukan sebagai satu unit. Misalnya, seorang guru meminta enam
murid untuk melakukan sesuatu secar individual, padahal sebenarnya semua murid
tersebut dapat dibentuk menjadi satu unit kelompok.

4. Melibatkan murid dalam berbagai aktivitas yang menantang

Guru sebaiknya melibatkan murid dalam berbagai tantangan tetapi bukan aktivitas
yang terlalu sulit. Murid terkadang merasa lebih tertarik untuk bekerja secara
independen daripada diawasi oleh guru.

5. Menunjukkan sikap tangkap

Menggambarkan tingkah laku guru yang tampak pada siswa, bahwa guru sadar dan
tanggap terhadap perhatian keterlibatan, masalah dan ketidak acuan mereka. Dengan
adanya sikap ini siswa merasa guru hadir ditengah mereka.

6. Membagi perhatian

Pengelolaan kelas yang efektif terjadi apabila guru membagi perhatian kepada
beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama.

7. Memusatkan perhatian

Keterlibatan siswa dalam KBM dapat dipertahankan apabila dari waktu kewaktu
guru mampu memusatkan kelompok terhadap tugas-tugas yang dilaksanakan.

8. Memberikan petunjuk yang jelas

Petunjuk yang diberikan harus bersifat langsung, dengan bahasa yang jelas dan tidak
membingungkan serta dengan tuntutan yang wajar dapat dipenuhi oleh siswa.
9. Menegur

Tidak semua tingkah laku yang mengganggukelompok, siswa dalam kelas dapat
dicegah atau dihindari dengan baik, sehingga guru harus melakukan teguran secara
verbal atau memperingatkan siswa.

10. Memberi Penguatan

Komponen ini digunakan untuk mengatasi siswa yang tidak mau terlibat dalam
kegiatan
pembelajaran atau menggangu temanya.

Selain hal di atas, guru juga dapat menggunakan prompts dan shaping.
Beberapa bentuk prompts (dorongan) dapat berupa isyarat atau pengingat, misalnya
“ingat aturan tentang antre’. Sedangkan shaping (pembentukan) dapat melibatkan
pemberian hadiah kepada murid jika bisa melaksanakan perilaku yang mendekati
perilaku sasaran secara berturut-turut. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian
hadiah adalah bahwa gunakan hadiah untuk member informasi tentang penguasaan,
bukan untuk mengontrol perilaku murid. imbalan yang mengandung informasi
tentang kemampuan penguasaan murid dapat menaikkan motivasi instrinsik dan rasa
tanggung jawab pada diri murid. Sedangkan imbalan yang digunakan untuk
mengontrol perilaku murid kecil kemungkinannya untuk dapat menaikkan rasa
tanggung jawab dan regulasi diri. Misalnya, pembelajaran seorang murid mungkin
akan menjadi lebih baik jika dia terpilih sebagai murid paling rajin minggu ini
karena dia melakukan sejumlah aktivitas yang produktif.akan tetapi, murid tersebut
mungkin tidak akan termotivasi jika dia diberi hadiah karena duduk tenang di
bangku; karena imbalan seperti itu hanyalah cara guru untuk mengontrol perilaku
murid tersebut, dan murid yang terlalu banyak dikontrol saat belajar akan cenderung
bertindak pasif.

3. MANAJEMEN DALAM MENGHADAPI PERILAKU BERMASALAH

Sebaik apapun guru merancang dan menciptakan lingkungan kelas yang


positif, perilaku bermasalah tetap akan muncul. Untuk itu, guru perlu menghadapinya
dengan cara yang efektif dan tepat waktu. Menurut ahli manajemen kelas, Carolin
Everstone dan rekannya (Everstone, Emmer, & Worsham, 2003 dalam Santrock 2007)
membedakan antara intervensi minor dan moderat dalam menangani perilaku
bermasalah murid.
Beberapa masalah hanya membutuhkan intervensi minor (kecil). Masalah-
masalah tersebut biasanya adalah perilaku yang mengganggu aktivitas kelas dan
proses belajar mengajar. Misalnya, murid yang ribut sendiri, meninggalkan tempat
duduknya, bercanda, ataupun makan di kelas. Strategi intervensi minor yang efektif
antara lain adalah:

1. Gunakan isyarat nonverbal

Guru sebaiknya menjalin kontak mata dengan murid. Kemudian berilah isyarat pada
murid dengan meletakkan telunjuk jari di bibir, menggeleng kepala, atau
menggunakan isyarat tangan untuk menghentikan perilaku tersebut.
2. Terus lanjutkan aktivitas belajar

Terkadang transisi antar aktivitas berlangsung terlalu lama atau terjadi kemandekan
aktivitas saat murid tidak melakukan apa-apa. Dalam situasi ini, murid mungkin
meninggalkan tempat duduknya, mengobrol, bercanda, dan mulai ribut. Strategi
yang baik adalah bukan mengoreksi tindakan murid dalam situasi seperti ini, tetapi
lebih baik mulailah aktivitas baru dengan segera. Dengan membuat rencana harian
yang efektif, guru dapat menghilangkan transisi dan kekosongan aktivitas.

3. Dekatilah murid

Ketika murid mulai bertindak menyimpang, guru hendaknya mendekatinya, maka


biasanya murid akan diam.

4. Arahkan perilaku

Jika murid mengabaikan tugasnya, ingatkan mereka tentang kewajibannya itu. Guru
dapat berkata “ingat, semua anak harus mengerjakan soal matematika ini”.

5. Berilah instruksi yang dibutuhkan

Terkadang murid melakukan kesalahan kecil ketika mereka tidak memahami cara
mengerjakan suatu tugas. Untuk itu, maka guru harus memantau pekerjaan murid
dan member petunjuk jika dibutuhkan.

6. Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung

Jalinlah kontak mata dengan murid, bersikaplah asertif, dan suruh murid
menghentikan tindakannya tersebut. Buatlah pernyataan singkat dan pantau murid
sampai situasi menjadi terkendali. Strategi ini dapat dikombinasikan dengan strategi
mengarahkan perilaku murid.

7. Berilah murid pilihan

Beri tanggung jawab pada murid dengan mengatakan bahwa dia mempunyai pilihan
yaitu bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif. Beri tahu murid apa
tindakan yang benar itu dan apa konsekuensinya bila tidak melakukan tindakan yang
benar.

Untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan


pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
pendekatan disiplin dan pendekatan bimbingan dan konseling. Penanganan siswa
bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata
tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen
organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu
ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan
perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum”
yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan
penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya
adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang
terjadi pada para siswanya.

journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/download/1414/1369

http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/view/49/10

Anda mungkin juga menyukai