Anda di halaman 1dari 30

ORGANISASI KURIKULUM

Dosen Pengampu:
Ida Ermiana, S.Pd., M.Pd., Siti Istiningsih S.Pd., M.Pd., Linda Feni Haryati
M.Pd., Arif Widodo S.Pd., M.Pd.,

4 A REGULER PAGI

Nama Anggota Kelompok 2:


Ahyu Afiza Jamalullael (E1E018002)
Amir Rahman (E1E018010)
Ayu Setiawati (E1E018022)
Baiq Qory Fatimah Azahra (E1E018029)
Dina Witri (E1E018038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala nikmatnya
sehingga makalah yang berjudul “Organisasi Kurikulum” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian dan
Analisis Kurikulum SD.
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan
Makalah ini, baik dari segi kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh
karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sekalian untuk kami jadikan sebagai bahan evaluasi.
Demikian, semoga Makalah ini dapat diterima sebagai ide/gagasan yang
menambah pengetahuan bangsa.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Mataram, 16 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. Latar Belakang............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.......................................................................................4

C. Tujuan..........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Pengembangan Organisasi Kurikulum.....................................................6

B. Faktor-faktor dalam Organisasi Kurikulum............................................8

C. Prosedur Mereorganisasi Kurikulum.....................................................12

D. Jenis – jenis Organisasi Kurikulum........................................................13

E. Kelebihan dan Kelemahan dari Jenis-jenis Organisasi Kurikulum....20

BAB III PENUTUP..............................................................................................29

A. Simpulan....................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Razali M. Thaib & Irman Siswanto dalam (Aset Sugiana,
2018) Pendidikan formal di sekolah merupakan tempat siswa mendapatkan
ilmu pengetahuan melalui kegiatan belajar mengajar. Dalam proses
kependidikan, kurikulum bukanlah suatu hal yang statis. Konsep
kurikulum dapat diubah sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan serta orientasi masyarakat. Dengan perkembangan tersebut,
maka lahirlah organisasi-organisasi kurikulum yang selalu berubah-ubah
yang menerapkan beberapa komponen di dalamnya.
Menurut Mustofa dalam (Aset Sugiana, 2018) Organisasi
kurikulum ini berperan penting dalam menentukan urutan materi yang
diajarkan dan cara menyajikannya. Selanjutnya istilah pengorganisasian
dalam konteks penulisan ini diartikan sebagai pola pengorganisasian dari
komponen kurikulum dalam perspektif penyusunan lingkup isi kurikulum
dan sekuensi materi pendidikan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan
kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa dalam
memperlajari bahan pelajaran dapat dicapai secara efektif. Tujuan
pendidikan yang dirumuskan dapat mempengaruhi pola atau desain
kurikulum karena tujuan tersebut dapat menentukan pola atau kerangka
untuk memilih, merencanakan, dan melaksanakan segala pengalaman dan
kegiatan belajar di sekolah (Rusman, 2009). Organisasi kurikulum tertentu
sangat mempengaruhi bentuk-bentuk pengalaman apakah yang akan
disajikan kepada anak-anak, dan tentunya akan mempermudah dalam
mencapai tujuan Pendidikan (Aset Sugiana, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengembangan organisasi kurikulum?
2. Apa faktor-faktor dalam organisasi kurikulum?
3. Bagaimana prosedur mereorganisasi kurikulum?
4. Apa saja jenis-jenis organisasi kurikulum?
5. Bagaimana kelebihan dan kelemahan dari jenis-jenis organisasi
kurikulum?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengembangan organisasi kurikulum
2. Untuk menjelaskan faktor-faktor dalam organisasi kurikulum
3. Untuk menjelaskan prosedur mereorganisasi kurikulum
4. Untuk menjelaskan jenis-jenis organisasi kurikulum
5. Untuk menjelaskan kelebihan dan kelemahan dari jenis-jenis organisasi
kurikulum
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengembangan Organisasi Kurikulum


Pengertian kurikulum berasal dari bahasa Latin yang berarti jalan
atau arena perlombaan yang dilalui oleh kereta. Kemudian, istilah ini
diadopsi dalam bidang pendidikan, sehingga mengandung pengertian
kumpulan mata pelajaran yang harus diajarkan guru atau dipelajari subyek
didik, atau kumpulan mata pelajaran yang ditetapkan sekolah untuk
dipelajari oleh subyek didik agar lulus dan memperoleh ijazah. Pengertian
ini merupakan pandangan lama yang lebih menekankan pada isi pelajaran.
Dalam kondisi tertentu, pengertian ini masih sering digunakan hingga
sekarang (Razali M. Thaib & Irman Siswanto dalam (Aset Sugiana,
2018)).
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang
dinamis. Hal ini berarti setiap kurikulum yang dikelola harus bisa
dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang sedang
membangun. Kurikulum yang dikelola itu harus sesuai dengan bakat,
minat, kebutuhan subyek didik, lingkungan dan memperlancar
pelaksanaan untuk menggapai tujuan yang telah ditetapkan (Razali M.
Thaib & Irman Siswanto dalam (Aset Sugiana, 2018)).
Menurut Subandijah dalam (Aset Sugiana, 2018) pengembangan
kurikulum merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena
mencangkup pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan di
sekolah disertai dengan penilaian yang intensif, dan penyempurnaan-
penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan tiga
hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses
penginteraksian komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen
tujuan. Adanya berbagai pandangan yang mendasari pengembangan
kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorganisasi
kurikulum (Sholeh Hidayat, 2013).
Organisasi kurikulum adalah susunan komponen kurikulum, seperti
konten kurikulum, kegiatan dan pengalaman belajar, yang diorganisasi
menjadi mata pelajaran, program, lessons, topik, unit, dan sebagainya
untuk mencapai efektivitas pendidikan (Muhammad Ansyar, 2015).
Organisasi kurikulum adalah susunan pengalaman dan pengetahuan baku
yang harus disampaikan dan dilakukan peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan (Zainal Arifin dalam (Aset Sugiana,
2018)).
Berdasarkan pengertian di atas bahwa organisasi kurikulum adalah
pola dan susunan komponen-komponen kurikulum yang diorganisasi
menjadi mata pelajaran, program, lessons, topik, unit yang tujuannya
untuk mempermudah siswa memahami apa yang diajarkan sehingga
menguasai kompetensi yang telah ditetapkan (Aset Sugiana, 2018).
Menurut Jhon D. McNeil dalam (Aset Sugiana, 2018), tidak ada
teori organisasi kurikulum yang dapat dianggap memadai. Sekalipun
demikian, terdapat beberapa konsep dan prinsip yang dapat diterapkan
dalam teori dan praktik. Para pengembang kurikulum diharapkan dapat
mengembangkan berbagai program pendidikan yang lebih bersifat
komprehensif, konsisten, dan efektif. Kegiatan belajar di sekolah tentu
berbeda dengan kegiatan belajar di luar sekolah. Di sekolah, semua
kegiatan dan pengalamn belajar diatur dan diorganisasikan secara formal,
terutama berkaitan dengan kapan dan di mana kegiatan belajar dilakukan.
Sekalipun demikian, apa yang harus dipelajari peserta didik tetap harus
terstruktur, terutama berkaitan dengan mata pelajaran.
Berikut terdapat dua dimensi pokok organisasi kurikulum yaitu:
dimensi isi dan dimensi pengalaman belajar. Dimensi isi lebih banyak
diterima oleh para pengembang kurikulum dibandingkan dengan dimensi
pengalaman belajar. Padahal, dalam organisasi kurikulum bukan hanya
mengandung dimensi isi melainkan juga dimensi pengalaman belajar
(Zainal Arifin dalam (Aset Sugiana, 2018)). Adapun unsur-unsur
organisasi kurikulum dalam (Zainal Arifin dalam Aset Sugiana, 2018))
antara lain:
a. Konsep
Yaitu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau
gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati,
konsep menentukan adanya hubungan empiris. Hampir setiap
bentuk organisasi kurikulum dibangun berdasarkan konsep, seperti
peserta didik, masyarakat, kebudayaan, kuantitas, dan kualitas,
ruangan, dan evolusi.
b. Generalisasi
Membuat kesimpulan-kesimpulan yang jelas dari suatu
fenomena di sekitarnya.
c. Keterampilan
Yaitu kemampuan dalam merencanakan organisasi
kurikulum dan digunakan sebagai dasar untuk menyusun program
yang berkesinambungan. Misalnya, organisasi pengalaman belajar
berhubungan dengan keterampilan komprehensif, keterampilan
dasar untuk mengerjakan matematika, dan keterampilan
menginterpretasikan data.
d. Nilai-nilai
Yaitu norma atau kepercayaan yang diagungkan, sesuatu
yang bersifat absolut untuk mengendalikan perilaku. Misalnya,
menghargai diri sendiri, menghargai kemuliaan dan kedudukan
setiap orang tanpa memperhatikan ras, agama, kebangsaan, dan
status sosial-ekonomi.
Menurut Zainal Arifin dalam (Aset Sugina, 2018)
Mengorganisasi unsur-unsur kurikulum mampu memilih tujuan
yang jelas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, baik minat
maupun bakat peserta didik. Jika tujuan kurikulum berkaitan
dengan domain moral dan etika sebagai fungsi dan integratif, maka
nilai-nilai merupakan unsur organisasi yang tepat.
B. Faktor-faktor dalam Organisasi Kurikulum
Dalam organisasi kurikulum ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,
yaitu:
a. Ruang Lingkup (Scope)
Ruang lingkup kurikulum tidak dapat dipisahkan dari
kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara. Ruang lingkup bahan pelajaran juga harus dengan visi,
misi, dan tujuan pendidikan nasional, standar kompetensi lulusan,
dan standar kompetensi mata pelajaran yang telah ditetapkan.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam jenis-jenis organisasi
kurikulum bahwa setiap organisasi mempunyai ruang lingkup
bahan pelajaran yang berbeda sehingga kegiatan dan pengalaman
belajar pun juga berbeda. Setelah memilih dan menentukan ruang
lingkup bahan pelajaran, kemudian disusun dalam organisasi
kurikulum tertentu sesuai dengan yang diinginkan (Abdullah Idi,
2007).
b. Urutan (Sequence)
Sequence menentukan urutan bahan pelajaran disajikan, apa
yang dahulu apa yang kemudian, dengan maksud agar proses
belajar berjalan dengan baik. Sesuatu yang baru misalnya hanya
dapat dipelajari bila bahan sebelumnya telah dipahami, atau bila
telah dimiliki keterampilan keterampilan tertentu atau bila
perkembangan-perkembangan anak telah mencapai taraf tertentu.
Faktor-faktor yang turut menentukan urutan bahan pelajaran antara
lain; 1) kematangan anak, 2) latar belakang pengalaman atau
pengetahuan, 3) tingkat inteligensi, 4) minat, 5) kegunaan bahan,
dan 6) kesulitan bahan pelajaran (Nasution dalam (Aset Sugiana,
2018)).
c. Kesinambungan (Continuity)
Kontinuitas kurikulum dalam organisasi kurikulum perlu
diperhatikan, terutama berkaitan dengan substansi bahan yang
dipelajari siswa, jangan sampai terjadi pengulangan ataupun
loncat-loncat yang tidak jelas tingkat kesukarannya. Pendekatan
spiral merupakan salah satu upaya dalam menerapkan faktor ini.
Artinya materi yang dipelajari siswa semakin lama semakin
mendalam yang dikembangkan berdasarkan keluasan secara
vertikal maupun horizontal (Rusman, 2009).
Menurut Nasution dalam (Aset Sugiana, 2018) Perguruan
tinggi sering mempermasalahkan SMA karena lulusan sukar
mempelajari bahan perguruan tinggi, walaupun sebenarnya guru-
guru SMA telah banting tulang menyelesaikan kurikulum. Jika
masih tak berhasil maka kesalahan dicari pada SMP yang juga tak
rela memikul segala tanggung jawab dan menuduh SD sebagai
kambing hitam segala penyakit Pendidikan. Contohnya, peserta
didik sudah belajar bahasa Inggris dari SMP sampai perguruan
tinggi (lebih kurang 10 tahun), ternyata belum dapat
berkomunikasi dengan bahasa Inggris dengan baik (Abdullah Idi,
2007).
d. Terpadu (Integrated)
Faktor ini berangkat dari asumsi bahwa bidang-bidang
kehidupan memerlukan pemecahan secara multidisiplin. Artinya,
jika guru menggunakan subject centered curriculum, maka besar
kemungkinan pengetahuan yang diperoleh peserta didik menjadi
terlepas-lepas dan tidak fungsional. Maka dari itu harus adanya
fokus pada permasalahan yang perlu dipecahkan berdasarkan
bidang-bidang kehidupan. Untuk mencapai pemahaman yang utuh
dan menyeluruh, maka keterpaduan ini bukan hanya dilakukan
oleh guru dalam berbagai mata pelajaran, tetapi juga oleh peserta
didik melalui pengetahuan dari berbagai sumber belajar yang
saling berhubungan (Abdullah Idi, 2007).
e. Keseimbangan (Balance)
Menurut Nasution dalam (Aset Sugiana, 2018)
Keseimbangan ini dapat dipandang dari dua segi, yakni; 1)
keseimbangan isi, yaitu tentang apa yang dipelajari, dan 2)
keseimbangan cara atau proses belajar. Dalam menentukan
keseimbangan isi, maka perlu dipertimbangkan betapa penting dan
perlunya masing-masing mata pelajaran, suatu hal yang tidak
mudah karena sukar menentukan kriterianya. Ada yang
menganggap bahwa semua mata pelajaran sama pentingnya dari
segi edukatif, ekonomi, studi lanjutan, pembangunan negara, dan
sebagainya. Masalah keseimbangan atau balance ini kurang
dirasakan pada sekolah komprehensif yang menggunakan sistem
kredit. Di samping mata pelajaran wajib tersedia sejumlah mata
pelajaran pilihan yang dapat diambil siswa dengan bimbingan
guru. Pada umumnya akan diusahakan adanya keseimbangan yang
berkenaan dengan pendidikan intelektual, moral, sosial, fisik,
estitis, dan keterampilan agar tiap anak mendapat pendidikan yang
harmonis.
Kalau hanya berbicara tentang kepentingan tentu semua
bahan pelajaran adalah penting, tetapi kepentingan tersebut harus
dikaitkan dengan pembentukan pribadi peserta didik secara utuh
dan menyeluruh (Abdullah Idi, 2007).
f. Waktu (Times)
Kurikulum akhirnya harus dituangkan dalam bentuk mata
pelajaran atau kegiatan belajar beserta waktu yang disediakan
untuk masing-masing mata pelajaran. Disini dihadapi masalah
distribusi atau pembagian waktu yang harus menjawab pertanyaan
seperti berapa tahun suatu mata pelajaran harus diberikan, berapa
kali seminggu dan berapa lama tiap mata pelajaran. Apakah mata
pelajaran itu dipadatkan pada satu semester ataukah disebarkan
selama beberapa tahun. Penelitian tentang distribusi dan efektivitas
kurikulum sangat langka. Maka karena itu distribusi waktu
kebanyakan didasarkan atas tradisi pengalaman, atau pertimbangan
para pengembang kurikulum. Sering juga terjadi tawar-menawar.
Sebagai pasangan biasanya digunakan betapa pentingnya nilai dan
tujuan mata pelajaran. Nilai ini dapat berubah menurut keadaan
zaman sehingga jumlah jam yang disediakan dapat berkurang atau
bertambah (Nasution dalam (Aset Sugiana, 2018)).
Berdasarkan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
organisasi kurikulum bahwa beberapa komponen-komponen di atas harus
di pertimbangan adanya. Karena dengan adanya komponen tersebut, baik
dalam scope dan sequence nya tentang bagaimana peserta didik diajarkan/
diberikan ilmu sesuai kebutuhannya nanti di masyarakat, dan bagaimana
urutan pelajaran tersebut. Di tambah lagi keterpaduan ilmu pengetahuan
yang saling berhubungan antara mata pelajaran dengan mata pelajaran
yang lainnya, dan tentunya keseimbangan dengan intelektual, sosial,
estetis dan dalam diberikan dalam waktu yang telah direncanakan.
sehingga menjadikan proses pembelajaran lebih terarah dan lebih efektif
serta lebih efisien.
C. Prosedur Mereorganisasi Kurikulum
Beberapa cara mereorganisasi kurikulum menurut Zainal Aifin dalam
(Aset Sugiana, 2018) yaitu sebagai berikut:
a. Reorganisasi melalui Mata Pelajaran
Reorganisasi melalui mata pelajaran ialah buku merupakan
sumber belajar yang penting bagi peserta didik dalam memperlajari
kurikulum.
b. Reorganisasi dengan Cara Tambal Sulam
Memilih kurikulum yang baik yang sesuai dengan kondisi
dan tujuan sekolah. Dengan demikian, kurikulum sekolah menjadi
kaya dengan program-program terbaik dan berusaha
menghilangkan program yang dianggap kurang baik.
c. Reorganisasi melalui Analisis Kegiatan
Dengan menganalisis kegiatan yang berhubungan dengan
segala kegiatan yang ada dalam kehidupan masyarakat siswa.
Bahwa analisis kegiatan ini bertujuan supaya bahan/ materi
pelajaran dapat diarahkan pada kehidupan masyarakat yang nyata.
d. Reorganisasi melalui Fungsi Sosial
Merumuskan fungsi sosial ialah bahan pelajaran
disampaikan dengan mengarah ke dalam kehidupan sosial,
bagaimana siswa nantinya hidup bersosial antar individu atau
kelompok dalam masyarakat.
e. Reorganisasi melalui Survei Pendapat
Survei pendapat bisa dilakukan dari beberapa pihak. seperti
peserta didik, orang tua, guru, pengawas, kepala sekolah, tokoh
masyarakat, dan mitra sekolah.
f. Reorganisasi melalui Studi Kesalahan
Pada tahap ini asalisis studi kesalahan terhadap proses
belajar dan hasilnya.
g. Reorganisasi melalui Analisis Masalah Remaja
Ross Moaney dan kawan-kawan menganaslisis 330
masalah kebutuhan remaja yang dibagi menjadi 11 kelompok,
yaitu: perkembangan jasmani dan kesehatan, biaya hidup dan
pekerjaan, kegiatan sosial dan rekreasi, berkeluarga, minikah dan
seks, hubungan sosial secara psikologis, hubungan pribadi, moral,
dan keagamaan, rumah tangga dan kerabat, pendidikan dan kerja
sama, penyesuaian terhadap pekerjaan sekolah, kurikulum dan
prosedur pembelajaran (Zainal Arifin dalam Aset Sugiana, 2018).
Berdasarkan prosedur dalam mereorganisasi kurikulum di atas
bahwa setiap pengembang kurikulum survey dan menganaliss serta
menyimpulkan sehingga materi pelajaran yang disampaikan mampu
bersaing dengan dunia yang semakin maju. Materi pelajaran yang
disampaikan oleh guru memberikan pengetahuan terkini, yang di
dalamnya terdapat berbagai bidang kehidupan sosial, baik dalam keluarga,
masyarakat, hidup sebagai warga negara (Aset Sugiana, 2018).
D. Jenis – jenis Organisasi Kurikulum
a. Separate-Subject Curriculum
1) Konsep dasar separate subject curriculum
Apa dan bagaimanakah separate-subject curriculum itu?
Kurikulum ini menekankan penyajian bahan pelajaran dalam
bentuk bidang studi atau mata pelajaran. Masing-masing mata
pelajaran ditetapkan berdasarkan disiplin keilmuan. Isinya ialah
pengetahuan yang telah tersusun secara logis dan sistematis
dari masing-masing bidang keilmuan. Antarmata merupakan
unsur yang terpisah-pisah.
Tak ada pengaitan antarsatu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lain. Penetapan materi pelajaran Bahasa Indonesia,
misalnya, dilakukan untuk mencapai empat keterampilan
berbahasa saja (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis).
Mengenai apa yang disimak, yang dibicarakan, yang dibaca,
dan yang ditulis bebas saja, bisa mengenai energi, masyarakat,
dll., tanpa dikaitkan dengan isi mata pelajaran lain, yang terkait
sekalipun (fisika dan sosiologi). Yang penting, apa yang
tersajikan dalam mata pelajaran itu sistematis secara internal
mata pelajaran itu sendiri.
Jumlah mata pelajaran dan alokasi waktu yang
diberikan bervariasi, sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah.
Tingkat -tingkat sekolah sebagaimana kita ketahui adalah
SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Sementara jenis sekolah
biasanya mengacu pada sekolah umum dan sekolah kejuruan.
Masing-masing tingkat dan jenis sekolah memerlukan cakupan
dan spesifikasi bahan pelajaran yang berbeda-beda. Bahan
pelajaran itu selanjutnya dipilah-pilah berdasarkan satuan kelas
dan semesternya.
Dengan demikian, pengorganisasian separate-subject
curriculum benar benar disusun dengan berorientasi pada mata
pelajaran (subject centered). Pengorganisasian kurikulum ini
dilatarbelakangi oleh pandangan ilmu jiwa asosiasi, yang
mengharapkan terbangunnya kepribadian yang utuh
berdasarkan potongan-potongan pengetahuan. Kurikulum
bentuk terpisah ini sangat menekankan pada pembentukan
intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan
kepribadian anak secara keseluruhan.
Penyusunan separate-subject curriculum biasanya
dilakukan tim pengembang yang telah ditunjuk di tingkat
nasional. Tim ini menentukan seluruh pengalaman edukatif,
luas bahan pelajaran (scope) yang harus disajikan dan dipelajari
siswa, serta waktu penyajian bahan pelajaran. Hal lain yang
penting dalam pengorganisasian kurikulum ialah pengurutan
(sequence) bahan pelajaran. Pengurutan harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga benar-benar terjaga kesinambungan
bahan. Harus dihindari keterulangan bahan pelajaran yang
sudah pernah dipelajari siswa di kelas sebelumnya, dan
keterlewatan bahan pelajaran. Sebelumnya telah disinggung
bahwa penyusunan kurikulum jenis ini dilakukan oleh tim. Tim
ini terdiri atas para tokoh dan ahli pendidikan serta para ahli
dalam disiplin keilmuan tertentu. Mereka inilah yang
menetapkan apakah yang diperlukan siswa kelak dalam
kehidupannya di masyarakat.
Jadi, dalam kurikulum ini memang sudah ditetapkan
pengalaman-pengalaman apa saja yang akan ditempuh siswa
dalam belajar. Oleh karena itu, biasanya bahan pelajaran dan
bahkan buku pelajarannya, telah disiapkan sebelumnya.
Terdapat sejumlah persoalan yang muncul sebagai
akibat pengorganisasian kurikulum seperti itu. Pertama, karena
dibangun oleh tim khusus, apalagi tingkat nasional, maka bisa
dibayangkan adanya keseragaman yang terjadi. Kedua,
keberadaan buku pelajaran (paket) kerap menimbulkan salah
penyikapan bahwa kurikulum itu buku pelajaran. Pada kasus
ini terjadilah penyempitan substansi. Keadaan ini biasanya
menimpa guru yang tidak profesional. Apa pun yang terjadi,
yang diajarkan dan disajikan kepada para siswa hanya buku
paket itu saja. Sebaliknya, bagi guru yang yang profesional, ia
tidak akan mau diperhamba oleh satu buku (paket) saja. Dia
tentu akan menambah referensi lain untuk memperkaya,
memperdalam, dan menyesuaikan bahan pelajaran yang
diajarkan selaras dengan kebutuhan siswa (Ida Ermiana, 2015).
b. Correlated-Subject Curriculum
1) Konsep Dasar Correlated Subject Curriculum
Correlated subject curriculum dikembangkan dengan
semangat menata/ mengelola keterhubungan antarberbagai
mata pelajaran. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan
kehidupan bahwa tak ada satu fenomena pun yang terlepas dari
fenomena lainnya. Tidak mungkin kita membicarakan suatu
mata pelajaran tanpa menyinggung sama sekali mata pelajaran
yang lain. Untuk itulah diperlukan kurikulum yang dapat
memberikan pengalaman belajar yang dapat menghubungkan
satu pelajaran dengan pelajaran lain. Kurikulum ini diharapkan
dapat membangun keterpaduan pengetahuan dan pengalaman
belajar yang diperolehnya.
Dalam mata pelajaran fisika, misalnya, terdapat bahasan
mengenai listrik. Persoalan listrik tentu terkait dengan
lingkungan alam, ekonomi, dan juga sosial kemasyarakatan.
Oleh karena itu pula, ketika berbicara tentang listrik dalam
pelajaran Fisika, dapat pula dikaitkan dengan listrik sebagai
sesuatu yang bernilai materi dalam pelajaran Ekonomi, dan
listrik sebagai sumber energi yang dapat mempermudah
kehidupan manusia dalam mata pelajaran Sosiologi. Namun
demikian, pengaitan antarmata pelajaran itu tidak
menghilangkan eksistensi dari masing-masing mata pelajaran
yang dihubungkan. Adanya upaya menata keterhubungan
antara berbagai mata pelajaran inilah yang kemudian
melahirkan bentuk kurikulum yang dikenal dengan correlated
subject. Akan tetapi ada hal yang harus Anda catat, bahwa
dalam correlated subject ini tidak berarti kita memaksakan
adanya hubungan antarsejumlah mata pelajaran. Kita harus
tetap sadar dan mempertahankan adanya batas-batas yang ada.
Upaya menghubungkan antarmata pelajaran dapat dilakukan
dengan berbagai cara berikut.
a) Menghubungkan secara incidental
Pengaitan antarmata pelajaran terjadi karena kasus
kebetulan. Misalnya, saat dua atau lebih guru
bidang studi saling mengamati kurikulum atau
bahan pelajaran yang ada, para guru tersebut
melihat adanya bahan pelajaran yang satu sama lain
dapat dihubungkan.
b) Menghubungkan secara lebih erat dan terencana
Pengaitan antarmata pelajaran disebabkan oleh
adanya suatu pokok bahasan atau permasalahan
yang dapat dibahas dari berbagai macam mata
pelajaran. Misalnya, masalah etika, moral, dan
kependudukan dibicarakan dalam mata pelajaran
PKn, Bahasa Indonesia, IPS, dan Agama. Pengaitan
antarbahan pelajaran itu dilakukan secara terencana,
bukan kebetulan. Satu topik yang sama disoroti dari
sudut pandang masing-masing mata pelajaran.
Namun demikian, setiap mata pelajaran tetap
diberikan secara sendirisendiri dalam jam yang
berbeda.
c) Menghubungkan beberapa mata pelajaran dengan
menghilangkan batas yang ada Pengaitan
antarpelajaran dilakukan dengan menggabungkan
beberapa mata pelajaran sehingga menghilangkan
batas yang ada antarmata pelajaran. Beberapa
pelajaran yang serumpun dipadukan menjadi satu
dengan satu nama mata pelajaran. Misalnya pada
kurikulum 2006 kita kenal ada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), yang pada dasarnya di
dalamnya terdiri atas beberapa bahan/materi
pelajaran ekonomi, geografi, dan sejarah. Contoh
lain bisa kita sebut mata pelajaran Matematika, yang
merupakan penggabungan dari mata pelajaran
berhitung, aljabar, dan ilmu ukur. Penggabungan
beberapa mata pelajaran ini lazim disebut broad-
fields, yang sebenanrya berarti suatu kesatuan yang
tidak terbagi dalam bagian-bagian. Akan tetapi,
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
penggabungan itu masih sebatas pada kumpulan
bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu
yang bahan/materi pelajarannya dikurangi. Oleh
karenanya, broad-fields ini sebenanya masih bersifat
subject centered (berorientasi pada mata pelajaran),
hanya saja telah dimodifikasi dari bentuknya yang
tradisional (Ida Ermiana, 2015).
c. Integrated Curriculum
1) Konsep Dasar Integrated Curriculum
Ciri pokok dari integrated curriculum ini adalah
tiadanya batas atau sekat antarmata pelajaran. Semua mata
pelajaran dilebur menjadi satu dalam bentuk unit. Oleh karena
itu, kurikulum ini disebut juga sebagai kurikulum unit. Kalau
dalam correlated subject curriculum masing-masing mata
pelajaran masih menampakkan eksistensinya, maka dalam
integrated curriculum ciri-ciri setiap mata pelajaran hilang
sama sekali. Namun, jangan disalahpahami. Integrated
curriculum tidak sekedar berupa keterpaduan bentuk yang
melebur berbagai mata pelajaran, melainkan juga aspek tujuan
yang akan dicapai dalam belajar.
Melalui keterpaduan diharapkan dapat terbentuk pula
keutuhan kepribadian anak didik yang sesuai dengan
lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, apa yang diajarkan
di sekolah harus benar-benar disesuaikan dengan situasi,
masalah, dan kebutuhan kehidupan di masyarakat. Sebagai
ilustrasi, kita bisa mengangkat persoalan listrik dalam
masyarakat. Persoalan listrik ini selanjutnya dibahas/dikupas
dari berbagai perspektif secara komprehensif: dari segi
lingkungan alam, ekonomi, sosial, mekanika, dsb. Di sini mata
pelajaran dilebur menjadi satu kesatuan unit bahasan yang tidak
terpisah-pisah sebagaimana halnya dalam separated subject
curriculum maupun corelated subject curriculum, yang ada
hanya perspektif dari ilmu alam, ekonomi, dan sosial, dan
sebagainya.
Di dalam unit pembelajaran harus terdapat hubungan
antarberbagai kegiatan belajar siswa, dalam perspektif berbagai
mata pelajaran. Hal itu dapat dicapai jika tujuan pembelajaran
mengarahkan siswa untuk dapat memecahkan persoalan dengan
menggunakan metode berpikir limiah (method of intelegence).
Adapun mengenai pemilihan masalah, terdapat dua pendapat
yang saling bertentangan. Pertama, mengedepankan kebutuhan
masyarakat (social-centered) dan yang kedua mengedepankan
minat dan kebutuhan anak didik (child-centered). Namun
demikian, pada dasarnya masih bisa diambil jalan tengah, yaitu
dengan memilih masalamasalah yang sesuai dengan minat dan
kebutuhan anak didik dengan tetap memperhatikan kebutuhan
sosialnya.
Ciri-ciri integrated curriculum, yaitu:
a. Merupakan kesatuan utuh bahan pelajaran. Faktor yang
menyatukan antarbahan pelajaran itu ialah masalah-masalah
yang harus diselidiki dan dipecahkan anak didik. Seluruh bahan
pelajaran digunakan untuk memecahkan masalah.
b. Unit disusun berdasarkan kebutuhan anak didik, yang
bersifat pribadi maupun sosial, baik yang menyangkut
kejasmanian maupun kerohanian. Dengan system unit ini
sengaja ditingkatkan perkembangan sosial anak dengan cara
berkeja sama melalui kerja kelompok.
c. Dalam unit, anak dihadapkan pada berbagai situasi yang
mengandung permasalahan yang berhubungan dengan
kebutuhan sehari-hari (life centered) yang dikaitkan dengan
pelajaran di sekolah. Dengan demikian, anak dilatih untuk
memecahkan masalah dengan metode berpikir ilmiah, yang
dilakukan dengan langkahlangkah: (1) merumuskan masalah,
(2) mencari jawaban dengan mencari dan mengumpulkan
keterangan-keterangan dari buku ataupun sumber lain, (3)
menganalisis, mengamati dan melakukan percobaan, (4)
mengambil kesimpulan, dan (5) melakukan tindakan sesuai
dengan hasil yang diperoleh.
d. Unit mempergunakan dorongan-dorongan sewajarnya pada
diri anak dengan melandaskan diri pada teori-teori belajar.
Anak diberi kesempatan melakukan kegiatan sesuai dengan
minatnya. Anak pun harus diikutsertakan dalam menetapkan
pokok-pokok masalah yang akan dipelajarinya.
e. Pelaksanaan unit biasanya memerlukan waktu yang lebih
lama dari pada model pelajaran biasa. Untuk memecahkan satu
masalah bisa jadi diperlukan waktuberjam-jam (Ida Ermiana,
2015).
E. Kelebihan dan Kelemahan dari Jenis-jenis Organisasi Kurikulum
a. separated-subject curriculum
1) kelebihan separated-subject curriculum
a) Bahan pelajaran tersajikan secara logis dan
sistematis
Dalam kurikulum ini, bahan telah disiapkan dan
disusun secara sistematis, logis, dan
berkesinambungan. Penyusunan bahan telah
menggunakan urutan yang tepat, dari yang mudah
menuju yang sukar, dari yang sederhana menuju
yang kompleks. Ilmu pengetahuan yang akan
disampaikan kepada anak sudah dalam urutan logis
sebagaimana yang telah ditata dan dipikirkan oleh
para ahli. Dengan demikian, penggunaan kurikulum
ini akan memudahkan guru dalam menyajikan
materi, dan dipandang lebih efektif dan efisien,
karena pihak sekolah dan guru tinggal
menyampaikan saja (Ida Ermiana, 2015).
b) Organisasi kurukulum sederhana serta mudah
direncanakan dan dilaksanakan
Karena tiap mata pelajaran disikapi sebagai suatu
satuan yang otonom, maka perhatian dan
penyusunan bahan hanya sebatas mata pelajaran itu
sendiri. Kesederhanaan inilah yang menjadikan
kurikulum mudah disusun dan dilaksanakan oleh
para pengembang maupun guru. Kurikulum ini juga
mudah untuk direorganisasi, ditambah, atau
dikurangi. Penentuan jumlah, cakupan, dan urutan
mata pelajaran tidak seberapa menimbulkan banyak
masalah. Dalam pelaksanaan kurikulum, guru
umumnya dapat berpegang pada buku pelajaran
yang telah ditentukan, dan mengajarkannya bab
demi bab. Apa yang diajarkan sudah ditentukan
lebih dahulu, sehingga guru dapat menyesuaikan
jumlah waktu yang ditentukan dengan bahan
pelajaran yang tersedia (Ida Ermiana, 2015).
c) Kurikulum mudah dinilai
Kurikulum ini utamanya bertujuan menyampaikan
sejumlah pengetahuan, pengertian, dan kecakapan-
kecakapan tertentu yang mudah dinilai dengan tes.
Bahan pelajaran pun bisa ditentukan dengan
menetapkan buku-buku pelajaran yang harus
digunakan oleh suatu daerah, atau bahkan satu
negara. Hal ini akan memudahkan dilakukannya
ujian umum yang sama dalam satu wilayah negara.
Dengan mudahnya pelaksanaan ujian, maka mudah
pula mendapatkan data seandainya diperlukan
perubahan-perubahan. Misalnya bila materi sudah
tidak sesuai dengan tuntutan zaman, baik
menyangkut keseluruhan komponen bahan ataupun
sebagian, maka dengan segera dapat dilakukan
perubahan atau penyesuaian isi kurikulum (Ida
Ermiana, 2015).
d) Memudahkan guru sebagai pelaksana kurikulum
Umumnya pendidikan guru mempersiapkan calon
guru/guru (tingkat sekolah lanjutan) untuk
mengajarkan mata pelajaran tertentu. Dengan
kurikulum ini, apa yang akan diajarkan guru sejalan
betul dengan pengetahuan dan pengalaman yang
diperolehnya saat kuliah. Lebih-lebih bila mereka
telah memiliki pengalaman mengajar bertahun-
tahun. Mereka menjadi sangat menguasai bahan
pelajaran dan lebih merasa aman dengan
menggunakan kurikulum subject-centered ini (Ida
Ermiana, 2015).
e) Kurikulum ini juga dipakai di perguruan tinggi
Manajemen kurikulum di terguruan tinggi pada
umumnya menerapkan speparated subject curculum.
Mahasiswa mempelajari bidang keilmuan secara
terkonsentrasi. Karena saat di sekolah menengah
mereka juga diajar dengan menggunakan model
kurikulum yang sama, maka para siswa lulusan
sekolah menengah yang melanjutkan ke perguruan
tinggi telah terbiasa dengan belajar dalam situasi
kurikulum seperti ini (Ida Ermiana, 2015).
f) Kurikulum ini mudah diubah
Perubahan kurikulum yang terjadi umumnya
didasarkan pada organisasi mata pelajaran.
Penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan zaman
biasanya dilakukan dengan menambah mata
pelajaran, bisa juga meluaskan atau menyempitkan
materi pelajaran. Hal seperti ini tentu akan mudah
dilaksanakan pada kurikulum yang diorganisasikan
dengan cara separated subject curiculum, karena
masing-masing mata pelajaran bersifat terpisah.
Dengan demikian penambahan, pengurangan,
ataupun cakupan materi pun tidak akan
mengganggu pelajaran lain (Ida Ermiana, 2015).
2) Kelemahan Separate-Subject Curriculum
a) Mata pelajaran terpisah-pisah
Mata pelajaran dalam kurikulum ini diberikan
secara terpisahpisah. Tidak ada upaya
menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan
mata pelajaran lainnya. Hal ini menjadikan peserta
didik akan menerima pengetahuan secara terpisah-
pisah, dalam konsentrasi masing-masing mata
pelajaran. Padahal, pelbagai persoalan kehidupan
yang riil umumnya perlu dihadapi dengan
pengetahuan yang menyeluruh atau terpadu. Dengan
demikian, anak masih sering mengalami kegagapan
pada saat menghadapi persoalan sehari-hari dengan
berbagai konteksnya (Ida Ermiana, 2015).
b) Kurang memperhatikan masalah kehidupan sehari-
hari. Penyampaian kurikulum ini semata-mata
menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan.
Bahkan kadang-kadang materi yang dipelajari siswa
tidak ada relevansinya dengan kebutuhan hidup.
Bila anak sudah bisa memecahkan permasalahan
permasalahan di sekolah dianggap dengan
sendirinya akan mampu mentransformasikannya
dalam menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari.
Padahal, kenyataan hidup di luar sekolah berbeda
sekali dengan apa yang biasa terjadi di sekolah (Ida
Ermiana, 2015).
c) Cenderung statis dan ketinggalan zaman
Karena pengetahuan dianggap sebagai hal yang
telah ditemukan orang masa lalu, maka kegiatan
belajar siswa di sekolah hanya mempelajari apa
yang sudah ada dan disiapkan. Akibatnya, buku
pelajaran yang digunakan pun bisa berlaku
bertahun-tahun, tanpa pernah melakukan revisi. Bila
ini yang terjadi, maka semuanya akan menjadi
statis. Buku pegangan guru tetap itu-itu saja.
Padahal, kehidupan manusia terus berkembang
secara dinamis. Apa yang dianggap benar pada masa
lalu, belum tentu dianggap benar pada masa
sekarang. Apalagi bila ada guru “tertutup” yang
fanatik pada satu buku, karena buku itulah yang
dulu dipelajarinya, maka dianggaplah apa yang ada
dalam buku itu yang paling benar (Ida Ermiana,
2015).
d) Tujuan kurikulum sangat terbatas
Separated subject curriculum hanya menekankan
pada aspek intelektual, dan mengabaikan aspek
emosional dan sosial. Padahal, ketiga aspek itu
sama pentingnya bagi tumbuh-kembang siswa
secara utuh. Karena hanya menekankan aspek
intelektual, maka anak akan mengalamai persoalan
pada saat harus terjun ke masyarakat untuk
menjalani kehidupannya sehari-hari. Materi
pelajaran pun disamaratakan untuk semua peserta
didik, tanpa memperhatikan perbedaan individu.
Karena itu pula, kurikulum separated subject
curriculum dipandang tidak demokratis (Ida
Ermiana, 2015).
b. Correlated Subject Curriculum
1) Kelebihan Correlated Subject Curriculum
Correlated subject curriculum memiliki kelebihan sebagai
berikut.
a) Mendukung keutuhan pengetahuan dan pengalaman
belajar murid Siswa tidak menerima pelajaran
dalam satuan/bahasan yang terpisah-pisah. Mereka
mempelajari suatu permasalahan yang disoroti dari
berbagai sudut yang saling berhubungan, yaitu
melalui berbagai mata pelajaran. Dengan demikian,
pengetahuan dan pengalaman anak didik diharapkan
dpat lebih luas.
b) Memungkinkan penerapan hasil belajar yang lebih
fungsional Adanya keterkaitan antarmata pelajaran
menjadikan pengetahuan dan pengalaman belajar
siswa dapat diterapkan lebih fungsional. Pengaitan
antarmateri pelajaran lebih mengutamakan prinsip-
prinsip daripada penguasaan fakta-fakta. Dengan
prinsip-prinsip yang diolah dari berbagai mata
pejaran inilah anak didik dapat lebih terbuka untuk
memecahkan persoalan yang dihadapinya secara
lebih komprehensif.
c) Meningkatkan minat belajar siswa Pemahaman
tentang adanya keterkaitan antarmata pelajaran
dapat menjadi modal bagi tumbuhnya minat belajar
siswa. Mereka akan merasa apa yang dipelajari pada
mata pelajaran tertentu memiliki manfaat dalam
mata pelajaran yang lain (Ida Ermiana, 2015).
2) Kelemahan Correlated Subject Curriculum
Correlated subject curriculum juga memiliki sejumlah
kelemahan berikut.
a) Kurikulum masih bersifat subject centered Sifat
kurikulum yang subject centered (berpusat pada
subjek/mata pelajaran) menjadikan bahan pelajaran
disusun berdasarkan pada struktur ilmu pengetahuan.
Artinya, bahan mata pelajaran dalam kurikulum belum
memiliki orientasi pada minat-bakat dan kebutuhan
sehari-hari siswa (child centered).
b) Kurang memberikan pengetahuan yang sistematis dan
mendalam Penggabungan beberapa mata pelajaran
menjadi satu kesatuan lingkup yang lebih luas tidak
memberikan pengetahuan yang sistematis dan
mendalam. Bagaimanapun, pembicaraan mengenai
suatu pokok masalah dalam sejumlah berbagai mata
pelajaran tetap tidak padu, karena pada dasarnya
masing-masing memang merupakan subject (mata
pelajaran) yang berbeda. Dengan dikuranginya
bahan/materi (juga jam) pelajaran, maka pengetahuan
yang dikuasai anak didik menjadi dangkal.
c) Menuntut pendekatan interdisipliner Para guru,
khususnya untuk sekolah lanjutan, umumnya disiapkan
untuk mengajar satu mata pelajaran tertentu. Sulit bagi
mereka untuk menerapkan pendekatan interdisipliner,
yang menuntut kesanggupan guru untuk dapat
berpandangan dan berpikir secara lintas disiplin. Guru
pun masih sangat fanatic terhadap disiplin atau mata
pelajaran pokok yang diasuhnya. Kalaupun
menggunakan mata pelajaran lain, hal itu kerap itu
disikapi sebagai pelajaran pembantu (Ida Ermiana,
2015).
c. Integrated Curriculum
1) Kelebihan Integrated curriculum
Integrated curriculum memiliki sejumlah kelebihan berikut (Ida
Ermiana, 2015).
a) Segala hal yang dipelajari dalam unit bertalian erat satu
sama lain. Bukan sekedar fakta-fakta terpisah, sehingga
lebih fungsional bagi kehidupan anak.
b) Sesuai dengan teori baru mengenai belajar yang
mendasarkan pada pengalaman, kematangan, dan minat
anak. Anak terlibat secara aktif, berbuat, serta belajar
bertanggung jawab.
c) Memungkinkan hubungan yang lebih erat antara
sekolah dan masyarakat, karena masyarakat dapat
menjadi laboratorium kegiatan belajar.
2) Kelemahan Integrated Curriculum
Di balik kelebihannya, integrated curriculum pun memiliki
beberapa kelemahan berikut (Ida Ermiana, 2015).
a) Tidak mempunyai organisasi yang logis dan sistematis.
Bahan pelajaran tidak dapat ditentukan terlebih dahulu
secara sepihak oleh guru atau lembaga, melainkan harus
dirancang secara bersama-sama dengan murid.
b) Para guru umumnya tidak disiapkan untuk menjalankan
kurikulum dalam bentuk unit.
c) Pelaksanaan kurikulum unit sangat memerlukan waktu,
serta dukungan peralatan dan sarana dan prasarana yang
cukup. d) Tidak memiliki standar hasil belajar yang
jelas, sehingga sulit mengukur kemampuan anak secara
nasional.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan
kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa dalam
memperlajari bahan pelajaran dapat dicapai secara efektif.
Faktor-faktor organisasi kurikum ada 6 yaitu Ruang Lingkup
(Scope), Urutan (Sequence), Kesinambungan (Continuity), Terpadu
(Integrated), Keseimbangan (Balance), Waktu (Times)
Prosedur mereorganisasi kurikulum ada 7 cara yaitu Reorganisasi
melalui Mata Pelajaran, Reorganisasi dengan Cara Tambal Sulam,
Reorganisasi melalui Analisis Kegiatan, Reorganisasi melalui Fungsi
Sosial, Reorganisasi melalui Survei Pendapat, Reorganisasi melalui
Studi Kesalahan, Reorganisasi melalui Analisis Masalah Remaja.
Jenis-jenis organisasi kurikulum ada 3 yaitu Separated-subject
curriculum, Correlated-subject curriculum, dan Integrated-subject
curriculum. Masing-masing jenis organisasi kurikulum tersebut
memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Sugiana, Aset. (2018). Proses Pengembangan Organisasi Kurikulum Dalam


Meningkatkan Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pedagogik, Vol. 05 No. 02

Ansyar, M. (2015). Kurikulum, Fondasi, Desain, dan Pengembangan. Jakarta:


Kencana Prenadamedia Group.

Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sholeh, Hidayat. (2013). Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya Offset.

Idi, A. (2007). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Media

Ermiana, Ida. (2015). Kajian dan Pengembangan Kurikulum SD. Mataram:


Universitas Mataram

Anda mungkin juga menyukai