Anda di halaman 1dari 15

TEORI-TEORI PENDIDIKAN

DISUSUN

KELOMPOK 5

1. FRISKA LORENCIA SINAGA (1203111028)

2. MIRANDA AGITA JABAT (1203111027)

3. NATASYA DITA ARDANA ( 1203111012 )

KELAS : G PGSD 2020


MATA KULIAH : ILMU PENDIDIKAN
DOSEN PENGAMPU : Dra. ROSDIANA, M.Pd.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “Teori-Teori Pendidikan” dengan tepat
waktu.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Pendidikan, serta agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi siapapun yang
membacanya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Rosdiana, M.Pd. selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Medan yang telah
membimbing kami. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada pihak terkait yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan baik
dalam isi maupun sistematikanya. Oleh karena itu, mohon maaf jika ada kesalahan dalam
penulisan dan saya juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna perbaikan dan
penyempurnaan tugas ini. Atas perhatian Dosen Pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan,
saya ucapkan terima kasih.

Medan, 07 September 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

A. Pengertian Teori..............................................................................................................2

B. Pengertian Pendidikan.....................................................................................................2

C. Teori-Teori Pendidikan...................................................................................................3

BAB III PENUTUP..................................................................................................................10

A. Kesimpulan...................................................................................................................10

B. Saran..............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan dalam bahasa lain, mereformasi dirinya sendiri sesuai tuntutan
demokratisasi dan terutama perbaikan institusi-institusi pencetak aset-aset masa depan bangsa
ini agar tidak seperti pendahulunya. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa yang disebut
PBM (Proses belajar-mengajar) ialah sebuah kegiatan utuh terpadu (integral) antara siswa
sebagai pelajar yang sedang belajar dengan guru sebagai pengajar yang sedang mengajar.
Dalam kesatuan kegiatan ini terjadi interaksi resiprokal yakni hubungan antara guru dengan
para siswa dalam situasi instruksional, yaitu suasana yang bersifat pengajaran. Sehubungan
dengan proses ini, setiap guru sangat diharapkan memiliki karakteristik (ciri khas)
kepribadian ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis. Hal lain
yang perlu dimiliki oleh para pendidik adalah kompetensi dan profesionalisme keguruan yang
sampai batas tertentu sering terlupakan oleh para guru.
Dalam upaya mewujudkan proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien maka
perilaku yang terlibat dalam proses tersebut hendaknya didinamiskan secara baik. Pengajar
hendaknya mampu mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar mampu mewujudkan
perilaku belajar siswa melalui interaksi belajar-mengajar yang efektif dalam situasi belajar-
mangajar yang kondusif. Pengetahuan pengajar terhadap teori-teori dalam dunia pendidikan
sangatlah penting untuk membantunya di lapangan pendidikan yang dihadapkan pada anak
didik yang beragam. Dengan pemaparan tadi, maka dirasa perlu untuk sedikit membahas
teori-teori pendidikan untuk menambah pengetahuan guru sebagai bekal mengajar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori?
2. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan?
3. Apa saja Teori-Teori Pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari Teori
2. Untuk mengetahui maksud dari Pendidikan
3. Untuk mengetahui apa saja Teori-Teori Pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori
Menurut Muhammad Surya, teori merupakan suatu perangkat prinsip-prinsip
terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan. Karakteristik suatu
teori ialah :
1. Memberikan kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi, dan dapat dijadikan
sebagai dasar untuk penelitian
2. Memiliki prinsip-prinsip yang dapat diuji.
Teori merupakan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan konsep-konsep itu
sendiri merupakan hubungan dari kata-kata yang menjelaskan suatu persoalan atau
kenyataan. Kata-kata merupakan simbol berupa bunyi dan aksara ketika kita merujuk pada
suatu benda atau realitas yang ada di dunia. Sedangkan konsep merupakan suatu penjelasan
yang lebih luas karena mengubungkan keterkaitan antara dua atau lebih dari keberadaan
benda atau gejala (peristiwa). Karenanya, teori merujuk pada suatu hubungan antara konsep-
konsep yang lebih bisa menjelaskan peristiwa atau suatu proses tertentu dari kehidupan ini.
Jadi teori sebenarnya adalah sebuah alat untuk membantu menjelaskan suatu. Ia
merupakan penyederhanaan dari gejala-gejala kehidupan supaya mudah kita pahami dan kita
jelaskan. Teori akan membantu kita memahami suatu gejala dan membedakan diri dengan
penjelasan yang lain. Meskipun demikian perbedaan antara dua teori atau lebih yang berbeda
tidak menutup kemungkinan ada suatu hal yang beririsan. Dan suatu teori yang baik
diharapkan menghilangkan irisan-irisan itu sekecil mungkin, untuk memberikan pembedaan
antara seperangkat penjelasan dengan lainnya yang memiliki karakternya masing-masing
B. Pengertian Pendidikan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Langeveld Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu
datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku,
putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.
Menurut John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.

2
Menurut J.J. Rousseau Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada
pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di
masa yang akan datang.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dalam definisi yang panjang ini terdapat 2 kata kunci yang layak disorot yaitu
kedewasaan dan tanggung jawab. Jadi, pendidikan bisa disimpulkan sebagai proses yang
dilakukan untuk mendewasakan manusia agar bisa bertanggung jawab dalam segala
kewajibannya baik sebagai individu maupun makhluk sosial.
C. Teori-Teori Pendidikan
Dalam pendidikan terdapat klasifikasi teori pendidikan yang akan dijabarkan lebih luas
lagi sehingga menambah referensi mengenai teori-teori pendidikan, yaitu :
1. Nativisme
Teori nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya
memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang
disebut potensi (dasar). Teori nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang
menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain bahwa teori nativisme berpandangan segala sesuatunya
ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu
semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya kalau ayahnya
pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar. Para penganut aliran nativisme
berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan
buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah
dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan

3
ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi
jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan
pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam
proses belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan
berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini
menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-
1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari
Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri
manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang
tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
2. Naturalisme
Nature artinya alam atau yang dibawa sejak lahir. Aliran Naturalisme ini dipelopori
oleh J.J Rousseau. Aliran ini berpendapat bahwa anak itu lahir dengan “nature”nya
sendiri-sendiri dengan “sifat-sifat”nya sendiri, sesuai dengan “aliran”nya sendiri. Aliran
ini juga berpendapat bahwa pendidikan dan lingkungan adalah bersifat negatif, yang
hanya akan merusak saja. Maksudnya, pada hakekatnya semua anak (manusia) sejak
dilahirkan adalah baik. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat ditentukan
oleh pendidikan yang diterima atau yang mempengaruhinya. Jika pengaruh atau
pendidikan itu baik, maka akan menjadi baiklah ia, akan tetapi bila pengaruh atau
pendidikan itu jelek, akan jelek pula hasilnya. Terkenal dengan ucapan Rousseau
“Manusia adalah baik waktu dilahirkan, tapi manusia menjadi rusak karena
masyarakat”. Maksudnya semua anak adalah baik pada waktu datang dari sang
Pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia.
Oleh karena itu, sebagai pendidik, Rousseau mengajukan konsep “pendidikan alam”
yang maksudnya adalah anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri
menurut alamnya. Manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya.

4
Menurut Rousseau, anak memiliki potensi atau kekuatan yang masih terpendam,
yaitu potensi berfikir, berperasaan, berkemauan, ketrampilan, berkembang, mencari dan
menemukan sendiri apa yang diperlukannya. Melalui berbagai bentuk kegiatan dan
usaha belajar, anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Berbeda dengan
teori-teori lain, menurut Rousseau anak tidak usah terlalu banyak diatur dan diberi.
Biarkan mereka mencari dan menemukan dirinya sendiri. Sebab menurut dia, anak
dapat berkembang sendiri.
Bagi teori ini, tugas guru tidak jauh berbeda dengan tugas seorang petani dalam
mengembangkan tanaman. Tanaman telah mempunyai potensi-potensi sendiri. Tugas
petani hanya menyediakan tanah yang gembur, air, dan cahaya yang cukup, diberi
pupuk dan dihindarkan dari hama. Tanaman akan tumbuh, berdaun, berbunga dan
berbuah sendiri, tidak perlu dipaksa. Demikian juga dalam mengajar, guru tidak perlu
memaksa anak. Tugas guru adalah menyediakan bahan ajar yang menarik perhatian dan
minat anak, sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangannya, menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan, memberi motifasi dan bimbingan sesuai
dengan sifat dan kebutuhan anak. Dengan cara seperti itu, anak akan berkembang
secara optimal.
Konsep-konsep belajar mengajar yang mengaktifkan siswa seperti cara belajar siswa
aktif, belajar inkuiri discovery, pemecahan masalah, ketrampilan proses, belajar dengan
memanfaatkan lingkungan dan sebagainya antara lain didasari oleh teori ini.
3. Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme
(empiri=pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah
lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci
dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini
berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor
lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari
dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas
ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke
(1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia

5
bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan
akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian,
dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting
terhadap keberhasilan belajar peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral,
karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajaiannya,
dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-
mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta didik
menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan ini
disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.
4. Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik
pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar
(bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting.
Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu,
yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat
saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut,
tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri
di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi
menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat
manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli
pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak
kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang
cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka
kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar
peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan
keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi,
dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah
disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang

6
dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah.
Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas
sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta
didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang
faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam
pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan
aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi
oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justreru lingkungan yang
mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa
antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling
memengaruhi.
Al-Qur’an sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar
mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme,
empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan
seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini adalah dasar
keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut al-Qur’an di samping dapat
menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat menerima pengaruh dari luar
(lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka sangat pendidikan kedudukan
pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
5. Behaviorisme
Teori behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. memandang individu sebagai makhluk reaktif yang member respon terhadap
lingkungan. pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Menurut
teori belajar ini adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila
ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang siswa belum bisa
membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan
sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila siswa itu gagal
mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka siswa itu belum bisa
dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan
dalam tingkah laku (dari tidak bisa menjadi bisa membaca). Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan
respon.

7
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus
dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi diantara
stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati.
Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa tersebut dalam rangka membantu siswa untuk belajar.
Stimulus ini berupa rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau bacaan, sedangkan
respons adalah reaksi siswa terhadap stimulus yang diberikan gurunya.
Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja
yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh
hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat
(reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons.
Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat.
Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap
dikuatkan.. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya
ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement.
Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin
giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
6. Progresivisme
Awal mula lahirnya aliran progresivisme ialah dilatar belakangi ketidak puasan
terhadap pelaksanaan pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan
peserta didik hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran. Menurut Gutek (1974:139)
Aliran ini berakar dari semangat pembaharuan social pada awal abadke 20 yakni
gerakan pembaharuan politik Amerika. Adapun aliran progresif pendidikan Amerika
mengacu pada pembaharuan pendidikan di Eropa barat. Pendapat lain mmenyebutkan
bahwa aliran progresivisme secara historis telah muncul pada abad ke-19, namun
perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke-20, khususnya di negara
Amerika Serikat (Muhmidayeli, 2011:151).
Progressivisme menurut Brubacher adalah progress is naturalistic, it’s implies
change. Progresif (berkembang maju) adalah sifat alamiah, kodrati dan itu berarti
perubahan. Dan perubahanberarti sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru sungguh-
sungguh merupakan keadaan yang nyata dan bukan sekedar pengertian atas realita yang
sebelumnya memang sudah demikian.
Progressivisme menganggap pendidikan sebagai cultural transition. Ini berarti
bahwa pendidikan mampu merubah dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat

8
menyelamatkan manusia bagi hari depan yang makin kompleks dan menantang.
Progressivisme juga percaya bahwa pendidikan dapat menolong manusia dalam
menghadapi periode transisi antara zaman tradisional yang segera berakhir untuk siap
memasuki zaman progressif (modern).
7. Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan
pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang
sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan
pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.
Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap
tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila
pengetahuan berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena
yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu
yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam
proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan
pengetahuannya.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori merupakan suatu perangkat prinsip-prinsip terorganisasi mengenai peristiwa-
peristiwa tertentu dalam lingkungan. Sedangkan Pendidikan bisa disimpulkan sebagai proses
yang dilakukan untuk mendewasakan manusia agar bisa bertanggung jawab dalam segala
kewajibannya baik sebagai individu maupun makhluk sosial. Teori-teori pendidikan
dihubungkan dengan filsafat, karena memiliki kaitan erat dengan tujuannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh teori
pendidikan yaitu teori nativisme, naturalisme, empirisme, konvergensi, behaviorisme,
progresivisme, dan konstruktivisime.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan dapat dilihat dari 3
segi yaitu bentuk, isi, dan asumsi pokok. Dari segi bentuk, teori pendidikan adalah sebuah
sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa
pendidikan. Isi sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang
peristiwa pendidikan. Sedang, asumsi pokok menyatakan pendidikan adalah aktual, normatif,
dan proses.
B. Saran
Makalah ini dirasa penulis mempunyai banyak kekurangan. Semoga para pembaca
dapat memaklumi akan keterbatasan yang dimiliki penulis. Kiranya ada salah dalam
penulisan atau dalam memberi keterangan yang kurang memuaskan penulis mohon maaf dan
semoga makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan kita.
Diharapkan agar semua elemen masyarakat indonesia dapat mengetahui lebih dalam
tentang pendidikan terutama sejarah pendidikan di indonesia. Dengan demikian kita dapat
merasakan perjuangan yang dulu telah di perjuangkan dan kita bisa meningkatkan mutu dari
pendidikan tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://ilhamberkuliah.blogspot.com/2016/03/makalah-teori-teori-pendidikan.html

https://www.mahmudkumpulanmakalah.com/2012/07/teori-naturalisme.html

http://demastaidra2016.blogspot.com/2017/03/teori-teori-pendidikan.html

https://maskhoirudin.blogspot.com/2018/10/makalah-aliran-progresivisme.html

http://kumpulanmakalah94.blogspot.com/2016/01/teori-dan-konsep-pendidikan.html

11

Anda mungkin juga menyukai