Anda di halaman 1dari 16

Konselor

Volume 00 Number 00 20XX, pp xx-xx


ISSN: Print 1412-9760 – Online 2541-5948
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor
DOI: https://doi.org/10.24036//XXXXXX-XX-0000-00
Received Month DD, 20YY; Revised Month DD, 20YY; Accepted Month DD, 20yy

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS

Fardhatul Riani Putri


Universitas Negeri Padang, Indonesia
Putririanifardhatul18@gmail.com

Abstrak
Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik didalam
masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-
norma agama, hukum, tata krama,budaya,dan adat istiadat. Teori belajar adalah suatu
teori yang didalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara
guru dan siswa, perencanaan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas
maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak semudah yang dikira, dalam
prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang menunjang,
seperti: lingkungan siswa, kondisi psikologis siswa. Semua unsur ini dapat dijadikan
bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak
perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama
dengan tujuan pendidikan.

This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution,
and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2018 by author.

1. Pengertian Pendidikan Karakter Cerdas


Karakter adalah jawaban yang diberikan oleh tuhan YME kepada manusia
untuk mempunyai karakter di dalam kehidupan sehari-hari, dengan berkarakter
cerdas manusia mampu menjalani hidup dengan baik dan sejahtera.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan,
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan

1
Fardhatul Riani Putri 2

sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,pemberdayaansarana,


prasarana, pembiayaan, ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
2. Tujuan Pendidikan Karakter Cerdas
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.
Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif
kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada
gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses
pembentukan diri secara terus-menerus. Tujuan jangka panjang ini merupakan
pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang idea,
melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan
sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.
Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan
hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai
dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
3. Ciri Dasar Pendidikan Karakter Cerdas
Ada empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang
pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
a) Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan
begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
b) Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari
luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik
mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari
pihak luar.
c) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
4. Pentingnya Pendidikan Karakter Cerdas

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 3

Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk


memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti
itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari
telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik.
Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti
toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan
sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya
memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu
mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika
Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih
oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
5. Faktor yang Mendukung Pendidikan Karakter Cerdas
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter,
Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan
karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design
menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan
penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokan kedalam beberapa faktor diantaranya :
a) Olah Hati (spiritual and emotional development)
b) Olah Pikir (intellectual development);
c) Olah Raga dan Kinestetik (physical and kinestetic development) dan
d) Olah Rasa dan Karsa (affective and Creativity development).
Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi
yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan.
A. QUANTUM LEARNING
1. Pengertian Quantum Learning

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 4

Quantum ialah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum


Learning ialah pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang
menyenangkan serta mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi
cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Quantum
Learning merupakan orkestrasi bermacam-macam interaksi yang di dalam dan
sekitar momen belajar atau suatu pembelajaran yang mempunyai misi utama
untuk mendesain suatu proses belajar yang menyenangkan yang disesuaikan
dengan tingkat perkembangan siswa. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur
untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa.
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang
dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai
suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang
dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah
populer dan umum digunakan.
Dalam quantum learning guru sebagai pengajar tidak hanya memberikan bahan
ajar, tetapi juga memberikan motivasi kepada siswanya, sehingga siswa merasa
bersemangat dan timbul kepercayaan dirinya untuk belajar lebih giat dan dapat
melakukan hal-hal positif sesuai dengan tipe kecerdasan yang dimilikinya. Cara
belajar yang diberikan kepada siswa pun harus menarik dan bervariasi, sehingga
siswa tidak merasa jenuh untuk menerima materi pelajaran. Disamping itu,
lingkungan belajar yang nyaman juga dapat membuat suasana kelas menjadi
kondusif. Siswa dapat menangkap materi yang diajarkan dengan mudah karena
lebih mudah untuk fokus kepada penyampaian guru. Pembelajaran pada quantum
learning menuntut setiap siswa untuk bisa membaca secara cepat dan membuat
ringkasan berupa catatan terserah senyamannya cara mereka meringkasnya
bagaimana.
Saat kita belajar adalah saat yang harus dibangun sebagai sesuatu yang
menyenangkan. Maksudnya yaitu ada manfaat yang kita dapat dari hasil belajar.
Ketika kita merasa bahwa ada manfaat yang kita dapat dari belajar, maka dapat
dikatakan proses belajar yang telah kita jalani memperoleh keberhasilan.
Bagaimana proses belajar yang baik? Proses belajar yang baik harus dirasakan
sebagai sesuatu yang menyenangkan, oleh karena itu guru harus mencari cara
terbaik untuk membuat siswa merasa nyaman dan bersahabat ketika melakukan

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 5

kegiatan belajar mengajar. Ada beberapa fase belajar yang dominan dalam hidup
kita yang menunjukan masa-masa dimana belajar merupakan suatu kebutuhan dan
paksaan bagi kita.
Masa-masa awal belajar dimulai pada umur satu tahun, fase dimana kita mau
tidak mau belajar untuk berjalan. Umur dua tahun yaitu fase belajar
berkomunikasi karena keinginan dalam diri untuk bisa berbicara dengan orang
lain. Pada umur lima tahun, kita sudah mulai tahu sekitar 90% kata-kata yang kita
dengar dari orang lain. Enam tahun, fase kita belajar membaca dan masa-masa
penurunan semangat belajar adalah ketika umur tujuh tahu, fase dimana kita mulai
menganggap belajar sebagai sesuatu yang menyebalkan dan menakutkan. Oleh
sebab itu pada masa ini peran orangtua dan guru sangat dibutuhkan.
2. Prinsip-Prinsip dalam Quantum Learning
Quantum learning model memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap. Prinsip-
prinsip ini dianggap sebagai chord dasar dari simfoni belajar seorang guru.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
a) Segalanya berbicara
Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dan kertas yang
guru bagikan hingga rancangan pelajaran guru, semuanya mengirim pesan
tentang belajar.
b) Segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam pengubahan guru mempunyai tujuan.
c) Pengalaman sebelum pemberian nama
Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang
akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik
terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh
nama-nama untuk apa yang mereka pelajari.
d) Akui setiap usaha
Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari
kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah itu. Mereka patut mendapat
pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
e) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.
Perayaan adalah sarapan pelajar sang juara. Perayaan hádala umpan balik
mengenai kemajuan dan meningkatkan assosiasi emosi positif dengan belajar.

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 6

Konsep kunci dalam quantum learning dari berbagai teori dan strategi belajar
yang digunakan antara lain:
 Teori otak kanan kiri
 Teori otak triune (3 in 1)
 Pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik)
 Teori kecerdasan ganda
 Pendidikan holistic (menyeluruh)
 Belajar berdasarkan pengalaman
 Belajar dengan simbol (metaphoric learning)
 Simulasi / permainan
 Peta Pikiran (mind mapping)
3. Unsur-unsur Quantum Learning
Quantum learning model hampir sama dengan sebuah simfoni. Unsur-unsur
dalam quantum learning model terdapat dalam 2 kategori, yaitu konteks dan isi.
Guru sebagai konduktor dari siswa-siswa yang sedang belajar, harus mengubah
banyak bagian. Bagian konteks meliputi pengubahan suasana, landasan,
lingkungan da rancangan belajar. Sedangkan bagian isi meliputi pengubahan
penyajian informasi/materi, fasilitas, ketrampilan belajar untuk belajar, dan
ketrampilan hidup.
4. Ciri-ciri dalam Quantum Learning
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program
neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur
informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat
digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik
dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang
positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk
merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan
dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang.
Dalam pembelajaran quantum learning ada 4 ciri spesifik yang berguna untuk
meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri
tersebut adalah:
a) Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui
b) Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 7

c) Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri


d) Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan
5. Langkah Quantum Learning
Adapun langkah-langkah yang dilakukan selama proses pelaksanaan pembelajaran
Quantum Learning yakni dengan cara:
1) Kekuatan Ambak Guru memberikan informasi mengenai apa saja manfaat yang
diperoleh setelah mempelajari materi tipe data dasar, tipe data bentukan,
runtunan, dan pemilihan untuk diri siswa dan manfaat untuk mempelajari
materi berikutnya.

2) Penataan lingkungan belajar Lingkungan belajar dibuat senyaman mungkin,


seperti penerangan yang cukup, posisi duduk yang nyaman, sirkulasi udara
yang baik, memutar musik mozart dan barok yang dapat membuat rileks otak
namun dapat memberikan semangat dalam belajar.

3) Memupuk sikap juara Memberikan pujian terhadap siswa yang mampu


menyelesaikan tugasnya dengan baik, serta memberikan dorongan semangat
terhadap siswa yang belum mampu menyelesaikan tugas dengan baik agar
lebih giat lagi berlatih.

4) Bebaskan gaya belajarnya Dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada


gaya belajar kinestetik, siswa diberi kebebasan seluas-luasnya untuk
mengeksplorasi kemampuan kinestetiknya.

5) Jadikan anak lebih kreatif 24 Siswa diberikan kesempatan untuk


memecahkan masalah sesuai dengan apa yang telah mereka pahami, serta
diberikan soal yang harus diselesaikan secara estafet sehingga siswa mampu
bekerja sama dengan baik dan mampu melanjutkan rangkaian jawaban soal
yang telah dijawab oleh teman sebelumnya.

6) Melatih kekuatan memori anak Siswa diberikan latihan soal secara bertahap
untuk melatih kemampuan memorinya.

7) Rayakan Setelah selesai, maka siswa merayakannya. Guru memberikan


selamat kepada siswa dan setiap siswa memberikan selamat kepada siswa yang
lain. Suasana kelas diakhiri dengan tepuk tangan bersama seluruh anggota

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 8

kelas Adapun kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran Quantum


Learning ini ialah: Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa,
melatih berpikir nyaman dan menyenangkan. Dan kekuranganya memakan
banyak waktu dan banyak siswa yang pasif

B. ACCELERATED LEARNING
1. Pengertian Accelerated Learning
Accelerative artinya percepatan dan learning artinya pembelajaran.
Accelerativelearning seringkali disebut juga accelerated learning. Accelerated itu
sendiri bermakna dipercepat. Jadi, the accelerated learning artinya pembelajaran
yang dipercepat. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran
itu berlangsung secara cepat, menyenangkan dan memuaskan. Pemilik konsep ini,
Dave Meier, menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan
pendekatan somatic, auditory, visual dan intellectual (SAVI). Somatic
dimaksudkan sebagai learning bymoving and doing (belajar dengan bergerak dan
berbuat). Auditory adalah learning by talking and bearing (belajar dengan
berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and
picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual
maksudnya adalah learning by problemsolving and reflecting (belajar dengan
pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
Pembelajaran accelerated adalah teknik belajar cepat ingat/bisa banyak.
Accelerated learning yang adalah revolusi training, merupakan cara belajar
dengan cara berkreasi bukan mengkonsumsi. Metode ini menggunakan pendekatan
whole-brain learning, belajar dengan keseimbangan dua belah otak.Accelerated
learning sebagai salah satu teknik yang digunakan di dalam quantum learning
bertujuan untuk menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pembelajar,
membuat belajar menjadi menyenangkan dan memuaskan bagi mereka, dan
memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi,
dan keberhasilan mereka sebagai manusia.

2. Prinsip-Prinsip yang Mendasari Accelerated Learning


Ada beberapa prinsip dalam Accelersted Learning, berikut penjelasannya :

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 9

1). Learning involve the whole mind and body. Belajar mesti melibatkan pikiran
dan tubuh.
2). Learning is creation not consumption. Belajar adalah proses menciptakan
pengetahuan bukan mengkonsumsi pengetahuan yang telah diciptakan. Kerena
itu pengetahuan bukanlah sesuatu yang harus diterima tetapi sesuatu yang
harus diciptakan oleh pelajar. Karena itu, yang perlu dilakukan guru adalah
merekayasa pembelajarn dan mendesain pengalaman belajar dan siswalah yang
aktif menghayati, mengalami dan menemukan pengetahuan melalui proses itu.
3). Collaboration aids learning. Kerjasama antar siswa dalam pembelajaran akan
mempercepat proses pencapaian pengetahuan dan menamkan kesan yang
mendalam pada diri siswa.
4). Learning come from doing the work it self. Dalam proses pembelajaran, tidak
seharusnya memposisikan siswa sebagai pendengar ceramah guru secara terus
menerus, laksana botol kosong yang diisi dengan ilmu pengetahuan. Peserta
didik harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya
pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan 3
Lou Russel. Loc. Cit 3 lingkungannya baik lingkungan fisik, social, maupun
budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya
terhadap dunia disekitarmya (learning to know).
5). Concrete images much easier to graps and retain than a verbal abstraction. Hal-
hal yang konkrit akan lebih mudah ditangkap dari pada yang abstrak. Karena itu
perlu proses visualisasi.
6). Positive Emotion greatly improves learning. Emosi positif sangat besar
pengaruhnya terhadap hasil belajar. Perasaan seseorang sangat menentukan
kuantitas dan kualitas hasil belajarnya.
1. Strategi Pembelajaran Percepatan (Accelerated Learning)
Belajar dapat dijadikan menyenangkan dan berhasil dengan beberapa cara
antara lain : a. Menciptakan lingkungan tanpa stress (relaks), yaitu lingkungan
yang aman untuk melakukan kesalahan namun harapan untuk sukses tinggi. b.
Menjamin bahwa subyek pelajaran adalah relevan. Anda ingin belajar ketika anda
melihat manfaat dan pentingnya subyek pelajaran itu. c. Menjamin bahwa belajar
secara emosional adalah positif ketika bersama orang lain, dimana ketika ada
humor dan dorongan semangat, waktu rehat dan jeda teratur, dan dukungan

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 10

antusias. d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan
otak kanan. e. Menantang otak untuk dapat berpikir jauh ke depan dan
mengeksplorasi apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan
yang relevan untuk memahami subyek pelajaran. f. Mengkonsolidasikan bahan
yang sudah di pelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode waspada
yang relaks.
C. ACTIVE LEARNING
1. Pengertian Active Learning
Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran untuk
memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai cara
atau strategi secara aktif. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk
mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik,
sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai
dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran
aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau anak
didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Karakteristik belajar yang dituntut saat ini adalah model pembelajaran yang
dapat membelajarkan siswa secara aktif yang total sesuai dengan potensi dan
perkembangan siswa. Hal ini berarti bahwa guru harus dapat mendesain,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran berkadar aktivitas siswa yang
tinggi. Untuk mencapai ke arah itu bukan berarti guru cukup hanya dapat memilih
dan melaksanakan strategi pembelajaran yang diklasifikasikan sebagai strategi
yang dapat meningkatkan aktivitas siswa. Melainkan, guru harus mampu mulai
dari :
 mendesain pembelajaran yang berkarakteristik pada pengembangan belajar
siswa aktif;
 memotivasi siswa dalam belajar;
 mengelola kelas sehingga menghasilkan aktivitas yang total;
 memberikan latihan, praktek atau tugas esensial di sekolah maupun di rumah
yang tepat sehingga dapat mendorong siswa aktif;
 memilih dan mengunakan strategi belajar yang memiliki karakteristik aktivitas
siswa yang tinggi;

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 11

 mampu memilih dan menerapkan pemberdayaan media dan sumber belajar


dalam mendukung aktivitas siswa dalam belajar, dan;
 mampu melakukan penilaian secara komprehensif maupun spesifik sesuai
kebutuhan sistem penilaian.
 Dengan kemampuan tersebut, guru akan dapat mengembangkan pembelajaran
siswa aktif (active learning) secara maksimal.
2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Prinsip-Prinsip pendekatan Belajar Aktif (active learning strategy) yang
dimaksud dengan prinsip-prinsip pendekatan belajar aktif (active learning
strategy) adalah tingkah laku yang mendasar bagi siswa yang selalu nampak dan
menggambarkan keterlibatannya dalam proses belajar mengajar baik keterlibatan
mental, intelektual maupun emosional yang dalam banyak hal dapat diisyaratkan
sebagai keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik.
Seorang guru harus memperhatikan beberapa prinsip dalam menerapkan
pendekatan belajar aktif (active learning strategy), sebagaimana yang diungkapkan
oleh Semiawan (1992: 10) dan Zuhairini (1993: 116-118) bahwa prinsip-prinsip
penerapan pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah sebagai
berikut:
a) Prinsip Motivasi
Motif adalah daya dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu. Kalau seorang siswa rajin belajar, guru hendaknya
menyelidiki apa kiranya motif yang mendorongnya. Kalau seorang siswa malas
belajar, guru hendaknya menyelidiki mengapa ia berbuat demikian. Guru
hendaknya berperan sebagai pendorong, motivator, agar motif-motif yang
positif dibangkitkan dan atau ditingkatkan dalam diri siswa.
Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi dari dalam diri anak (intrinsik) dan
motivasi dari luar diri anak (ekstrinsik). Motivasi dalam diri dapat dilakukan
dengan menggairahkan perasaan ingin tahu anak, keinginan untuk mencoba,
dan hasrat untuk maju dalam belajar. Motivasi dari luar dapat dilakukan
dengan memberikan ganjaran, misalnya melalui pujian, hukuman, misalnya
dengan penugasan untuk memperbaiki pekerjaan rumahnya (Semiawan, 1992:
10).
b) Prinsip Latar atau Konteks

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 12

Kegiatan belajar tidak terjadi dalam kekosongan. Sudah jelas, para siswa
yang mempelajari sesuatu hal yang baru telah pula mengetahui hal-hal lain
yang secara langsung atau tak langsung berkaitan. Karena itu, para guru perlu
meyelidiki apa kira-kira pengetahuan, perasaan, keterampilan, sikap, dan
pengalaman yang telah dimiliki para siswa. Perolehan ini perlu dihubungkan
dengan bahan pelajaran baru yang hendak diajarkan guru atau dipelajari para
siswa. Dalam mengajarkan keanekaragaman tumbuh-tumbuhan atau hewan
misalnya, para guru dapat mengaitkannya dengan pengalaman para siswa
dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang dipelihara orang tuanya, yang
berada dilingkungan sekitarnya. Dengan cara ini, para siswa akan lebih mudah
menangkap dan memahami bahan pelajaran yang baru (Semiawan, 1992: 10).
c) Prinsip Keterarahan kepada Titik Pusat atau Fokus Tertentu.
Seorang guru diharapkan dapat membuat suatu bentuk atau pola pelajaran,
agar pelajaran tidak terpecah-pecah dan perhatian murid terhadap pelajaran
dapat terpusat pada materi tertentu. Untuk itu seorang guru harus merumuskan
dengan jelas masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang
hendak dijawab. Upaya ini akan dapat membatasi keluasan dan kedalaman
tujuan belajar serta akan memberikan arah kepada tujuan yang hendak dicapai
secara tepat (Zuhairini dkk, 1993: 117).
d) Prinsip Hubungan Social atau Sosialisasi
Dalam belajar para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-
rekan sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih berhasil jika
dikerjakan secara bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok, daripada
jika dikerjakan sendirian oleh masing-masing siswa. Belajar mengenai bahan
bangunan yang biasanya digunakan oleh masyarakat dalam membangun rumah
tentu saja akan lebih mudah dan lebih cepat jika para siswa bekerja sama.
Mereka dapat dibagi kedalam kelompok dan kepada setiap kelompok diberikan
tugas yang berbeda-beda. Latihan bekerja sama sangatlah penting dalam proses
pembentukan kepribadian anak (Semiawan, 1992: 11).
e) Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Anak-anak pada hakikatnya belajar sambil bekerja atau melakukan
aktivitas. Bekerja adalah tuntutan pernyataan dari anak. Karena itu, anak-anak
perlu diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 13

otot dan pikirannya. Semakin anak bertumbuh semakin berkurang kadar


bekerja dan semakin bertambah kadar berpikir. Apa yang diperoleh anak
melalui kegiatan bekerja, mencari, dan menemukan sendiri tak akan mudah
dilupakan. Hal itu akan tertanam dalam hati sanubari dan pikiran anak. Para
siswa akan bergembira kalau mereka diberi kesempatan untuk menyalurkan
kemampuan bekerjanya (Semiawan, 1992: 11).
e) Prinsip Perbedaan Perorangan atau Individualisasi
Zuhairini dkk (1993: 117) mengungkapkan bahwa “masing-masing individu
mempunyai kecenderungan yang berbeda. Untuk itu para guru diharapkan
tidak memperlakukan sama terhadap siswa-siswanya. Seorang guru diharapkan
dapat mempelajari perbedaan itu agar kecepatan dan keberhasilan belajar anak
dapatlah ditumbuh kembangkan dengan seoptimal mungkin”
g) Prinsip Menemukan
Seorang guru hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada semua
siswanya untuk mencari dan menemukan sendiri beberapa informasi yang telah
dimiliki. Informasi guru tersebut hendaknya dibatasi pada informasi yang
benar-benar mendasar dan ‘memancing’ siswa untuk ‘mengail’ informasi
selanjutnya. Jika para siswa ini diberi peluang untuk mencari dan menemukan
sendiri informasi itu, maka mereka akan merasakan getaran pikiran, perasaan
dan hati. Getaran-getaran dalam diri siswa ini akan membuat kegiatan belajar
tidak membosankan, malah menggairahkan (Zuhairini dkk, 1993: 117-118).
h) Prinsip Pemecahan Masalah
Seluruh kegiatan siswa akan terarah jika didorong untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Guna mencapai tujuan-tujuan, para siswa dihadapkan dengan
situasi bermasalah agar mereka peka terhadap masalah. Kepekaan terhadap
masalah dapat ditimbulkan jika para siswa dihadapkan kepada situasi yang
memerlukan pemecahan. Para guru hendaknya mendorong para siswa untuk
melihat masalah, merumuskannya, dan berdaya upaya untuk memecahkannya
sejauh taraf kemampuan para siswa (Semiawan, 1992: 13).
Jika prinsip-prinsip ini diterapkan dalam proses belajar mengajar nyata
dikelas, maka pintu kearah pendekatan belajar aktif (active learning strategy)
mulai terbuka.
3. Strategi Pengembangan Active Learning

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 14

Menurut Ujang Sukanda, Strategi pengembangan active learning adalah cara


pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna atau
pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh siswa bukan
oleh guru, serta menganggap mengajar sebagai kegiatan menciptakan suasana
yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar sehingga berkeinginan
terus untuk belajar selama hidupnya. Ada beberapa cara membuat siswa aktif,
yaitu :
a) Bagaimana menjadikan siswa aktif sejak awal
 Strategi pembentukan tim yaitu kegiatan pembuka yang baik bagi siswa yang
telah mengenal satu sama lain. Aktivitas ini dapat memunculkan semangat tim
dengan cepat.
 Strategi penilaian sederhana yaitu cara yang tidak membuat siswa takut untuk
mempelajari apa yang mereka butuhkan dan harapkan. Cara ini memanfaatkan
tekhnik yang mengundang partisipasi melalui penulisannya, bukan
pembicaraannya.
 Strategi pelibatan belajar langsung yaitu Sebuah kelas bisa dengan cepat
mewujudkan iklim belajar informal yang santai dengan meminta siswa
menggunakan humor kreatif tentang materi pelajaran yang tengah diajarkan.
Strategi ini tidak hanya akan membuat siswa berhumor ria, namun juga
berfikir.
b) Bagaimana membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap secara aktif
 Kegiatan belajar dalam satu kelas penuh yaitu sebuah debat bisa menjadi
metoda berharga untuk meningkatkan pemikiran dan perenungan, terutama jika
siswa diharapkan mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan diri
mereka sendiri. Ini merupakan strategi debat yang secara aktif melibatkan tiap
siswa di dalam kelas—tidak hanya mereka yang berdebat.
 Pengajaran sesama siswa yaitu strategi mudah untuk mendapatkan partisipasi
seluruh kelas dan pertanggung jawaban individu. Strategi ini memberi
kesempatan bagi setiap siswa untuk bertindak sebagai “guru” bagi siswa lain.
 Pengembangan keterampilan yaitu teknik ini memperluas pemeranan lakon
tradisional dengan menggunakan tiga siswa yang berbeda dalam situasi

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 15

pemeranan lakon yang sama. Teknik ini menunjukkan pengaruh dari variasi
gaya individual terhadap akibat dari situasi itu.
c) Bagaimana menjadikan belajar tidak terlupakan
 Strategi peninjauan kembali yaitu menyusun tes peninjauan kembali dalam
bentuk teka-teki silang akan mengundang minat dan partisipasi siswa.

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor


Fardhatul Riani Putri 16

KEPUSTAKAAN

http://digilib.unila.ac.id/2337/8/BAB%20II.pdf. Diakses 1-10-2019. Jam 23 wib

https://media.neliti.com/media/publications/177283-ID-paradigma-prinsip-dan-aplikasi-
quantum-l.pdf. Diakses 1-10-2019. Jam 23 wib

http://digilib.unila.ac.id/2337/8/BAB%20II.pdf. Diakses 1-10-2019. Jam 23 wib

http://repository.uin-suska.ac.id/4436/3/BAB%20II.pdf. Diakses 3-10-2019. Jam 10 wib

http://repository.uin-suska.ac.id/4436/3/BAB%20II.pdf. Diakses 3-10-2019. Jam 10 wib

Zuhairini. 1993. Psikologi pendidikan. Jakarta:bumi aksara

Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: P.T. Gramedia Widiasarana


Indonesia

KONSELOR, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor

Anda mungkin juga menyukai