Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN FISIK,

INTELEKTUAL, SOSIAL DAN KEAGAMAAN ANAK USIA SD


LAPORAN PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Perkembangan Peserta Didik
Dosen :
Dra. Yuyun Yulianingsih, M.Pd.

Disusun Oleh :
Hazmi Fauzi (1142080031)
Semester 2 A

PRODI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah yang telah melimpahkan bermacam-


macam nikmat dan karunia kepada hamba-Nya, baik kekuatan fisik-
material maupun kekuatan intelektual, mental dan spiritual. Berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, qudrah dan iradah-Nya akhirnya kami
dapat menyelesaikan tugas laporan ini.
Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita
Muhammad Saw, penguhulu alam yang telah merintis jalan kebenaran
dan memberi petunjuk bagi terbukanya cakrawala ilmu dan pengetahuan,
beserta para keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya yang setia
hingga akhir zaman.
Laporan Penelitian ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas
terstruktur pada mata kuliah Perkembangan Peserta Diddik oleh Ibu Dra.
Yuyun Yulianingsih, M.Pd. Adapun Laporan Penelitian yang kami sajikan ini
berjudul Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Fisik, Intelektual,
Sosial dan Keagamaan Anak Usia SD yang diperoleh melalui penelitian
secara langsung dan tinjauan pustaka yang disadur dari berbagai sumber.
Melalui laporan ini semoga pembaca dapat menambah wawasan
yang lebih luas dan juga memperoleh manfaat baik tersurat maupun
tersirat yang tertuang dalam Laporan ini.
Disamping itu Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasinya
dalam kelancaran penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan dan
perbaikan dari dosen yang bersangkutan serta kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk lebih baiknya laporan ini. Demikianlah
dan jika terdapat banyak kesalahan dalam laporan ini, kami selaku penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR..............................................................................
...... i

DAFTAR
ISI............................................................................................
........ ii

BAB I PENDAHULUAN.... 1
I.1 Latar
Belakang................................................................................ 1
I.2 Rumusan
Masalah............................................................................... 1
I.3 Tujuan
Penelitian.................................................................................2
I.4 Batasan Masalah.. 2
BAB II KAJIAN TEORI....... 4
II.1 Perkembangan Fisik Anak......................................
4
II.2 Perkembangan Intelektual
Anak......................................................... 5
II.3 Perkembangan Sosial
Anak......................................................... 7
II.4 Perkembangan Moral dan Keagamaan
Anak....................................... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...... 13
III.1 Waktu dan Tempat
Penelitian.............................................................. 13
III.2Subjek Penelitian.......... 13
III.3 Teknik Pengambilan
Data.................................................................... 14
III.4Rancangan Tabulasi Data......... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................. 15
IV.1 Hasil Penelitian....................................................
15
IV.2
Pembahasan.....................................................................................
15
IV.2.1 Pengaruh lingkungan terhadap pekembangan fisik, intelektual,
sosial dan keagamaan anak.
IV.2.2 Cara mengoptimalkan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak..
BAB V PENUTUP..... 19
V.1
Kesimpulan......................................................................................
19
V.2
Saran................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA.. 20

LAMPIRAN...... 21

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan merupakan suatu proses perubahan kuantitatif dan kualitatif


individu dalam tentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-
kanak, masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa.
Perkembangan juga dapat diartikan juga sebagai suatu proses perubahan dalam diri
individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat
kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan.
Dalam prosesnya, perkembangan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu
dari dalam diri indivudu yang bersangkutan (genetis) maupun dari luar individu (lingkungan).
Hal tersebut dapat memberikan dampak yang berbeda bagi setiap anak sehingga setiap anak
memiliki bentuk perkembangan yang beragam. Ada yang berjalan dengan baik sebagaimana
mestinya sesuai dengan teori-teori yang telah dikembangkan dan ada juga yang mengalami
keterbelakangan sesuai dengan pengaruh-pengaruh yang diberikan kedua faktor tesebut.
Kedua faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain, yang memiliki pengertian
bahwa keduanya sangat berperan penting dalam proses berkembangnya suatu individu.
Perkembangan disini mencakup setiap aspek yang berkenaan dengan individu baik itu
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaanya. Sebenarnya masih banyak
perkembangan yang dialami oleh individu khususnya usia anak, namun penulis hanya
meneliti beberapa perkembangan saja yang meliputi empat aspek tadi.
Perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak sangat dipengaruhi oleh
faktor genetis dan lingkunganya. faktor genetis tersebut dapat berupa keturunan dan sifat-sifat
orangtua yang dimiliki. sedangkan faktor lingkungan dapat berupa keluarga, teman, sekolah
dan lingkungan sosial lain.
Pada kesempatan ini penulis hanya meneliti mengenai pengaruh faktor lingkungan
terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak. Penulis meneliti anak
yang bernama Faiz Ridho Maulana yang masih menginjak bangku Sekolah Dasar di
Bandung. Untuk penjelasan lebih lanjut akan dipaparkan pada bab-bab berikutnya.

I.2 Rumusan Masalah

a) Apa yang dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh lingkungan


terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak?
b) Apa saja pengaruh lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual,
sosial dan keagamaan anak khususnya Faiz?
c) Bagaimana cara mengoptimalkan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak?

I.3 Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan untuk mengetahui


pengaruh lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan
keagamaan anak.
b) Untuk mengetahui apa saja pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak.
c) Untuk mengetahui bagaimana cara mengoptimalkan pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan
keagamaan anak.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini yakni pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak sekolah dasar yang berumur 10 tahun.

BAB II
KAJIAN TEORI

II.1 Perkembangan Fisik Anak


Perkembangan fisik usia anak sekolah dasar umumnya berusia 6-12 tahun. Rentang usia
tersebut disebut sebagai masa anak. Yaitu fase antara masa kanak-kanak dan masa remaja.
Secara fisik, anak pada usia SD memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan
kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Pertumbuhan fisik anak dapat memberikan pengaruh
terhadap perkembangan kepribadian anak secara keseluruhan. Selanjutnya, pembahasan
mengenai perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek-aspek :

1. Tinggi dan Berat Badan


Pertumbuhan fisik anak usia SD bila dibanding dengan masa usia remaja dan usia dini
cenderung lebih lambat dan bersifat konsisten. Perkembangan ini berlangsung sampai
terjadinya perubahan besar pada awal pubertas.
Tinggi dan berat badan anak secara bertahap terus bertambah, penambahan itu diperkirakan
berkisar 2,5 - 3,5 kg dan 5 7 cm pertahun. Kaki anak lazimnya menjadi bertambah panjang
dan tubuhnya bertambah kurus. Kekuatan fisik umumnya meningkat dua kali lipat. Selain
faktor kematangan, unsur latihan juga sangat membantu proses peningkatan dalam kekuatan
otot.
2. Proporsi dan Bentuk Tubuh
Proporsi dan bentuk tubuh anak usia SD kelas-kelas awal umumnya kurang seimbang.
Kekuranganseimbangan tubuh anak dapat diamati pada bagian kepala, badan, dan kaki.
Kepala masih terlalu besar jika dibanding bagian tubuh lainnya. Jaringan lemak anak SD
berkembang lebih cepat dari pada jaringan ototnya.
Berdasarkan tipologoi Sheldon, ada tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD yaitu :
(a) endomorph, yaitu yang tampak lebih luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
(b) mesomorph, yang kelihatan kokoh, kuat, dan lebih kekar.
(c) ectomorph yang tampak jangkung, dada pipih, lemah, dan seperti tak berotot.
Kondisi proporsi dan bentuk tubuh anak dapat memberikan dampak psikologis tertentu
kepada anak. Kondisi proporsi dan bentuk tubuh yang kurang seimbang dapat menumbuhkan
sikap-sikap negatif, bahkan penolokan terhadap dirinya sendiri.

3. Otak
Pertumbuhan otak dan sistem syarafmerupakan salah satu aspek terpenting dalam
perkembangan individu. Didalam otak terdapat pusat-pusat saraf yang mengendalikan
perilaku individu, yang berhubungan dengan perilaku kognisi juga emosi. Dalam otak bagian
tengah terdapat sistem limbik dengan pusatnya yang disebut dengan amigdala.
Bila dibanding pertumbuhan bagian-bagian tubuh lainnya, pertumbuhan otak dan kepala ini
jauh lebih cepat. Pertumbuhan otak itu terjadi pada masa usia dini.
Hal yang perlu dicatat bahwa kematangan otak yang yang dikombinasi dengan pengalaman
berinteraksi dengan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognisi anak.
Dalam hal ini diperlukan kebutuhan nutrisi dan rangsangan rangsangan yang membuat otak
anak tersebut berfungsi.

4. Keterampilan Motorik
Kemampuan gerak motorik menjadi jauh lebih halus dan lebih terkoordinasi daripada
sebelumnya selama masa anak. Anak laki-laki lazimnya memiliki kemampuan yang lebih
baik daripada perempuan, karena jumlah sel otot laki-laki lebih banyak daripada anak
perempuan. Anak-anak usia SD lebih mampu mengendalikan tubuhnya sehingga dapat duduk
dan memperhatikan sesuatu secara lebih lama. Namun anak SD lebih suka melakukan
berbagai aktifitas fisik daripada berdiaam diri.

II.2 Perkembangan Intelektual Anak


Perkembangan intelektual merupakan hal yang sangat penting
dalam perkembangan individu manusia. Dengan intelektualnya manusia
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Intelegent Quotient dan Emotional Quotient
IQ biasanya digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif seorang
anak. Kemampuan kognitif menurut Piaget dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :
1. Sensori-Motor (0-2) tahun
Sifat-sifat : Stimulus Bound, anak berinteraksi dengan stimuli dari
luar. Lingkungan dan waktu terbatas, kemudian berkembang sampai
dapat berimajinasi. Konsep tentang benda berkembang, mengembangkan
tingkah laku baru, kemampuan untuk meniru. Ada usaha untuk berfikir.
Perubahan yang terlihat : Gerakan tubuhnya merupakan aksi
refleks, merupakan eksperimen dengan lingkungannya.
2. Pra Operasional (2-7) tahun
Sifat-sifat : Belum sanggup melakukan operasi mental. Belum dapat
membedakan antara permainan dengan kenyataan atau belum dapat
mengembangkan struktur rasional yang cukup. Masa transisi antara
struktur sensori motor ke berpikir operasional.
Perubahan yang terlihat : Sifat egosentris baru akan berkembang
bila anak banyak berinteraksi sosial. Konsep tentang ruang dan waktu
mulai bertambah. Bahasa mulai dikuasai.
3. Operasional Konkret ( 7-11) tahun
Sifat-sifat : Berpikir konkret, karena daya otak terbatas pada obyek
melalui pengamatan langsung. Dapat mengembangkan operasi mental,
seperti menambah, mengurangi. Mulai mengembangkan struktur kognitif
berupa ide atau konsep. Melakukan operasi logika dengan pola berpikir
masih konkret.
Perubahan yang terlihat : Tidak egosentris lagi. Berpikir tentang
obyek yang berhubungan dengan berat, warna dan susunan. Melakukan
aktivitas yang berhubungan dengan obyek. Membuat keputusan logis.
4. Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Sifat-sifat : Pola berpikir sistematis meliputi proses yang kompleks.
Pola berpikir abstrak dengan mempergunakan logika matematika.
Pengertian tentang konsep waktu dan ruang telah meningkat secara
signifikan.
Perubahan yang terlihat : Anak telah mengerti tentang pengertian
tak terbatas, alam raya dan angkasa luar.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya intelegensi peserta didik para
ahli telah mengembangkan instrumen yang dikenal dengan tes
intelegensi/ tes IQ. Berdasarkan hasil tes IQ ini peserta didik dapat
diklasifikasikan sebagai:

a. Anak jenius IQ diatas 140


b. Anak pintar 110-140
c. Anak normal 90-110
d. Anak kurang 70-90
pintar
e. Anak debil 50-70
f. Anak dungu 30-50
g. Anak idiot IQ dibawah 30

Emotional Quotient atau sering disebut EQ merupakan kemampuan


untuk mengenali emosi diri sendiri, kemampuan untuk mengenali emosi
diri sendiri, kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi diri
sendiri dengan tepat, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri,
kemampuan untuk mengenal orang lain dan kemampuan untuk membina
hubungan dengan orang lain (Peter Salovey, Universitas Harvard dan John
Mayer, Universitas New Hamshire).
Kriteria EQ menurut John Mayer adalah sebagai berikut :
a. Empati
b. Mengungkapkan dan memahami perasaan
c. Mengendalikan amarah
d. Kemandirian
e. Kemampuan menyesuaikan diri
f. Disukai
g. Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
h. Ketekunan
i. Kesetiakawanan
j. Keramahan
k. Sikap hormat

II.3 Perkembangan Sosial Anak

A. Makna Perkembangan Sosial Anak


Perkembangan sosial adapt diartikan sebagai pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-
norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. ( Syamsu Yusuf,
2007 )

Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian


belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.

Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia


enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain,
terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan
arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang
mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999)
menyatakan bahwa :

Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia


yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana
dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin
dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan
dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat
kompleks.

Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah


usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti
mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa
manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri,
mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial
merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.

B. Bentuk Bentuk Tingkah laku Sosial

1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk
perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam
keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian
pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian
anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan
bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang
lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.

2. Kematangan Anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk
mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima
pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.
Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik
diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.

3. Status Sosial Ekonomi


Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat
akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan
tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak
itu. ia anak siapa. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak,
masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku
di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa
menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu,
maksud menjaga status sosial keluarganya itu mengakibatkan
menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan
normanya sendiri.

4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan
memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas
harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku
yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan(sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma
lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan
bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

5. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi


Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara
baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan
berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan
mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.

D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku


Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan
dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang
sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya
dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang
lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau
merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk
kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan
kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan
keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :

1. Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri,


tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan
praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan
persoalan.

2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat


orang lain daalm penilaiannya.

Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta


dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin
berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya
sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.

II.4 Perkembangan Moral dan Kegamaan Anak


Pieget Dan Norman J.Bull berpendapat bahwa pendidikan moral akan
berhasil , apabila pendidikan itu dilakukan sesuai dengan tahap
perkembangan moral anak. Dengan kata lain kedua ahli ini mencita-
citakan adanya strategi pendidikan moral yang disesuaikan dengan tahap-
tahap perkembangan moral anak.
Pieget mendefinisikan perkembangan moral Sebagai berikut:
1. Pre-moral yaitu anak tidak merasa wajib untuk menaati peraturan.
2. Heteronomi, yaitu anak merasa bahwa yang benar adalah patuh pada
peraturan dan harus menaati kekuasaan.
3. Autonomi, yaitu anak telah mempertimbangkan tujuan dan konsekuensi
ketaatanya kepada peraturan.
Adapun Norman J.Bull (1969) berkesimpulan bahwa tahap perkembangan
moral itu adalah:
1. Anomi , yaitu anak tidak merasa wajib untuk menaati peraturan.
2. Heteronomi, yaitu anak merasa bahwa yang benar adalah patuh pada
peraturan yang sesuai dengan peraturan kelompok.
3. Autonomi, yaitu anak telah mempertimbangkan konsekuensi ketaatanya
pada peraturan.
Dalam perkembangan moral itu titik heteronomi dan autonomi leih
menggambarkan proses perkembangan darpiada toatalitas mental
individu. Melalui pergaulannya anak menegmbangkan pemahamanya
mengenai tujuan dan sumber aturan . Pada tahap autonomi anak
menyadari akan aturan dan menghubungkanya dengan pelaksanaanya.
Tahap berikutnya adalah pelaksanaan autonomi.
1. Tahapan Perkembangan Moral Anak
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori
Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap
perkem-bangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal).
Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang
mendasari perilaku moral (moral behavior).Tahapan perkembangan
moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan
perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan
oleh Lawrence Kohlberg. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral,
yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan
perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan
dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti
Piaget,yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui
tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini,
dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya
berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama
kehidupan,walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis
dari penelitiannya. Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema
moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang
akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam
persoalan moral yang sama.

Tiga Level dan Enam Tahap Penalaran Moral menurut Kohlberg


Level Rentang Usia Tahap Esensi Penalaran Moral

Level 1 : Ditemukan Tahap 1 : Orang membuat


Moralitas pada anak- Hukuman keputusan berdasarkan
prakonvensio anak penghindara apa yang terbaik bagi
nal prasekolah, n dan mereka, tanpa
sebagian kepatuhan mempertimbangkan
besar anak- (Punishment kebutuhan atau perasaan
anak SD, avoidance orang lain. Orang
sejumlah and mematuhi peraturan
siswa SMP, obedience) hanya jika peraturan
dan tersebut dibuat oleh
segelintir orang-orang yang lebih
siswa SMU berkuasa, dan mereka
mungkin melanggarnya
bila mereka merasa
pelanggaran tersebut
tidak ketahuan orang
lain. Perilaku yang
salah adalah perilaku
yang akan mendapatkan
hukuman
Tahap 2 : Orang memahami bahwa
Saling orang lain juga memiliki
memberi dan kebutuhan. Mereka
menerima mungkin mencoba
(Exchange of memuaskan kebutuhan
favors) orang lain apabila
kebutuhan mereka
sendiri pun akan
memenuhi perbuatan
tersebut (bila kamu mau
memijat punggungku;
aku pun akan memijat
punggungmu). Mereka
masih mendefinisikan
yang benar dan yang
salah berdasarkan
konsekuensinya bagi diri
mereka sendiri.
Level 2 : Ditemukan Tahap 3 : Orang membuat
Moralitas pada Anak baik keputusan melakukan
konvensional segelintir (good tindakan tertentu
siswa SD boy/good semata-mata untuk
tingkat akhir, girl) menyenangkan orang
sejumlah lain, terutama tokoh-
siswa SMP, tokoh yang memiliki
dan banyak otoritas (seperti guru,
siswa SMU teman sebaya yang
(Tahap 4 populer). Mereka sangat
biasanya peduli pada terjaganya
tidak muncul hubungan persahabatan
sebelum melalui sharing,
masa SMU) kepercayaan, dan
kesetiaan, dan juga
mempertimbangkan
perspektif serta maksud
orang lain ketika
membuat keputusan.

Tahap 4 : Orang memandang


Hukum dan masyarakat sebagai
tata tertib suatu tindakan yang utuh
(Law and yang menyediakan
keteraturan). pedoman bagi perilaku.
Mereka memahami
bahwa peraturan itu
penting untuk menjamin
berjalan harmonisnya
kehidupan bersama, dan
meyakini bahwa tugas
mereka adalah mematuhi
peraturan-peraturan
tersebut. Meskipun
begitu, mereka
menganggap peraturan
itu bersifat kaku (tidak
fleksibel); mereka belum
menyadari bahwa
sebagaimana kebutuhan
masyarakat berubah-
ubah, peraturan pun juga
seharusnya berubah.
Level 3 : Jarang Tahap 5 : Orang memahami bahwa
Moralitas muncul Kontrak peraturan-peraturan
postkonvensi sebelum Sosial (Social yang ada merupakan
onal masa kuliah contract). representasi dari
persetujuan banyak
individu mengenai
perilaku yang dianggap
tepat. Peraturan
dipandang sebagai
mekanisme yang
bermanfaat untuk
memelihara keteraturan
social dan melindungi
hak-hak individu, alih-alih
sebgai perintah yang
bersifat mutlak yang
harus dipatuhi semata-
mata karena merupakan
hukum. Orang juga
memahami fleksibilitas
sebuah peraturan;
peraturan yang tidak lagi
mengakomodasi
kebutuhan terpenting
masyarakat bisa dan
harus dirubah.

Tingkat 6 : Orang-orang setia dan


Prinsip etika taat pada beberapa
universal prinsip abstrak dan
(tahap ideal universal (misalnya,
yang bersifat kesetaraan semua orang,
hipotetis, penghargaan terhadap
yang hanya harkat dan martabat
dicapai manusia, komitmen pada
segelintir keadilan) yang
orang) melampaui norma-
normadan peraturan-
peraturan yang spesifik.
Mereka sangat mengikuti
hati nurani dan karena
itu bisa saja melawan
peraturan yang
bertentangan dengan
prinsip-prinsip etis
mereka sendiri.

2. Tahapan Perkembangan Keagamaan Anak


Adapun dalam pandangan para psikolog agama, perkembangan
keberagamaan pada anak melalui tiga tahapan penting, yaitu sebagai
berikut :

1. The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng). Hal ini ditandai dengan
kesenangan anak-anak bercerita hal-hal yang luar biasa seperti
kebesaran, kehebatan, dan kekuatan Tuhan. Tidak jarang anak
membandingkan Tuhan dengan tokoh-tokoh yang ia kenal seperti
Power Rangers.

2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan). Ini tampak dengan


mulai pahamnya anak-anak tersebut tentang wujud Allah swt
sebagai sosok yang Maha Besar dan Maha Kuat, serta pencipta. Dari
sini anak menyadari bahwa kepatuhan kepada-Nya adalah suatu
yang lumrah dan mesti. Inilah yang menyebabkan mereka bergairah
mengikuti acara-acara keagamaan.

3. The Individual Stage (Tingkat Individu). Tanda ini terlihat pada


sensitivitas keberagamaan anak. Tahap ini dibagi kepada tiga
golongan :
1. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif. Anak
takut kemurkaan Allah; dan neraka; sedangkan orang baik
akan dimasukkah surga, sebuah taman bermain yang indah.

2. Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam


pendangan yang bersifat personal (perorangan). Di sini anak
ingin meniru Tuhan dan dekat dengan-Nya; Ingin merasakan
sentuhan kasih Tuhan dan menampung internalisasi kekuatan
Tuhan.

3. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Tanda ini tampak


pada pengakuan mereka akan pentingnya keadilan. Buruknya
perbuatan jahat, sehingga jika melakukannya anak akan
gelisah, bingung, sedih, dan juga malu.

Adapun ciri dan sifat keberagamaan pada anak-anak sebagai berikut :

1. Unreflective (tidak mendalam). Ini kentara sekali pada ciri


antropomorfisme, yang mengungkapkan Tuhan seperti makhluk
lainnya, misalnya punya mata, punya telinga, dan lainnya.

2. Egosentris (Egocentric Orientation). Anak mengharapkan adanya


imbalan bagi semua aktivitas yang dilakukannya. Pada sisi lain anak
cenderung tidak mau disalahkan, tetapi senang mendapat pujian.

3. Eksperimentasi (Experimentation). Anak mengharapkan pembuktian


akan keyakinan yang ada dibenaknya.

4. Inisiatif (Initiative), misalnya ditandai dengan pikiran bahwa ia


mudah keluar dari kepungan api neraka, karena pengalamannya
setiap berbuat kesalahan tidak mendapatkan azab yang sering
ditakut-takutan.

5. Spontanitas (Spontaneity). Misalnya, tampak pada pertanyaan atau


jawaban yang dilontarkan anak dengan polosnya. Dia
mengemukakan persis seperti apa yang diberitahukan guru atau
orang tuanya.

6. Verbalis dan Ritualis, yang diindikasikan dengan hapalan-hapalan


yang tanpa makna. Saat ditanyakan Apakah marah itu perbuatan
baik atau buruk? Mereka menjawab, Buruk!. Kemudian saat
diajukan proposisi logis, kalau begitu Allah, dan orang tuanya
sering berbuat buruk karena sering marah-marah. Anak bingung
dan gelisah.

7. Imitatif, tampak pada peniruan yang nyata dilakukan anak, seperti


berdoa dan salat. Pembiasaan keluarga sangat berpengaruh pada
anak, seperti berdoa mau makan, tidur, senang ke mesjid beramai-
ramai.
8. Rasa Heran dan Kagum, yaitu ditandai dengan keinginan kuat anak
menjadi sakti dan mendapat limpahan kekuatan Tuhan.
Mempertanyakan kehebatan dan kebesaran Tuhan yang menjadi
pencipta manusia.

Sedangkan alur pembentukan pengetahuan keagamaan anak tersebut


terjadi dalam enam tahap, sebagai berikut :

1. Fitrah yang merupakan format khusus penciptaan manusia.


Meskipun awalnya tidak mendalam, tetapi menjadi model dan
modal yang berharga bagi perkembangan keberagamaan anak.

2. Pengetahuan imajinatif yang membuat anak penuh khayalan-


khayalan. Imajinasi ini menjadikan anak manafsirkan secara sendiri
akan berbagai informasi yang diterimanya selama ini dari
lingkungan sekitarnya.

3. Pencarian dialektik yang dilakukan dengan melemparkan berbagai


pertanyaan dan menanggapi secara spontanitas berbagai jawaban
yang diberikan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak.

4. Pencarian maknawiyah yang diindikasikan dengan perilaku religius


dan ritual-ritual yang fantastis, penuh eksperimentasi, inisiatif, dan
imitative. Pencarian maknawiyah ini memberikan peran penting
untuk membentuk sikap dan pandangan anak terhadap agama,
karena hal ini berhubungan secara langsung dengan pengalaman
dirinya sendiri saat memasuki ranah keberagamaan dengan
berbagai ajaran dan ritual-ritualnya.

5. Internalisasi pengetahuan ke dalam pikiran dan benak anak


sehingga menjadi bagian dari kehidupan dan keyakinannya. Ini
bermanfaat untuk memberikan respon terhadap informasi-informasi
baru. Respon ini bisa lahir dalam bentuk kompromi, complaince,
atau juga konfrontatif.

6. Keyakinan yang dipegang teguh. Prinsip ini juga berbeda pada tiap
anak yang secara sederhana dapat digolongkan kepada dua yaitu
keyakinan yang bersifat statis dan keyakinan yang bersifat dinamis.
Keyakinan yang statis berarti adalah keyakinan yang tidak
berkembang dan sulit menerima informasi baru yang menggugat
keyakinannya. Sedangkan keyakinan dinamis merupakan keyakinan
yang penuh dengan kreatifitas, selektifitas, dan analisis kritis
terhadap informasi-informasi baru yang diterimanya.

Dengan memahami hal-hal di atas semoga para orang tua dapat


mendidik jiwa keagamaan anak-anaknya dengan lebih baik. Karena tidak
ada bekal yang paling berharga di dunia dan di akhirat bagi anak-anak
kita kecuali bekal agama. Dengan bekal agama itulah, anak akan meniti
kehidupannya dengan tubuh yang sehat, pikiran yang jernih, sikap yang
tulus, dan hati yang suci.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Hari : Kamis - Selasa
Tanggal : 14 19 Mei 2015
Waktu : Kondisional
Tempat : Komplek Permata Biru H 120 Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi
Kabupaten Bandung

III.2 Subjek Penelitian


Nama Lengkap : Faiz Ridha Maulana
Nama Panggilan : Faiz
Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 24 Desember 2004
Jenis Kelamin : Laki-laki
Sekolah : SD Bakti Nusantara 666
Kelas : IV
Hobi : Menggambar, membaca
Cita-Cita : Ilmuwan
Umur : 10 tahun
Berat Badan : 38 kg
Tinggi Badan : 137,5 cm
Nama Ayah : Drs. Aep Saepurrohman, M.Ag.
Nama Ibu : Hindun Dahlia, S.Ag.
Pekerjaan Ayah : Dosen
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Komplek Permata Biru H 120 Desa Cinunuk Kecamatan
Cileunyi Kabupaten Bandung
III.3 Teknik Pengambilan Data
a. Observasi; yaitu mengamati secara langsung perkembangan fisik, intelektual, sosial dan
keagamaan anak yang dihubungkan dengan konsep perkembangan peserta didik yang telah
dipelajari.
b. Wawancara; yaitu bertanya secara langsung kepada anak yang bersangkutan mengenai
perkembangan yang dialami sampai sekarang ini.
c. Angket; Anak mengisi kuesioner yang telah diberikan agar dapat dihasilkan data yang
objektif dan akurat.
d. Dokumentasi; yakni mengambil data berupa gambar dari setiap aktivitas anak yang
berkaitan dengan perkembangan yang dimaksud.

III.4 Rancangan Tabulasi Data


Rancangan tabulasi data merupakan kuesioner berupa tabel untuk memperoleh
beberapa data mengenai pengaruh lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual,
sosial dan keagamaan anak.
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah selalu minum susu?
2 Apakah suka makan tepat waktu?
3 Apakah suka berolahraga?
4 Apakah suka belajar?
5 Apakah berprestasi di sekolah?
6 Apakah Suka membaca?
7 Apakah suka menonton TV?
8 Apakah selalu bertengkar dengan kakak?
9 Apakah Selalu bermain dengan teman?
10 Apakah Selalu membantu orangtua?
11 Apakah selalu berbakti pada orangtua?
12 Apakah selalu melaksanakan sholat?
13 Apakah sudah lancar mengaji?
14 Apakah suka mengucapkan salam?
15 Apakah sering mengaji Al-quran?

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Dengan menggunakan angket, kita dapat memperoleh beberapa data mengenai pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak. Hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah selalu minum susu?
2 Apakah suka makan tepat waktu?
3 Apakah suka berolahraga?
4 Apakah suka belajar?
5 Apakah berprestasi di sekolah?
6 Apakah Suka membaca?
7 Apakah suka menonton TV?
8 Apakah selalu bertengkar dengan kakak?
9 Apakah Selalu bermain dengan teman?
10 Apakah Selalu membantu orangtua?
11 Apakah selalu berbakti pada orangtua?
12 Apakah selalu melaksanakan sholat?
13 Apakah sudah lancar mengaji?
14 Apakah suka mengucapkan salam?
15 Apakah sering mengaji Al-quran?

IV.2 Pembahasan Penelitian

IV.2.1 Pengaruh lingkungan terhadap pekembangan fisik, intelektual, sosial dan


keagamaan anak
Lingkungan sangat memiliki pengaruh terhadap perkembangan fisik, intelektual,
sosial dan keagamaan anak. Hal tersebut dapat kita ketahui melalui hasil-hasil yang diperoleh
setelah adanya perlakuan dari lingkungan tersebut. Adapun hasil dari pengaruh lingkungan
terhadap ke empat aspek perkembangan tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
IV.2.1.1 Perkembangan Fisik Anak
1. Tinggi dan Berat Badan
Faiz tidak terlalu tinggi untuk ukuran anak seusianya. Tingginya hanya 137,5 cm. Hal
tersebut dinilai proporsional mengingat pertumbuhan fisik anak usia SD bila dibanding
dengan masa usia remaja dan usia dini cenderung lebih lambat dan bersifat konsisten.
Perkembangan ini berlangsung sampai terjadinya perubahan besar pada awal pubertas.
Tinggi dan berat badan anak secara bertahap terus bertambah, penambahan itu
diperkirakan berkisar 2,5 - 3,5 kg dan 5 7 cm pertahun. Kaki anak lazimnya menjadi
bertambah panjang dan tubuhnya bertambah kurus. Namun untuk berat badan, Faiz termasuk
anak yang memiliki badan yang berat dan terkesan gendut. Hal ini disebabkan ia selalu
makan dan ngemil. Setiap ada makanan ia makan dengan lahapnya. Hal ini kontras berbeda
dengan kakak-kakaknya yang memiliki tubuh tidak gendut. Disamping sering makan,
kurangnya olahraga juga dapat menyebabkan tubuhnya menjadi gendut karena kalori yang
menumpuk. Setidaknya kecanggihan teknologi pada zaman sekarang ini membuat anak lebih
betah di rumah berkat gadget dan media elektronik yang memberikan hiburan bagi mereka
sehingga mereka jarang melakukan aktivitas terutama di luar ruangan.

2. Proporsi dan Bentuk Tubuh


Berdasarkan tipologoi Sheldon, ada tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD
yaitu :
(a) endomorph, yaitu yang tampak lebih luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
(b) mesomorph, yang kelihatan kokoh, kuat, dan lebih kekar.
(c) ectomorph yang tampak jangkung, dada pipih, lemah, dan seperti tak berotot.

Dari data diatas Faiz termasuk anak yang bersifat endomorph, karena dilihat dari
bentuk badannya tampak gemuk dan berbadan besar untuk anak seusia 10 tahun. Hal itu tidak
diimbangi dengan tinggi tubuh dikarenakan ia tidak minum susu secara teratur . Dalam sehari
kemungkinan hanya sekali saja pada saat malam hari , dimana anjuran seharusnya untuk anak
usia masa pertumbuhan minum susu itu 3 kali sehari.

IV.2.1.2 Perkembangan Intelektual Anak


Umur 10 tahun menurut Jean Piaget merupakan masa dimana anak
mengalami tahap operasional konkret (7-11) tahun yang memiliki sifat-
sifat, Berpikir konkret, karena daya otak terbatas pada obyek melalui
pengamatan langsung. Dapat mengembangkan operasi mental, seperti
menambah, mengurangi. Mulai mengembangkan struktur kognitif berupa
ide atau konsep. Melakukan operasi logika dengan pola berpikir masih
konkret. Faiz termasuk anak yang cukup cerdas, tercacat selama ia duduk
di bangku SD sampai kelas 4 sekarang ini ia selalu mendapatkan prestasi
di sekolahnya. Untuk prestasi kognitifnya sendiri ia selalu mendapatkan
ranking 1.
Pengetahuan umunya juga sudah cukup terasah, karena ia cepat
tanggap dalam menerima informasi. pernah suatu ketika saat keluarga
sedang menonton TV , dan acara TV tersebut menayangkan mengenai
kuis pengetahuan, dia dapat menjawab pertanyaan tersebut disaat
keluarga yang lain terdiam tak bisa menjawab. Disamping itu ia juga
selalu bercerita dengan orangtua mengenai apa yang ia tahu baik itu dari
TV ataupun dari buku, Dan itu hanya sebatas informasi yang masih
bersifat konkret saja dalam artian informasi tersebut didapat setelah ia
mengamati atau memperoleh informasi itu secara langsung.
Namun, dalam melakukan melakukan kegiatan belajar, ia belum
bisa melakukannya secara mandiri. Ia masih harus melalui perintah
orangtua untuk melakukan belajar. Ia hanya mendapatkan informasi
sebatas dari apa yang ia suka, misalnya melalui tayangan TV dimana ia
lebih menyukai gambar-gambar untuk menyerap informasi. Hal ini sesuai
dengan tahap usia SD yang lebih mudah menyerap materi melalui
panduan gambar-gambar , karena pada masa itu pikiran fantasinya
sangat kuat.
IV.2.1.3 Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial sangat dipengaruhi oleh keluarga dan teman
sebaya. Barometer perkembangan sosial anak dapat kita amati sesuai
dengan bagaimana anak itu berinteraksi dengan kedua aspek tersebut.
dalam lingkungan sosialnya, Faiz tinggal bersama keluarga yang
hubungan sosialnya baik dengan orang lain. Sehingga ia dikenal oleh
keluarga lain lantaran kedua orangtuanya selalu menjalin silaturahmi.
Akan tetapi, dalam bersosial dengan teman sebaya, Faiz lebih banyak
bercengkrama dengan temannya di sekolah daripada di rumah. Saat di
rumah ia jarang bermain ke luar dengan temannya, dikarenakan teman
SD nya tidak sekomplek dengannya.
Sebenarnya temannnya yang sebaya cukup banyak di sekitar
rumahnya, mungkin karena perbedaan sekolah yang melatarbelakangi
sehingga ia kurang bersosialiasi ataupun dari perlakuan si anak sendiri
yang enggan mengusahakan untuk bersosial dengan teman sebaya di
sekitar rumahnya. Tak pelak, hal ini juga disebabkan oleh perkembangan
zaman, dimana kencanggihan teknologi dapat memberikan produk-produk
yang membuat seseorang lebih betah tinggal di rumah daripada menjejali
kehidupan nyata. Banyak anak-anak zaman sekarang, termasuk Faiz
berkat Adanya TV dan handphone mereka menjadi punya kehidupannya
sendiri. Mungkin inilah dampak dari teknologi yang kebablasan sehingga
orang lupa akan kehidupan nyatanya.
Adapun bentuk-bentuk tingkah laku sosial jika dikaitkan teori yang
ada, Faiz mengalami hal-hal sebagai berikut.

1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan ini kadangkala terjadi pada faiz
apabila ia mendapatkan sesuatu yang tidak disukainya. Tingkah laku ini
terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua
yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Biasanya ia melawan dengan
berupa perkataan apabila ia dimarahi oleh orangtua.

2. Agresi (Agression)
Biasanya, bentuk tingkah laku sosial ini terjadi pada Faiz apabila
keinginannya tidak terpenuhi ataupun apabila ia dimarahi dan disuruh
oleh orangtua. Namun hal ini jarang terjadi, mengingat semakin
bertambahnya usia ia sudah mulai berpikir akan kedewasaanya.
Kebanyakan tingkah agresi ini terjadi pada umur rentan 5 tahun kebawah.
adapun pada saat sekarang bentuk agresi yang ia lakukan hanya berupa
perkataan dan itupun secara halus.

3. Berselisih (Bertengkar)
Untuk usia sekarang ini, Faiz sangat jarang sekali bertengkar. Ia
lebih sering bertengkar pada saat umurnya 6-7 tahun dan itupun ia
lakukan dengan kakak perempuannya yang umurnya tidak beda jauh.
Biasanya tidak menutup kemungkinan ia juga bertengkar dengan
kakaknya yang lebih dewasa.

4. Mementingkan diri sendiri (selffishness)


Biasanya terjadi apabila ada kakak-kakaknya yang hendak meminta
makanan ringan padanya. Faiz kadangkala bersikap pelit ketika ia ingin
memberi, dan lebih mementingkan dirinya sendiri. Namun, setelah lama
kelamaan, ketika ia sudah mulai kenyang terhadap makananya lalu ia pun
memberikannya pada kakak-kakaknya. Biasanya jika ingin mudah untuk
memberi, harus dengan rayuan terlebih dahulu dan berupa imbalan yang
akan diberikan sebagai gantinya.

IV.2.1.4 Perkembangan Keagamaan Anak


Pada Usia 10 tahun, perkembangan moral yang dialami oleh Faiz
masih berupa tahap Pre-moral yang dikemukakan oleh Jean Piaget. pada
tahap Pre-moral ini, anak tidak merasa wajib untuk menaati peraturan.
Hal ini terjadi pada Faiz, dimana ia masih belum bisa menaati peraturan
yang ada. Seperti halnya waktu untuk menonton TV, bermain, dan belajar
yang masih belum teratur. Disamping itu, saat dibangunkan pada pagi
hari juga cukup sulit. Hal ini masih menunjukkan bahwasanya
perkembangan moralnya masih dalam tahap yang kemudian akan menuju
tahap heteronomi dan autonomi.
Adapun tahap perkembangan keagamaanya, Faiz ini sudah berada
pada tingkat The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan). dimana ia sudah
mulai bergairah dengan melaksanakan ajaran-ajaran agama seperti
melaksanakan solat, puasa, membaca Al-Quran dan lain sebagainya. Hal
ini memberikan hasil yang cukup signifikan bagi anak seumuranya,
dimana banyak anak-anak yang seumuranya yang masih belum bisa
membaca Al-Quran atapun menghafal surat-surat pendek namun Faiz
sudah cukup menguasainya. Faiz tinggal di lingkungan yang cukup taat
beragama, sehingga secara tidak langsung ia akan ikut terpengaruh
dengan keadaan keluarganya tersebut.
Seperti kebiasaan sholat berjamaah, harus ditekankan sejak dini
pada seorang anak agar nantinya terbiasa ketika telah dewasa. Peran
orangtua dalam upaya pendidikan agama pada anak sangatlah penting,
karena disamping memberikan arahan, orangtua juga harus memberikan
contoh yang baik. Disamping itu, hal ini juga ditunjang oleh kondisi
lingkungan sekitar rumahnya apakah memiliki rutinitas keagamaan yang
tinggi ataukah tidak .
Semua ini menunjukan bahwa faktor lingkungan sangatlah penting
dalam upaya perkembangan anak baik itu dari segi fisik, intelektual,
sosial, keagamaan dan pekembangan-perkembangan lainnya.
IV.2.2 Cara mengoptimalkan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak

IV.2.2.1 Mengotimalkan Perkembangan Fisik


Perkembangan fisik pada masa kanak-kanak hingga remaja merupakan
saat yang paling optimal dimana pada saat itu perkembangan fisik anak
terjadi secara cepat. Oleh karena itu, beberapa upaya dapat dilakukan
untuk mengotimalkan perkembangan fisik pada anak diantaranya:
1. memberikan asupan gizi yang teratur
2. mengawasi secara penuh terhadap segala aktivitas anak
3. Merangsang pertumbuhan anak dengan berolahraga
4. Memberikan waktu istirahat yang cukup
5. membiasakan pola hidup yang sehat

IV.2.2.2 Mengoptimalkan perkembangan intelektual


Perkembangan intelektual pada masa anak perlu diperhatikan guna
menghasilkan pribadi-pribadi anak yang cerdas, oleh karena itu terdapat
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
perkembangan intelektual pada masa anak, diantaranya:
1. Membimbing selalu anak-anak dalam memperoleh pengetahuan
2. Memberikan stimulus pada anak agar selalu belajar
3. Selalu memotivasi anak untuk terus berusaha
4. Memberikan asupan gizi yang maksimal bagi otak anak
5. Mengetes kemampuan anak secara berkala.

IV.2.2.3 Mengoptimalkan perkembangan sosial


Perkembangan sosial pada anak dapat kita optimalkan demi
menghasilkan generasi yang dapat berkiprah di masyarakat. Untuk itu
langkah-langkah berikut dapat dilakukan dalam merealisasikan hal
tersebut.
1. Memberikan susana yang ridak kaku pada keluarga
2. Membimbing anak dalam setiap kegiatan sosial terutama dengan teman
sebaya
3. membiasakan anak untuk dapat bersosial di masyarakat
4. memberikan pemahaman kepada anak mengenai hubungan sosial yang
baik
5. Selalu adanya kasih sayang yang terjalin antara anak dengan orangtua

IV.2.2.4 Mengoptimalkan Keagamaan


Membina sikap religius pada anak sangat diperlukan demi mencapai
individu yang berbudi luhur dan dapat dijadikan teladan oleh masyarakat.
Nilai religius pada saat ini sangatlah penting dimiliki oleh anak, untuk itu
terdapat beberapa upaya agar perkembangan religius anak adapt optimal
diantaranya:
1. Sebagai orangtua, hendaknya kita selalu memberikan pemahaman
tentang pendidikan agama yang baik
2. memasukan anak ke lembaga-lembaga pendidikan islam seperti
pesantren atapun tempat mengaji di sekitar rumah
3. Orangtua harus memberikan tauladan yang baik pada anak
4. membiasakan anak untuk patuh dan taat dalam menjalankan ajaran-
ajaran agama
5. mengawasi lingkungan sekitar anak terutama dengan teman sebaya agar
tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak


dipengaruhi oleh dua faktor yakni keturunan (gen) dan lingkungan. Gen
merupakan faktor yang bersifat statis, dimana faktor tersebut sulit untuk
diusahakan sesuai dengan harapan yang diinginkan. adapun faktor
lingkungan, faktor ini merupakan faktor yang dinamis dimana kita bisa
mengusahakannya sesuai dengan tindakan kita agar bisa sesuai dengan
apa yang diharapkan.
Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan ia tinggal ( keluarga )
maupun lingkungan masyarakat ia hidup. disamping itu usaha-usaha lain
yang dilakukan untuk mengoptimalkan perkembangan juga termasuk
kedalam faktor lingkungan. Berbagai cara dapat dilakukan demi
tercapainya hal tersebut, misalnya peranan orangtua dalai keluarga
sangat memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan
anak baik itu dilihat dari segi fisik, intelektual, sosial maupun keagamaan.
Untuk perkembangan fisik misalnya, seorang anak akan memiliki
fisik yang ideal jika ia membiasakan pola hidup yang teratur dan diberi
asupan gizi yang seimbang. perkembangan lainnya seperti perkembangan
keagamaan pada anak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam
hal ini, orangtua sebagai transfer value dalam keluarga sangat ditekankan
agar menghasilkan anak yang religius dan berbudi luhur.
Untuk itu, perlakuan yang optimal sangat diperlukan agar
perkembangan Fisik, intelektual, sosial, dan keagamaan dapat berjalan
dengan baik dan sesuai dengan hasil yang diharapakan demi terciptanya
generasi yang tangguh dalam berkiprah di masyarakat.

V.2 Saran

1. Orangtua harus memberikan upaya yang optimal kepada anaknya


terutama dalam proses perkembangannya agar berjalan dengan baik dan
sesuai dengan yang diharapakan.
2. Perkembangan anak juga harus ditunjang dengan kondisi lingkungan
masyarakat yang baik
3. Upaya pemberian stimulus dan motivasi pada anak harus dilakukan demi
meningkatnya perkembangan anak tersebut ke arah yang lebih baik.
4. Pendidikan formal terutama sekolah harus ikut memberikan andil
terhadap proses perkembangan yang dialami oleh anak

Anda mungkin juga menyukai