Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HAKIKAT KEBENARAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
Bapak Dr. Yadi Fahmi Arifudin, M.Pd.I

Oleh :
Kelompok 2

Alkautsar shaf NPM. 2210631110082


Dhea Khoerunisa NPM. 2210631110102

KELAS 3C PAI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Yadi Fahmi Arifudin,
M.Pd.I sebagai dosen pengampu mata kuliah Ilmu Filsafat yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
.

Karawang, 29 September 2023

Kelompok 2

DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 4
A. Sub-CPMK ....................................................................................................... 4
B Indikator ........................................................................................................ 4
C Studi Kasus .................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 5
A. Hakikat Kebenaran………………………………..……………………………..5
1 Sub bahasan dari bagian A ........................... Error! Bookmark not defined.
2 Sub bahasan dari bagian A ........................... Error! Bookmark not defined.
B. Pembahasan 2 ................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP .................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................12
SOAL LATIHAN ....................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Sub-CPMK

1. Mahasiswa mampu memahami hakikat kebenaran secara utuh dari berbagai


sudut pandang.

B Indikator

1. Mahasiswa dapat mendefinisikan hakikat kebenaran dari berbagai perspektif.


2. Mahasiswa dapat menyebutkan teori-teori hakikat kebenaran.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan kebenaran dengan konsep pengetahuan
merangsang pemikiran kritis dan refleksi filosofis.

C. Studi Kasus

Gambar 1 Gambar di

https://alif.id/read/fauzi-
sukri/siapa-pemilik-islam-kristen-
yahudi-hindu-b208770p/

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Kebenaran

1. Definisi Hakikat Kebenaran


Apakah yang dimaksud kebenaran? Dalam bahasa Inggris, kebenaran
disebut dengan opini dan juga khayalan (Lorens, 1996). Dalam kaitan ini yang
dimaksud adalah kebenaran dalam tataran pikiran manusia. Menurut Abu Hamid
Al-Ghazali, kebenaran merupakan sisi kemahatahuan Tuhan dan tidak mampu
dipahami oleh manusia. Namun demikian, manusia diberi peluang mengetahui dan
menemukan wujud kebenaran sejauh potensi yang dimilikinya, serta dalam batas
bimbingan Tuhan (Ghazali, 1991).
Menurut pandangan korespondensi, sebuah pernyataan atau gagasan
dianggap benar jika ia sesuai dengan kenyataan atau fakta-fakta di dunia nyata.
Dalam kata lain, suatu pernyataan dianggap benar jika apa yang diungkapkannya
sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di dunia nyata. Contoh sederhananya
adalah pernyataan "langit biru" dianggap benar jika memang langit saat itu
berwarna biru. Pandangan-pandangan tentang kebenaran secara spesifik dapat
dirujuk kepada pendapat dua aliran besar dalam filsafat, yaitu aliran idealisme dan
realisme (Ilmu, 2018).
Penting untuk diingat bahwa konsep kebenaran dalam filsafat adalah topik
yang sangat luas dan telah diperdebatkan oleh berbagai tokoh filsafat selama ribuan
tahun. Oleh karena itu, pandangan tentang hakikat kebenaran dapat berbeda-beda
antara filsuf-filsuf dan aliran-aliran filsafat yang berbeda.

5
B. Teori Kebenaran Dalam Hakikat Filsafat Ilmu
1. Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth)
Teori kebenaran korespondensi, Correspondence Theory of Truth yang
kadang disebut dengan accordance theory of truth, adalah teori yang berpandangan
bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta
atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut.
Kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesuaian (correspondence) antara rti
yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh
pernyaan atau pendapat tersebut (Suriasumantri, 2000).
Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Teori
kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat
digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal
(sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan
kenyataan atau realitas yang diketahuinya (Muhadjir, 2001).
Kesimpulan dari teori korespondensi adalah adanya dua realitas yang
berada dihadapan manusia, pernyataan dan kenyataan. Menurut teori ini, kebenaran
adalah kesesuaian antra pernyataan tentan sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu
sendiri. Misal, Bandung merupakan ibu kota Jawa Barat. Pernyataan ini dikatakan
benar apabila pada kenyataannya Bandung memang ibukota propinsi Jawa Barat.
Kebenarannya terletak pada pernyataan dan kenyataan.

2. Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)


Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran yang
didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut
benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang
berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi
atas hubungan antara putusan- putusan itu sendiri (Suriasumantri, 2000). Teori ini

6
berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
diakui sebagai benar.
Kalau ditimbang dan dibandingkan dengan teori korespondensi, teori
koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan teori
pertama tadi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya,
astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap
astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau
realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri.
Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan
pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui
kebenarannya (Lubis, 2014).
Teori koherensi dapat dianalogikan seperti ini, semua umat muslim wajib
melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, Zaid adalah seorang muslim, maka
dari itu Zaid melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan. Namun hal ini bisa
berubah ketika ada sesuatu yang menyebabkannya berubah, Zaid tidak berpuasa
pada bulan Ramadhan karena sedang sakit.

3. Teori Pragmatisme (The pramagtic theory of truth.)


Pramagtisme berasal dari bahawa Yunan pragmai, artinya yang dikerjakan,
yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh
William James di Amerika Serikat (Susanto, 2011). Teori kebenaran pragmatis
adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada
konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori
tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk
kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis (Suriasumantri, 2000).

7
Menimbang teori pragmatisme dengan teori-teori kebenaran sebelumya,
pragmatisme memang benar untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran,
pengetahuan, dan kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini
merupakan teori yang terbaik dari keseluruhan teori. Kriteria pragmatisme juga
diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif
waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu
waktu mungkin tidak lagi demikian.(Atabik, 2014).
Teori pragmatisme dapat dianalogikan seperti ini. Prinsip kepraktisan
(practicality) dalam memperoleh pekerjaan telah mempengaruhi jumlah mahasiswa
baru pada masing-masing jurusan. Pada fakultas FAI UNSIKA jurusan Pendidikan
Agama Islam menjadi favorit, karena menurut mereka lulus dari Jurusan PAI bisa
menjadi guru dan mendapatkan sertifikasi guru serta jabatan ASN karena mendapat
jaminan hingga tua. Namun pandangan ini bisa berubah bila kebijakan P3K
diberlakukan, dimana setiap bagian dari P3K hanya mendapatkan jaminan hingga
ia pensiun.

4. Teori Performatif
Teori ini berasal dari John Langshaw Austin (1911-1960)36 dan dianut oleh
filsuf lain seperti Frank Ramsey, dan Peter Strawson. Filsuf-filsuf ini mau
menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang hanya
menyatakan sesuatu (deskriptif). Proposisi yang benar berarti proposisi itu
menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar. Demikian sebaliknya. Namun
justru inilah yang ingin ditolak oleh para filsuf ini.(Lubis, 2014).
Teori performatif menjelaskan, suatu pernyataan dianggap benar jika ia
menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas, tetapi justru dengan pernyataan itu tercipta realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini disebut juga

8
“tindak bahasa” mengaitkan kebenaran satu tindakan yang dihubungkan dengan
satu pernyataan.(Suriasumantri, 2000).
Teori ini dapat diimplementasikan secara positif, tetapi di pihak lain dapat
pula negatif. Secara positif, dengan pernyataan tertentu, orang berusaha
mewujudkan apa yang dinyatakannya. Secara negatif orang akan terlena dengan
apa yang di dengarnya (Susanto, 2011). Teori performatif dapat dianalogikan
seperti ini, Huda mengucapkan kepada pasangannya “Aku hanya mencintaimu
seorang, Aku berjanji akan selalu setia padamu”. Pasangannya pun percaya dengan
apa yang didengarnya, akan tetapi disisi lain kita tidak mengetahui bilamana Huda
menemui perempuan yang lebih dari pasangannya saat ini, apakah huda akan tetap
setia dengan perkataannya atau malah mengingkari dengan berpaling dari
pasangannya.

5. Agama sebagai Teori Kebenaran


Pada hakekatnya, manusia hidup di dunia ini adalah sebagai makhluk yang
suka mencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah
agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala
persoalan asasi yang dipertanyakan manusia; baik tentang alam, manusia, maupun
tentang Tuhan. Dalam mendapatkan kebenaran menurut teori agama adalah wahyu
yang bersumber dari Tuhan. (Burhanuddin, 2018).
Manusia dalam mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama
denngan cara mempertanyakan atau mencari jawaban berbagai masalah kepada
kitab Suci. Dengan demikian, sesuatu hal dianggap benar apabila sesuai dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.(Burhanuddin, 2018).
Agama sebagai teori kebenaran dapat di deskripsikan seperti ini, Semua Agama
menyatakan bahwa melakukan membunuh manusia tanpa alasan adalah perbuatan
salah. Namun hal ini tidak bisa menjadi tolak ukur bahwa teori ini pasti benar,

9
karena dalam Agama Islam memakan babi adalah perbuatan haram hal ini tercatum
dalam Q.S Surah Al-Baqarah ayat 173, Allah SWT berfirman :
َ ََ‫ْر َولَ ْح ََم َوالد َََّم ْال َم ْيتَة‬
‫علَ ْيكُ َُم َح َّر ََم اِنَّ َما‬ َِ ‫ل َو َماَ ْالخِ ْن ِزي‬
ََّ ‫ّللاِ ِلغَي َِْر بِهَ ا ُ ِه‬ َِ ‫ضطُ ََّر فَ َم‬
َٰ ۚ ‫ن‬ ْ ‫غي ََْر ا‬ َ َ‫اِثْ ََم فَ َل‬
َ َ ‫عادَ َّو‬
َ َ‫ل بَاغ‬
‫ع َل ْي َِه‬
َ ۚ ‫ِن‬ ََٰ َ‫غفُ ْور‬
ََّ ‫ّللا ا‬ َ َ‫َّرحِ يْم‬
“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging
babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah.
Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang”
Namun disisi lain Agama Kristen memperbolehkan memakan daging babi,
hal ini termaktub dalam Alkitab Markus 7: ayat 18-19
Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak
tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang
tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam
perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua
makanan halal.

C. Pengimplementasian Hakikat Kebenaran


Berangkat dari pentingnya untuk terus menerus memperbarui dan
memperkaya diri didunia ilmu pengetahuan Dalam untuk mencari kebenaran hakiki
suatu ilmu perlua adanya kajian dengan prosedur yang kompleks. Pentingnya
penerapan metode dan teknik penelitian adalah agar terjaminnya keabsahan suatu
fakta pengetahuan sehingga nantinya menjadi suatu kesatuan yang kokoh dan tidak
dapat dibantah.(Lestari et al., 2022). Metodologi keilmuan berbeda dengan
berbagai cara berfikir yang lain dalam menemukan “kebenaran”, dimisalkan
dengan pengetahuan atau kebenaran agama, karena metode keilmuan mendorong
dan berkembang dari sikap yang meragukan kepada yang tidak meragukan atau
yang “pasti”. Di balik keraguan itu tinggal bukti terkuat yang tersedia. Bukti-bukti

10
ditemukan dan keraguan baru pun muncul. Semua ini harus dipertimbangkan.
“adalah asensi metode ilmiah untuk membuat agar temuan objek penyelidikan
menjadi bagian yang integral dari pengetahuan ilmiah dan itu hanya bila disahkan
oleh bukti-bukti empiric.(Barlian, 2016)
1. Menggunakan Sumber Informasi yang Terpercaya
Dalam era informasi digital, sangat penting untuk memverifikasi
kebenaran informasi sebelum mempercayainya atau membagikannya. Berhati-
hatilah terhadap berita palsu (hoaks) dan sumber informasi yang tidak
tepercaya. Ini adalah implementasi dari teori korespondensi, di mana kebenaran
adalah kesesuaian dengan fakta.
2. Berpikir Kritis
Memiliki sikap kritis terhadap informasi dan pernyataan adalah cara
untuk menerapkan teori kebenaran. Pertimbangkan berbagai sudut pandang,
evaluasi bukti, dan pertanyakan asumsi sebelum menerima sesuatu sebagai
benar. Ini mencerminkan aspek teori koherensi dalam mengharmoniskan
informasi yang diterima.

3. Berbicara Jujur
Implementasi yang jelas dari teori kebenaran adalah berbicara jujur.
Ketika kita berbicara, kita harus berusaha untuk mengungkapkan kebenaran
sesuai dengan pemahaman kita tentang situasi. Ini mencerminkan konsep teori
korespondensi.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hakikat kebenaran dalam filsafat ilmu adalah isu yang kompleks dan penting.
Teori-teori berbeda tentang kebenaran membantu kita memahami bagaimana
pengetahuan ilmiah dikembangkan dan diuji. Memahami konsep ini juga membantu
kita menjaga integritas dalam riset ilmiah. Seiring berjalannya waktu, pemahaman
tentang kebenaran terus berkembang, dan ini memainkan peran kunci dalam kemajuan
pengetahuan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Atabik, A. (2014). Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu. Fikrah, Vol. 2, No. 1,
Juni 2014, 2(1), 253–271.
Barlian, E. (2016). Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Sukabina Press.
Burhanuddin, N. (2018). Filsafat Ilmu (Ria & I. Fahmi (eds.); 1st ed.). Prenada Media
Group.
Ghazali, M. B. (1991). Konsep Ilmu Menurut Al-Ghazali. CV Peedoman Ilmu Jaya.
Ilmu, F. (2018). P R E N a D a.
Lestari, A., Fitrisia, A., & Ofianto. (2022). Metodologi Ilmu Pengetahuan Kuantitatif
Dan Kualitatif Dalam Bentuk Implementasi. Jurnal Pendidikan Dan Konseling,
4, 2556–2560.
Lorens, B. (1996). Kamus Filsafat. Gramedia.
Lubis, A. Y. (2014). Filsafat Ilmu ; Klasik Hingga Kontemporer. Rajawali Pers.
Muhadjir, N. (2001). Filsafat Ilmu; Positivisme, Post Positivisme dan Post
Modernisme (2nd ed.). Rakesarasin.
Suriasumantri, J. S. (2000). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (13th ed.).
12
Pustaka Sinar Harapan.
Susanto, A. (2011). Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam dimensi Ontologis,
Epistemologis dan Aksiolologis (Bumi Aksar).

13
SOAL LATIHAN

A Soal Pilihan Ganda, pilihlah jawaban yang tepat dari pertanyaan berikut ini!
1. Apa definisi kebenaran dalam bahasa Inggris menurut Lorens (1996)?
A. Opinion
B. Reality
C. Truth
D. Fantasy
2. Teori korespondensi menganggap suatu pernyataan benar jika...
A. Sesuai dengan kenyataan atau fakta di dunia nyata
B. Disetujui oleh mayoritas orang
C. Sesuai dengan keinginan individu
D. Sesuai dengan interpretasi pribadi
3. Apa perbedaan antara teori korespondensi dan teori koherensi?
A. Teori korespondensi berkaitan dengan fakta, sementara teori koherensi
berkaitan dengan konsistensi antar pernyataan.
B. Teori koherensi berkaitan dengan fakta, sementara teori korespondensi
berkaitan dengan konsistensi antar pernyataan.
C. Keduanya sama.
D. Keduanya tidak ada hubungannya.
4. Teori pragmatisme menekankan bahwa kebenaran suatu pernyataan
tergantung pada...
A. Konsekuensi ilmiah, personal, atau sosial
B. Kesesuaian dengan kenyataan
C. Konsistensi dengan pernyataan lainnya
D. Kebenaran mutlak
5. Menurut teori performatif, suatu pernyataan dianggap benar jika...
A. Menciptakan realitas
B. Sesuai dengan kenyataan
14
C. Disetujui oleh mayoritas orang
D. Konsisten dengan pernyataan lainnya
6. Apa peran agama sebagai teori kebenaran?
A. Memberikan jawaban atas pertanyaan asasi tentang alam, manusia,
dan Tuhan
B. Menciptakan fakta-fakta baru
C. Menggantikan metode ilmiah
D. Menyembunyikan kebenaran
7. Bagaimana manusia mencari kebenaran dalam agama?
A. Dengan mempertanyakan dan mencari jawaban dalam kitab Suci
B. Dengan mengandalkan penelitian ilmiah
C. Dengan meminta pendapat dari orang lain
D. Dengan mempercayai klaim tanpa bukti
8. Mengapa penting menggunakan sumber informasi yang terpercaya?
A. Untuk memastikan kebenaran informasi yang diterima
B. Agar informasi terdengar lebih meyakinkan
C. Karena semua sumber informasi selalu benar
D. Untuk menghindari sudut pandang yang berbeda
9. Apa perbedaan utama antara teori korespondensi dan teori koherensi dalam
konsepsi kebenaran?
A. Teori korespondensi menekankan kesesuaian dengan kenyataan,
sementara teori koherensi menekankan konsistensi antar pernyataan.
B. Teori koherensi menekankan kesesuaian dengan kenyataan, sementara
teori korespondensi menekankan konsistensi antar pernyataan.
C. Keduanya memiliki pendekatan yang sama terhadap konsepsi
kebenaran.
D. Keduanya tidak relevan dalam diskusi tentang kebenaran.

15
10. Apa implikasi dari teori pragmatisme terhadap penentuan kebenaran ilmiah
dari waktu ke waktu?
A. Pernyataan ilmiah yang benar pada suatu waktu mungkin tidak lagi
benar di masa depan.
B. Kebenaran ilmiah bersifat abadi dan tidak berubah.
C. Teori pragmatisme tidak memiliki implikasi terhadap kebenaran
ilmiah.
D. Kebenaran ilmiah selalu bersifat relatif dan bergantung pada sudut
pandang.

16

Anda mungkin juga menyukai