Anda di halaman 1dari 17

WALISONGO DAN PERANANNYA DALAM PENGEMBANGAN

BUDAYA ISLAM NUSANTARA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Islam Nusantara
Dibina oleh Bapak A Rachman Sidik, B.A, M.H

Oleh :
Chanifatul Husnah (1886206060)
Devinta Dinda Nursanti (1886206036)
Mafula Fatkul Kholifah (1886206056)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
MARET 2019
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan
rahmat dan karuniaNya pada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Walisongo Dan Peranannya Dalam Pengembangan
Budaya Islam Nusantara” untuk memenuhi tugas matakuliah Islam Nusantara.

Tidak lupa peneliti menyampaikan terima kasih kepada.

1. Bapak A Rachman Sidik, B.A, M.H selaku dosen pembina matakuliah Islam
Nusantara.
2. Teman-teman PGSD Offering A2 angkatan 2018 atas kerjasamanya.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu
demi terselesaikannya makalah ini dengan lancar. Semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan kalian, amin.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan yang terdapat didalamnya, untuk itu peneliti sangat mengharapkan
adanya kritikan dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Akhir kata peneliti berharap semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat bagi para pembaca dan peneliti selanjutnya.

Blitar, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ .ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................
1.3 Tujuan ........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................

2.1 Definisi Wali ..............................................................................................

2.2 Definisi Walisongo.....................................................................................

2.3 Periodesasi Walisongo ...............................................................................

2.4 Strategi Dakwah Walisongo .....................................................................

BAB III PENUTUP ..................................................................................................

3.1 Kesimpulan ................................................................................................

3.2 Saran ...........................................................................................................

DAFTAR RUJUKAN .............................................................................................


I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wali Allah adalah sekelompok manusia pilihan Allah SWT yang diberi tugas
untuk membawa umat kejalan yang benar dan diridhoi oleh Allah. Banyak orang
yang kurang mengenal tentang hal wali mereka cenderung mengerti nama tanpa
mengetahui jasa-jasa yang telah diberikan oleh seorang wali. Wali Allah yang
berjasa puntuk penyebaran islam di Ilndonesia khususnya di tanah Jawa
dinamakan Walisongo meskipun jumlahnya tidak hanya Sembilan orang.

Melihat sangat besarnya peran walisongo untuk memperjuangkan dan


memperkenalkan islam di Indonesia, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
peran-peran penting dari walisongo.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Dari Wali?
2. Apa Definisi Dari Walisongo?
3. Bagaimana Periodesasi Walisongo?
4. Bagaimana Strategi Dakwah Walisongo?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Wali
2. Untuk Mengetahui Definisi Walisongo
3. Untuk Mengetahui Periodesasi Walisongo
4. Untuk Mengetahui Strategi Dakwah Walisongo
II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Wali

Kata Wali dalam bahasa Arab berarti “yang berdekatan”. Sedangkan


Auliya kata jamak dari kata Wali. Dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 62 dapat
dipahami seorang Wali adalah orang yang senantiasa beriman dan bertaqwa
kepada Allah, mereka menyampaikan kebenaran dari Allah, dan dalam
menyampaikan kebenaran itu karena mendapat karomah dari Allah, tiada rasa
kawatir dan sedih. Keistimewaan ini sebenarnya sama dengan para rasul, yang
membedakan terletak pada wahyu yang diterima rasul. Wali tidak menerima
wahyu, dan juga tidak akan pernah menjadi Nabi atau rasul, tetapi wali mendapat
karomah, suatu kemampuan diluar adat kebiasaan manusia.

2.2 Definisi Walisongo

Kata walisongo, kata yang mirip diperhitungkan yaitu Walisana. Kata


Walisongo terdiri atas dua kata Wali dan Songo. Disini kita melihat adanya
perpaduan dua kata yang berasal dari pengaruh budaya yang berbeda. Wali
berasal dari bahasa Arab (pengaruh Al-Qur’an) dan songo. Disini kita melihat
adanya perpaduan dua kata yang berasal dari pengaruh budaya Jawa. Jadi dari
segikata Walisongo merupakan interelasi dari pengaruh dua kebudayaan.

Walisongo adalah Sembilan orang wali. Walisongo sebagai jantung


penyiaran islam di Jawa. Ajaran-ajaran walisongo memiliki pengaruh yang besar
dikalangan masyarakat Jawa, bahkan kadangkala menyamai pengaruh seorang
raja. Masyarakat Jawa memberikan gelar “sunan” kepada walisongo. Kata
“sunan” diambil dari kata “susuhunan” yang artinya yang dijunjung tinggi atau
dijunjung diatas kepala, gelar atau sebutan yang dipakai para raja. Bagi sebagian
besar masyarakat Jawa, walisongo memiliki nilai kekeramatan dan kemampuan-
kemampuan diluar kelaziman. Walisongo merupakan Sembilan ulama yang
menjadi pelopor dan pejuang penyiaran islam di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16
M.
2.3 Periodesasi Walisongo

Nama-nama Walisongo Menurut Periode Waktunya Menurut Catatan dari


Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar dan As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-
Husaini, disebutkan bahwa:

1. Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 – 1435 M. Terdiri dari:


a. Maulana Malik Ibrahim, (wafat 1419 M] )
b. Maulana Ishaq
c. Maulana Ahmad Jumadil Kubro
d. Maulana Muhammad Al-Maghrabi
e. Maulana Malik Isra'il,(wafat 1435 M)
f. Maulana Muhammad Ali Akbar,(wafat 1435 M)
g. Maulana Hasanuddin
h. Maulana 'Aliyuddin
i. Syekh Subakir, atau Syaikh Muhammad Al-Baqir
2. Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1435 - 1463 M, terdiri dari :
a. Sunan Ampel,(tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim)
b. Maulana Ishaq, (wafat 1463)
c. Maulana Ahmad Jumadil Kubro
d. Maulana Muhammad Al-Maghrabi
e. Sunan Kudus, (tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il)
f. Sunan Gunung Jati, (tahun 1435 menggantikan Maulana
Muhammad Ali Akbar)
g. Maulana Hasanuddin, (wafat 1462 M)
h. Maulana 'Aliyuddin, (wafat 1462 M)
i. Syekh Subakir, (wafat 1463 M)
3. Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 - 1466 M, terdiri dari:
a. Sunan Ampel
b. Sunan Giri, (tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq)
c. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, (w.1465 M)
d. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, (w.1465 M)
e. Sunan Kudus
f. Sunan Gunung Jati
g. Sunan Bonang, (tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin)
h. Sunan Derajat, (tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin)
i. Sunan Kalijaga, (tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir)
4. Wali Songo Angkatan ke-4, 1466 - 1513 M, terdiri dari:
a. Sunan Ampel, (w.1481)
b. Sunan Giri, (w.1505)
c. Raden Fattah,(pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad
Jumadil Kubra)
d. Fathullah Khan (Falatehan), (pada tahun 1465 mengganti Maulana
Muhammad Al-Maghrabi)
e. Sunan Kudus
f. Sunan Gunung Jati
g. Sunan Bonang
h. Sunan Derajat
i. Sunan Kalijaga, (wafat tahun 1513)
5. Wali Songo Angkatan ke-5, (1513 - 1533 M), terdiri dari:
a. Syaikh Siti Jenar, (wafat tahun 1517), (tahun 1481 Menggantikan
Sunan Ampel)
b. Raden Faqih Sunan Ampel II ( Tahun 1505 menggantikan kakak
iparnya, yaitu Sunan Giri)
c. Raden Fattah, (wafat tahun 1518)
d. Fathullah Khan (Falatehan)
e. Sunan Kudus, (wafat 1550)
f. Sunan Gunung Jati
g. Sunan Bonang, (w.1525 M)
h. Sunan Derajat, (w. 1533 M)
i. Sunan Muria,(tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan
Kalijaga)
6. Wali Songo Angkatan ke-6, (1533 - 1546 M), terdiri dari:
a. Syaikh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu), (Tahun 1517 menggantikan
ayahnya, yaitu Syaikh Siti Jenar)
b. Raden Zainal Abidin Sunan Demak (Tahun 1540 menggantikan
kakaknya, yaitu Raden Faqih Sunan Ampel II)
c. Sultan Trenggana (tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden
Fattah)
d. Fathullah Khan (Falatehan), (wafat tahun 1573)
e. Sayyid Amir Hasan, (tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu
Sunan Kudus)
f. Sunan Gunung Jati, (w.1569)
g. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, (Tahun 1525 menggantikan
kakaknya, yaitu Sunan Bonang)
h. Sunan Pakuan, (Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan
Derajat)
i. Sunan Muria, (w. 1551)
7. Wali Songo Angkatan ke-7, 1546- 1591 M, terdiri dari
a. Syaikh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu), (wafat 1599)
b. Sunan Prapen, (tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin
Sunan Demak)
c. Sunan Prawoto, (tahun 1546 Menggantikan ayahnya Sultan
Trenggana)
d. Maulana Yusuf, (pada tahun 1573 menggantikan pamannya yaitu
Fathullah Khan (Falatehan), Maulana Yusuf adalah cucu Sunan
Gunung Jati)
e. Sayyid Amir Hasan,
f. Maulana Hasanuddin, (pada tahun 1569 menggantikan ayahnya,
yaitu Sunan Gunung Jati)
g. Sunan Mojoagung (tahun 1570 Menggantikan Sunan Lamongan)
h. Sunan Cendana, (tahun 1570 menggantikan kakeknya, yaitu Sunan
Pakuan)
i. Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos), (tahun 1551 menggantikan
kakek dari ibunya, yaitu Sunan Muria. Sedangkan Sayyid Shaleh
adalah Shaleh bin Amir Hasan bin Sunan Kudus)
8. Wali Songo Angkatan ke-8, 1592- 1650 M, terdiri dari:
a. Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang), asal Magelang, (wafat
1599), menggantikan Sunan Sedayu
b. Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi, (1650 menggantikan Gurunya yaitu
Sunan Prapen)
c. Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir), (tahun 1549 Menggantikan
Sultan Prawoto)
d. Maulana Yusuf, asal Cirebon
e. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus
f. Maulana Hasanuddin, asal Cirebon
g. Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani, (tahun 1650
Menggantikan Sunan Mojo Agung)
h. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri, (tahun 1650
menggantikan Sunan Cendana)
i. Sayyid Shaleh [PanembaHidayatullah.
9. Wali Songo Angkatan ke 9, 1650 – 1750M, terdiri dari:
a. Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan (tahun 1750 menggantikan Sunan
Magelang)
b. Syaikh Shihabuddin Al-Jawi (tahun 1749 menggantikan Baba
Daud Ar-Rumi)
c. Sayyid Yusuf Anggawi (Raden Pratanu Madura), Sumenep
Madura (Menggantikan, yaitu Sultan Hadiwijaya / Joko Tingkir)
d. Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani, (tahun 1750 Menggantikan
Maulana Yusuf, asal Cirebon)
e. Syaikh Nawawi Al-Bantani. (1740 menggantikan Gurunya, yaitu
Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus)
f. Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir (tahun 1750
menggantikan buyutnya yaitu Maulana Hasanuddin)
g. Sultan Abulmu'ali Ahmad (Tahun 1750 menggantikan Syaikh
Syamsuddin Abdullah AlSumatrani)
h. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri
i. Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan (tahun 1750 menggantikan
ayahnya, Sayyid Shalih Panembahan Pekaos)
10. Wali Songo Angkatan ke-10, 1751 – 1897, terdiri dari:
a. Pangeran Diponegoro (menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh
Abdul Muhyi Pamijahan)
b. Sentot Ali Basyah Prawirodirjo,(menggantikan Syaikh
Shihabuddin Al-Jawi)
c. Kyai Mojo,(Menggantikan Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu
Madura)
d. Kyai Kasan Besari, (Menggantikan Syaikh Haji Abdur Rauf Al-
Bantani)
e. Syaikh Nawawi Al-Bantani
f. Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fattah, (menggantikan kakeknya,
yaitu Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir)
g. Pangeran Sadeli,(Menggantikan kakeknya yaitu: Sultan
Abulmu'ali Ahmad)
h. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, Sumenep, Madura
(Menggantikan Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri)
i. Sayyid Abdur Rahman (Bhujuk Lek-palek), Bangkalan, Madura,
(Menggantikan kakeknya, yaitu: Sayyid Ahmad Baidhawi
Azmatkhan)s

Tahun 1830 – 1900 [Majelis Dakwah Wali Songo dibekukan oleh


Kolonial Belanda, dan banyak para ulama’ keturunan Wali Songo yang dipenjara
dan dibunuh] Dari nama para Wali Songo tersebut, pada umumnya terdapat
sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal,
yaitu: • Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim • Sunan Ampel atau Raden
Rahmat • Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim • Sunan Drajat atau
Raden Qasim • Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq • Sunan Giri atau Raden Paku atau
Ainul Yaqin • Sunan Kalijaga atau Raden Said • Sunan Muria atau Raden Umar
Said • Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.
2.4 Strategi Dakwah Walisongo

1. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)


Aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah
berdagang. Ia berdagang di pelabuhan terbuka yang sekarang dinamakan
desa Romo,Manyar. Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan
masyarakat, selain itu raja dan para bangsawan turut serta dalam kegiatan
perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau
pemodal. Berkat keramah tamahannya banyak masyarakat yang tertarik
masuk islam.
Sunan Gresik banyak mendapat respon positif dari masyarakat
sehingga Sunan Gresik dipercaya menjadi guru oleh masyarakat yang
tertarik dengan islam. Daerah Gresik menjadi tempat Sunan Gresik untuk
mendirikan sebuah pesantren. Dari catatan sejarah, pesantren itulah yang
pertama kali didirikan di tanah Jawa. Oleh karena itu Maulana Malik
Ibrahim dijuluki sebagai bapak pesantren di tanah Jawa.
2. Raden Rahmat (Sunan Ampel)
Sunan Ampel adalah tipe seorang wali yang dekat dengan para
politikus, sehingga dakwahnya mengajak para pejabat kerajaan untuk
menganut islam. Diantara upaya pengislaman yang dilakukan wali itu
adalah pembangunan masjid yang berundak seperti halnya agama Hindu,
cuma yang dahulu atapnya berundak tujuh, dipangkas hanya tinggal tiga.
Hal tersebut tidak hanya sekedar dimaksudkan agar air hujan mudah jatuh
kebawah namun lebih dalam lagi terkandung ajaran islam yang terdiri dari
iman, islam, dan ihsan. Pemikiran Sunan Amel dan strategi dakwahnya
yang mapan, membuat dakwah di Jawa merata dan dapat berkembang
dengan pesatnya. Jawa yang menjadi sentral nusantara menjadi hijau
dalam waktu yang relative singkat. Inilah peran utama Sunan Ampel
terhadap dakwah islam di tanah air, khususnya di tanah Jawa.
Oleh karena hubungan baiknya dengan Batara Majapahit, dia
pernah besama Maulana Ishak pergi menghadap raja Majapahit untuk
menerangkan cita-cita dan maksud ajaran islam. Keterangan mereka
diterima dengan baik oleh raja. Segala keterangan tentang islam itu adalah
suci,luhur, intisarinya sama dengan agama yang dipeluk raja yaitu Shiwa-
Budha. Tentang tujuan terakhir segala agama tidaklah berselisih malahan
mulai saat itu, raja menyatakan bahwa ia tidak keberatan jika rakyatnya
memeluk agama islam, asal denga sukarela, tidak dengan paksaan. Sedang
raja sendiri berketetapan hati untuk tidak melepaskan agama yang telah
dipeluk nenek moyangnya. Kemudian raja menganjurkan agar Raden
Rahmat tetap melakukan cita-citanya menyiarkan islam yang dipusatkan di
Ampel.
Pengaruh Sunan Ampel di sisi pendidikan adalah memberi
motivasi kuat untuk membangun bangsa tidak hanya berupa pendirian
pesantren dan tasawuf, tetapi juga dalam sosial politik.
3. Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)
Sunan Bonang menempatkan strategi dakwahnya di bidang seni
budaya. Daerah operasinya adalah di Jawa Timur terutama daerah
sepanjang pantai antara Rembang-Surabaya. Beliau mengarang lagu-lagu
Gending atau gamelan Jawa yang bertemakan aqidah, ibadah, akhlaq,
kisah para nabi, dan dongeng-dongeng rakyat yang mengandung budi
pekerti, sekaligus mengikis berangsur-angsur kepercayaan kebatinan yang
meyesatkan dan mistik yang menyimpang dari aqidah. Contohnya adalah
dengan menciptakan suluk wijil, tembang tamba ati,dll.
4. Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga)
Sunan Kalijaga adalah seorang wali yang menyebarkan agama
islam di wilayah Kalidangu dekat Demak. Ia merupakan salah seorang
wali yang memiliki keluasan dan keluwesan budaya. Sehingga, beliau
dengan arifnya memadukan nilai-nilai islam ke dalam budaya Jawa.
Misalnya menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk
sebagai sarana dakwah. Dia pencipta baju takwa, perayaan sekaten, grebeg
maulud, laying kalimasada, lakon wayang petruk dadi raja, denah pusat
kota, pencipta lagu ilir-ilir dan gundul-gundul pacul.
5. Raden Paku (Sunan Giri)
Sunan Giri menyampaikan dakwahnya dengan strategi
pembentukan pesantren. Sunan Giri juga dijuluki sebagai bapak
pengembang pesantern di nusantara. Sunan Giri juga menciptakan
beberapa karya tradisional Jawa diantaranya adalah permainan-permainan
anak seperti Jelungan, Lir-ilir, dan cublak-cublak suweng, serta beberapa
gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung.
6. Raden Kosim/ Syariffudin (Sunan Drajat)
Sunan Drajat menggunakan pendekatan sosial-ekonomi sebagai
strategi dakwahnya. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatannya yang
sebagian besar tercurah pada upaya menolong fakir miskin, korban perang
saudara yang telah kehilangan harta bendanya, janda-janda yang telah
kehilangan suaminya dan mata pencajarian sehari-hari, serta anak-anak
yatim yang kehilangan segala-galanya, orangtuanya,dll.
Sunan Drajad berusaha mengetuk hati orang kaya untuk
mengeluarkan zakat dan dana-dana lain yang diperlukan untuk menolong
kesengsaraan bangsanya. Diorganisir cara memungut zakat dan infaq, lalu
diterapkan pada tasarruf yang tepat untuk tujuan menanggulangi bahaya
kemelaratan rohani maupun jasmani. Akhirnya, besarlah simpati
masyarakat terhadap islam. Sunan Drajat juga mendirikan pesantren,
menciptakan tembang macapat Pangkur, dan gamelan singomengkok.
7. Ja’far Sadiq (Sunan Kudus)
Sebagai seorang ahli hukum yang mahir, Sunan Drajat menitik
beratkan dakwahnya pada pembinaan hukum serta pengawasannya
terhadap jalannya syari’at. Pada tatanan ketatanegaraan, peninggalan
Sunan Kudus masih dapat dilihat dalam tradisi Keraton Surakarta dan
Yogyakarta.
Sunan Kudus juga mengajarkan agama islam disekitar daerah
Kudus dan di Jawa tengan pesisir utara.beliau terkenal dengan keahliannya
dalam ilmu agama terutama dalam ilmu tauhid,usul,hadits, sastra mantiq,
dan ilmu fiqih. Oleh sebab itu beliau digelar I dengan sebutan “waliyyul
‘ilmi”. Beliau juga menciptakan Gending Maskumambang dan Mijil.
8. Raden Umar Said (Sunan Muria)
Sunan Muria menitik beratkan dakwahnya pada ajaran tasawuf.
Beliau menggubah gending Sinom dan Kinanti untuk mengajarkan
tasawuf kepada masyarakat Jawa. Meskipun Sunan Muria benar-benar
mencintai Allah, tetapi tidak berarti tugas-tugas duniawi dan perintah
berhubungan dengan masyarakat dilepaskan. Beliau mengajarkan
keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang, dan melaut kepada
masyarakat.
9. Syarif Hidayatullah/ Fatahillah (Sunan Gunung Jati)
Sunan Gunung merupakan seorang alim yang pernah belajar di
tanah suci, disana beliau tidak hanya belajar mengenai pengetahuan
agamanya saja namun juga belajar ilmu perang. Ilmu yang dipelajarinya
sangat berguna untuk nya karena saat itu, VOC menguasai tanah
kelahirannya sehingga dia merasa benci terhadap VOC, kebencian Sunan
gunung jati terhadap VOC dan kecerdasan yang dimilikinya membuat
Sultan Trenggono tertarik dan menikahkan Sunan Gunung Jati dengan
saudara perempuannya. Dari pernikahannya, beliau dikaruniai anak yang
bernama pangeran Pasarean dan menjadi sultan pertama Cirebon.
III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kata Wali dalam bahasa Arab berarti “yang berdekatan”. Sedangkan


Auliya kata jamak dari kata Wali. Dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 62 dapat
dipahami seorang Wali adalah orang yang senantiasa beriman dan bertaqwa
kepada Allah, mereka menyampaikan kebenaran dari Allah, dan dalam
menyampaikan kebenaran itu karena mendapat karomah dari Allah, tiada rasa
kawatir dan sedih.

Kata walisongo, kata yang mirip diperhitungkan yaitu Walisana. Kata


Walisongo terdiri atas dua kata Wali dan Songo. Disini kita melihat adanya
perpaduan dua kata yang berasal dari pengaruh budaya yang berbeda. Wali
berasal dari bahasa Arab (pengaruh Al-Qur’an) dan songo. Disini kita melihat
adanya perpaduan dua kata yang berasal dari pengaruh budaya Jawa. Jadi dari
segikata Walisongo merupakan interelasi dari pengaruh dua kebudayaan.

Menurut Periode Waktunya Menurut Catatan dari Al-Habib Hadi bin


Abdullah Al-Haddar dan As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini, dalam
penyebaran islam Walisongo melalui sepuluh periode. Periode-periode tersebut
antara lain: Wali Songo Angkatan Ke-1 (tahun 1404 – 1435 M), Wali Songo
Angkatan ke-2 (tahun 1435 - 1463 M), Wali Songo Angkatan ke-3 (1463 - 1466
M), Wali Songo Angkatan ke-4 (1466 - 1513 M), Wali Songo Angkatan ke-5
(1513 - 1533 M), Wali Songo Angkatan ke-6 (1533 - 1546 M), Wali Songo
Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), Wali Songo Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), Wali
Songo Angkatan ke 9 (1650 – 1750M), Wali Songo Angkatan ke-10 (1751 –
1897).

Strategi dakwah walisongo diantaranya adalah melalui perdagangan,


pendidikan, politik, seni budaya, tasawuf, dan pernikahan.
3.2 Saran

Sebagai seserorang yang memiliki basis agama islam nusantara,


hendaknya kita memahami sejarah-sejarah yang membawa islam ke nusantara,
dan orang-orang yang memadukan antara agama islam dengan budaya yang ada
pada masyarakat sehingga masyarakat tetap bisa menjalankan ibadah menurut
agama dan bisa tetap mempertahankan budaya khas daerahnya.
DAFTAR RUJUKAN

Hamid,Shalahuddin. Dan Ahza,Iskandar.2003. 100 Tokoh Islam Paling


Berpengaruh di Indonesia. Jakarta: PT. Nusantara Lestari Ceria Pratama.

Hidayatulloh, Syarif. Dan Usman, Saiful Huda.2014.Sejarah Kebudayaan Islam.


Mojokerto: CV.Ladunni Press.

Ry, Marzoeq. 2017. Walisongo dari Periode Angkatan 1 Sampai 10.


(https://id.scribd.com/document/356524714/Wali-Songo-Dari-Periode-Angkatan-
1-Sampai-10). diakses pada 11 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai