WALI SONGO
Kelompok 3
Disusun Oleh:
Riyandi.N
Asep
Gigim
Siti Nurkamilah
Rena Wulandarisa
Irfan Abdul.H
Nur Hadli
Zul Rizal
PAKENJENG
GARUT
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat disusun dengan selesai. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam yang membahas
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
meminta masukan demi perbaikan pembuatan makalah untuk yang akan datanng. Penulis
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam usaha bisnis
dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara.
Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa,
Masjid Demak yang menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan
Islamisasi di seluruh Jawa. Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir
dari hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab
saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah.
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu kerajaan Majapahit runtuh disusul
dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan masa peralihan kehidupan
agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut agama Islam tingkat atas ada
sekelompok tokoh pemuka agama dengan sebutan Wali. Zaman itu pun dikenal sebagai
zaman “kewalen”. Para wali itu dalam tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang
merupakan lanjutan konsep pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang.
Adapun Sembilan orang wali yang dikelompokkan sebagai pemangku kekuasaan pemerintah
yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri,
Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.
B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana sejarah tentang Wali Songo?
B. Bagaimana biografi Wali Songo?
C. Bagaimana strategi dakwah Wali Songo?
D. Bagaimana peran Wali Songo terhadap peradaban di Nusantara?
E. Bagaimana keteladan dari Wali Songo?
4
BAB II
Pembahasan
Sunan Kudus atau yang disebut ja’far shadiq, lahir sekitar 1500 masehi, nama
ayahnya H.Raden Usman, dan ibunya Syarifah.Sunan Kudus terkenal sebagai ulama besar
yang menguasai ilmu ushul hadist, Ilmu tafsir Al-Qur’an, ilmu sastra, matiq dan yang
terutama sekali adalah ilmu fiqih. Karena itu di antara para walisongo, beliau diberikan
julukan waliyul ilmi, yang artinya wali yang menjadi segudang ilmu. Sunan Kudus wafat
pada tahun 1550 M dan dimakamkan di kudus. Di pintu makam kanjeng Sunan Kudus terukir
kalimat asmaul husna yang berangka tahun 1296 H atau 1878 M.
Sunan Muria merupakan putera dari Sunan Kalijaga melalui pernikahanya bersama
Dwi Saroh, yang merupakan puteri dari Syekh Maulana Ishak, seorang ulama terkenal di
samudra pasai aceh. Sunan Muria lahir sekitar 1450 M di Jawa Tengah. Saat masih kecil,
Sunan Muria memiliki nama Raden Prawoto. Selain itu, beliau juga sering dipanggil dengan
Raden Umar Said atau Raden Umar Syahid. Kemudian ia menikah dengan Dewi Roroyono,
putri dari seorang ulama bernama Sunan Ngerang atau Ki Ageng Ngerang yang sangat
disegani oleh masyarakat. Dan wafatnya Sunan Muria di Demak pada tahun 1550 M
Sunan Gunung Djati, lahir dengan nama Hidayatullah atau lebih dikenal sebagai
Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari walisongo, beliau dilahirkan tahun 1448 M dari
5
pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang, Putri Sri
Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran. Yang berganti nama setelah
masuk islam menjadi Syarifah Mudaim. Beliau wafat pada tanggal 19 September 1568 M.
b. Sunan Muria
Menitip beratkan pada rakyat jelata, dalam menyebarkan agama islam, sunan muria
lebih toleran dengan memusatkan pada rakyat jelata dan bukan kaum bangsawan.
Beliau lebih senang mengasingkan diri bersama rakyat jelata dibandingkan tinggal di
pusat kerajaan demak. Metode dakwah beliau sering disebut dengan topo ngeli, yang
berarti menghanyutkan diri di dalam masyarakat. Dengan begitu, maka Sunan Muria
lebih mudah dalam mengajak masyarakat untuk masuk agama islam
Dakwah bil hikmah dengan akulturasi budaya, sama seperti para wali yang lainya
yaitu, lebih kepada metode dakwah bil hikmah atau dengan cara-cara bijak yang
tidak memaksa
Mempertahankan kesenian gamelan dan wayang, sama seperti wali yang lain, Sunan
Muria juga tetap mempertahankan alat musik daerah seperti gamelan dan kesenian
tradisional wayang untuk media dakwahnya.
6
Menciptakan beberapa tembang Jawa yang berisi tentang ajaran islam. Beberapa
karyanya yang terkenal hingga saat ini yaitu tembang Sinom dan Kinanthi
2. Sunan Muria
Peranya mengubah kultur atau budaya masyarakat Cirebon ang dulunya kental dengan
ajaran Hindu-Budha menjadi bernilai islamiyah
Keteladanan yang di wariskan Sunan Kudus untuk generasi saat ini dan masa-masa
mendatang. “Diantara ajaranya, yaitu mengedepankan prilaku santun dan bagus, suka
mengaji (senang menuntut ilmu) dan keteladanan membangun kemandirian ekonomi melalui
wirausaha.
“Nilai-Nilai yang diwariskan Sunan Kudus inilah yang merupakan kearifan lokal
masyarakat kudus yang tiada ternilai harganya dan mesti diteladani para generasi dari waktu
ke waktu,”
7
b. Keteladanan dari Sunan Muria
Keteladanan Sunan Muria juga bisa tergambar dengan caranya yang lebih memilih
untuk berbaur dengan rakyat kecil dan meninggalkan keramaian di dalam kerajaan Demak.
Sikap yang demikian patut di contoh dalam kehidupan bermasyarakat. Yang mana dalam
mensosialisasikan kebijakan umum maka pemerintah sudah selayaknya bisa menjangkau
seluruh elemen masyarakat dan tidak berhenti pada orang-orang tertentu saja.
Keteladanan Sunan Gunung Djati yang perlu dicontoh ketika ia menjadi seorang
laki-laki bagi keluarganya adalah sikap dan sifatanya begitu menghormati orang tuanya, dan
ketika ia menjadi raja adalah beliau tidak suka memperkaya diri, belau lebih suka hidup
sederhana. Dan beliau saat menjadi raja adalah profesionalisme ketika memerintah, ketika
memerintah beliau tidak semena-mena. Dan sikap tegas Sunan Gunung Djati kepada
anaknya, ia tidak membela anaknya yang berbuat durhaka, ia juga tidak segan-segan untuk
memuji anaknya yang berbuat amal shaleh.
8
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad
ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-
Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon
di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di
Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan
mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya
terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para
Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain