Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Sejarah Sunan Gunung Djati


(Budaya Islam Di Jawa)

Disusun oleh :
Kelompok 5 / 9A
WIbar Wirangga / 31
Krisna Dimas Reno Fasizky / 15
Keysha Aurelia. A / 12
Lillah Karunia / 16
M. Wahyu Hidayah / 20
Nadia Aurelita. R / 22

UPT SMPN 29 GRESIK


Tahun Pelajaran 2022 / 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan
jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya
alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat
bagi seluruh alam.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang


menjadi tugas Mata Pelajaran PAI dengan judul Sejarah Sunan Gunung
Djati & Budaya Islam di Jawa. Disamping itu, kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna
memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................2

C. TUJUAN..................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................3
A. BIOGRAFI SUNAN GUNUNG DJATI.......................................................................3

B. PERAN SUNAN GUNUNG DJATI...........................................................................5

C. METODE DAKWAH SUNAN GUNUNG DJATI.......................................................6

D. BUDAYA ISLAM DI JAWA......................................................................................7

BAB 3 PENUTUP......................................................................................8
A. KESIMPULAN........................................................................................................8

B. KRITIK & SARAN...................................................................................................8

DAFTAR PUSAKA...............................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Islam menyebar di berbagai tempat di Indonesia tidak dengan sendirinya tetapi


disebarkan oleh tokoh-tokoh Islam yang salah satunya oleh para Wali Songo. Diantara
para Wali Songo yaitu Sunan Gunung Djati yang menyebarkan agama Islam di Cirebon.
Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama Islam
terkenal di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga, Kehidupannya selain
sebagai pemimpin spriritual, sufi, mubaligh dan Da'i pada zamannya juga sebagai
pemimpin rakyat, karena beliau menjadi raja di Kasultanan Cirebon. Bahkan sebagai
sultan pertama Kasultanan Cirebon yang semula bernama Keraton Pakungwati.

Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota


Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Sunan
Gunung Djati mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin
perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.

Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-
masa paling sulit, baik bagi Sunan Gunung Djati dan Raden Patah karena proses
Islamisasi secara damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan dan Galuh
(di Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan gangguan
external dari Portugis yang telah mulai expansi di Asia Tenggara.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Biografi Sunan Gunung Djati?

2. Bagaimana Peran Sunan Gunung Djati dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat?

3. Apa saja metode dakwah Sunan Gunung Djati dalam menyebarkan Islam?

4. Apa saja budaya Islam di Jawa ?

C. Tujuan

1. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran PAI

2. Agar dapat mengetahui bagaimana Biografi Sunan Gunung Djati

3. Mengetahui peran Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat.

4. Mengetahui metode-metode yang digunakan Sunan Gunung Djati dalam


menyebarkan agama Islam

5. Mengetahui berbagai budaya Islam di Jawa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Sunan Gunung Djati

Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir dari
pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara Santang. Sunan
Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan Syarifah Abdullah dan
Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah, namun ada juga yang
menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan Syarifah adalah raja dari
kerajaan Mesir, sedangkan Nyai Rara Santang merupakan putri Prabu Siliwangi.

Sunan Gunung Jati merupakan keturunan arab dan Indonesia Asli, Dari garis
keturunan ibunya, Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dari
Pajajaran. Sunan Gunung Jati mempunyai darah dari Nabi Muhammad S.A.W. yang
diperoleh dari ayahnya, Syarif Abdillah. Dalam buku Sejarah Cirebon, Sunan Gunung Jati
Syarif Hidayatullah merupakan keturunan ke-22 Rasullullah.

Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang tuanya, ia
juga belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang juga menjadi guru
pamannya, Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren Syekh
Kahfi, Sunan Gunung Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati mendalami ilmu
agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. la sempat berkelana ke berbagai
negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama
lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan
Pakungwati.

Sementara itu, dalam usia muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia
ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Mesir. tapi anak muda
yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke
tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan
kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.

3
Ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun, sekitar tahun 1475 M. ia kembali ke
tanah Jawa dan bermukim di Caruban dekat Cirebon. Di Cirebon, Syarif Hidayatullah
kemudian menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati puteri dari Pangeran Cakrabuana,
penguasa Cirebon. Setelah Pangeran Cakrabuana berusia lanjut, kekuasaan atas negeri
Cirebon diserahkan kepada menantunya, yaitu Syarif Hidayatullah dan diberi gelar
Susuhunan atau Sunan.

Ketika Kerajaan Islam Demak mendengar adanya seorang penyiar agama Islam di
Cirebon, maka atas persetujuan para wali, Raden Fatah selaku Sultan Demak
menetapkan Syarif Hidayatullah sebagai Penetap Penata Gama Rasul di tanah
Pasundan bergelar Sunan Gunung Djati dan termasuk salah seorang Wali Sanga. Tidak
hanya itu, Sunan Gunung Djati ditetapkan pula sebagai pengusa negeri Cirebon.

Dalam Babad Cirebon, Sunan Gunung Djati disebut Ratu Pandita, Artinya Syarif
Hidayatullah mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai wali, penyebar agama Islam di
Jawa Barat atau tanah Pasundan, dan sebagai raja yang memerintah dan berkedudukan
di Cirebon. Dari Cirebon agama Islam dengan mudah disebarkan ke seluruh wilayah
Pasundan, sehingga hampir semua rakyat Sunda memeluk agama Islam.

Sunan Gunung Djati wafat pada tahun 1568, dalam usia 120 tahun. Bersama ibunya,
dan pangeran Carkrabuasa beliau dimakamkan di gunung Sembung. Dua tahun
kemudian wafat pula Kyai Bagus Pasai, Fatahillah dimakamkan ditempat yang sama,
makam kedua tokoh itu berdampingan, tanpa diperantarai apapun. Makam Sunan
Gunung Jati terletak di Gunung Sembung yang masuk Desa Astana, Kecamatan Cirebon
Utara, Kabupaten Cirebon.

4
B. Peran Sunan Gunung Jati Dalam Penyebaran Islam di Jawa

Proses penyebaran dan perluasan Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan
melalui dua gerbang penyebaran yaitu Cirebon dan Banten. Didua daerah itu dikuasai
oleh seorang raja juga seorang ulama yaitu Sunan Gunung Djati. Karena dua kekuasaan
yang diperankannya yaitu kekuasaan politik dan agama, dia mendapatkan gelar Ratu
Pandita.

Dibawah kepemimpinannya dilakukan penyebaran agama Islam di Jawa Barat atau


Tatar Sunda dari dua pusat kekuasaan Islam yaitu Cirebon dan Banten. Menurut
Hoesen Djajadiningrat (1913), setelah Sunan Gunung Djati jadi penguasa Kerajaan
Islam Cirebon, secara damai ia mengajarkan dan menyebarkan agama Islam. Pada saat
itu, beribu-ribu orang berdatangan kepada Sunan Gunung Djati untuk berguru agama
Islam.

Pada awalnya kepala-kepala daerah di sekelilingnya mencoba menentang gerakan


itu. Tetapi mereka melihat tentangannya tidak berguna, mereka membiarkan diri
mereka sendiri terseret oleh gerakan tersebut. Para bupati seperti Galuh, Sukapura, dan
Limbangan menerima dan memelukagama Islam dan menghormati Sunan Gunung Djati.
Para penguasa di sekitar Cirebon menganggap bahwa Sunan Gunung Djati adalah
sebagai peletak dasar bagi dinasti sultan-sultan Cirebon.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Sunan Gunung Djati menggunakan sistem


desentralisasi. Adapun pola kekuasaannya Kerajaan Islam Cirebon menggunakan pola
Kerajaan Pesisir, di mana pelabuhan mempunyai peranan yang sangat penting dengan
dukungan wilayah pedalaman menjadi penunjang yang vital.

Menyadari posisi Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam, pusat


kekuasaan politik, serta pusat perekonomian yang sangat strategis, maka Sunan
Gunung Jati mempercepat pengembangan kota tersebut. Untuk hal itu, maka ia
Abdullah Iman alias Pangeran Cakrabuwana, Kuwu Caruban, Sunan Gunung Djati
membuka pondok dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar dan
namanya disebut Maulana Jati atau Syeikh Jati. Tidak lama kemudian, datanglah Ki
Dipati Keling beserta Sembilan puluh delapan orang pengiringnya, menjadi pegikut
Sunan Gunung Jati.

5
C. Metode Dakwah Sunan Gunung Jati

1. Metode maw'izhatul hasanah wa mjadalah bilati hiya ahsan. Dasar metode ini
merujuk pada al-Quran surat An-Nahl ayat 125, yang artinya: "Seluruh manusia
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui
orangorang yang mendapat petunjuk".

2. Metode Al-Hikmah sebagai sistem dan cara berda'wah para wali yang
merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara populer, atraktif,
dan sensasional. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi masyarakat
awam Dengan tata cara yang amat bijaksana, masyarakat awam itu mereka
hadapi secara masal, kadangkadang terlihat sensasional bahkan ganjil dan unik
sehingga menarik perhatian umum

3. Metode Tadarruj atau Tarbiyatul Ummah, dipergunakan sebagai proses


klasifikasi yang disesuaikan dengan tahap pendidikan umat, agar ajaran Islam
dengan mudah dimengerti oleh umat dan akhirnya dijalankan oleh masyarakat
secara merata. Metode ini diperhatikan setiap jenjang, tingkat, bakat. Materi dan
kurikulumnya, tradisi ini masih tetap dipraktekan dilingkungan pesantren.

4. Metode pembentukan dan penanaman kader serta penyebaran juru da'wah


keberbagai daerah. Tempat yang dituju ialah daerah yang sama sekali kosong
dari pengaruh Islam.

5. Metode kerja sama, dalam hal ini diadakan pembagian tugas masing masing
para wali dalam mengislamkan masyarakat tanah Jawa. Misalnya Sunan Gunung
Jati bertugas menciptakan do'a mantra untuk pengobatan lahir batin,
menciptakan hal-hal yang berkenaan dengan pembukaan hutan, transmigrasi
atau pembangunan masyarakat desa.

6. Metode musyawarah, para wali sering berjumpa dan bermusyawarah


membicarakan berbagai hal yang bertalian dengan tugas dan perjuangan mereka.
Sementara dalam pemilihan wilayah da'wahnya tidaklah sembarangan, dengan
mempertimbangkan faktor geostrategi yang sesuai dengan kondisi zamannya.

6
D. Budaya Islam di Jawa

Sejak awal datangnya Islam di Jawa dengan jalan perdamaian, maka terjadilah
akulturasi budaya Jawa dengan agama Islam. Sebuah akulturasi yang menghasilkan
satu jenis budaya baru tanpa menghilangkan karakteristik kedua budaya tersebut.
Dalam ruang lingkup akulturasi maka muncul satu model hukum dari akulturasi hukum
Islam dan adat Jawa. Beberapa jenis hukum Islam yang hingga saat ini ada dan terus
berkembang pada masyarakat di Jawa yang menjadi kebiasaan (habit) dan tradisi
diantaranya sebagai berikut:

1. Aqiqah

Aqiqah adalah penyembelihan hewan kambing, domba, dan sejenisnya yang


dilaksanakan pada hari ketujuh seorang anak oleh orangtuanya. Ia adalah sebagai
bentuk rasa syukur orang tua atas karunia dari Allah. Masyarakat di Tatar Sunda
melaksanakan aqiqah sebagai bentuk ketaatan mereka kepada Allah dan Rasulnya.

2. Perkawinan

Perkawinan di Jawa saat ini didasarkan pada rukun dan syarat dalam
perkawinan Islam. Adanya mahar, wali nikah, saksi dan petugas pencatat nikah
merupakan bagian dari hukum Islam yang diterima oleh masyarakat di Tatar Sunda.
Pada masa lalu, pemikahan akan sah ketika dilakukan di depan sesespuh dan dengan
disahkan oleh para sesepuh adat tersebut. Adanya rangkaian pernikahan yang diawali
dengan lamaran dengan Tradisi Budaya Masyarakat Islam Jawa berbagai
persyaratannya serta prosesi pernikahan yang sangat rumit merupakan tradisi lokal
dalam hal pernkahan. Selain itu dengan adanya seserahan yaitu pemberian hadiah dari
pengantin laki-laki dan perempuan merupakan tradisi Jawa yang saat ini tetap
dipertahankan

3. Kematian

Memberikan bantuan dan hiburan bagi keluarga yang tertimpa musibah dengan
meninggalnya salah satu anggota keluarganya perbuatan yang sangat dianjurkan oleh
Islam. Tradisi taʼziyah sangat dianjurkan dalam Islam, sebagai bentuk solidaritas Nabi
Muhammad SAW

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir dari
pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara Santang. Sunan
Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan Syarifah Abdullah dan
Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah, namun ada juga yang
menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan Syarifah adalah raja dari
kerajaan Mesir,sedangkan Nyai Rara Santang merupakan putri Prabu Siliwangi.

Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang tuanya, ia
juga belajar dari Syekh Kahfi, seorang mubaligh asal Baghdad yang juga menjadi guru
pamannya, Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren Syekh
Kahfi, Sunan Gunung Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati mendalami ilmu
agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. la sempat berkelana ke berbagai
negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama
lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan
Pakungwati.

Salah satu strategi dakwah Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan,
sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah
melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan
para sahabat.

B. Kritik dan Saran

Karena masih banyak kekurangan penulis dalam menyusun makalah ini maka
diharapkan kritik dan saran pembaca agar penulis bisa memperbaiki kekurangan-
kekurangan dalam makalah ini menjadi lebih baik lagi.

8
DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto Agus. 2016, ATLAS WALISONGO, Tangerang Selatan : Pustaka
IIMAN dan LESBUMI PBNU.
https://www.historyofcirebon.id/2018/01/biografi-sunan-gunung-
jati-lengkap.html

Abdurrahman(2004)Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Jakarta:


AkademikaPresindo.

Abdurrahman(2015)Sunda the Islam Bogor Majelis Penulis.

Ekajati,E.S.(1984)Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah


Jilid 1. Jakarta: Girimukti Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai