Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SKI

“SUNAN GUNUNG JATI”

KELOMPOK 9

Diky Herdiansah
Nur Widy Pratiwi
Nurhaizatul

XII IPA 7
MAN 3 BONE
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani
dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama
yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah dengan judul
Sunan Gunung Jati. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan
maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di
waktu-waktu mendatang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG......................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................1
C. TUJUAN..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI SUNAN GUNUNG JATI.............................................................2


B. PERAN SUNAN GUNUNG JATI DALAM PENYEBARAN ISLAM DI
JAWA BARAT.................................................................................................4
C. METODE DAKWAH SUNAN GUNUNG JATI............................................6

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN.................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam menyebar di berbagai tempat di Indonesia tidak dengan sendirinya tetapi
disebarkan oleh tokoh-tokoh Islam yang salah satunya oleh para Wali Songo.
Diantara para Wali Songo yaitu Sunan Gunung Djati yang menyebarkan agama Islam
di Cirebon.Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama
Islam terkenal di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga.
Kehidupannya selain sebagai pemimpin spriritual, sufi, mubaligh dan Da’i pada
zamannya juga sebagai pemimpin rakyat, karena beliau menjadi raja di Kasultanan
Cirebon. Bahkan sebagai sultan pertama Kasultanan Cirebon yang semula bernama
Keraton Pakungwati.
Sunan Gunung Djati mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya
Syekh Maulana Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh
Datuk Kahfi ia meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang dikunjungi
masih diperselisihkan, kecuali (mungkin) Mekah dan Madinah karena ke 2 tempat itu
wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah haji untuk umat Islam.
Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota
Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Sunan
Gunung Djati mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin
perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.
Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah
masa-masa paling sulit, baik bagi Sunan Gunung Djati dan Raden Patah karena
proses Islamisasi secara damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan
dan Galuh (di Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan
gangguan external dari Portugis yang telah mulai expansi di Asia Tenggara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Sunan Gunung Jati?
2. Bagaimana Peran Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam di Jawa
Barat?
3. Apa saja metode dakwah Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam?
C. Tujuan
1. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas ski.
2. Agar dapat mengetahui bagaimana Biografi Sunan Gunung Jati.
3. Mengetahui peran Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam di Jawa
Barat.
4. Mengetahui metode-metode yang digunakan Sunan Gunung Jati dalam
menyebarkan islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Sunan Gunung Djati

Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir
dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara
Santang. Sunan Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan
Syarifah Abdullah dan Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah,
namun ada juga yang menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan
Syarifah adalah raja dari kerajaan Mesir,sedangkan Nyai Rara Santang merupakan
putri Prabu Siliwangi.

Sunan Gunung Jati merupakan keturunan arab dan Indonesia Asli. Dari garis
keturunan ibunya, Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dari
Pajajaran. Sunan Gunung Jati mempunyai darah dari Nabi Muhammad S.A.W. yang
diperoleh dari ayahnya, Syarif Abdillah. Dalam buku Sejarah Cirebon, Sunan
Gunung Jati/Syarif Hidayatullah merupakan keturunan ke-22 Rasullullah.
Menurut Naskah Mertasinga yang dialih-aksarakan dan dialih bahasakan oleh
Amman N. Wahyu yang diberi judul Sajarah Wali, Syarif Hidayat yang kelak
termasyhur dengan sebutan Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang
berkuasa di negara Bani Israil, hasil pernikahan dengan Nyi Rara Santang. Sultan
Hud adalah putra Raja Odhara, Raja Mesir. Raja Odhara Putra Jumadil Kabir, raja
besar di negeri Quswa. Jumadil Kabir putra Zainal Kabir. Zainal Kabir putra Zainal
Abidin. Zainal Abidin putra Husein, yaitu putra Ali bin Abi Thalib dengan Siti
Fatimah binti Nabi Muhammad Saw.

Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang tuanya,
ia juga belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang juga menjadi
guru pamannya, Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren
Syekh Kahfi, Sunan Gunung Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati
mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat
berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan
atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal
sebagai Kasultanan Pakungwati. 

Sementara itu, dalam usia muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh
ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Mesir,
tapi anak muda yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya
bermaksud pulang ke tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu
kemudian diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah. 

2
Ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun, sekitar tahun 1475 M, ia kembali
ke tanah Jawa dan bermukim di Caruban dekat Cirebon. Di Cirebon, Syarif
Hidayatullah kemudian menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati puteri dari Pangeran
Cakrabuana, penguasa Cirebon. Setelah Pangeran Cakrabuana berusia lanjut,
kekuasaan atas negeri Cirebon diserahkan kepada menantunya, yaitu Syarif
Hidayatullah dan diberi gelar Susuhunan atau Sunan.

Ketika Kerajaan Islam Demak mendengar adanya seorang penyiar agama Islam
di Cirebon, maka atas persetujuan para wali, Raden Fatah selaku Sultan Demak
menetapkan Syarif Hidayatullah sebagai Penetap Penata Gama Rasul di tanah
Pasundan bergelar Sunan Gunung Djati dan termasuk salah seorang Wali Sanga.
Tidak hanya itu, Sunan Gunung Djati ditetapkan pula sebagai pengusa negeri
Cirebon.

Dalam Babad Cirebon,Sunan Gunung Djati disebut Ratu Pandita, Artinya


Syarif Hidayatullah mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai wali, penyebar agama
Islam di Jawa Barat atau tanah Pasundan, dan sebagai raja yang memerintah dan
berkedudukan di Cirebon. Dari Cirebon agama Islam dengan mudah disebarkan ke
seluruh wilayah Pasundan, sehingga hampir semua rakyat Sunda memeluk agama
Islam.1

Sunan Gunung Djati lebih memusatkan diri pada penyiaran dakwah Islam di
Gunung Djati atau Pesantren Pasambangan. Namun lima tahun sejak
pengangkatannya mendadak Pangeran Muhammad Arifin meninggal dunia
mendahului ayahandanya.

Kedudukan Sultan kemudian diberikan kepada Pangeran Sebakingking yang


bergelar sultan Maulana Hasanuddin, dengan kedudukannya di Banten. Sedang
Cirebon walaupun masih tetap digunakan sebagai kesultanan tapi Sultannya hanya
bergelar Adipati. Yaitu Adipati Carbon I. Adpati Carbon I ini adalah menantu
Fatahillah yang diangkat sebagai Sultan Cirebon oleh Sunan Gunung Djati. Adapun
nama aslinya Adipati Carbon adalah Aria Kamuning.

Sunan Gunung Djati wafat pada tahun 1568, dalam usia 120 tahun. Bersama
ibunya, dan pangeran Carkrabuasa beliau dimakamkan di gunung Sembung. Dua
tahun kemudian wafat pula Kyai Bagus Pasai, Fatahillah dimakamkan ditempat yang
sama, makam kedua tokoh itu berdampingan, tanpa diperantarai apapun.
Makam Sunan Gunung Jati terletak di Gunung Sembung yang masuk Desa
Astana, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon. Seperti makam Wali Songo

1
https://www.historyofcirebon.id/2018/01/biografi-sunan-gunung-jati-lengkap.html (diakses pada
tanggal 12 Juni 2019 pukul 22.00

3
yang lain,makam Sunan Gunung Jati berada di dalam tungkub berdampingan dengan
makam Fatahillah, Syarif Muda’im, Nyi Gedeng Sembung, Nyi Mas Tepasari,
Pangeran Dipati Carbon I, Pangeran Jayalelana, Pangeran Pasarean, Ratu Mas
Nyawa, dan Pangeran Sedeng Lemper. Disebelah luar tungkub, terdapat dua makam
tokoh yang dekat dengan Sunan Gunung Jati, yaitu makam Pangeran Cakrabuwana
dan Nyi Ong Tien, mertua dan istri Sunan Gunung Jati.
Berbeda dengan makam-makam keramat Walisongo yang lain, makam Sunan
Gunung Jati tidak bisa diziarahi langsung oleh peziarah, karena areanya terletak
tingkat sembilan dengan Sembilan pintu gerbang. Kesembilan pintu gerbang itu
memiliki nama yang berbeda satu sama lain, seperti Pintu Gapura, Pintu Krapyak,
Pintu Pasujudan, Pintu Ratnakomala, Pintu Jinem, Pintu Rararoga, Pintu Kaca, Pintu
Bacem, dan terakhir Pintu Teratai, yaitu pintu untuk ke area makam Sunan Gunung
Jati. Para peziarah hanya diperbolehkan ziarah sampai ke pintu ketiga yang disebut
pintu pasujudan atau Sela Matangkep.2
B. Peran Sunan Gunung Jati Dalam Penyebaran Islam di Jawa Barat
Proses penyebaran dan perluasan Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan
melalui dua gerbang penyebaran yaitu Cirebon dan Banten. Didua daerah itu dikuasai
oleh seorang raja juga seorang ulama yaitu Sunan Gunung Djati. Karena dua
kekuasaan yang diperankannya yaitu kekuasaan politik dan agama, dia mendapatkan
gelar Ratu Pandita.
Dibawah kepemimpinannya dilakukan penyebaran agama Islam di Jawa Barat
atau Tatar Sunda dari dua pusat kekuasaan Islam yaitu Cirebon dan Banten. Menurut
Hoesen Djajadiningrat (1913), setelah Sunan Gunung Djati  jadi penguasa Kerajaan
Islam Cirebon, secara damai ia mengajarkan dan menyebarkan agama Islam. Pada
saat itu, beribu-ribu orang berdatangan kepada Sunan Gunung Djati untuk berguru
agama Islam.
Pada awalnya kepala-kepala daerah di sekelilingnya mencoba menentang
gerakan itu. Tetapi mereka melihat tentangannya tidak berguna, mereka membiarkan
diri mereka sendiri terseret oleh gerakan tersebut. Para bupati seperti Galuh,
Sukapura, dan Limbangan menerima dan memelukagama Islam dan menghormati
Sunan Gunung Djati. Para penguasa di sekitar Cirebon menganggap bahwa Sunan
Gunung Djati adalah sebagai peletak dasar bagi dinasti sultan-sultan Cirebon.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sunan Gunung Djati menggunakan
sistem desentralisasi. Adapun pola kekuasaannya Kerajaan Islam Cirebon
menggunakan pola Kerajaan Pesisir, di mana pelabuhan mempunyai peranan yang
sangat penting dengan dukungan wilayah pedalaman menjadi penunjang yang vital.
Menyadari posisi Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam, pusat
kekuasaan politik, serta pusat perekonomian yang sangat strategis, maka Sunan

2
P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. Jakarta: Depdikbud, 1978, hlm. 28

4
Gunung Jati mempercepat pengembangan kota tersebut. Untuk hal itu, maka ia
menjalin hubungan dengan kerajaan Islam pesisir utara Jawa yaitu Kerajaan Islam
Demak.
Untuk sarana politik, Sunan Gunung Jati memperluas bangunan Istana
Pakungwati sebagai tempat pusat kegiatan pemerintahan. Kemudian di bidang
ekonomi, Sultan Cirebon selain memperluas jaringan perdagangan, untuk mendukung
kegiatan ekonomi dibuat jalan-jalan antara istana ke pelabuhan Muara
Jati dan pasar.
Setelah Cirebon berada dibawah kekuasaan kesultanan Islam yang dipimpin
oleh Syarif Hidayatullah atau Sayid Kamil, atau Syeikh Djati, atau Sunan Gunung
Jati, maka kota tersebut tumbuh menjadi pusat kekuatan politik Islam di Jawa Barat
atau Tatar Sunda. Selain itu Cirebon dibawah kekuasaan Syarif Hidayatullah selain
sebagai pusat kekuasaan kesultanan Islam juga merupakan pusat penyebaran agama
Islam dan sekaligus sebagai pusat perdagangan yang menjadi lintasan perdagangan
internasional yaitu lintasan perdagangan jarak jauh (long dintance trade line) yang 36
dikenal perdagangan Jalur Sutra. Dengan demikian, maka dalam waktu singkat
dibawah kekuasaan Sunan Gunung jati Cirebon tumbuh menjadi sebuah kota yang
berkembang dari sebelumnya.
Struktur pemerintahan Kerajaan Islam Cirebon menurutCarita Purwaka
Caruban Nagari, terdiri dari Tumenggung sebagai pemimpin tertinggi, kemudian
penasehat, dan pimpinan tentara atau lasykar yaitu para Adipati, kemudian para
pemimpin wilayah yang lazim disebut dengan Ki Gedeng.Adapun program-program
yang dijalankan dalam memipin pemerintahan di Cirebon, menurut Sunarjo (1983)
Sunan Gunung Djati adalah intensitas pengembangan agama Islam ke segenap
penjuru Tatar Sunda. Sedangkan di bidang ekonomi Sultan menekankan bidang
perdagangan terutama dengan nagari-nagari di wilayah Nusantara. Selain itu
dikembangkan pula hubungan perdagangan dengan negeri Campa, Malaka, Cina,
India, dan Arab. Setelah membangunan kekuatan-kekuatan ekonomi.
Usaha dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Djati sesuai tugasnya sebagai
guru agama islam, yang kemudian menjadi anggota wali mula-mula dilakukan di
Gunung Sembung dengan memakai nama Sayyid Kamil. Atas bantuan Haji Abdullah
Iman alias Pangeran Cakrabuwana, Kuwu Caruban, Sunan Gunung Djati membuka
pondok dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar dan namanya disebut
Maulana Jati atau Syeikh Jati. Tidak lama kemudian, datanglah Ki Dipati Keling
beserta Sembilan puluh delapan orang pengiringnya, menjadi pegikut Sunan Gunung
Jati.
Salah satu strategi dakwah Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan,
sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah

5
melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan
para sahabat.3

C. Metode Dakwah Sunan Gunung Jati


1. Metode maw’izhatul hasanah wa mujadalah bilati hiya ahsan. Dasar metode
ini merujuk pada al-Quran surat An-Nahl ayat 125, yang artinya: “Seluruh
manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih
mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk”.
2. Metode Al-Hikmah sebagai sistem dan cara berda’wah para wali yang
merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara populer, atraktif,
dan sensasional. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi masyarakat
awam. Dengan tata cara yang amat bijaksana, masyarakat awam itu mereka
hadapi secara masal, kadangkadang terlihat sensasional bahkan ganjil dan
unik sehingga menarik perhatian umum.
3. Metode Tadarruj atau Tarbiyatul Ummah, dipergunakan sebagai proses
klasifikasi yang disesuaikan dengan tahap pendidikan umat, agar ajaran Islam
dengan mudah dimengerti oleh umat dan akhirnya dijalankan oleh masyarakat
secara merata. Metode ini diperhatikan setiap jenjang, tingkat, bakat. Materi
dan kurikulumnya, tradisi ini masih tetap dipraktekan dilingkungan pesantren.
4. Metode pembentukan dan penanaman kader serta penyebaran juru da’wah
keberbagai daerah. Tempat yang dituju ialah daerah yang sama sekali kosong
dari pengaruh Islam.
5. Metode kerja sama, dalam hal ini diadakan pembagian tugas masing-masing
para wali dalam mengIslamkan masyarakat tanah Jawa. Misalnya Sunan
Gunung Jati bertugas menciptakan do’a mantra untuk pengobatan lahir batin,
menciptakan hal-hal yang berkenaan dengan pembukaan hutan, transmigrasi
atau pembangunan masyarakat desa.
6. Metode musyawarah, para wali sering berjumpa dan bermusyawarah
membicarakan berbagai hal yang bertalian dengan tugas dan perjuangan
mereka. Sementara dalam pemilihan wilayah da’wahnya tidaklah
sembarangan, dengan mempertimbangkan faktor geostrategi yang sesuai
dengan kondisi zamannya.
Hal yang memberi kesan mereka sebagai Da’i juga berpropesi sebagai
pedagang seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sunan Gunung Jati

3
Sunyoto Agus, 2016, ATLAS WALISONGO, Tangerang Selatan : Pustaka IIMaN dan LESBUMI
PBNU hlm. 292

6
sendiri dilingkungan masyarakatnya  selain sebagai penda’wah, juga berperan sebagai
politikus dan juga berperan sebagai budayawan.4

4
Dadan Wildan (2003), Melacak Metode Da’wah Wali Songo Di Tanah Jawa, Dalam Risalah No. 6,
Bandung

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir
dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara
Santang. Sunan Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan
Syarifah Abdullah dan Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah,
namun ada juga yang menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan
Syarifah adalah raja dari kerajaan Mesir,sedangkan Nyai Rara Santang merupakan
putri Prabu Siliwangi.

Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang tuanya,
ia juga belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang juga menjadi
guru pamannya, Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren
Syekh Kahfi, Sunan Gunung Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati
mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat
berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan
atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal
sebagai Kasultanan Pakungwati.

Salah satu strategi dakwah Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan,
sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah
melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan
para sahabat.

8
DAFTAR PUSTAKA

P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. Jakarta: Depdikbud.


Sunyoto Agus, 2016, ATLAS WALISONGO, Tangerang Selatan : Pustaka IIMaN
dan LESBUMI PBNU.
https://www.historyofcirebon.id/2018/01/biografi-sunan-gunung-jati-lengkap.html
(diakses pada tanggal 31 Agustus 2022 pukul 22.00
Dadan Wildan (2003), Melacak Metode Da’wah Wali Songo Di Tanah Jawa, Dalam
Risalah No. 6, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai