Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

‘SUNAN GUNUNG JATI”

“Disusun untuk memenuhi tugas PAI IBU LAELA DAN TEH


ELSA”

NAMA KELOMPOK 6
1.Gabriella
2.Ratih
3.Nanda
4.Siti Aisyah

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Mata
Kuliah Atlas Walisongo dengan judul Sunan Gunung Jati. Disamping itu, Penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka
kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu
mendatang.

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam menyebar di berbagai tempat di Indonesia tidak dengan sendirinya tetapi


disebarkan oleh tokoh-tokoh Islam yang salah satunya oleh para Wali Songo. Diantara para
Wali Songo yaitu Sunan Gunung Djati yang menyebarkan agama Islam di
Cirebon.Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama Islam
terkenal di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Kehidupannya selain
sebagai pemimpin spriritual, sufi, mubaligh dan Da’i pada zamannya juga sebagai pemimpin
rakyat, karena beliau menjadi raja di Kasultanan Cirebon. Bahkan sebagai sultan pertama
Kasultanan Cirebon yang semula bernama Keraton Pakungwati.

Sunan Gunung Djati mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya Syekh
Maulana Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh Datuk
Kahfi ia meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang dikunjungi masih
diperselisihkan, kecuali (mungkin) Mekah dan Madinah karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi
sebagai bagian dari ibadah haji untuk umat Islam.

Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota


Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Sunan
Gunung Djati mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin
perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.

Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-masa
paling sulit, baik bagi Sunan Gunung Djati dan Raden Patah karena proses Islamisasi secara
damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan dan Galuh (di Jawa Barat)
dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan gangguan external dari Portugis yang
telah mulai expansi di Asia Tenggara.

3
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Biografi Sunan Gunung Jati?

2. Bagaimana Peran Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat?

3. Apa saja metode dakwah Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam?

C. Tujuan

1. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Atlas Walisongo.

2. Agar dapat mengetahui bagaimana Biografi Sunan Gunung Jati.

3. Mengetahui peran Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat.

4. Mengetahui metode-metode yang digunakan Sunan Gunung Jati dalam


menyebarkan islam.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Sunan Gunung Djati

Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir
dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara Santang. Sunan
Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan Syarifah Abdullah
dan Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah, namun ada juga yang
menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan Syarifah adalah raja dari kerajaan
Mesir,sedangkan Nyai Rara Santang merupakan putri Prabu Siliwangi.

Sunan Gunung Jati merupakan keturunan arab dan Indonesia Asli. Dari garis keturunan
ibunya, Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari Prabu Siliwangi dari Pajajaran. Sunan
Gunung Jati mempunyai darah dari Nabi Muhammad S.A.W. yang diperoleh dari
ayahnya, Syarif Abdillah. Dalam buku Sejarah Cirebon, Sunan Gunung Jati/Syarif
Hidayatullah merupakan keturunan ke-22 Rasullullah.

Menurut Naskah Mertasinga yang dialih-aksarakan dan dialih bahasakan oleh Amman N.
Wahyu yang diberi judul Sajarah Wali, Syarif Hidayat yang kelak termasyhur dengan sebutan
Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di negara Bani Israil,
hasil pernikahan dengan Nyi Rara Santang. Sultan Hud adalah putra Raja Odhara, Raja Mesir.
Raja Odhara Putra Jumadil Kabir, raja besar di negeri Quswa. Jumadil Kabir putra Zainal
Kabir. Zainal Kabir putra Zainal Abidin. Zainal Abidin putra Husein, yaitu putra Ali bin Abi
Thalib dengan Siti Fatimah binti Nabi Muhammad Saw.

Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang tuanya, ia juga
belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang juga menjadi guru pamannya,
Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren Syekh Kahfi, Sunan Gunung
Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati mendalami ilmu agama sejak berusia 14
tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya
Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan
Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

5
Sementara itu, dalam usia muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia
ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Raja Mesir, tapi anak muda yang
masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah
Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada
adiknya yaitu Syarif Nurullah.

Ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun, sekitar tahun 1475 M, ia kembali ke tanah
Jawa dan bermukim di Caruban dekat Cirebon. Di Cirebon, Syarif Hidayatullah
kemudian menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati puteri dari Pangeran Cakrabuana, penguasa
Cirebon. Setelah Pangeran Cakrabuana berusia lanjut, kekuasaan atas negeri Cirebon
diserahkan kepada menantunya, yaitu Syarif Hidayatullah dan diberi gelar Susuhunan atau
Sunan.

Ketika Kerajaan Islam Demak mendengar adanya seorang penyiar agama Islam
di Cirebon, maka atas persetujuan para wali, Raden Fatah selaku Sultan Demak
menetapkan Syarif Hidayatullah sebagai Penetap Penata Gama Rasul di tanah Pasundan
bergelar Sunan Gunung Djati dan termasuk salah seorang Wali Sanga. Tidak hanya itu,
Sunan Gunung Djati ditetapkan pula sebagai pengusa negeri Cirebon.

Dalam Babad Cirebon,Sunan Gunung Djati disebut Ratu Pandita, Artinya Syarif
Hidayatullah mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai wali, penyebar agama Islam di Jawa
Barat atau tanah Pasundan, dan sebagai raja yang memerintah dan berkedudukan di
Cirebon. Dari Cirebon agama Islam dengan mudah disebarkan ke seluruh wilayah Pasundan,
sehingga hampir semua rakyat Sunda memeluk agama Islam.1

Sunan Gunung Djati lebih memusatkan diri pada penyiaran dakwah Islam di Gunung
Djati atau Pesantren Pasambangan. Namun lima tahun sejak pengangkatannya mendadak
Pangeran Muhammad Arifin meninggal dunia mendahului ayahandanya.

Kedudukan Sultan kemudian diberikan kepada Pangeran Sebakingking yang


bergelar sultan Maulana Hasanuddin, dengan kedudukannya di Banten. Sedang Cirebon
walaupun masih tetap digunakan sebagai kesultanan tapi Sultannya hanya bergelar
Adipati. Yaitu Adipati

1
https://www.historyofcirebon.id/2018/01/biografi-sunan-gunung-jati-lengkap.html (diakses pada tanggal 12
Juni 2019 pukul 22.00

6
Carbon I. Adpati Carbon I ini adalah menantu Fatahillah yang diangkat sebagai Sultan Cirebon
oleh Sunan Gunung Djati. Adapun nama aslinya Adipati Carbon adalah Aria Kamuning.

Sunan Gunung Djati wafat pada tahun 1568, dalam usia 120 tahun. Bersama ibunya,
dan pangeran Carkrabuasa beliau dimakamkan di gunung Sembung. Dua tahun kemudian
wafat pula Kyai Bagus Pasai, Fatahillah dimakamkan ditempat yang sama, makam kedua
tokoh itu berdampingan, tanpa diperantarai apapun.
Makam Sunan Gunung Jati terletak di Gunung Sembung yang masuk Desa Astana,
Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon. Seperti makam Wali Songo yang lain,makam
Sunan Gunung Jati berada di dalam tungkub berdampingan dengan makam Fatahillah, Syarif
Muda’im, Nyi Gedeng Sembung, Nyi Mas Tepasari, Pangeran Dipati Carbon I,
Pangeran Jayalelana, Pangeran Pasarean, Ratu Mas Nyawa, dan Pangeran Sedeng Lemper.
Disebelah luar tungkub, terdapat dua makam tokoh yang dekat dengan Sunan
Gunung Jati, yaitu makam Pangeran Cakrabuwana dan Nyi Ong Tien, mertua dan istri
Sunan Gunung Jati.
Berbeda dengan makam-makam keramat Walisongo yang lain, makam Sunan Gunung
Jati tidak bisa diziarahi langsung oleh peziarah, karena areanya terletak tingkat
sembilan dengan Sembilan pintu gerbang. Kesembilan pintu gerbang itu memiliki nama yang
berbeda satu sama lain, seperti Pintu Gapura, Pintu Krapyak, Pintu Pasujudan, Pintu
Ratnakomala, Pintu Jinem, Pintu Rararoga, Pintu Kaca, Pintu Bacem, dan terakhir Pintu
Teratai, yaitu pintu untuk ke area makam Sunan Gunung Jati. Para peziarah hanya
diperbolehkan ziarah sampai ke pintu ketiga yang disebut pintu pasujudan atau Sela
Matangkep.2

B. Silsilah Sunan Gunung Jati


Sunan Gunung Jati memiliki nama asli yaitu Syarif Hidayatullah yang lahir pada tahun
1448.Orang tua Sunan Gunung Jati adalah Raja Abdullah (Syarif Abdullah)
dengan ibunya bernama Rara Santang yang merupakan putri Prabu Siliwangi
asal Pajajaran dengan gelar Syarifah Mudaim.Di Cirebon, Sunan Gunung Jati menikah
dengan Nyi Ratu Pakungwati yang merupakan putri Pangeran Cakrabuana, penguasa
Cirebon.Setelah Pangeran Cakrabuana wafat kemudian kekuasaan atas negeri
Cirebon diserahkan kepada menantunya yaitu Sunan Gunung Jati.Sunan
Gunung Jati diketahui memiliki
7
2
P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. Jakarta: Depdikbud, 1978, hlm. 28

8
beberapa istri yaitu Nyi Mas Babadan yaitu Putri Ki Gede Babadan, Nyi Mas
Pakungwati yaitu Putri Pangeran Cakrabuana, Nyi Mas Kawunganten yaitu Putri Sang
Surosowan, Ratu Pakungwati yaitu anak Pangeran Walangsungsang, Nyi Mas Rara
Jati (Syarifah Bagdad) yaitu Putri Ki Gede Jati, dan Ong Tien yaitu Putri Cina yang
berganti nama menjadi Rara Sumanding.
C. Metode Dakwah Sunan Gunung Jati

1. Metode maw’izhatul hasanah wa mujadalah bilati hiya ahsan. Dasar metode


ini merujuk pada al-Quran surat An-Nahl ayat 125, yang artinya: “Seluruh
manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih
mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk”.
2. Metode Al-Hikmah sebagai sistem dan cara berda’wah para wali yang merupakan
jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara populer, atraktif, dan sensasional.
Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi masyarakat awam. Dengan tata
cara yang amat bijaksana, masyarakat awam itu mereka hadapi secara
masal, kadangkadang terlihat sensasional bahkan ganjil dan unik sehingga menarik
perhatian umum.
3. Metode Tadarruj atau Tarbiyatul Ummah, dipergunakan sebagai proses
klasifikasi yang disesuaikan dengan tahap pendidikan umat, agar ajaran Islam
dengan mudah dimengerti oleh umat dan akhirnya dijalankan oleh masyarakat secara
merata. Metode ini diperhatikan setiap jenjang, tingkat, bakat. Materi dan
kurikulumnya, tradisi ini masih tetap dipraktekan dilingkungan pesantren.
4. Metode pembentukan dan penanaman kader serta penyebaran juru da’wah
keberbagai daerah. Tempat yang dituju ialah daerah yang sama sekali kosong dari
pengaruh Islam.
5. Metode kerja sama, dalam hal ini diadakan pembagian tugas masing-masing para wali
dalam mengIslamkan masyarakat tanah Jawa. Misalnya Sunan Gunung Jati bertugas
menciptakan do’a mantra untuk pengobatan lahir batin, menciptakan hal-hal yang
berkenaan dengan pembukaan hutan, transmigrasi atau pembangunan masyarakat

9
desa.
6. Metode musyawarah, para wali sering berjumpa dan bermusyawarah membicarakan
berbagai hal yang bertalian dengan tugas dan perjuangan mereka. Sementara dalam
pemilihan wilayah da’wahnya tidaklah sembarangan, dengan mempertimbangkan
faktor geostrategi yang sesuai dengan kondisi zamannya.

Hal yang memberi kesan mereka sebagai Da’i juga berpropesi sebagai pedagang
seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sunan Gunung Jati sendiri
dilingkungan masyarakatnya selain sebagai penda’wah, juga berperan sebagai politikus dan
juga berperan sebagai budayawan.3

D. Wilayah Dakwah Sunan Gunung Jati

Wilayah Dakwah Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati menuntut ilmu agama hingga ke
Makkah dan berguru pada Syekh Tajudin Al-Qurthubi. Tak lama kemudian.Beliau juga
melanjutkan ke Mesir dan berguru pada Syekh Muhammad Athaillah Al-Syadzili, ulama
bermadzhab Syafi’i. Setelah kembali ke tanah air, beliau juga sempat berguru pada Syekh
Maulana Ishak di Pasai, Aceh. Perjalanannya berlanjut hingga ke Karawang, Kudus, sampai di
Pesantren Ampeldenta, Surabaya dimana beliau sempat berguru pada Sunan Ampel.

3
Dadan Wildan (2003), Melacak Metode Da’wah Wali Songo Di Tanah Jawa, Dalam Risalah No. 6, Bandung

1
0
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir
dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara Santang. Sunan
Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan Syarifah Abdullah
dan Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah, namun ada juga yang
menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan Syarifah adalah raja dari kerajaan
Mesir,sedangkan Nyai Rara Santang merupakan putri Prabu Siliwangi.

Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang tuanya, ia juga
belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang juga menjadi guru pamannya,
Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren Syekh Kahfi, Sunan Gunung
Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati mendalami ilmu agama sejak berusia 14
tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya
Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan
Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Salah satu strategi dakwah Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan,
sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah melalui
pernikahan sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat.
B. Kritik dan Saran

Karena masih banyak kekurangan penulis dalam menyusun makalah ini maka diharapkan
kritik dan saran pembaca agar penulis bisa memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam
makalah ini menjadi lebih baik lagi.

1
1
DAFTAR PUSTAKA

P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. Jakarta: Depdikbud.

Sunyoto Agus, 2016, ATLAS WALISONGO, Tangerang Selatan : Pustaka IIMaN dan LESBUMI
PBNU.
https://www.historyofcirebon.id/2018/01/biografi-sunan-gunung-jati-lengkap.html (diakses
pada tanggal 12 Juni 2019 pukul 22.00
Dadan Wildan (2003), Melacak Metode Da’wah Wali Songo Di Tanah Jawa, Dalam Risalah No.
6, Bandung.

1
2

Anda mungkin juga menyukai