Anda di halaman 1dari 9

Sunan Kalijaga (Susuhunan Kalijaga) adalah seorang tokoh

Walisongo, dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan muslim


di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam
ke dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya berada di Kadilangu,
Demak.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100


tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan
Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon
dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta
awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan
Senopati dan Sunan Kalijaga wafat pada tanggal 10 Muharram/Sura
tahun 1513 adalah tahun saka jawa atau sekitar 17 oktober tahun
1592 masehi (haul Sunan Kalijaga diperingati setiap tanggal 10
Muharram oleh masyarakat di Kadilangu Demak) dan dilanjutkan
Sunan Hadi sebagai pemimpin kadilangu, pada tahun 1601 masehi
gelar berubah menjadi Panembahan Hadi, (karena gelar Sunan
digunakan Sunan Hanyokrowati sebagai Raja Mataram) sampai
dengan keturunan sekarang trah Panembahan widjil di kadilangu
Demak. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung
Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu)
yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi
Sunan Kalijaga ,dia orang nya sangat berbakti kpd orang tua.Konon
Sunan Kalijaga bertapa di sungai selama 27 tahun lamanya.
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465 di Rembang dengan
nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Beliau adalah
putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila.
Dalam hal pendidikan, Sunan Bonang belajar pengetahuan dan ilmu
agama dari ayahandanya sendiri, yaitu Sunan Ampel. Ia belajar
bersama santri-santri Sunan Ampel yang lain seperti Sunan Giri,
Raden Patah dan Raden Kusen.
Selain dari Sunan Ampel, Sunan Bonang juga menuntut ilmu kepada
Syaikh Maulana Ishak, yaitu sewaktu bersama-sama Raden Paku
Sunan Giri ke Malaka dalam perjalanan haji ke tanah suci.
Sunan Bonang dikenal sebagai seorang penyebar Islam yang
menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur,
dan ilmu silat dengan kesaktian dan kedigdayaan menakjubkan.
Bahkan, masyarakat mengenal Sunan Bonang sebagai seseorang
yang sangat pandai mencari sumber air di tempat-tempat yang sulit
air.
Babad Daha-Kediri menggambarkan bagaimana Sunan Bonang
dengan pengetahuannya yang luar biasa bisa mengubah aliran
Sungai Brantas, sehingga menjadikan daerah yang enggan menerima
dakwah Islam di sepanjang aliran sungai menjadi kekurangan air,
bahkan sebagian yang lain mengalami banjir.
Sepanjang perdebatan dengan tokoh Buto Locaya yang selalu
mengecam tindakan dakwah Sunan Bonang, terlihat sekali bahwa
tokoh Buto Locaya itu tidak kuasa menghadapi kesaktian yang
dimiliki Sunan Bonang.
Demikian juga dengan tokoh Nyai Pluncing, yang kiranya seorang
bhairawi penerus ajaran ilmu hitam Calon Arang, yang dapat
dikalahkan oleh Sunan Bonang.
Sunan Muria adalah Ulama yang termasuk dalam anggota
dewan Wali Songo. Nama lahirnya adalah Umar Said. Ia adalah
putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung
(Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa
Tengah, tempat Sunan Muria dimakamkan. Sunan Muria wafat pada
tahun 1560 M.
Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah putri Sunan Ngudung,
adik dari Sunan Kudus dan Sunan Muria menikah dengan dewi
Roroyono Putri Ki Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang.
[3]
Sunan Muria menikah dengan dewi sujinah dikaruniai seorang
anak bernama Raden Saridin,Syech Jangkung/Waliyullah Sunan
Landoh.
Sedangkan, pernikahan Sunan Muria dengan dewi Roroyono Putri
Ki Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang dikaruniai tiga orang
anak sunan nyamplungan, raden ayu nasiki,pangeran santri, Salah
satu putra Sunan Muria yang terkenal ialah (Panembahan Pangulu)
Pangeran Jogodipo , yang makamnya berada satu kompleks di Colo.
Sumber versi catatan sejarah menyebutkan asal usul Sunan Muria
sebagai anak kandung dari sunan ngudung/sunan mandalika sangat
tidak sesuai karena bukti kebenaran otentik dewi sujinah istri sunan
muria adalah putri dari Sunan Ngudung "Raden Usman
Haji" bin As-Sayyid Ali Murtadho Sunan Gisik kakak sunan ampel
Sunan Kudus adalah Ulama dan Panglima perang Kesultanan
Demak yang termasuk dalam anggota dewan Wali Songo. Nama
lahirnya adalah Ja'far Ash-Shadiq. Ia adalah putra Sunan
Ngudung dan Dewi Sari binti Ahmad Wilwatikta
Karya Sunan Kudus
Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa
Kerjasan, Kota Kudus, yang kini terkenal dengan nama Masjid
Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang. Sekarang
Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus Jawa Tengah.
Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada
masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam
perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama
Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban
kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak
ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini.
Wafatnya Sunan Kudus
Pada tahun 1550, Sunan Kudus meninggal dunia saat menjadi Imam
sholat Subuh di Masjid Menara Kudus, dalam posisi sujud.
kemudian dimakamkan di lingkungan Masjid Menara Kudus.
Sunan Giri adalah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri
Kedaton, yang berkedudukan di daerah Kabupaten Gresik. Sunan
Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama
Islam di Pulau Jawa yang pengaruhnya sampai
ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Sunan Giri memiliki beberapa nama, yakni Raden Paku, Prabu
Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Jaka
Samudra. Ia lahir di Blambangan tahun 1442 dan dimakamkan di
desa Giri, Kebomas Gresik.
Sunan Ampel adalah seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam
di Tanah Jawa. Ia lahir pada tahun 1401 di
daerah Champa, Vietnam.
Beliau menjadi pemimpin Wali Songo menggantikan Sunan
Gresik yang wafat pada tahun 1419.
Sunan Ampel adalah Putra dari Syaikh Ibrahim As-Samarqandi
dengan Dewi Candrawulan. Sunan Ampel juga merupakan
keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi raja Majapahit.
Dalam catatan Kronik Tiongkok dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan
Ampel alias Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng -
seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang
ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Tionghoa di Champa
oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu
Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di
pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah
ditugaskan sebagai kapten Tionghoa di Tuban. Haji Gan En Cu
kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten
Tionghoa di Jiaotung (Bangil).
Sunan Gunung Jati, lahir dengan nama Hidayatullah atau lebih di
kenal sebagai Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang
dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan
Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara
Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan
Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama
menjadi Syarifah Mudaim).

Syarif Hidayatullah sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi,


yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Pangeran
Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana (Tumenggung
Cirebon pertama sekaligus uwak Syarif Hidayatullah dari pihak ibu),
ia dinobatkan menjadi Tumenggung Cirebon ke-2 pada
tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati.

Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi


nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di
daerah Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan nama Sunan Gunung
Jati diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung,
yaitu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati [1], dan Korem
063/Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/822 H)
adalah Pemimpin Walisongo generasi pertama dalam menyebarkan
agama Islam di Tanah Jawa. Ia dimakamkan di Desa
Gapurosukolilo, Gresik.

Maulana Malik Ibrahim merupakan Orang tua dari para wali, dari
beliau Islam di Nusantara ini berawal khususnya di Jawa, dari
dzurriyah beliau pula Tokoh-tokoh Agama di Nusantara dicetak dan
menyebar seantero Nusantara. Kiyai Kiyai sepuh yang ada, pendiri
dan pengelola Pondok Pesantren di Jawa sebagian besar adalah ada
sambungan hubungan keluarga.
Riwayat Dakwah[sunting | sunting sumber]
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang
pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan
merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.[2] Beberapa
versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa
orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo,
sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9
kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama
Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid
pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Makam Maulana Malik Ibrahim di sekitar tahun 1900
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat
melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa
diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang
secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli,
melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kebaikan yang
dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak
masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Sunan Drajat adalah salah satu sunan dari sembilan sunan Wali
Songo. Nama kecilnya adalah Raden Hasyim, kemudian mendapat
gelar Raden Syarifudin. Sunan Drajat diperkirakan lahir pada
tahun 1470 Masehi. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel yang
terkenal karena kecerdasannya, dan ia merupakan saudara
dari Sunan Bonang.
Setelah menguasai ajaran Islam, ia menyebarkan agama Islam
di Desa Drajat sebagai tanah perdikan di Kecamatan Paciran. Di
sana ia mendirikan pesantren Dalem Duwur. Tempat ini diberikan
oleh Kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu
oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 Masehi.
Makam Sunan Drajat dapat ditempuh
dari Surabaya maupun Tuban lewat Jalan Raya Pos (Anyar-
Panarukan), dari kota Lamongan dapat ditempuh 50 menit dengan
kendaraan pribadi.
Sejarah singkat
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syarifuddin atau Raden Qosim
putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam
dikuasai, ia mengambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya
sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan
di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama
36 tahun
Ia sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat
memperhatikan nasib kaum fakir miskin. Ia terlebih dahulu
mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman
tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja
keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan
menciptakan kemakmuran.
Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat
memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu-
nyai otonomi.

Anda mungkin juga menyukai