Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 4

Mata Pelajaran : SKI


Guru Pembimbing : Ibu Asri Wiwit Putri, S.Th.I.

WALI
SONGO
XII MIPA 1
PENGERTIAN

Wali Songo mempunyai arti wali yang sembilan, menandakan jumlah wali
yang ada sembilan. Kata songo/sanga berasal dari kata tsana dalam bahasa
Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata tsana berasal dari
bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Masyarakat jawą memberikan gelar sunan kepada walisongo, Kata Sunan


diambil dari kata susuhunan yang artinya, "yang dijunjung tinggi / dijunjung
di atas kepala", gelar atau sebutan yang dipakai para raja. Bagi sebagian
besar masyarakat Jawa, Walisongo memiliki nilai kekeramatan dan
kemampuan- kemampuan di luar kelaziman. Walisongo merupakan
sembilan ulama yang merupakan pelopor dan pejuang penyiaran Islam di
Jawa pada abad ke-15 dan ke-16.
Kontribusi Wali Songo

1. Sunan Kalijaga membolehkan pembakaran kemenyan. Semula pembakaran


kemenyan menjadi sarana dalam upacara penyembahan para dewa tetapi oleh
Sunan Kalijaga fungsinya diobah sebagai pengharum ruangan ketika seorang
muslim berdoa. Dengan suasana ruangan yang harum itu, diharapkan do'a dapat
dilaksanakan dengan lebih khusyuk.
2. Sunan Kudus melarang penyembelihan lembu bagi masyarakat muslim di Kudus.
Larangan ini adalah bentuk toleransi terhadap adat istiadat serta watak
masyarakat setempat yang sebelumnya yang masih kental dengan agama
Hindunya. Dalam keyakinan Hindu, lembu termasuk binatang yang dikeramatkan
dan suci.
3. Para wali mengadopsi bentuk atap masjid yang bersusun tiga, yang merupakan
peninggalan tradisi lama (Hindu). Namun, para wali memberikan penafsiran baru
terhadap bentuk atap susun tersebut. Bentuk atap itu merupakan melambangkan
iman, Islam, dan ihsan.
Kontribusi Wali Songo

Ajaran Sunan Ampel yaitu Moh Limo, Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo
(lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di
tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:
1. Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
2. Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
3. Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya.
4. Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya.
5. Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya
Maulana Malik Ibrahim atau
Sunan Gresik

Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-11 dari Husain bin Ali. la disebut juga
Sunan Gresik, Syekh Maghribi, atau terkadang Makhdum Ibrahim AsSamarqandy. la
diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad
Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah
orang Jawa terhadap As- Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya
Kakek Bantal. Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang
mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan
banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang
tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati
masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Pada tahun 1419,
Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan Gresik, Jawa Timur.
Raden Rahmat atau Sunan
Ampel

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-12 dari Husain bin Ali,
menurut riwayat adalah putra Ibrahim Asmoroqondi dan seorang putri Champa. Ia
disebutkan masih berkerabat dengan salah seorang istri atau selir dari Brawijaya raja
Majapahit. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh dari para wali lainnya.
Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri
adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah anak-
anaknya. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.
Raden Maulana Makhdum
Ibrahim atau Sunan Bonang

Bonang adalah nama sederetan gong kecil diletakkan horisontal. Sunan Bonang adalah
putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali. la adalah
putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja.
Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar
memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang
Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang.
Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang,
yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah
karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut
G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung
ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
Raden Mas Syahid atau Sunan
Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau
Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). la adalah murid Sunan
Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-
llir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu
riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq,
menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja
Kediri.
Raden Paku (Raden Ainul
Yakin) atau Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu. Sunan Giri adalah
keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, dan merupakan murid dari Sunan Ampel serta
saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri
Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah
Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu
keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam
ke wilayah Lombok dan Bima.
Beliau pencipta tembang dolanan anak-anak : Jemuran, Cublak-cublak Suweng, Lir-ilir,
Jitungan dan Delikan.
Beliau wafat tahun 1507 M.
Raden Kosim Syarifuddin atau
Sunan Drajat Sedayu

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-13 dari Husain
bin Ali. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia
menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat,
sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara
mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran,
Lamongan. Tembang macapat dan Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan
Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan.
Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
Raden Ja'far Sadiq atau Sunan
Kudus

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah
adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus adalah keturunan ke-14 dari Husain bin Ali.
Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan
Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan negara. la
banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Diantara yang pernah
menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang
adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara
Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus
diperkirakan wafat pada tahun 1550.
Raden Said (Raden Prawoto)
atau Sunan Muria

Sunan Muria atau Raden Umar Said atau Raden Prawoto, putra Sunan Kalijaga yang
menikah dengan Dewi Sarah, adik Sunan Giri. Beliau menikah dengan Dewi Roroyono
putri Sunan Ngerang. Beliau lebih suka tinggal di desa terpencil, dan sambil
mengajarkan ketrampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut beliau berdakwah
dengan cara halus, ibarat mengambil ikan tanpa memperkeruh airnya. Peranan beliau
di kerajaan Demak adalah menjadi penengah konflik internal di kasultanan Demak, ia
juga ahli dalam memecahkan berbagai masalah, dan keputusannya dapat diterima oleh
semua pihak. Sasaran dakwahnya adalah para pedagang, nelayan, dan rakyat jelata.
Beliau tetap mempertahankan kesenian wayang dan gamelan sebagai alat dakwah.
Beliau yang menggubah tembang Sinom dan Kinanti.
Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin
putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih
keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga
Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan
pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya
yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan
menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal
berdirinya Kesultanan Banten
Kelompok 4

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai