DI SUSUN OLEH:
ZAKIAH
1. Siapa wali sanga?
Itulah nama nama wali sanga dan nama asli mereka. Para wali sanga
cenderung menggunakan unsur budaya lama dalam mensyiarkan agama islam
agar lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat. Wali sanga berdakwah
dengan cara damai sehingga sangat jarang mereka memicu konflik dalam
menyebarkan agama islam.
Sunan Giri adalah salah seorang ulama Wali Songo, majelis penyebar dakwah
Islam pertama di Jawa dalam sejarah Indonesia atau Nusantara, pada abad ke-14
Masehi seiring munculnya Kesultanan Demak dan menjelang runtuhnya Kerajaan
Majapahit. Selain sebagai ulama dan pendakwah yang giat menyebarkan syiar
Islam, Ia memerintah Kerajaan Giri Kedaton pada 1487-1506, berkedudukan di
Gresik, Jawa Timur. Ibu sunan giri dalah Dewi Sekardadu, Ayahnya adalah
Maulana Ishak, seorang mubalig yang datang dari Asia Tengah. Mempunyai
banyak nama lain yaitu raden paku, prabu satmata, sultan abdul faqih, raden ainul
yaqin, dan joko samudra.Sunan Giri adalah keturunan dari Kerajaan Blambangan,
cucu Menak Sembuyu. Raden ‘Ainul Yaqin kecil di bawah asuhan seorang wanita
kaya raya yang bernama Nyai Gede Maloka Nyai Ageng Tandes. Setelah
menginjak dewasa, Raden ‘Ainul Yaqin menimba ilmu di Pesantren Ampel Denta
(Surabaya) milik Sunan Ampel.Sunan Giri mendirikan pondok pesantren sebagai
pusat pendidikan agama Islam dan pemerintahan. Pesantren Giri terkenal sebagai
salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa. Pengaruh pesantren ini sampai
ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.Pengaruh pesantren Giri
terus berkembang hingga akhirnya menjadi kerajaan bernama Giri Kedaton.
Sunan Giri kemudian mendapat gelar baru yakni Prabu Satmata.Berdasarkan
babad Gresik, bangunan di Giri Kedaton bertingkat tujuh (tunda pitu). Hal ini
ditandai dengan sengkala yang menunjukkan angka tahun 1408 Saka atau 1486
M. Giri Kedaton menguasai wilayah Gresik dan sekitarnya selama beberapa
generasi. Sunan Giri dikenal sebagai wali yang berdakwah lewat permainan anak-
anak. Bahkan, Sunan Giri juga menciptakan permainan seperti jamuran, jelungan,
hingga cublak-cublak suweng. Permainan tradisional tersebut hingga saat ini
masih dimainkan. Permainan yang dibuat Sunan Giri ada nyanyiannya. Nyanyian
dalam permainan tersebut mengandung nilai-nilai dakwah. Misalnya, ada salah
satu nyanyian yang mengandung makna jangan menuruti hawa nafsu. Tidak
hanya melalui permainan anak-anak, Sunan Giri juga memanfaatkan seni sebagai
strategi dalam berdakwahnya. Misalnya dengan wayang hingga tembang-tembang
Jawa. Selain itu, jalur politik juga dijadikan Sunan Giri sebagai sarana untuk
berdakwah dalam rangka menyebarkan agama Islam. Beliau wafat 1506 M dan
dimakamkan di atas bukit berarsitektur khas Jawa yang terletak di Dusun Giri Gajah,
Desa Giri, Kecamatan Kebomas. Lokasi makam Sunan Giri berjarak 4 km dari pusat
kota Gresik.
Beliau adalah anak dari sunan ampel dari istri yang bernama Dewi
Candrawati.. Lahir pada tahun 1465 M, Sunan Bonang dikenal sebagai ahli
Ilmu Kalam dan Ilmu Tauhid. Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di
Pasai, kemudian sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim
mendirikan pesantren di daerah Tuban.yang kemudian beliau dikenal sebagai
imam pertama kesultanan demak. Dalam menjalankan kegiatan dakwahnya
Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) mempunyai keunikan dengan
cara mengubah nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat sebagaimana
yang dikenal dalam Islam. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya persuasif
terhadap penganut ajaran Hindu dan Budha yang telah lama dipeluk
sebelumnya. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di
Tuban, daerah pesisir utara Jawa yang menjadi basis perjuangan dakwahnya.
Diperkirakan lahir pada tahun 1470 M ayah beliau adalah sunan ampel beliau
juga saudara dari sunan bonang. Raden Qasim memperoleh ilmu keislaman
langsung dari ayahnya, Sunan Ampel, yang memimpin pondok pesantren
Ampeldenta, Surabaya. Setelah beranjak remaja, Raden Qasim merantau ke
Cirebon untuk berguru kepada Sunan Gunung Jati. Di Cirebon, Raden Qasim
menikahi putri Sunan Gunung Jati yang bernama Dewi Sufiyah. Hingga
kemudian, Raden Qasim kembali ke Ampeldenta bersama istrinya.
Sesampainya di Ampeldenta, Sunan Ampel meminta Raden Qasim untuk
berdakwah di daerah Gresik. Raden Qasim menuruti perintah ayahnya,
meneruskan perjalanan menuju Gresik. Ia menetap di Desa Banjarwati dan
disambut baik oleh sesepuh kampung yang bernama Kiai Mayang Madu dan
Mbah Banjar. Di Desa Banjarwati, Raden Qasim dinikahkan dengan putri
Kiai Mayang Madu yang bernama Nyai Kemuning. Di wilayah yang bernama
Jelag, daerah yang memiliki medan lebih tinggi dari tempat lainnya di Desa
Banjarwati, Raden Qasim mendirikan surau dan mengajar penduduk setempat.
Kendati tergolong bangsawan, ia amat dekat dengan rakyat. Jiwa sosialnya
tinggi serta mengutamakan kesejahteraan penduduk. Sunan drajat juga
melakukan penyebaran islam dengan cara berikut:
8. Sunan kalijaga
Sunan kalijaga lahir pada 1450 Riwayat kehidupan Sunan Kalijaga melintas-
batas era kerajaan di Jawa yang silih-berganti. Ia menyaksikan perubahan sejak masa
akhir Kerajaan Majapahit, lalu Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, hingga awal
Kesultanan Mataram Islam. Sunan Kalijaga merupakan putra Tumenggung Wilatikta,
Bupati Tuban. Di masa mudanya, Raden Said dikenal dengan remaja nakal yang suka
berjudi, minum minuman keras, mencuri, dan melakukan banyak perbuatan tercela.
Hal ini membuat ayahnya yang merupakan bangsawan dan penguasa Tuban malu
memiliki anak berandalan. Akibatnya, Raden Said diusir dari rumah oleh orang
tuanya. Kenakalan Raden Said justru menjadi-jadi. Ia menjadi penjahat. Perilaku
tidak terpujinya ini pun berhenti setelah beliau bertemu Sunan Bonang
Pertemuan keduanya ini bisa dikatakan merupakan pertemuan yang tidak
menyenangkan karena waktu itu Sunan Kalijaga berniat untuk merampok
Sunan Bonang yang sedang lewat di daerah Tuban. Setelah bertemu dengan
Sunan Bonang itulah, Sunan Kalijaga lalu bertobat dan berjanji tidak
mengulangi perbuatannya lagi. Beliau pun menjadi murid dari Sunan Bonan.
Sebagaimana Wali Songo yang lain, Sunan Kalijaga berdakwah dengan pendekatan
seni dan budaya. Ia amat mahir mendalang dan menggelar pertunjukan wayang.
Sebagai dalang, ia dikenal dengan julukan Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang
Bengkok, Ki Dalang Kumendung, atau Ki Unehan. Berbeda dengan pertunjukan
wayang lainnya, Sunan Kalijaga tidak mematok tarif bagi yang ingin menyaksikan
pertunjukan beliau, melainkan cukup dengan menyebut Kalimosodo atau dua kalimat
syahadat sebagai tiket masuknya. Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan
pertunjukan wayang Sunan Kalijaga sudah masuk Islam. Berkat kelihaian Sunan
Kalijaga berbaur, lambat laun masyarakat setempat mengenal Islam pelan-pelan dan
mulai menjalankan syariat Islam.
Sunan Gunung Jati lahir adalah putra Sultan Syarif Abdullah bin Ali
Nurul Alim, pangeran Mesir yang menikah dengan Nyai Rarasantang, putri
Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, beliau lahir pada tahun 1448 M.
Syarif Hidayatullah berangkat ke Mekah untuk menimba ilmu disana. Di
tanah suci, Syarif Hidayatullah berguru dengan Syekh Tajudin Al-Qurthubi.
Beberapa waktu kemudian, ia ke Mesir untuk belajar kepada Syekh
Muhammad Athaillah Al-Syadzili, seorang ulama bermadzhab Syafi'i
sekaligus mempelajari tasawuf tarekat Syadziliyah. Syarif Hidayatullah
kemudian pulang ke Nusantara untuk berguru pada Syekh Maulana Ishak di
Pasai, Aceh. Selanjutnya, ia mengembara ke Karawang, Kudus, hingga di
Pesantren Ampeldenta Surabaya untuk belajar kepada Sunan Ampel. Oleh
Sunan Ampel, Syarif Hidayatullah diminta untuk berdakwah dan
menyebarkan Islam di daerah Cirebon. Di sana, ia menjadi guru agama
menggantikan Syekh Datuk Kahfi di Gunung Sembung. Setelah banyak
masyarakat Cirebon masuk Islam, Syarif Hidayatullah melanjutkan
dakwahnya ke daerah Banten. Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Ratu
Pakungwati, putri Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman, penguasa
Cirebon kala itu.
Syarif Hidayatullah mendirikan sebuah pondok pesantren dan mengajarkan
Islam kepada penduduk sekitar. Oleh para santrinya, Syarif Hidayatullah
dipanggil dengan julukan Maulana Jati atau Syekh Jati. Selain itu, karena ia
berdakwah di daerah pegunungan, ia digelari sebagai Sunan Gunung Jati.
Setelah Pangeran Cakrabuana meninggal dunia, tampuk Kerajaan Cirebon
dilanjutkan oleh menantunya yakni Sunan Gunung Jati. dakwah Sunan
Gunung Jati beriringan di jalur politik. Ajaran Islam berkembang pesat di
Cirebon, Sunda Kelapa, Banten, dan banyak daerah di Jawa Barat. Untuk
memperluas syiar Islam, Sunan Gunung Jati menikah dengan Nyai Ratu
Kawunganten, putri bupati Kawunganten Banten. Salah seorang anaknya,
Maulana Hasanudin, kelak meneruskan dakwah ayahnya sekaligus menjadi
Sultan Banten. Cirebon juga menjalin hubungan dengan Tiongkok.
Diceritakan, Sunan Gunung Jati juga menikahi putri Kaisar Cina Hong Gie
dari Dinasti Ming yang bernama Ong Tien. Usai menikah dengan Syarif
Hidayatullah, ia berganti nama Nyi Mas Rara Sumanding. Dakwah Islam
yang dilakukan Sunan Gunung Jati kian kokoh berkat kerjasama dengan
banyak kerajaan tersebut. Pada 1568 M, Sunan Gunung Jati berpulang. Ketika
meninggal, usianya diperkirakan mencapai 118 tahun. Makamnya terletak di
Gunung Sembung, Desa Astana, Cirebon Utara.