Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada realitanya, Wali Songo telah merumuskan strategi dakwah atau strategi kebudayaan secara
lebih sistematis, terutama bagaimana menghadapi kebudayaan Jawa dan Nusantara pada
umumnya yang sudah sangat tua, kuat, dan sangat mapan. Ternyata, para wali memiliki metode
yang sangat bijak. Mereka memperkenalkan Islam tidak serta merta, tidak ada cara instan, karena
itu mereka merumuskan strategi jangka panjang. Tidak masalah kalau harus mengenalkan Islam
pada anak-anak. Sebab, mereka merupakan masa depan bangsa. Dalam hal ini, tentu dibutuhkan
ketekunan dan kesabaran. Jejak yang ditinggalkan Wali Songo terlihat dlam kumpulan nasihat
agama yang termuat adalamtulisan-tulisan para murid dan ahli waris Wali Songo. Baik berupa
buku sejarah, nasab, silsilah, suluk, babad, manaqib dan lain-lain yang menggambarakn hakikat
aliran tasawuf dan dakwah yang mereka anut kebanyakan.

Dalam strategi dakwah yang digunakan para wali dan kemudian diterapkan di dunia
pesantren, para kyai, ajengan, atau tuan guru mengajarkan agama dalam berbagai bentuk. Dalam
dunia pesantren, diterapkan fiqhul ahkam untuk mengenal dan menerapkan norma-norma
keislaman secara ketat dan mendalam, agar mereka menjadi muslim yang taat dan konsekuen.
Tetapi, ketika masuk dalam ranah masyarakat, diterapkan fiqhul dakwah, ajaran agama
diterapkan secara lentur, sesuai dengan kondisi masyarakat dan tingkat pendidikan mereka. Dan,
yang tertinggi adalah fiqhul hikmah, di mana ajaran Islam bisa diterima oleh semua kalangan,
tidak hanya kalangan awam, tetapi juga kalangan bangsawan, termasuk diterima oleh kalangan
rohaniwan Hindu dan Budha serta kepercayaan lainnya.

Perlu diketahui bahwa Walisongo tidak terbatas pada sembilan wali saja, melainkan lebih
dari itu. Ada beberapa periode Walisongo. Pada kali ini pemakalah akan membahas Sunan Giri
dan Sayyid Amir Hasan yang merupakan walisongo perioda ke-6 (1479 M).

1
B. Rumusan Masalah
1. Sunan Giri
2. Sayyid Amir Hasan

C. Maksud dan Tujuan


1. Memperkenalkan biografi Walisongo peride ke-6 (Sunan Giri dan Sayyid Amir
Hasan)
2. Mengetahui wilayah dakwahnya,
3. Mengetahui wrisan dan ajarannya

BAB II

PEMBAHASAN

1. Sunan Giri

A. Biografi Sunan Giri


Nama asli Sunan Giri adalah Raden Paku. Nama ini diberi oleh Raden Rahmat (Sunan
Ampel) sesuai dengan pesan ayahnya sendiri sebelum meninggalkan Jawa Timur. Selain itu,
beliau memiliki panggilan lain, yaitu Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata, Joko Samudera.
Nama ini diberikan dari ibu angkatnya (Nyai Pinatih) ketika beliau masih kecil. Sedangkan
sebutan Prabu Satmata adalah suatu gelar kebesaran sebagai gelar ketika beliau menjabat sebagai
raja di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur.1

Sunan Giri adalah Canggah Hayamwuruk, raja Agung Majapahit. Daerah kekuasaannya
meliputi Nusantara dan tanah Melayu yang juga ternyata keturunan Wangsa Arya yang telah
menetap di Jawadwipa sejak abad ketujuh, pendiri candi agung Hindu Prambanan, Sunan Giri
bergelar Prabu Satmata atau Ratu Tunggul Khalifatul Mu’minin bin Sayyidil Yaqub alias Syekh
Wali Lanang alias Mawlana Salam dari Blambangan (Maulana Ishaq Pasai).

Sedangkan dari jalur ayahnya, Sunan Giri putra Shyekh Maulana Ishak adalah tokoh Wali
Songo yang berkedudukan sebagai raja sekaligus guru suci (pandhita ratu). Memiliki peran
penting dalam pengembangan dakwah Islam di Nusantara dengan memanfaatkan kekuasaan dan

1
Rohimudin Nawawi Al Bantani, Kisah Ajaib Walisongo, (Depok: PT Melvana Media Indonesia), hlm. 181

2
jalur perniagaan. Sebagaimana guru sekaligus mertuanya, Sunan Ampel, Sunan Giri
mengembangkan pendidikannya dengan menerima murid-murid dari berbagai daerah di
Nusantara. Sejarah mencatat, jejak dakwah Sunan Giri beserta keturunannya mencapai daerah
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Madura, Banjar, Martapura, Pasir, Makassar dan Kutai di
Kalimantan, Hitu, Flores, Ternate, Tidore, Halmahera, Lombok, Sumbawa, Buton dan Gowa di
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara bahkan kepulauan Maluku. 2

Sunan Giri lahir di Blambangan (sekarang Banyuwangi), 1442 M. Kelahiran Sunan Giri
ini bermula dari penyebaran usaha dakwah Islam yang dilakukan ayahnya di daerah Blambangan.
Konon usaha dakwah Maulana Ishak yang diutus oleh Sunan Ampel mengalami kegagalan.
Sebab, Maulana Ishak alias Syekh Wali Lanang ini diusir oleh mertuanya yang marah ketika
diminta memeluk Islam dan meninggalkan agamanya yang lama. Maulana Ishak pergi
meninggalkan seorang istri yang sedang hamil tua. Akhirnya Retno Sabodi atau Dewi Sekardadu
meninggal karena merana ditinggal suaminya, juga sebab lain mengatakan terjadi wabah besar
melanda Blambangan. Raja Blambangan menduga wabah itu juga mengenai bayi dari Maulana
Ishak. Akhirnya bayi laki-laki tersebut diletakkan di dalam peti dan dihanyutkan ditengah laut
dan kemudian peti itu tersangkut kapal milik Nyai Pinatih yang sedang berlayar ke Bali.

Nyai Pintaih adalah seorang janda kaya raya di Gresik, bersuami bernama Koja Mahdum
Syahbandar, seorang asing di Majapahit. Nama Pinatih sendiri sejatinya berkaitan dengan nama
keluarga dari Ksatria Manggis di Bali, yang merupakan keturunan Penguasa Lumajang, Menak
Koncar, salah seorang keluarga Maharaja Majapahit yang awal sekali masuk Islam.

Bayi tersangkut di kapalnya tersebut diambil oleh pelayannya lalu di bawa ke Nyai
Pinatih, lalu diangkat menjadi anak angkat dan diberi nama Jaka Samudra atau Bagus Samudra.
Jika dilacak secara geneologis, Sunan Giri dari sisi ibu Sekardadu memiliki darah biru, karena
Sekardadu adalah putri raja Blambangan, Bhree Pakembangan/ Menak Sembuyu dan jika
diteruskan sampai Ken Dedes dan Ken Arok (Wang Isana). Sedangkan ayahnya adalah ulama
Islam yang sangat terkenal di Nusantara, Maulana Iskah/ Syekh Sidik/ Syekh Awalul Islam/ Wali
Lanang, guru para Wali Sanga, putra Syekh Jamaludin Qubra yang berkedudukan di Mekah. 3

2
Ibid. hlm: 182
3
Rohimudin Nawawi Al Bantani, Kisah Ajaib Walisongo, (Depok: PT Melvana Media Indonesia), hlm.
186

3
Setelah cukup umur, Jaka Samudra di kirim ke Ampeldenta untuk berguru kepada Sunan
Ampel. Menurut Babad Tanah Jawi, sesuai pesan Maulana Ishak, oleh Sunan Ampel nama Jaka
Samudra diganti menjadi Raden Paku.
Selama berguru di Ampeldenta, Raden Paku akrab dengan Raden Makdum Ibrahim, putra
gurunya, yang kelak menjadi Sunan Bonang. Di dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan bahwa
Raden Paku dan Raden Makdum Ibrahim pernah bermaksud pergi ke Mekah untuk menuntut
ilmu sekaligus berhaji. Namun, keduanya hanya sampai di Malaka dan bertemu dengan Maulana
Ishak, ayah kandung Raden Paku. Keduanya diberi pelajaran tentang berbagai macam ilmu
keislaman, termasuk ilmu tasawuf. Dalam sumber yang dicatat pada silsilah Bupati Gresik
pertama bernama Kiai Tumenggung Pusponegoro, terdapat tarekat Syathariyah, yang menunjuk
bahwa aliran tasawuf yang diajarkan Maulana Ishak dan Raden Paku adalah Tarekat Syathariyah. 4

B. Dakwah Sunan Giri

Sunan Giri adalah raja sekaligus guru suci (psndhita ratu) yang memiliki peran penting dalam
pengembangan dakwwah Islam di Nusantara. Sejarah dakwah Islam di Nusantara mencatat jejak-
jejak dakwah Sunan Giri dan ketrunannya tidak saja mencapai Banjar di Kalimantan Selatan,
Kutai di Kalimantan Timur dan Gowa di Sulawesi Selatan, tapi juga mencapai Nusa Tenggara dan
Kepulauan Maluku.

Sunan Giri yang berperawakan tegas, berwibawa, karismatik dan dihormati di kalangan
para wali, karena keilmuan juga kepribadian, setelah Sunan Ampel wafat, beliau diangkat sebagai
penghulu dan mufti serta pemimpin agama Islam di seluruh Pulau Jawa. Dengan demikian
pengaruh beliau dalam kemajuan bidang dakwah Islam juga kemajuan di alami Kerajaan Demak
sangatlah besar.

Salah satu dakwah yang di garap Sunan Giri adalah dengan sistem pendidikan. Tidak
hanya dakwah dengan cara kepesantrenan, Sunan Giri juga melakukan dakwah dengan
mengembangkan sistem pendidikan terbuka dengan menciptakan berbagai jenis permainan anak-
anak seperti jelungan, jamuran, gendi gerit, dan tembang-tembang permainan anak-anak seperti
Padang Bulan, jor, Gula Ganti, dan Cublak-Cublak Suweng.

4
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN), hlm. 216

4
Salah satu tembang permainan anak-anak ciptaan Sunan Giri adalah Padang Bulan, yang
isinya: padang-padang bulanayo gage do dolanan/ dedolanan neng latar/ ngalap padang gilar-
gilar/ nundung begog hanga tikar//5

R.M. Sajid dalam Bau Warna Wajang menyatakan bahwa sunan Giri memiliki peranan
besar dalam melengkapi hiasan-hiasan wayang seperti kelat bahu (gelang hias di pangkal
gelang), gelang keroncong (gelang kaki), anting telinga, badong (hiasan pada punggung), zamang
(hiasan kepala) dan lain-lain.6

Selain itu, Sunan Giri juga mengarang lakon-lakon wayang lengkap dengan suluknya.
Bahkan, tambahan tokoh-tokoh wayang dari golongan wanara (kera) juga dilakukan Sunan Giri
sehingga selain tokoh wanara Hanoman, Sugriwa, Subali, Anila, Anggada, dan Anjani, dibikin
wayang-wayang wanara baru seperti Kapi Menda, Kapi Sraba, Kapi Alana, Kapi Jembawan, Kapi
Winata, Urahsura, dan lain-lain.7

Sunan Giri tidak segan mendatangi masyarakat dan menyampaikan ajaran Islam. Setelah
keadaan memungkinkan, dikumpulkanlah masyarakat sekitarnya dengan keramaian, misalnya
selamatan dan upacara-upacara, lalu dimasukkan ajaran Islam, sehingga suasana lingkungan
lambat laun dan dengan cara-cara yang lunak mengikuti ajaran Islam, yang diterima sebagai
kewajaran.8

Ketika Sunan Giri dari Blambangan pergi ke daerah Giri, beliau pun mendirikan sebuah
masjid dan tempat tinggal pada tahun 1481 M. Hal ini menarik banyak penduduk baru ke tempat
tersebut sampai dia dipanggil Susuhunan Ratu Ainul Yaqin, tapi paling sering dipanggil Sunan
Giri. Setelah itu ia ditunjuk oleh Raja Majapahit untuk menjadi penguasa di Provinsi Gresik

5
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN), hlm. 221
6
Ibid., hlm. 225
7
Ibid., hlm. 227
8
Zainal Abidin bin Syamsudin, Fakta Baru Walisongo, (Pustaka Imam Bonjol), hlm. 199

5
C. Jasa dan Perjuangan serta Warisan Ajaran Sunan Giri
Saking banyaknya jasa perjuangan serta warisan ajaran Sunan Giri, maka pemakalah
membaginya menjadi 2 bagian yaitu:

1. Jasa Perjuangan Sunan Giri


 Jasa yang paling besar beliau adalah perjuangan menyebarkan agama Islam di Tanah
Jawa bahkan di Nusantara
 Pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat,
bid’ah, menyimpang dan murtad
 Keteguhannya dalam menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekuen tanpa
campur tangan adat istiadat lama
 Membangun Masjid Agung Demak
 Menolak peresmian wayang kulit yang diusulkan oleh Sunan Kalijaga dengan alasan
karena adat Hindu-Budha, lalu Sunan Kalijaga mengubah bentuk wayangnya sampai
direstui kembali oleh Sunan Giri
 Pernah dinobatkan menjadi menjadi raja masa peralihan selama 40 hari, setelah
Majapahit runtuh pada tahun 1478 M oleh serangan dari luar Girindrawardhana dari
Keling, yang bersengkokol oleh pemberontak dari istana Majapahit sendiri yang
dipelopori oleh Mpu Supogati

2. Warisan ajaran peninggalan Sunan Giri

 Kesenian : Asmaradan dan Pucung


 Tembang bernafaskan islami : Jamuran, Cublak-Cublak Suweng, Jithungan, dan Delikan
 Lagu Padhang Bulan versi Sunan Giri

2. Syaikh Amir Hasan (Sunan Nyamplungan)

A. Biografi Syaikh Amir Hasan

Terkait biografi Syaikh Amir Hasan, pemakalah belum menemukan sumber terkait. Pemakalah
hanya menamukan bahwa Syaikh Amir Hasan merupakan walisongo yang berada di daerah
Karimunjawa dan biasa disebut sebagai Sunan Nyamplungan. Beliau merupakan ulama besar

6
abad ke 15 M. Menurut satu versi, Syaikh Amir Hasan adalah anak dari Sunan Kudus.
Sedangkan menurut versi lain, beliau keturunan dari Sunan Muria.9

Amir Hasan kecil mulanya tinggal di pondok pesantren milik ayahnya, Sunan Kudus.
Sunan Kudus saat itu di samping sebagai muballigh yang dekat dengan rakyat juga menjadi
penasihat kerajaan. Kontribusi Sunan Kudus dalam penyebaran Islam di Nusantara khususnya
Jawa Tengah tidak diragukan lagi, sampai sekarang ajaran-ajaran beliau masih melekat hangat di
hati masyarakat, khususnya penduduk asli Kudus.10

Sebagai orang besar Sunan Kudus sering keluar rumah meninggalkan pesantrennya untuk
memenuhi tugas-tugasnya sebagai orang yang mengabdi kepada rakyat dan negara. Suatu ketika
Sunan Kudus diminta oleh Raden Fatah untuk memimpin peperangan yang diperkirakan
membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebelum berangkat ke medan perang Sunan Kudus
meminta kepada putranya, Amir Hasan, untuk menggantikan tugas-tugasnya di pondok pesantren
asuhannya.

Sejak itu Amir Hasan muda berperan sebagai pengasuh pesantren, namun ternyata
pelajaran-pelajaran yang diberikan Amir Hasan kepada santri-santrinya tidak sesuai dengan yang
diharapkan Sunan Kudus. Santri-santri Sunan Kudus diberi pelajaran yang secara lahiriyah tidak
memiliki keterkaitan dengan ilmu-ilmu agama, yakni diberi pelajaran kesenian seperti gamelan.

Ketika Sunan Kudus mengetahui tindakan putranya kepada santri-santrinya, Sunan


Kudus meminta putranya, Amir Hasan untuk tidak mengajar lagi dan meninggalkan rumah. Lalu
Amir Hasan pergi ke rumah bibinya yang menjadi istri Sunan Muria. Sejak itulah Amir Hasan
tinggal bersama Sunan Muria di puncak gunung Muria. Selama di Muria Amir Hasan belajar
ilmu agama dan kanuragan atau bela diri kepada Sunan Muria.11

B. Dakwah Syaikh Amir Hasan

Ketika ilmu Amir Hasan dipandang sudah cukup, Amir Hasan diperintahkan oleh Sunan Muria
untuk menyebarkan agama Islam di wilayah sekitar Muria. Dengan ditemani oleh dua orang
9
Khoirul Anwar, "Sunan Nyamplungan, Penyebar Islam Toleran di Karimunjawa",
https://elsaonline.com/sunan-nyamplungan-penyebar-islam-toleran-di-karimunjawa/, diakses pada tanggal
12 Oktober 2019, pukul 00.51
10
Ibid.
11
Ibid.

7
murid Sunan Muria, Amir Hasan pergi ke ujung pulau. Ujung pulau dalam bahasa Jawa
dinamakan dengan “Ujung Poro”, dikemudian hari wilayah ini disebut dengan “Jeporo
(Indonesia; Jepara)”, diambil dari kata “Ujung Poro”.

Setelah sampai di Jepara Amir Hasan melihat sebuah tempat yang terlihat sangat kecil
dari pandangannya, dalam bahasa Jawa disebut dengan “kremun-kremun”. Di kemudian hari
pulau yang terlihat kremun-kremun ini dinamakan dengan “Karimunjawa”. Amir Hasan bersama
kedua temannya membuat perahu lalu menyeberang laut menuju pulau kremun-kremun.
Sesampainya di Karimunjawa Amir Hasan disambut oleh bajak laut, saat itu Karimun menjadi
wilayah ganas yang dihuni oleh kelompok bajak laut yang tidak mengenal belas kasihan terhadap
sesama. Amir Hasan mengucapkan salam kepada bajak laut, tapi tidak dijawab, bajak laut
menginterogasi Amir Hasan dan menantangnya untuk bertarung.

Akhirnya terjadilah pertarungan dahsyat antara Amir Hasan melawan bajak laut. Dengan
kepandaian bela dirinya dan kedigdayaan tubuhnya yang dibekali oleh Sunan Muria, Amir Hasan
berhasil mengalahkan kelaliman bajak laut. Untuk mengenang tempat perkelahian ini
dikemudian hari penduduk Karimunjawa membuat “legon bajak”, semacam teluk yang hingga
kini bisa dikunjungi oleh semua wisatawan yang datang di Karimunjawa.12

Di Karimunjawa Amir Hasan dengan cerdas mengajarkan Islam kepada masyarakat


melalui kesenian-kesenian lokal yang bermuatan ajaran-ajaran Islam. Islam yang diperkenalkan
Amir Hasan bukan Islam yang menjadikan masyarakat takut, tapi Islam yang memberi
kenyamanan dan kerukunan bagi semua. Hingga kini Islam ramah ala Syaikh Amir Hasan masih
bisa dirasakan. Masyarakat Karimunjawa memeluk Islam tapi sangat toleran terhadap
keberagaman yang dibawa oleh wisatawan baik dari dalam maupun manca Negara.13

12
Khoirul Anwar, "Sunan Nyamplungan, Penyebar Islam Toleran di Karimunjawa",
https://elsaonline.com/sunan-nyamplungan-penyebar-islam-toleran-di-karimunjawa/, diakses pada tanggal
12 Oktober 2019, pukul 00.51

13
Ibid.

8
C. Warisan dan Ajaran Sunan Nyamplungan

Dalam berdakwah, Sunan Nyamplungan menggunakan media budaya yang mudah dicerna dan
diingat oleh masyarakat saat itu, yang paling populer antara lain menggunakan kayu, yakni
memberi nama pada kayu dengan istilah-istilah ajaran Islam seperti kayu kalimosodo, kayu
dewondaru, dan kayu setigi.

Dengan memberi nama kalimosodo Syaikh Amir mengajak masyarakat supaya membaca
kalimat syahadat sebagai komitmen diri untuk menghamba kepada Tuhan Maha Pencipta.
Dewondaru memiliki makna kekuatan (la haula wa la quwwata illa billah), artinya kesadaran
diri bahwa manusia sesungguhnya tidak memiliki kekuatan sehingga tidak pantas jika manusia
berlaku sombong dan lalim seperti yang diperlihatkan bajak laut yang dijumpai Syaikh Amir.
Setigi artinya adalah segitiga, untuk menjadi pribadi yang sempurna harus memadukan tiga
unsur, yaitu Iman, Islam, Ihsan.14

Masyarakat Karimunjawa memeluk Islam tentu dengan pilihannya yang tulus, pilihan yang
didasarkan pada ketertarikannya terhadap dakwah Syaikh Amir Hasan yang sangat halus, ramah
dan tidak marah, meringankan dan tidak memberatkan.15

14
Khoirul Anwar, "Sunan Nyamplungan, Penyebar Islam Toleran di Karimunjawa", https://elsaonline.com/sunan-
nyamplungan-penyebar-islam-toleran-di-karimunjawa/, diakses pada tanggal 12 Oktober 2019, pukul 00.51
15
Ibid.

9
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Sunan Giri lahir di Blambangan (sekarang Banyuwangi), 1442 M. Nama asli Sunan Giri adalah Raden
Paku. Nama ini diberi oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) sesuai dengan pesan ayahnya sendiri. Daerah
kekuasaannya meliputi Nusantara dan tanah Melayu. Sunan Giri bergelar Prabu Satmata atau Ratu
Tunggul Khalifatul Mu’minin bin Sayyidil Yaqub alias Syekh Wali Lanang alias Mawlana Salam dari
Blambangan (Maulana Ishaq Pasai). Sedangkan dari jalur ayahnya, Sunan Giri putra Shyekh Maulana
Ishak adalah tokoh Wali Songo yang berkedudukan sebagai raja sekaligus guru suci (pandhita ratu).

Sejarah dakwah Islam di Nusantara mencatat jejak-jejak dakwah Sunan Giri dan ketrunannya
tidak saja mencapai Banjar di Kalimantan Selatan, Kutai di Kalimantan Timur dan Gowa di Sulawesi
Selatan, tapi juga mencapai Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku. Peniggalan Sunan Giri banyak sekali,
baik berupa ajaran maaupun dalam bentuk sastra sebagai instrumen dakwah.

Sementara Syaikh Amir Hasan merupakan walisongo yang berada di daerah Karimunjawa
dan biasa disebut sebagai Sunan Nyamplungan. Beliau merupakan ulama besar abad ke 15 M.
Menurut satu versi, Syaikh Amir Hasan adalah anak dari Sunan Kudus. Sedangkan menurut versi
lain, beliau keturunan dari Sunan Muria. Amir Hasan diperintahkan oleh Sunan Muria untuk
menyebarkan agama Islam di wilayah sekitar Muria. Dalam berdakwah, Sunan Nyamplungan
menggunakan media budaya yang mudah dicerna dan diingat oleh masyarakat saat itu, yang
paling populer antara lain menggunakan kayu, yakni memberi nama pada kayu dengan istilah-
istilah ajaran Islam seperti kayu kalimosodo, kayu dewondaru, dan kayu setigi.

10

Anda mungkin juga menyukai