Anda di halaman 1dari 8

PENINGGALAN KERAJAAN HINDU DI BALI

Prasasti Blanjong

Prasasti ini berbentuk pilar yang tingginya 177 cm dengan diameter 62 cm, namun karena
lokasinya berada di bawah permukaan tanah, seolah-olah prasasti ini berada di dalam sumur jika
dilihat dari luar. Namun meskipun prasasti ini kurang populer, sebuah catatan tertua tentang
Pulau Bali justru ditemukan di Prasasti Blanjong. Di prasasti inilah ditemukan kata Walidwipa,
yang tak lain penyebutan lama Pulau Bali. Jika dilihat angka tahun, prasasti ini dibuat pada 835
çaka atau sekitar 913 Masehi, dibuat oleh Raja Sri Kesari Warmadewa yang saat itu berkuasa di
Bali.

Keunikan prasasti ini karena memiliki dua jenis huruf, yaitu menggunakan Bahasa Bali kuno
yang disebut Pra-Nagari dan bahasa Sansekerta dengan tulisan huruf Kawi. Dalam bahasa
Indonesia, prasasti Blanjong kurang lebih menyatakan: “Pada tahun 835 çaka bulan phalguna,
seorang raja yang mempunyai kekuasaan di seluruh penjuru dunia beristana di keraton
Sanghadwala, bernama Çri Kesari telah mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan di Swal.
Inilah yang harus diketahui sampai kemudian hari.”

Disebut juga sebagai Tonggak Kemenangan, sekarang Prasasti Blanjong ditempatkan di sebuah
lemari kaca untuk mencegah kerusakan. Meskipun kurang populer, ada juga wisatawan yang
mampir untuk melihat prasasti ini. Untuk menuju ke lokasi, ada jalan setapak kurang lebih
selebar 1,5 meter yang teduh oleh tanaman. Prasasti Blanjong masuk dalam cagar budaya
nasional dan keberadaannya dilindungi oleh UU No 5 Tahun 1992 sebagai Suaka Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Provinsi Bali – NTB – NTT
 Prasasti Panglapuan

Prasasti Panglapuan adalah Tonggak awal rentangan masa Bali Kuno, adalah abad ke-8. Atas
dasar itu maka periode sebelum tahun 800 sesungguhnya tidak termasuk masa Bali Kuno.
Gambaran umum periode tersebut diharapkan dapat menjadi landasan pembicaraan mengenai
masa Bali Kuno, sehingga terwujud uraian lebih utuh. Gambaran periode sebelum tahun 800 itu
meliputi masa prasejarah Bali dan berita-berita asing tentang Bali, khususnya yang berasal dari
Cina.

Babak masa prasejarah Bali pada dasarnya sesuai dengan babak masa prasejarah Indonesia
secara keseluruhan. Babak itu meliputi tingkat-tingkat kehidupan berburu dan mengumpulkan
makanan (baik yang tingkat sederhana maupun tingkat lanjut), masa bercocok tanam, dan masa
perundagian atau kemahiran teknik.

Sekali lagi ingin ditegaskan bahwa uraian ringkas yang telah dikemukakan di atas, kiranya sudah
cukup memberikan pemahaman bahwa pemahaman tentang sejarah sekelompok manusia, suku
bangsa, begitu pula suatu bangsa, termasuk wilayah yang dihuninya, adalah sangat perlu karena
dapat memberikan makna yang tidak terukur besarnya bagi kelompok sosial atau bangsa yang
bersangkutan. Namun, perlu pula dikemukakan di sini bahwa menyusun uraian sejarah yang
representatif bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak hal yang dapat menjadi penghambatnya.
Di antara hambatan yang banyak itu, adalah kurangnya data atau dokumen yang mampu
memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk penyusunan sejarah. Ini merupakan hambatan
terbesar yang lazim dihadapi oleh penyusun sejarah.
 Prasasti Gunung Panulisan

Pucak Panulisan di Desa Sukawana, Kintamani, Bangli, memang kerap disinggahi orang-
orang. Tak sebatas orang Bali, juga tetamu asing yang berkunjung ke Bali.
Tempat suci berjarak kira-kira 70 km dari Denpasar ini memiliki banyak sebutan. Ada
menamakan Pura Panarajon, ada pula menamai Pura Tegeh Koripan. Karena letaknya di
Bukit Panulisan, orang-orang pun kebanyakan menyebut Pura Pucak Panulisan.

Secara garis besar kompleks pura ini menghadap ke selatan, kecuali pura utama yang
mengarah ke barat. Pada halaman utama (jeroan) tersimpan tinggalan-tinggalan dari masa
prasejarah hingga Bali Kuno.

Berpijak dari struktur bangunan, pura ini menganut perpaduan dua konsep. Pertama dari
masa megalitik yang tercermin lewat konsep Gunung Suci dan terealisasikan dari wujud
bangunan teras piramida, bertingkat-tingkat. Konsep kedua tergambar dalam Sapta Loka,
tampak dari struktur tingkatan pura, terdiri dari tujuh tingkatan teras utama yang
dihubungkan anak-anak tangga. Pada tingkat ketiga yaitu pada tingkat Swah Loka,
terdapat dua palinggih kecil, Pura Dana dan Pura Taman Dana. Pada tingkat keempat, di
bagian Maya Loka, di sebelah timur jalan, ditempatkan Pura Ratu Penyarikan, dan di
sebelah barat terdapat pemujaan keluarga Dadya Bujangga.
Tingkatan keenam, Tapa Loka, berdiri Pura Ratu Daha Tua. Adapun tingkatan ketujuh
(Sunya Loka) merupakan pucak Pura Tegeh Koripan. Di sini ada palinggih pangaruman,
piyasan, serta gedong sebagai tempat menyimpan benda-benda purbakala.
 Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu

Anak Wungsu adalah peninggalan raja Bali yang memerintah sekitar tahun 1049-1077 M
dengan pusat pemerintahan di Tampak Siring. Ia merupakan adik termuda Airlangga,
[1]
yang kemudian menggantikannya sebagai penguasa Bali dan Jawa. Daerah kekuasaan
Anak Wungsu terbentang dari utara ke selatan. Kerajaan berada dalam keadaan aman dan
tentram.
Anak Wungsu tidak memiliki keturunan. Permaisurinya dikenal dengan nama Batari
Mandul. Pemerintahan Anak Wungsu meninggalkan 28 prasasti singkat, antara lain
ditemukan di Goa Gajah, Gunung Kawi (Tampak Siring), Gunung Panulisan dan Sangit.
 Candi Padas di Gunung Kawi

Candi Gunung Kawi atau Candi Tebing Kawi adalah situs purbakala yang dilindungi di
Bali. Terletak di Sungai Pakerisan, Dusun Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan
Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, Indonesia.[1]:180 Candi ini sangat unik
karena biasanya candi berupa batuan utuh yang terbuat dari bata merah atau batu gunung,
namun candi ini tidak seperti itu melainkan pahatan di dinding tebing batu padas ditepi
sungai. Nama Gunung Kawi itu sendiri konon berasal dari kata Gunung dan Kawi.
Gunung berarti Gunung atau Pegunungan dan Kawi Berarti Pahatan Jadi Candi Gunung
Kawi berarti Candi yang dipahat di atas gunung. Candi ini terletak sekitar 40 kilometer
dari Kota Denpasar dengan perjalanan sekitar 1 jam menggunakan mobil atau motor.
Sementara dari Kota Gianyar berjarak sekitar 21 kilometer atau sekitar setengah jam
perjalanan. Apabila tidak membawa kendaraan pribadi, dari Denpasar maupun Gianyar
wisatawan dapat memanfaatkan jasa taksi, bus pariwisata, maupun jasa agen perjalanan
 Pura Agung Besakih

Pura
Besakih merupakan pura terbesar yang ada di Bali yang tepatnya terletak di Kecamatan
Rendang,Kabupaten Karangasem. Dulu, tempat sebelum dibangunnya Pura Besakih
hanya terdapat kayu-kayuan dalam sebuah hutan belantara. Sebelum adanya selat Bali (
Segara Rupek ) Pulau Bali dan pulau Jawa dahulu masih menjadi satu dan belum
dipisahkan oleh laut, pulau ini bernama Pulau Panjang atau Pulau Dawa. Di suatu tempat
di Jawa Timur yaitu di Gunung Rawang (Gunung Raung) ada seorang Yogi atau pertapa
yang bernama Resi Markandeya. Karena ketinggian ilmu bhatinnya ,kesucian
rohaninya,serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau maka oleh rakyat,beliau diberi
julukan Bhatara Giri Rawang.

Pada mulanya Resi Markandeya bertapa di Gunung Demulung, kemudian pindah ke


gunung Hyang (konon gunung Hyang itu adalah DIYENG di Jawa Tengah yang berasal
dan kata DI HYANG). Sekian lamanya beliau bertapa di sana, mendapat titah dari Hyang
Widhi Wasa agar beliau dan para pengikutnya merabas hutan di pulau Dawasetelah
selesai, agar tanah itu dibagi-bagikan kepada para pengikutnya.
 Candi Mengening

Candi Yeh Mangening dibangun pada lembah sungai Pakerisan yang agak dalam dengan
tebing-tebingnya yang agak terjal. Candi ini didirikan pada lereng tebing sebelah timur
yang merupakan saksi sejarah masa lalu (Bali Kuno, 10-13 M). Tempat Candi
Mangening didirikan telah diperhitungkan dengan seksama oleh pendirinya, tidak saja
dari segi religi tetapi juga dari keindahan lingkungan. Di Lokasi Candi Mangening ini
didirikan Pura, disebut Pura Yeh Mangening. Di sebelah utara dari candi Mangening
adalah Tirta Empul, disebelah selatannya terdapat komplek Candi Tebing Gunung Kawi
dan disebelah barat terdapat Pura Sakenan, di dalamnya banyak menyimpan arca-arca
kuna. Tataguna tanah pada situs Candi Yeh Mangening, ada dimanfaatkan untuk
pertanian, perkebunan, pada bagian tebing ditanami berbagai jenis vegetasi yang keras.
 Candi Wasan.

Lebih dari satu situs bersejarah ada di tanah Bali yang mana kesemuanya terkait lengket
dengan keberadaan umat Hindu yang hingga kini merupakan penduduk mayoritasnya
tanah Bali. Bali itu tiada ubahnya Majapahit yang terakhir khususnya bagi penganut
Hindu. Kapan saja itu, jikalau berbicara tentang Hindu tentu terkait dengan kebudayaan
yang bernuansa Hindu (asalkan tidak munafik mencibir). Diantara kebudayaan yang
bernuansa Hindu, ada berupa aneka tempat suci warga Hindu ( Pura dan Candi). Tidaklah
salah amat jika di sebutkan antara candi dan pura ada keterkaitan, fakta berkata di
kabupaten seni Gianyar Bali. Sebuah candi megah juga klasik serta berupa situs
bersejarah dari abad 13 silam ada di tengah-tengah areal persawahan yang merupakan
kawasan subak Wasan.
Sesuai info majalah Bali Post 133, candi megah dan klasik itu bernama Candi Wasan
berlokasi di Dusun Belahtanah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar punya
wilayah, diperkirakan berjarak sekitar 15 Km dari Denpasar kota. Tepatnya lokasi candi
Wasan menyatu dengan Pura Puseh Wasan, jika hendak ke candi yang satu ini maka kita
harus melewati candi bentar. Tinggi candi itu lebih dari 15 meter dari atas tanah,
berdasarkan dari langgam arca yang ditemukan maka di simpulkan candi wasan itu
peninggalan dari era abad 13 sampai 14

Anda mungkin juga menyukai