Anda di halaman 1dari 7

1.

Kerajaan Kutai
a. Lokasi dan Sumber Sejarah
Kutai (Martadipura) merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia.
Berdiri sekitar abad ke-IV, kerajaan ini berlokasi di daerah Kutai, Kalimantan Timur.
Pusat pemerintahannya diperkirakan di hulu sungai Mahakam dengan wilayah kekuasaan
meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan timur. Bukti arkeologis keberadaan kerajaan
ini adalah temuan prasasti yang ditulis di atas tujuh buah Yupa (tugu batu). Prasasti
tersebut ditemukan antara tahun 1879 dan 1940 di daerah hulu sungai, prasasti tersebut
ditulis dengan huruf Paliawa (huruf yang banyak digunakan di wilayah India Selatan) dan
berbahasa Sansekerta.
Dari salah satu Yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang emmerintah kerajaan
Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat di dalam Yupa karena
kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Oleh
karena itu, ketujuh Yupa dibuat oleh kaum brahmana.
b. Keadaan Masyarakat dan Kehidupan Sosial Budaya
Sumber tentang Kerajaan Kutai sangat terbatas. Namun, dari ketujuh Yupa dapat
disimpulkan menjadi beberapa hal yaitu:
- Pertama, disebutnya namanya Kudungga yang menurut para sejarawan merupakan
nama asli Indonesia. Adapun pendiri dinasti adalah putra Kudungga yang bernama
Asmawarman. Dan Asmawarman memiliki putra Mulawarman. Mereka raja kutai asli
Indonesia yang memeluk agama Hindu.
- Kedua, raja Mulawarman melakukan upacara pengubanan dan memberikan hadiah
atau sedekah kepada para brahmana sejumlah 20.000 ekor sapi. Hal ini menunjukan
kerajaan Kutai di bawah Mulawarman cukup kaya dan makmur.

Pada masa kerjaan Kutai pula, mulai dikenalkan kebiasaan menulis di atas batu. Hal
ini berkelanjutan dari tradisi megalitik yang sudah ada sebelum masuknya pengaruh
Hindu, yaitu dalam bentuk menhir, dan punden berundak.

Kerajaan Kutai (bercorak Hindu) berakhir saat raja Kutai Maharaja Dharma Setia
tewas di tangan raja Kutai Kertanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Medapa
(Kerajaan Islam).

2. Kerajaan Tarumanegara
a. Lokasi dan sumber sejarah
Kerajaan Hindu tertua lainnya adalah kerajaan Tarumanegara. Sekarang letaknya
di wilayah Jawa Barat. Hal ini dibuktikan dengan adanya sejumlah prasasti di daerah
sekitar Bogor (prasasti Ciareteun), kebun kopi, jambu, pasir awi, dan prasasti muara
cianten. Prasasti tugu di Cilingcing (Jakarta Utara), dan prasasti cidanghiang di desa
Lebak Banten.
Kerajaan ini diperkirakan ada sejak abad V, hal ini diperkuat dengan berita
Tiongkok yang menyebut kerajaan To-Lo-Mo (Tarumanegara) mengirimkan utusan ke
Tiongkok pada tahun 528, 538, 665, dan 666 M. untuk sebuah kunjungan persahabatan
yang didasari hubungan dagang. To-lo-mo disebutkan terletak di sebelah tenggara
Tiongkok.
Kata Taruma berasal dari kata Tarum yang berarti nila. Sampai sekarang, nama
ini masih dapat kita jumpai sebgaai nama sungai, yaitu, sungai Citarum. Raja yang
memerintahkan adalah Purnawarman. Menurut prasasti tugu, wilayah kekuasaannya
meliputi hampir seluruh Jawa Barat, yaitu membentang dari Banten, Jakarta, Bogor,
hingga Cirebon.
b. Kondisi sosial politik kerajaan
Gambaran kondisi sosial politik kerajaan Tarumanegara didapat melalui
peninggalan prasasti dalam Ciareteun atau prasasti ciampea tertulis:
“Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Wisnu ialah telapak
yang mulia sang Purnawarman, raja dinegeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan atau penaklukan raja atas daerah
ditemukannya prasasti tersebut. Raja Purnawarman diibaratkan dewa Wisnu (dewa
pemelihara alam semesta), tulisan ini juga menggambarakan pemerintah di kerajaan
Tarumanegara telah menerapkan konsep dewa raja. Raja yang memerintah disamakan
dengan dewa Wisnu.
Dalam prasasti kebun kopi, terdapat gambar tapak kaki gajah, yang disamakan
dengan gajah airawata, atau gajah kendaraan dewa Wisnu. Tapi sayangnya, sebagian dari
prasasti ini tidak terbaca. Prasasti tugu merupakan prasasti terpanjang dan terpenting dari
raja Purnawarman.
Pada akhir masa pemerintahan raja Tarumanegara yang terakhir, Srimaharaja
Lingawarman (memerintah 666-669 M) kerajaan Tarumanegraa pecah menjadi dua yaitu:
kerajaan Sunda merupakan kelanjutan dari kerajaan tarumanegra di bawah kekuasaan
menantunya bernama Tarusbawa dan kerajaan galuh di bawah Wretikandayun kedua
kerajaan ini dipersatukan kembali pada tahun 732 M. Sanjaya menjadi pewaris tahta
ibunya (Sanaha) di bumi Mataram (Kalingga Utara).
3. Kerajaan Pajajaran (Sunda)
a. Lokasi dan sumber sejarah
Pakuan Pajajaran (pakwan) atau pajajaran adalah pusat pemerintahan kerajaan
Sunda, sebuah kerajaan yang selama beberapa abad (abad VII-XVI) pernah berdiri di
wilayah barat pulau Jawa, meliputi provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat dan sebagian
Jawa Tengah sekarang. Lokasi Pakuan Pajajaran berada di wilayah Bogor, Jawa Barat
sekarang. Sekitar abad XIV, diketahui kerajaan ini telah beribu kota di Pakuan Pajajaran
serta emmiliki 2 kawasan pelabuhan utama di Sunda Kelapa dan Banten (Banten girang)
informasi penting ini baru diketahui ketika ditemukan prasasti Canggai (732 M).
b. Kondisi sosial politik kerajaan
Menurut cerita parahyangan, kerajaan sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun
669 (591 saka) sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan
bawahan Tarumanegara.
Dalam prasasti Sanghiang Tapak yang ditemukan di daerah Cibadak, Sukabumi
(Jawa Barat) berangka tahun 1030 M yang menggunakan bahasa Jawa kuno dan huruf
Kawi disebutkan seorang raja bernama Maharaja Srijayathupati dan berkuasa di
Prahajyan Sunda. Prahajyan sunda disini adalah sebutan lain untuk kerajaan Sunda atau
Pajajaran, bukan sebuah kerajaan sendiri. Prasasri ini menyebutkan adanya pemujaan
terhadap tapak kaki. Terlihat juga bahwa raja Jayathupati memeluk agam Hindu aliran
Siwa. Hal ini jelas ditunjukkan oleh gelarnya sendiri, yaitu Wisnumurti. Raja Jayathupati
digantikan oleh Rahyang Niskala Wastu Kencana, dan kemudian baru disebut sebut nama
sripaduka Maharaja. Yang dalam kitab Pararaton diceritakan terlibat dalam perang Bubat
dengan kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M.
Raja pajajaran berikutnya adalah Prabu Ratu Dewata (memerintah 1535-1543 M).
pada masa penmerintahnnya, terjadi serangan dari Banten (Kerajaan bawahan Sunda)
yang telah bercorak Islam di bawah pimpinan Maulana Hassanudin. Serangan berikutnya
masih dari kerajaan Banten.
Kali ini dipimpin oleh Maulana Yusuf pada tahun 1579 M. serangan ini
mengakhiri riwayat kerajaan Sunda (Pajajaran), dan disimbolkan dengan diboyongnya
Palangka Sriman Sriwacana (Singgasana raja) dari Pakuan Pajajaran ke keraton Surosoan
di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong
karena tradisi politik agar di Pajajaran tidak dimungkinkan lagi dilakukan penobatan raja
baru. Selain itu, hal tersebut menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan
Sunda yang sah (buyut perempuannya adalah putri Sripaduka Maharaja, raja Sunda).
Singgasana tersebut saat ini ditemukan di bekas Kraton Surosoan di Banten. Masyarakat
Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti batu mengkilap atau berseri.
4. Kerjaan Melayu
a. Lokasi dan sumber sejarah
Kerajaan melayu adalah kerjaan yang bercorak budha yang terletak disumatra. Lokasinya
dekat selat Malaka. Yaitu sekitar Jambi (Chan Pei), persisnya di tepi kiri-kanan sungai
Batanghari. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan berupa Candi dan Arca
ditempat ini.
Lokasinya strategis pelabuhan perdagangan yang menghubungkan India dan Tiongkok,
selat Malaka memang merupakan jalur perdagangan yang ramai.
Sumber sejarah kerajaan Melayu berasal dari Tiongkok dan kitab
Negarakertagama. Kitab Negarakertagama pada pupuh XII bait 1 menyebutkan nama-
nama negeri yang berada dalam perlindungan Majapahit, salahsatunya kerajaan Melayu.
b. Kondisi sosial politik kerajaan
Penduduk kerajaan melayu sebagian besar memeluk agama Budha. Seorang pendeta
Budha bernama Dharmapala pernah didatangkan secara khusus dari India untuk
mengajarkan Agama ini.
Sekitar tahun 692 M, kerajaan ini ditakhlukan Srwijaya sampai abad XII, tidak ada lagi
keterangan sedikitpun tentang kerajaan ini (Melayu).
Sekitar tahun 1275, kerajaan ini pulih kembali (Pusatnya di Dharmasraya) dengan
menguasai Sriwijaya serta perdagangan di selat Malaka. Menurut kitab Negarakertagama,
raja Kertanegara dari Singasari melancarkan ekspedisi Pamalayu yang diikuti pengiriman
Arca Amoghapasa. Pada tahun 1286 sebagai hadiah kepada maharaja melayu Srimat
Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa, ekspedisi Pamalayu dimaksudkan untuk menjalin
persahabatan serta menggalang kekuatan militer bersama untuk membendung
kemungkinan serangan dari bangsa Mongol (dibawah Kubilai Khan)

5. Kerajaan Sriwjaya
a. Lokasi dan sumber sasaran

Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan Bahari (Maritim) bercorak Budha yang
pernah berdiri di pulau Sumatra dan memberi banyak pengaruh nusantara daerah
kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand-Sumatra Selatan, Semenanjung
Malaya, Sumatra , Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa Sansekerta, Sri berarti
“bercahaya” atau “ gemilang”, dan wijaya berarti “kemenangan” atau “kejayaan”, maka
nama sriwijaya bermakna kemenangan yang gilang-gemilang”. Berdasarkan temuan
sumber tertulis serta berita Tiongkok dan Arab, kerjaan Sriwijaya diperkirakan berdiri
sekitar abad VII.

Prasasti tertua adalah kota kapur yang ditemukan di pulau Bangka dan beranka
686 M. melalui prasasti ini, kata “Sriwijaya” pertama kali dikenal di dalamnya
disebutkan “bumi Jawa mau tunduk pada Sriwijaya”(yang dimaksud “Bumi Jawa:”
adalah kerajaan Tarumanegara) Prasasti berikutnya adalah kedudukan bukit yang
berangka tahun 609 saka atau 688 M. prasasti ini berisi 10 baris kalimat yang antara lain.
Mengatakan :

“ seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (Siddayatra) dengan


perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara sebanyak 20.000
orang”.

Tentang isi prasasti ini ada dua catatan pertama, kendati Dapunta yang berhasil
memperluas kekuasaan Sriwijaya dari hasil perjalanan tersebut. Jumlah tentara yang
sebegitu banyak masih disangsikan kebenarannya. Kedua, Minangatamwan adalah
sebuah daerah pertemuan antara sungai kampar kanan dan sungai kampar kiri (Riau). Hal
ini menunjukkan awalnya kerajaan Sriwijaya bukan diPalembang melainkan di Muara
Tapus Riau .
b. Kondisi sosial politik kerajaan

Berdasarkan tulisan pada Prasasti Ligor (775 M), disebutkan raja Sriwijaya,
Dharmasetu, mendirikan pelabuhan disemenanjung Melayu di dekat Ligor. Ia juga
membangun sejumlah bangunan suci agama Budha letaknya stratgis : dijlaur
perdagangan. Antara India Tiongkok.

Hasil bumi yang diperdagangkan antara lain kemenyan, lada, damar, penyu, dan
barang-barang logam, seperti emas dan perak, dan gading gajah.

Pada akhir abad IX, kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur
perdagangan di Asia Tenggara, seperti Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Karimata, dan
tanah genting Ura(wilayah Thailand dan Myanmar). Setelah itu, rakyatnya hidup aman
dan makmur. Kerajaan ini mencapai zaman keemasan dibawah raja Balaputradewa yang
berkuasa sekitar pertengan abad IX (850-an M) raja ini menjalin hubungan dengan
kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama kerajaan-kerajaan di India
(Benggala dan Cholamandala) dan kekaisaran Tiongkok.ringkasnya, kemajuan yang
pesat dari kerajaan Sriwijaya didukung oleh adanya beberapa faktor.

- Letaknya strategis, berada di jalur perdagangan antar India dan Tiongkok.


- Menguasai jalur perdagangan seperti, selat Malaka, Selat Sunda, Semenanjung
Melayu dan Tanah Genting kra.
- Hasil-hasil buminya seperti emas, perak dan rempah-rempah menjadi komoditas
perdagangan yang berharga.
- Armada lautnya kuat karena menjalin kerja sama dengan armada laut kerajaan-
kerajaan India dan Tiongkok.
- Pendapatan melimpah dari upeti dari raja-raja yang ditaklukan cukai terhadap kapal-
kapal asing dan barang dagangan, serta hasil buminya sendiri.

Raja-raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung dan penganut agama yang taat.

Sriwijaya mengalami kemunduran sekitar abad XII yang antara lain disebabkan oleh
sebagi berikut :

 Serangan kerajaan Medang Kamulan Jawa Timur dibawah raja Dharmawangsa


pada 990 M, saat itu Sriwijaya, diperintah oleh raja Sudamaniwarwadewa, meski
tidak berhasil, serangan ini cukup melemahkan Sriwijaya.
 Serangan kerajaan Colamandala dari india pada 1023 M dn 1030 M tidak ada
sumber tertulis tentang sebab-sebab terjadinya serangan tersebut. Tetapi
diperkirakan masalah politik dan persaingan perdagangan.
 Negara-negara yang pernah ditaklukan seperti Ligor, Tanah Genting Kra,
Kelantan, pahang, Jambi dan Sunda, satu persatu melepaskan diri dari kekuasaan
Sriwijaya. Hal ini tentu saja berakibat pada kemunduran ekonomi dan
perdagangan.
 Terdesak oleh kerajaan Thailand yang mengembangkan kekuasaannya sampai
semenanjung malaya.
 Serangan Majapahit pad 1477 dan berhasil menaklukan Sriwijaya, sejak itu
berakhirlah kerajaan Srwijaya.
KERAJAAN KTAI DAN KERAJAAN SRIWIJAYA

DISUSUN OLEH KELOMPOK IV

1. FADHILAH RACHMAWATI
2. GITA OKTARINA
3. HAFID GUSTIAN
4. M. VAZHEL FRIZHISKY
5. NADIA WAFIK FATHUL J

Anda mungkin juga menyukai