Anda di halaman 1dari 34

KERAJAAN MATARAM KUNO

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berada di wilayah aliran sungai-sungai


Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini
dapat diketahui dari Prasasti Canggal. Prasasti berangka tahun 732 Masehi ini
menyebutkan bahwa kerajaan itu pada awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah kematiannya,
tampuk kekuasaan dipegang oleh keponakannya, Sanjaya. Pada masa pemerintahan Sri
Maharaja Rakai Panangkaran berdiri pula sebuah dinasti baru di Jawa Tengah, yaitu
Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Perkembangan kekuasaan dinasti tersebut di
bagian selatan Jawa Tengah menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu
hingga ke bagian tengah Jawa Tengah. Akhirnya, untuk memperkuat kedudukan masing-
masing, kedua dinasti itu sepakat bergabung. Caranya adalah melalui pernikahan antara
Raja Putri Pramodharwani dari pihak Syailendra dengan Rakai Pikatan dari dinasti
saingannya.
Kerajaan Mataram Kuno terkenal keunggulannya dalam pembangunan candi
agama Budha dan Hindu. Candi yang diperuntukan bagi agama Budha antara lain Candi
Borobudur, yang dibangun oleh Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Candi Hindu yang
dibangun antara lain Candi RoroJongrang di Prambanan, yang dibangun oleh Raja
Pikatan. Pada zaman pemerintahan Raja Rakai Wawa terjadi banyak kekacauan di daerah-
daerah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno sementara ancaman dari
luar mengintainya. Keadaan menjadi semakin buruk setelah kematian sang raja akibat
perebutan kekuasaan di kalangan istana. Akhirnya, pengganti Raja Wawa yang bernama
Mpu Sindok mengambil keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur. Di sana ia membangun sebuah dinasti baru yang bernama Isyana.
Kerajaan mataram kuno dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal
sebagai seorang raja yang besar. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh putranya
yang bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri
Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada Sanjaya
sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang. Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno
segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di
Semenanjung Malaya.Ketika Rakai Panunggalan berkuasa, kerajaan Mataram Kuno
mulai mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti candi Kalasan, candi
Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi Borobudur.

[Type here]
Kemudian setelah Rakai Panunggalan meninggal, beliau digantikan oleh Rakai
Warak. Pada zaman pemerintahan Rakai Warak, ia lebih mengutamakan agama Buddha
dan Hindu sehingga pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama tersebut.
Setelah Rakai Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai Garung.
Setelah Rakai Garung meninggal ia digantikan oleh Rakai Pikatan. Berkat
kecakapan dan keuletan Rakai Pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat dihidupkan
kembali. Kekuasaannya pun bertambah luas meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa
Timur serta ia pun memulai pembangunan candi Hindu yang lebih besar dan indah yaitu
candi Prambanan (Candi Lara Jonggrang) di desa Prambanan. Setelah Raja Pikatan wafat
ia digantikan oleh Rakai Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi
Kerajaan banyak menghadapi masalah dan berbagai persoalan yang rumit sehingga
timbullah benih perpecahan di antara keluarga kerajaan. Selain itu zaman keemasan
Mataram Kuno mulai memudar serta banyak terjadi perang saudara.

B. Proses Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno


Perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dibagi menjadi 2 :
a. Dinasti Sanjaya
Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam
karangannya yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952).
Ia menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu
dinasti Sanjaya dan Sailendra. Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri
Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732. Berdasarkan
Prasasti Canggal (732 M) diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa Sanna, menganut
agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan
Shivalingga baru yang menunjukkan membangun pusat pemerintahan baru.
Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari zaman
kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di
Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di
Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Sena/Sanna/Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena
adalah putra Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Dikemudian hari, Sanjaya
yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan
Tarusbawa, raja Sunda. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora. Saat
Tarusbawa meninggal pada tahun 723, kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan
Sanjaya. Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya
menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada putranya Rarkyan Panaraban (Tamperan).
Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian
diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Secara garis besar
kisah dari Carita Parahyangan ini sesuai dengan prasasti Canggal. Rakai Panangkaran

[Type here]
dikalahkan oleh dinasti pendatang dari Sumatra yang bernama Wangsa Sailendra.
Berdasarkan penafsiran atas Prasasti Kalasan (778 M), pada tahun 778 raja Sailendra yang
beragama Buddha aliran Mahayana memerintah Rakai Panangkaran untuk mendirikan
Candi Kalasan.
Sejak saat itu Kerajaan Medang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Sampai akhirnya
seorang putri mahkota Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai
Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada tahun 840–an. Rakai Pikatan kemudian
mewarisi takhta mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya kembali berkuasa di
Medang.

b. Dinasti Syailendra
Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa
Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa,
pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada awal era Medang atau Mataram
Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah,
wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra.
Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-
duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak
anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling
bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa
Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra
juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa
wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan
menjadi penganut Buddha Mahayana.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor,
prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya
tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi,
peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha
(Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak
Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara. Berdasarkan penafsiran
atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya memang mendirikan Shivalingga baru (Candi
Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja
Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai-berai diserang musuh.
Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna.
Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta
membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan
kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan diduduki

[Type here]
musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk
membangun kraton baru.
Hal ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang
meninggalkan Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta.
Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang berkuasa. Hal
ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru, tetapi
ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan Dharmawangsa
yang juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski Sanjaya memindahkan ibu
kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra yang menurut
prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta Selendra. Pada masa pemerintahan raja Indra
(782-812), puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri Dharmasetu,
Maharaja Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari Candi Kalasan memberikan
penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagai Bodhisattva
wanita.
Pada tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja
Selatan), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Candi Borobudur
selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Borobudur
merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan
bangsa Indonesia. Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki
putri bernama Pramodhawardhani dan putra bernama Balaputradewa. Balaputra
kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang, wangsa
Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.

C. Penyebab runtuhnya Kerjaan Mataram Kuno

Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor.


1. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian
lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi
tersebut menjadi rusak.

[Type here]
2. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun
927-929 M.
3. Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan
ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan
tidak terdapatnya pelabuhan strategis.Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan
Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber
penghasil komoditi perdagangan.
Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja
di Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan
menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan. Mpu Sindok yang membentuk dinasti
baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari
kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak
tahun 929 M sampai dengan 948 M. Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan
Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah,
prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet,
prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra
mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh
Dharmawangsa.

D. Peninggalan – peninggalan Kerajaan Mataram Kuno


a. Prasasti
1. Prasasti Canggal ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka
tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala.

[Type here]
2. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis
dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta

3. Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 907 M yang
menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja
Mataram yang mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai
Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai
Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu
ini juga disebut dengan prasasti Belitung

4. Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf
Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh
Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.

[Type here]
b. Candi
1) Candi Gatotkaca
Candi Gatotkaca adalah salah satu candi Hindu yang berada di Dataran Tinggi Dieng, di
wilayah Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini terletak di sebelah
barat Kompleks Percandian Arjuna, di tepi jalan ke arah Candi Bima, di seberang Museum
Dieng Kailasa. Nama Gatotkaca sendiri diberikan oleh penduduk dengan mengambil
nama tokoh wayang dari cerita Mahabarata.
2) Candi Bima
Berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah,
candi ini terletak paling selatan di kompleks Percandian Dieng. Pintu masuk berada di sisi
timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan candi-candi lain, baik di Dieng maupun di
Indonesia pada umumnya, karena kemiripan arsitekturnya dengan beberapa candi di
India. Bagian atapnya mirip dengan shikara dan berbentuk seperti mangkuk yang
ditangkupkan. Pada bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut dengan
kudu.
3) Candi Dwarawati
Bentuk Candi Dwarawati mirip dengan Candi Gatutkaca, yaitu berdenah dasar segi empat
dengan penampil di keempat sisinya. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 50
cm. Tangga dan pintu masuk, yang terletak di sisi barat, saat ini dalam keadaan polos
tanpa pahatan.
4) Candi Arjuna
Candi ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi
dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi sekitar
1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi.
Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m
dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.

[Type here]
5) Candi Semar
Candi ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi
empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa
hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di sisi timur.
Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan
pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat
Kalamakara tanpa rahang bawah.
6) Candi Puntadewa
Ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh
candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk
ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai
dengan batur candi. Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus
besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di
keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi
dengan bilik penampil dan diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
7) Candi Sembrada
Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di
pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar,
membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan,
dilengkapi dengan bilik penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan relung di ketiga
sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti poligon. Di halaman terdapat
batu yang ditata sebagai jalan setapak menuju pintu.
8) Candi Srikandi
Candi ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah
dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik penampil. Pada dinding
utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding timur menggambarkan
Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma. Sebagian besar pahatan
tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
9) Candi Gedong Songo
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya
Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat
sembilan buah candi. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan
peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini
terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini
cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C)
10) Candi Sari

[Type here]
Candi Sari adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Sambi Sari, Candi
Kalasan dan Candi Prambanan, yaitu di bagian sebelah timur laut dari kota Yogyakarta,
dan tidak begitu jauh dari Bandara Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-
8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno dengan bentuk yang sangat indah.
Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa seperti yang nampak pada stupa di Candi
Borobudur, dan tersusun dalam 3 deretan sejajar.
Bentuk bangunan candi serta ukiran relief yang ada pada dinding candi sangat mirip
dengan relief di Candi Plaosan. Beberapa ruangan bertingkat dua berada persis di bawah
masing-masing stupa, dan diperkirakan dipakai untuk tempat meditasi bagi para pendeta
Buddha (bhiksu) pada zaman dahulunya. Candi Sari pada masa lampau merupakan suatu
Vihara Buddha, dan dipakai sebagai tempat belajar dan berguru bagi para bhiksu.
11) Candi Mendut
Candi Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi yang terletak di Jalan Mayor
Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengahini, letaknya berada sekitar 3
kilometer dari candi Borobudur.Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra
dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi,
disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang
artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de
Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
12) Candi Sewu
Secara administratif, kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Candi Sewu adalah
candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di
sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar
kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada
Candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi
ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribudalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan
kisah legenda Loro Jonggrang.
13) Candi Pawon
Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat
berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari Candi Mendut
ke arah barat. Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. Ahli
epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal daribahasa Jawa awu yang
berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang menunjukkan suatu tempat.
Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan tetapi de Casparis
mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk setempat juga
menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata
bahasa Sanskerta vajra =yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'.

[Type here]
14) Candi Borobudur
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya
Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar
tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri
atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar,
pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.
Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi
oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha
tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan)
Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

E. Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Mataram Kuno


a. Kehidupan Sosial

Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu
dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hidup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu
dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur.
Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi
Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah daging
turut juga dalam pembangunan tersebut.

Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya


kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa
ternyata juga dihormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa
berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana.

b. Kehidupan Kebudayaan

Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari
Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun
782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti
candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, candi Ratu
Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi
Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut.
Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain itu, masyarakat
kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.

[Type here]
[Type here]
KERAJAAN KEDIRI

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Kediri


Awal mula kerajaan kediri yaitu pada abad 12. Saat itu, Raja Airlangga membagi
kerajaan menjadi 2 bagian, yang bertujuan agar kedua putra-nya tak saling berebut tahta.
Pembagian ini dilakukan oleh Mpu Bharada. Kedua kerajaan terbsebut dikenal dengan
Kerajaan Kahuripan (Janggala) dan Kerajaan Kediri (Panjalu) yang letaknya dibatasi
oleh Gunung Kawi dan Sungai Brantas.
Putra Airlangga yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat yaitu
Kediri (Panjalu) yang berpusat di kota Kediri dan Madiun. Sedangkan putra Airlangga
yang bernama Mapanji Garasakan mendapat kerajaan timur yaitu Kahuripan (Janggala)
yang berpusat di Kahuripan dan meliputi kota Malang, Delta Brantas, dan Pelabuhannya
di Surabaya, Rembang dan Pasuruan.
Namun, meski dipisahkan. Kedua Kerajaan ini saling bertengkar hingga menciptakan
Perang Saudara. Pada awalnya Perang Saudara tersebut dimenangkan oleh Kerajaan
Kahuripan (Janggala). Tetapi, pada akhirnya Kerajaan Kahuripan (Janggala) semakin
terpuruk dan Kerajaan Kediri (Panjalu) memenangkan peperangan dan menguasai
seluruh tahta Airlangga.

B. Raja-Raja Kerajaan Kediri

1. Raja Sri Jayawarsa

Hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa
pemerintahannya Raja Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai
tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada Raja. Dari prasasti itu
diketahui Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya kepada masyarakat (rakyat) dan
berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

2. Raja Bameswara (1117M)

Banyak meninggalkan Prasasti seperti yang ditemukan didaerah Tulung Agung dan
Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-
masalah keagamaan sehigga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.

3. Raja Jayabaya (1135-1157M)

Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya.
Sukses gemilang Kerajaan kediri didukung oleh tampilnya cendekiawan terkemuka
Empu Sedah, Panuluh, Darmaja, Triguna dan Manoguna. Mereka adalah jalma

[Type here]
sulaksana, manusia paripurna yang telah memperoleh derajat oboring jagad raya. Di
bawah kepemimpinan Prabu Jayabaya, Kerajaan kediri mencapai puncak peradaban
terbukti dengan lahirnya kitab-kitab hukum dan kenegaraan sebagaimana terhimpun
dalam kakawin Baratayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa yang hingga kini
merupakan warisan ruhani bermutu tinggi.

Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang


sangat mengagumkan (Gonda, 1925 : 111). Kerajaan yang beribukota di Dahono
Puro bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam
tanaman tumbuh menghijau. Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di
tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka
ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu
kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri
sungai. Roda perekonomian berjalan lancar sehingga kerajaan Kediri benar-benar
dapat disebut sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja.

Prabu Jayabaya memerintah antara 1130 – 1157 M. Dukungan spiritual dan material
dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung.
Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak
dikenang sepanjang masa. Kalau rakyat kecil hingga saat ini ingat pada beliau, hal itu
menunjukkan bahwa pada masanya berkuasa tindakannya selalu bijaksana dan adil
terhadap rakyatnya.

Di samping sebagai raja besar. Raja Jayabaya juga terkenal sebagai ahli nujum atau
ahli ramal. Ramalan-ramalannya dikumpulkan dalam sebuah kitab Jongko
Joyoboyo.Dalam ramalannya, Raja Jayabaya menyebutkan beberapa hal seperti ratu
adil yang akan datang memerintah Indonesia.

4. Raja Sri Saweswara (berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan
(1161))

Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh
prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu , semua makhluk
adalah engkau . Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir
adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar
adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan , segala sesuatu yang menghalangi
kesatuan adalah tidak benar.

[Type here]
5. Raja Sri Aryeswara (berdasarkan prasasti Angin (1171)

Sri Aryeswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar
abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara
Arijamuka. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik takhta.
Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 maret 1171. Lambang
kerajaan Kadiri saat itu adalah Ganesha. Tidak diketahui pula kapan ia
pemerintahannya berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring
adalah Sri Gandra.

6. Raja Sri Gandra

Masa pemerintahan Raja Gandra (1181 M) dapat diketahui dari Prasasti Jaring, yaitu
tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti nama gajah, kebo dan
tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam
istana.

7. Raja Sri Kameswara (berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin Smaradahana)

Pada masa pemerintahan Raja Kameswara (1182-1185 M), seni sastra mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Di antaranya Empu Dharmaja mengarang
Smaradhana. Bahkan pada masa pernerintahannya juga dikenal cerita-cerita panji
seperti cerita Panji Semirang.

8. Raja Sri Kertajaya (1190-1222 M) ( berdasarkan prasasti Galunggung (1194),


Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205),
Nagarakretagama, dan Pararaton.)

Merupakan raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja Kertajaya juga dikenal dengan
sebutan Dandang Gendis. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan
menurun. Hal ini disebabkan Raja Kertajaya mempunyai maksud mengurangi hak-
hak kaum Brahmana. Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum
Brahmana di Kerajaan Kediri semakin tidak aman.

Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu
diperintah oleh Ken Arok. Mengetahui hal ini. Raja Kertajaya kemudian
mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok
dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua
pasukan itu bertemu di dekat Ganter (1222 M). Dalam pertempuran itu pasukan dari
Kediri berhasil dihancurkan. Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri (namun

[Type here]
nasibnya tidak diketahui secara pasti). Kekuasaan Kerajaan Kediri berakhir dan
menjadi daerah bawahan Kerajaan Tumapel

C. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Kediri

a. Prasasti

1. Prasasti Kamulan

Prasasti Kamulan ditemukan di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur


yang dibuat pada tahun 1194 Masehi atau 1116 Saka yakni pada masa pemerintahan
Raja Kertajaya. Prasasti Kamulan ini berisi tentang berdirinya Kabupaten Trenggalek
pada Rabu Kliwon tanggal 31 Agustus 1194.

Dalam prasasti ini tertulis nama Kediri yang diserang Raja Kerajaan sebelah Timur
dan pada tanggal yang tertulis dalam prasasti adalah tanggal 31 Agustus 1191. Ukiran
yang ada pada prasasti ini masih bisa terlihat dengan jelas dan bisa anda lihat dengan
mengunjungi langsung lokasi Prasasti Kamulan tersebut.

2. Prasasti Galunggung

Peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah prasasti Galunggung. Prasasti


Galunggung ditemukan di Rejotangan, Tulungagung dengan ukuran 160 x 80 x 75 cm
dengan memakai huruf Jawa Kuno sebanyak 20 baris kalimat. Aksara yang terdapat
pada prasasti ini sudah tidak terlalu jelas terbaca karena sudah ada bagian yang rusak,
akan tetapi hanya bagian tahun saja yang masih bisa terbaca dengan jelas yakni tahun
1123 Saka. Pada bagian depan prasasti ini terdapat lambang sebuah lingkaran dan pada

[Type here]
bagian tengah lingkaran terdapat gambar persegi panjang dan juga beberapa logo atau
gambar.

3. Prasasti Jaring

Prasasti Jaring dibuat pada 19 November 1181 dengan isi yang menerangkan tentang
pengabulan permohonan penduduk dukuh jaring lewat senapati Sarwajala yakni
keinginan yang tidak sempat diwujudkan oleh raja sebelumnya. Prasasti Jaring ini
menyebutkan jika pejabat Kediri mempunyai gelar atau sebutan dengan menggunakan
nama hewan seperti Menjangan Puguh, Lembu Agra serta Macan Kuning.

4. Prasasti Panumbangan

Prasasti Panumbangan dibuat pada 2 Agustus 1120 yang dikeluarkan oleh Maharaja
Bameswara dengan isi tentang penetapan Desa Panumbangan sebagai Sima Swatantra
atau desa bebas pajak.

5. Prasasti Talan

Prasasti Talan ditemukan di Desa Gurit, Blitar, Jawa Timur yang dibuat tahun 1136
Masehi atau 1058 Saka. Isi dari prasasti ini adalah tentang penetapan masuknya Desa
Talan ke wilayah Panumbang yang sudha terbebas dari pajak. Pada prasasti ini
dilengkapi dengan pahatan Garudhamukalanca yakni pahatan berupa tubuh manusia
dengan sayap dan kepala garuda.

6. Prasasti Sirah Keting

Berisi tentang pemberian tanah dari Raja Jayawarsa untuk rakyat Desa Sirah Keting
berkat jasanya untuk Kerajaan Kediri.

7. Prasasti Kertosono

Berisi tentang masalah keagaamaan dari masa pemerintahan Raja Kameshwara.

[Type here]
8. Prasasti Ngantang

Berisi tentang pemberian tanah bebas pajak oleh Jayabaya untuk Desa Ngantang berkat
jasanya mengabdi pada Kerajaan Kediri. Pada Prasasti ini tertulis angka tahun 1057
Saka atau 1135 Masehi yang ditemukan di Desa Ngantang, Malang dan sekarang
menjadi koleksi dari Museum Nasional. Saat penduduk dari Hantang dan juga 12 desa
masuk dalam wilayah menghadap raja dengan perantara guru raja yakni Mpungku
Naiyayikarsana yang memohon agar prasasti tersebut didharmakan di Gajapada dan
Nagapuspa yang ditulis diatas daun lontar dan kemudian dipindahkan ke batu dan
ditambah lagi dengan anugerah dari Raja Jayabhaya itu sendiri.

Permohonan tersebut lalu dikabulkan oleh raja sebab rakyat Hantang sudah
menunjukkan baktinya yang sesungguhnya pada raja yakni dengan menyerahkan cancu
tan pamusuh dan cancu ragadaha dan juga disaat ada sebuah aksi untuk memisahkan
diri, mereka tetap setia dengan selalu memihak Raja Jayabhaya.

[Type here]
9. Prasasti Padelegan

Berisi tentang bakti yang dilakukan penduduk Desa Padegelan pada Raja Kameshwara.
Prasasti Padelegan ini memiliki bentuk stella dengan puncak kurawal berukutan 145
cm, lebar atas 81 cml lebar bawah 70 cm dan tebal 18 cm. Aksara Jawa Kuno yang
terdapat pada prasasti ini sudah banyak yang aus, namun berhasil terbaca oleh Oud
Javansche Oorkonde dan dalam prasasti ini terdapat penanggalan angka tahun 1038
Saka atau 11 Januari 1117 Masehi. Prasasti ini menjadi prasasti pertama yang
dikeluarkan Raja Bameswara sehingga menjadi prasasti pertama Kerajaan Kediri
sesudah menjalani masa kelam Raja Samarawijaya yang memerintah pada tahun 1042
Masehi sampai dengan 1044 Masehi dan berkuasa di Daha sesudah pembagian
kerajaan oleh Raja Airlangga.

Prasasti ini tersimpan di Museum Panataran, Kabupaten Blitar yang dimana pada
bagian atas prasasti terdapat sebuah ornamen lancana yang disebut dengan
Candrakapala. Candrakapala lancana ini digambarkan dengan kepala tengkorak yang
terlihat bagian tulang pipi dan dahi menonjol, bentuk mata bulat besar seperti sedang
terbelalak dan senyuman yang menyeringai lebar dengan 2 buah gigi besar di bagian
depan dan gigi taring di bagian kanan dan kiri sehingga terlihat sangat menyeramkan.
Pada bagian dahi juga terdapat bulatan sedikit melengkung yang kemungkinan
merupakan bentuk bulan sabit dengan kedua ujung yang menghadap ke bawah.

10. Prasasti Ceker

Prasasti yang berisi tentang anugrah yang diberikan raja untuk penduduk Desa Ceker
yang sudah mengabdi untuk kemajuan Kerajaan Kediri.

[Type here]
b. Kitab

1. Kitab Kakawin Bharatayudha

Kitab Kakawin Bharatayudha dikarang oleh Mpu Sedah dan juga Mpu Panuluh dengan
isi Kitab yang menceritakan tentang perjuangan yang dilakukan oleh Raja Jenggala,
Jayabaya dan akhirnya berhasil menaklukan Panjalu. Kisah perjuangan Raja Jayabaya
ini dianalogikan menjadi kisah peperangan dari Kurawa dan Pandawa di dalam kisah
Mahabarata. Prasasti ini mnurut perkiraan dibuat pada tahun 1079 Saka atau 1157
Masehi di pemerintahan Prabu Jayabaya dan selesai ditulis pada 6 November 1157.
Pada bagian awal kitab sampai ke kisah Prabu Salya ke medan perang merupakan
karya dari Mpu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh Mpu Panuluh.

Menurut cerita, saat Mpu Sedah ingin menulis tentang kecantikan dari Dewi Setyawati
permaisuri dari Prabu Salya, ia memerlukan contoh agar tulisannya bisa berhasil
sehingga putri Prabu Jayabaya diberikan, namun Mpu Sedah berbuat tidak baik
sehingga ia dihukum dan karyanya diberikan pada orang lain. Namun, menurut Mpu
Panuluh, sesudah karya dari Mpu Sedah hampir seleai yakni saat menceritakan Prabu
Salya yang berangkat ke medan perang maka ia tidak tega untuk melanjutkan ceritanya
tersebut sehingga meminta Mpu Panuluh untuk meneruskan kitab tersebut dan cerita
ini diungkap pada akhir kakawin Bharatayuddha.

[Type here]
2. Kitab Kresnayana

Peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah kitab kresnayana. Kitab Kresnayana


dikarang oleh Mpu Triguna yang isinya menceritakan tentang riwayat hidup Kresna
yakni seorang anak yang mempunyai kekuatan besar akan tetapi sangat senang
menolong orang lain. Dalam Kitab ini diceritakan tentang Kresna yang sangat disukai
oleh rakyat dan ia menikah dengan Dewi Rukmin. Apabila diartikan secara harafiah,
maka Kresnayana berarti perjalanan Krena ke negeri Kundina tempat Sang Rukmini.
Dewi Rukmini, putri dari Prabu Bismaka di negeri Kundina tersebut sudah dijodohkan
dengan Suniti yang merupakan raja negeri Cedi. Akan tetapi, ibu dari Rukmini yakni
Dewi Pretukirti lebih ingin putrinya menikah dengan Kresna. Oleh sebab itu, pada hari
besar yang semakin dekat, Suniti dan Jarasanda pamannya datang ke Kundina dan
Pretukirti serta Rukmini secara diam-diam memberitahu Kresna untuk datang secepat
mungkin dan Rukmini serta Krena melarikan diri. Mereka kemudian dikejar oleh
Suniti, Jarasanda serta Rukma adik dari Rukmini sekaligus bersama dengan tentara
mereka. Kresna lalu berhasil semua dan hampir saja membunuh Rukma, akan tetapi
Rukmini mencegahnya lalu mereka berdua pergi ke Dwarwati lalu menggelar pesta
pernikahannya disana.

3. Kitab Sumarasantaka

Kitab Sumarasantaka dikarang oleh Mpu Monaguna yang menceritakan tentang


kutukan Harini yakni seorang bidadari dari khayangan yang sudah berbuat kesalahan
dan ia dikutuk menjadi manusia. Harini lalu tinggal di bumi selama beberapa saat
sampai kutukan tersebut selesai.

[Type here]
4. Kitab Gatotkacasraya

Kitab Gatotkacasraya dikarang oleh Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kisah
kepahlawanan dari Gatotkaca yang sudah berhasil menyatukan Abimayu yang adalah
putra dari Arjuan dengan Siti Sundhari.

5. Kitab Smaradhana

Kitab Smaradhana dikarang oleh Mpu Dharmaja yang isinya menceritakan tentang
kisah Dewa Kama serta Dewi Ratih yang merupakan sepasang suami istri menghilang
secara misterius sebab terkena api yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa. Saat
Batara Siwa sedang pergi untuk bertapa, Indralaya dikunjungi oleh para musuh yakni
raksasa dengan rajanya bernama Nilarudraka. Karena Batara Siwa sangat serius
dengan tapanya, maka ia seolah lupa dengan keadaan di khayangan. Agar Batara Siwa
bisa teringat dan kembali ke khayangan, maka paa dewa mengutus Batara Kamajaya
untuk menjemput Batara Siwa. Batara Kamajaya mencoba berbagai cara seperti panah
bunga, namun Batara Siwa tetap tidak bergeming dari tapanya yang akhirnya
dilepaskannya panah pancawisesa yakni hasrat mendengar yang merdu, hasrat
mengenyam yang lezat, hasrat meraba yang halus, hasrat mencium yang harum dan
hasrat memandang yang serba indah.

Karena panah pancawisesa tersebut, akhirnya Batara Siwa merasa rindu dengan Dewi
Uma, akan tetapi saat mata ketiganya yang berada di tengah dahi mengetahui jika itu
perbuatan dari Batara Kamajaya, maka ia menatap Batara Kamajaya yang membuat
dirinya hancur. Dewi Ratih yang merupakan istri dari Batara Kamajaya lalu
melaksanakan bela dengan menceburkan dirinya dalam api yang telah membakar
suaminya dan para dewa memanjatkan ampun atas semua kejadian tersebut supaya
mereka bisa dihidupkan kembali, akan tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan dan
jiwa sabda Batara Kamajaya turun ke dunia lalu masuk ke hati laki-laki, sementara
Dewi Ratih masuk ke jiwa wanita.

Saat Siwa duduk berdua dengan Dewi Uma, para dewa datang mengunjungi termasuk
Dewa Indra beserta gajahnya Airawata yang sangat dahsyat sehingga membuat Dewi

[Type here]
Uma ketakutan melihatnya. Dewi Uma lalu melahirkan putra berkepala gajah yang
dinamakan Ganesha. Saat raksasa Nilarudraka datang ke khayangan, maka Ganesha
bertanding melawannya dan membuat Ganesha terus bertambah besar dan semakin
kuat sehingga musuh bisa dikalahkan dan para dewa bersukacita.

6. Arca Buddha Vajrasattva

Arca Buddha Vajrasattva berasal dari Kerajaan Kediri pada abad ke-10 atau ke-11
yang sekarang ini menjadi koleksi dari Museum fur Indische Kunst, Berlin, Dahlem,
Jerman.

7. Kitab Hariwangsa

Kitab Hariwangsa adalah sebuah karya sastra Jawa Kuno yang menceritakan bentuk
kakawin Prabu Kresna titisan Batara Wisnu yang menikah dengan Dewi Rukmini dari
negeri Kundina, yakni putri dari Prabu Bismaka dan Rukmini merupakan titisan dari
Dewi Sri. Hariwangsa jika diartikan secara harafiah berarti garis keturunan Wisnu. Isi
dari kitab ini menceritakan tentang Kresna yang berjalan di taman dan dikunjungi oleh
Batara Narada yang mengatakan jika calon istrinya adalah titisan dari Dewi Sri, akan
tetapi Prabu Jarasanda sudah ingin menikahkan dengan Raja Cedi bernama Prabu
Cedya.

Prabu Kresna lalu menculik Dewi Rukmini dan pada malam sebelum pesta pernikahan,
Kresna datang lalu membawwa Rukmini, sementara banyak tamu yang sudah datang.
Prabu Bismaka menjadi marah dan berunding dengan raja lain yang datang dan mereka
semua takut menghadapi Kresna yang sangat sakti tersebut. Jarasanda lalu meminta
Yudistira dan para Pandawa untuk membantu mereka dan kemudian utusan di kirim ke
Yudistira yang membuatnya menjadi bingung, sebab tugas kesatria adalah melindungi
dunia serta berperang melawan hal buruk.

Kresna sendiri adalah sahabat dari para Pandawa, akan tetapi karena perbuatannya
tersebut maka ia harus dihukum. Bima menjadi marah besar dan ingin membunuh
utusan Jarasanda tersebut namun Arjuna mencegahnya dan tidak beberapa lama
kemudian, mereka dikunjungi oleh duta Prabu Kresna yang ingin meminta bantuan.
Akan tetapi karena sudah membuat janji, maka Yudistira menolaknya sambil berpesan
pada duta tersebut jika Prabu Kresna tidak perlu khawatir sebab ia sangat sakti. Para
Pandawa lima lalu berangkat ke negeri Karawira tempat berkuasanya Prabu Jarasanda
yang lalu menyerang Dharawati, negeri Prabu Kresna.

[Type here]
Kresna lalu bersipa menghadapi musuh dan dibantu oleh kakanya Sang Baladewa dan
mereka berdua membunuh banyak musuh termasuk Jarasanda, para korawa, Bima,
Nakula dan Sahadewa, sedangkan Yudistira dibius oleh Kresna sehingga tidak mampu
bergerak. Kresna lalu berperang melawan Arjuna dan hampir saja kalah, kemudian
turun Batara Wisnu dari surga sehingga Kresna yang merupakan titisan Wisnu pun
berubah menjadi Wisnu. Yudistira yang sudah siuman lalu meminta Wisnu agar
menghidupkan semua yang tewas di medan perang dan Wisnu mengabulkannya
dengan menghujani amerta sehingga semua bisa hidup kembali termasuk Jarasanda
dan mereka semua datang ke pernikahan Kresna di Dwarawati. Kitab ini ditulis oleh
Mpu Panuluh di saat pemerintahan Prabu Jayabaya.

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kediri

Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat yang hidup di daerah
pedalaman bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman
Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil
pertanian yang melimpah memberikan kemakmuran bagi rakyat.

Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada
masa itu perdagangan dan pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah
melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya.Pada masa itu, mata uang
yang terbuat dari emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga sudah digunakan.
Hubungan antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar.
Sungai Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman
dan daerah pesisir.

Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di
bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga
pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon
kesembuhan kepada dewa dan Buddha.Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi.
Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat
pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta
bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai
dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan
aktivitas kehidupan sehari-hari.

E. Kejayaan Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya.
Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga

[Type here]
hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai
masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu
semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada
tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja
Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra
yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri
semakin disegani pada masa itu.

F. Runtuhnya Kerajaan Kediri

Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi


pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar
agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta
perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran
di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan
Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.

Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya,
berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang
memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat
tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai
Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden
Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan
pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam
perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita
tentang Kerajaan Kediri.

[Type here]
KERAJAAN SINGHASARI

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Singhasari

Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan di Jawa yang letak kerajaanya ada di
daerah Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pendiri kerajaan
Singasari adalah Ken Arok, pada tahun 1222 M. Berdirinya kerajaan singasari ini adalah
berawal dari kerajaan Tumapel yang dikuasai oleh seorang akuwu ( bupati ). Kerajaan
Singasari mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-
1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.

Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara
Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti
Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa
sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu,
agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda
oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh Ken Arok. Raja Ken
Arok memerintah pada tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri
secara tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya
(anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul Ametung). Keruntuhan kerajaan
singasari di awali dari Kerajaan Singasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya
ke luar Jawa dan akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu, sekaligus
ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu Kertanagara mati
terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu
kota baru di Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.

B. Raja-Raja Kerajaan Singhasari

Raja-raja yang pernah memimipinya. Berikut ini adalah raja-raja yang pernah memimpin
Kerajaan Singasari.

1. Ken Arok (1222–1227).

Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri
Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama
Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa)
atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–

[Type here]
1227). Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken
Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa– Buddha.

2. Anusapati (1227–1248).

Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan
Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak
melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung
ayam.

Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra
Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar
menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan
Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan
aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang
dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati
yang didharmakan di Candi Kidal.

3. Tohjoyo (1248)

Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo.
Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang
bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa
Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan
kemudian menduduki singgasana.

4. Ranggawuni (1248–1268)

Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya
Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi
kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan
Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.

Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara


sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di
Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di
Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268–-1292).

[Type here]
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk
menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang
mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan.
Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat
yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja.

Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain.


Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi
Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan
mengirimkan patung Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah raja Kertanegara.
Tujuannya untuk menguasai Selat Malaka. Selain itu juga menaklukkan Pahang, Sunda,
Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat) dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin
hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan perluasan
kekuasaan Kublai Khan dari Dinasti Mongol. Kublai Khan menuntut rajaraja di daerah
selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak
dengan melukai utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat
Kublai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirikan
pasukannya ke Jawa.

Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan


Mongol, maka Jayakatwang menggunakan kesempatan untuk menyerangnya.
Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya - Raja terakhir Kerajaan Kediri. Serangan
dilancarakan oleh Jayakatwang dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan
pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti. Pasukan Kediri dari arah selatan
dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan
Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanagera beserta
pembesarpembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Raden Wijaya (menantu
Kertanegara) berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta
perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja (Buapati Sumenep). Atas bantuan Aria
Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang
serta diberikan sebidang tanah yang bernama Tanah Terik yang nantinya menjadi asal
usul Kerajaan Majapahit.

Dengan gugurnya Kertanegara pada tahun 1292, Kerajaan Singasari dikuasai oleh
Jayakatwang. Ini berarti berakhirlah kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama

[Type here]
yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa-Buddha (Bairawa) di
Candi Singasari. Sedangkan arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog, yang
sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

C. Kehidupan Ekonomi

Tidak banyak sumber prasasti dan berita dari negeri asing yang dapat memberi keterangan
secara jelas kehidupan perekonomian rakyat Singasari. Akan tetapi, berdasarkan analisis
bahwa pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar Lembah Sungai Brantas dapat diduga
bahwa rakyat Singasari banyak menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian.
Keadaan itu juga didukung oleh hasil bumi yang melimpah sehingga menyebabkan Raja
Kertanegara memperluas wilayah terutama tempat-tempat yang strategis untuk lalu lintas
perdagangan.

Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas perdagangan
dari wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian, perdagangan juga menjadi
andalan bagi pengembangan perekonomian Kerajaan Singasari.

1. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat kerajaan Singhasari mengalami pasang surut dari zaman
Ken Arok hingga pemerintahan Wisnuwardhana. Pada masa pemerintahan Ken Arok,
Singasari dalam keadaan makmur dan teratur, hal inilah yang menjadi latar belakang para
brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok atas kekejaman raja Kediri. Namun
pada masa Anusapati, kehidupan masyarakat diabaikan karena raja Anusapati sangat
gemar menyabung ayam dan melupaan pembangunan kerajaan. Kadaan berangsur
membaik saat pemerintahan Wisnuwardhana dan puncaknya ketika pada pemerintahan
Kertanegara menjadi raja, pemerintahan Singasari berjalan dengan aman dansejahtera.
Cita - cita Kertanegara dalam penyatuan Nusantara juga terwujud walaupun belum
sepenuhnya wilayah Nusantara mampu di taklukkan. Daerah kekuasaan Singasari pada
masa pemerintahan Kertanegara diantaranya, Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara,
Melayu, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi serta Maluku.

2. Kehidupan Budaya
Kehidupan budaya dalam masyarakat kerajaan Singasari banyak ditemukan patung-
patung serta candi. Berikut adalah peninggalan budaya kerajaan Singasari :

a. Candi Singasari

[Type here]
Candi ini terletak di Kecamatan Singasari Kabupaten Malang Jawa Timur. Candi ini tepat
berada di lembah antara gunung Tengger dan gunung Arjuna. Sesuai dengan prasasti
Gadjah mada (1351 M), candi ini merupakan tempat pendharmaan daripada raja-raja
kerajaan Singasari.

b. Candi Jago
Candi ini terletak di kecamatan Tumpang, Malang Jawa Timur. Candi ini terbuat dari batu
andesit dan disusun menyerupai punden berundak-undak. Hal menarik yang ada pada
candi ini ialah puncaknya yang terpenggal. Menurut mitos yang berkembang, puncak itu
terpenggal akibat sambaran petir. Candi ini didirikan pad amasa pemerintahan
Kertanagara sebagai bentuk penghormatan pada Wisnuwardhana (ayah Kertanagara).

c. Candi Sumberawan
Candi ini terletak di desa Toyomarto di kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur. Candi
ini berbentuk stupa dan dulunya sering digunakan sebagai tempat ibadah. Candi ini juga
terletak di dekat sebuah telaga yang memiliki air bening.

d. Candi Jawi
Candi ini terletak di desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Candi
ini tepatnya berada di kaki gunung Welirang. Candi ini dipercaya sebagai tempat
penyimpanan abu mendiang raja kerajaan Singasari yang terakhir, yaitu raja Kertanagara.

e. Candi Kidal
Candi ini terletak di desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Malang, Jawa Timur. Candi
ini diperkirakan dibangun pada abad ke 13 M untuk mengenang sosok raja Anusapati
yang telah memerintah selama kurang lebih 20 tahun.

f. Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk seperti patung besar yang pada masanya berperan sebagai pertanda
atau pintu gerbang untuk masuk ke ibukota kerajaan Singasari, yaitu Kutaraja.

g. Prasasti Mula Malurung


Prasasti ini berbentuk seperti lempengan-lempengan tembaga peninggalan masa
pemerintahan Kertanagara. Prasasti ini terdapat 10 lempeng yang masing-masing
lempengnya menjelaskan hal yang berbeda-beda.

[Type here]
h. Prasasti Manjusri
Prasasti ini merupakan sebuah manuskrip kuno yang dipahat pada bagian belakang arca
Manjusri. Prasasti ini memiliki tahun 1343 M dan mulanya ditemukan di dekat reruntuhan
candi Jago. Sekarang prasasti ini telah dipindahkan ke museum nasional di Jakarta.
Prasasti ini menuliskan penghormatan kepada keluarga raja. Isi dari prasasti ini ialah :

“Dalam kerajaan yang dikuasai oleh Ibu Yang Mulia Rajapatni maka Adityawarman itu,
yang berasal dari keluarganya, yang berakal murni dan bertindak selaku menteri
wreddaraja, telah mendirikan di pulau Jawa, di dalam Jinalayapura, sebuah candi yang
ajaib- dengan harapan agar dapat membimbing ibunya, ayahnya dan sahabatnya ke
kenikmatan Nirwana”

i. Prasasti Singosari

Prasasti ini ditemukan di desa Singosari, Malang, Jawa Timur. Prasasti ini bertarich tahun
1351 M dan bertuliskan dalam aksara Jawa. Candi ini sekarang disimpan di dalam
museum Gajah.

j. Prasasti Wurare
Prasasti ini dibuat untuk memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat
bernama Wurare. Prasasti ini bertarikh tahun 1289 M dan dipahat pada sebuah arca yang
melambangkan penghormatan untuk raja Kertanagara.

D. Perkenalan Ken Arok dan Pembunuhan Tunggul Ametung oleh Ken Arok

Pada saat itu, Ken Arok dibantu Loh Gawe untuk masuk ke dalam Tumapel, salah satu
daerah bawahan Kerajaan Kediri dengan akuwu bernama Tunggul Ametung. Oleh
Tunggul Ametung, Ken Arok diperintah sebagai pengawalnya. Diceritakan bahwa Ken
Dedes, istri Tunggul Ametung adalah wanita yang sangat cantik dan dikagumi oleh
rakyatnya di Tumapel. Pertemuan Ken Arok pertama kali dengan Ken Dedes yaitu ketika
ia bersujud saat Ken Dedes lewat di depannya. Ken Arok melihat sesuatu yang bersinar
dari betis Ken Dedes. Kemudian Ken Arok bertanya kepada Lohgawe "pertanda apa itu?".
Lohgawe kemudian memberitau bahwa ciri tersebut adalah tanda bahwa ia (Ken Dedes)
akan menurunkan raja - raja besar di tanah Jawa. Seketika Ken Arok meminta Lohgawe
untuk bisa mensiasati agar bisa masuk ke Tumapel dan berusaha memperistri Ken Dedes.
Lohgawe tidak merestui hal tersebut, namun Ken Arok bersikeras dengan hasratnya
merebut Ken Dedes dari tangan Tunggul Ametung.

[Type here]
Pada perkembangannya, Ken Arok menjadi salah satu prajurit yang sangat dipercaya
Tunggul Ametung. Dibalik hal tersebut, diam - diam Ken Arok mempersiapkan suatu
taktik untuk membunuh Tunggul Ametung. Ken Arok kemudian menemui Bango
Samparan dan bertanya dimana membuat keris yang ampuh untuk membunuh. Kebo
Samparan kemudian memperkenalkan sahabatnya yang bernama Mpu Gandring yang
berasal dari Desa Lulumbang (Plumbang, Doko, Blitar).
Mpu Gandring meminta waktu setahun untuk menyelesaikan keris yang sakti untuk Ken
Arok. Namun, Ken Arok tidak sabar dan lima bulan kemudian Ken Arok meminta secara
paksa keris tersebut. Mpu Gandring menolak, keris yang belum sempurna tersebut
kemudian direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring hingga tewas. Sebelum tewas,
Mpu Gandring mengutuk bahwa keris tersebut akan membunuh 7 orang raja dari Ken
Arok hingga cucu - cucunya.

Setelah membunuh Mpu Gandring, Ken Arok kembali ke Tumapel dan menjalankan
taktiknya untuk menggulingkan kekuasaan Tunggul Ametung. Keris Mpu Gandring
dipinjamkannya ke Kebo Hijo, rekan Ken Arok sesama pegawai Tumapel. Ken Arok
sudah mengetahui sifat Kebo Hijo yang suka pamer dengan barang yang dimilikinya.
Kebo Hijo kemudian dengan bangga memamerkan kerisnya kepada setiap orang yang ia
temui, sehingga semua orang menganggap bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Siasat
Ken Arok baru dimulai.

Malam berikutnya, dicurilah keris Mpu Gandring yang dibawa Kebo Hijo ketika sedang
mabuk arak. Ken Arok kemudian menyusup ke kamar Tunggul Ametung dan kemudian
membunuhnya diatas ranjangnya sendiri. Ken Dedes menyaksikan pembunuhan tersebut,
namun Ken Dedes mampu luluh dengan rayuan Ken Arok untuk membungkam mulutnya.
Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung secara paksa.

Keesokan harinya, Kebo Hijo diberikan hukuman mati dengan tuduhan keris yang dulu

[Type here]
dipamerkannya menancap di perut Tunggul Ametung. Kemudian Ken Arok mengangkat
dirinya sebagai akuwu Tumapel menggantukan Tunggul Ametung dan menikahi Ken
Dedes. Ketika menikahinya, Ken Dedes dalam keadaan mengandung anak dari Tunggul
Ametung yang kemudian diberi nama Panji Anengah.

Tumapel dibawah Ken Arok menjadi kerajaan bawahan yang kuat dan kemudian
memisahkan diri dari Kerajaan Kediri sebagai kerajaan induk. Secara kebetulan ketika
Ken Arok memisahkan diri dari Kediri, disaat itu pula di internal kerajaan Kediri terjadi
konflik antara raja dan para brahmana. Ken Arok kemudian memberikan perlindungan
kepada para brahmana dan kemudian berpindahlah brahmana dari Kediri berpindah ke
Tumapel. Setelah mendapatkan dukungan dari para brahmana, kemudian Ken Arok
menyatakan Tumapel sebagi kerajaan yang merdeka dan lepas dari kerajaan Kediri. Ken
Arok kemudian dinobatkan menjadi raja dari Tumapel yang kemudian berubah menjadi
Singasari dengan gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.

E. MASA KERUNTUHAN KERAJAAN SINGASARI


Keruntuhan Kerajaan Singsari disebabkan dua hal yaitu tekanan dari luar negeri serta
pemberontakan - pemberontakan di dalam internal Kerajaan Singasari. Tekanan dari luar
yaitu adanya tekanan dari Cina yang memaksa Singasari tunduk dibawah kerajaan Cina.
Datangnya utusan Kubilai Khan disambut dengan hinaan berupa pencatatan pada utusan
Kubilai Khan yang bernama Meng-Chi. Sejak saat tersebut, Kertanegara kemudian
memfokuskan pada memperkuat militer kerjaan dengan tujuan menghalau serangan
Kubilai Khan.

Namun tiba - tiba, penguasa Kediri yang bernama Jayakatwang melakukan


pemberontakan. Jayakatwang yang meminta tanahnya atas pembunuhan leluhurnya oleh
Ken Arok kemudian makar dan menggulingkan kekuasaan Singasari. Sebelumnya
Kertanegara juga telah memperhitungkan akan adanya pemberontakan yaitu dengan
diangkatnya Ardharaja, anak dari Jayakatwang untuk dinikahkan dengan putri
Jayakatwang. Namun, taktik tersebut ternyata tidak efektif. Pada tahun 1292 Jayakatwang
menyerang Tumapel, ibukota Singasari dan mampu menggulingkan kerajaan Singasari
dengan membunuh Kertanegara dan praktis Kerajaan Singasari runtuh.

[Type here]
TUGAS KELOMPOK SEJARAH INDONESIA

KERAJAAN MATARAM KUNO, KERAJAAN KEDIRI, DAN


KERAJAAN SINGHASARI

[Type here]
KELOMPOK 3:
1. DEVIANA EKA PUTRI D. (05)
2. HARDINAS BOBA (08)
3. TANTI RAHMAYANI (28)
4. ALIF MUSAFIDIN (30)
5. MUHAMMAD AZIM (34)
6. WARDAH MEUTHIA (36)

TAHUN AJARAN 2017/2018


SMA NEGERI 1 BAUBAU

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai