Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Kerajaan Medang Kamulan

Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno memberi kesempatan kepada pejabat istana, Mpu Sindok,
untuk menggantikan raja. Mpu Sindok mendirikan Kerajaan Medang Kamulan dan membentuk
Dinasti Isyana.

Pendiri Kerajaan Medang Kamulan adalah Mpu Sindok. Ia sebelumnya merupakan pejabat istana
Mataram Kuno yang kemudian menggantikan Rakai Wawa sebagai penguasa kerajaan. Namun,
Mpu Sindok memutuskan memindahkan pusat pemerintahan ke daerah muara Sungai Brantas di
Jawa Timur. Pemindahan pusat kerajaan ke Jawa Timur diperkirakan karena bencana alam telah
merusak pusat kerajaan lama, dan untuk menghindari serangan Sriwijaya. Di tempat baru, Mpu
Sindok membentuk dinasti bernama Isyana dan mendirikan Kerajaan Medang Kamulan.

Letak Geografis Kerajaan Medang Kamulan

Melalui penemuan beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa Medang Kamulan berada di daerah
Jawa Timur (muara sungai brantas). Ibukota kerajaan bernama Watan Mas. Wilayah kekuasaan
Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu Sindok meliputi wilayah Nganjuk sebelah barat,
Pasuruan sebelah timur, Surabaya sebelah utara, dan Malang sebelah selatan. Medang Kamulan
berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Jawa Timur dengan daerah pengaruhnya mencakup
daerah Indonesia Timur.

Sumber Sejarah Medang Kamulan

Sumber berita tentang Medang Kamulan berasal dari berita asing dan prasasti, diantaranya
sebagai berikut.

1. Berita Asing
Berita asing tentang keberadaan Medang Kamulan yang berada di daerah Jawa Timur diketahui
melalui berita Cina dan India. Berita India menyatakan bahwa Sriwijaya menjalin hubungan
dengan kerajaan-kerajaan di India untuk membendung serangan dari Medang Kamulan pada
masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.

Berita cina ditulis dari catatan pada zaman dinasti Sung. Catatan Cina itu menyatakan bahwa
kerajaan yang berada di jawa dengan Sriwijaya sedang terjadi permusuhan dan pertikaian.
Dengan demikian, ketika duta Sriwijaya pulang dari Cina terpaksa harus tinggal dulu di Campa
sampai peperangan berakhir. Pada tahun 992, pasukan dari Jawa Tengan meninggalkan
Sriwijaya.

2. Prasasti Mpu Sindok


Prasasti itu ditemukan di desa Tengeran, Jombang berangka Tahun 933. Prasasti itu menyatakan
bahwa Raja Mpu Sindok memerintah bersama permaisurinya yang bernama Sri Wardhani Pu
Khbin.
3. Prasasti Mpu Sindok dari daerah Bangil
Prasasti itu menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintahkan pembuatan sebuah candi
sebagai tempat pemakan ayah permaisurinya yang bernama Rakryan Bawang.

4. Prasasti Mpu Sindok dari Lor (dekat Nganjuk)


Prasasti yang berangka tahun 939, itu menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintahkan
pembuatan candi yang bernama Jayamrata an Jayastambho (tugu kemenangan) di Desa Anyok
Lodang.

5. Prasasti Calcuta
Prasasti Calcuta merupakan prasasti dari Raja Airlangga yang menyatakan tentang silsilah
keturunan Raja Mpu Sindok.

Raja-Raja yang pernah Memerintah Kerajaan Medang Kamulan

Sejak berdirinya kerajaan Medang Kamulan, terdapat beberapa Raja yang diketahui pernah
memerintah. Raja-raja itu diantaranya adalah.

1. Mpu Sindok
Mpu Sindok masih termasuk keturunan Dinasti Sanjaya (Mataram kuno) di Jawa Tengah.
Karena Mataram tidak memungkinkan untuk mempertahankan dinasti Sanjaya akibat desakan
Sriwijaya dari arah barat, Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur.
Bahkan dalam prasasti terakhir Mpu Sindok (tahun 947) menyatakan, Raja Mpu Sindok adalah
peletak dasar berdirinya kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.

Mpu Sindok memerintah Medang Kamulan sejak tahun 929 hingga 947. Selama
pemerintahannya, Mpu Sindok membangun berbagai bendungan untuk pengairan. Ia melarang
rakyatnya mengambil ikan di bendungan pada siang hari. Larangan ini berkaitan erat dengan
upaya pelestarian. Mpu Sindok yang beragama Hindu terus memelihara toleransi beragama yang
diterapkan pendahulunya. Ini tercermin pada perintahnya untuk menyusun kitab suci Buddha
Tantrayana, berjudul Sanghyang Kamhayanikan.

Mpu Sindok kemudian digantikan oleh Sri Isyanatunggawijaya dan Makutawangsawardana.


Salah seorang Cicitnya yang bernama Gunapriya Dharmapatni menikah dengan seorang
pangeran Bali bernama Udayana. Dari pernikahan itu lahirlah Airlangga.

Mpu Sindok juga mendirikan dinasti yang diberi nama dinasti Isyana. Nama Dinasti itu diambil
dari gelar Mpu Sindok, yaitu Mpu Sindok Sriisyanatungga Dewa. Namun, setelah Mpu Sindok
turun tahta, keadaan di Jawa Timur dapat dikatakan suram dan gelap. Hal ini terjadi karena tidak
ditemukan prasasti yang menceritakan kondisi Jawa Timur. Baru setelah raja Airlangga naik
tahta muncul Prasasti-prasasti yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk mengetahui
keberadaan Medang Kamulan di Jawa Timur.
2. Dharmawangsa
Pengganti Makutawangsawardana adalah Dharmawangsa, yang memerintah pada tahun 991-
1016. Dharmawangsa dikenal sebagai seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam.
Semua politiknya ditujukan untuk mengangkat derajat kerajaannya. Kebesaran Dharmawangsa
terlihat jelas pada politik luar negerinya. Dharmawangsa percaya bahwa kedudukan ekonomi
Sriwijaya yang kuat akan dapat mengancam kedudukan kekuasaannya di Jawa Timur. Oleh
karena itu, Dharmawangsa mengerahkan seluruh armada lautnya untuk menguasai dan
menduduki Sriwijaya.

Dharmawangsa berambisi mengembangkan kekuasaan dan perekonomian kerajaan dengan cara


menguasai jalur perdagangan laut di Selat Malaka. Ambisinya ini ditentang oleh Sriwijaya. Oleh
karena itu, pada tahun 1003, Dharmawangsa mengirim ekspedisi militer ke Sriwijaya untuk
merebut pusat perdagangan dari kerajaan tersebut. Beberapa tahun kemudian Sriwijaya bangkit
kembali dan melakukan pembalasan terhadap Medang Kamulan yang masih diperintah oleh
Dharmawangsa. Dalam upaya menundukkan Medang Kamulan, Sriwijaya menjalin hubungan
dengan kerajaan bawahan Medang Kamulan, yaitu kerajaan Wurawari. Pada tahun 1016,
pasukan Wurawari menyerang istana Dharmawangsa ketika ia sedang menikahkan putrinya
dengan putra Raja Bali yang bernama Airlangga. Dalam peristiwa ini, Raja Dharmawangsa
terbunuh sementara menantunya berhasil melarikan diri diikuti pengikutnya yang setia bernama
Narottama.

3. Airlangga
Dalam prasasti Calcuta disebutkan bahwa Airlangga masih termasuk keturunan Mpu Sindok
dari pihak ibunya. Ibunya bernama Mahendradata (Gunapria Dharmapatni) yang menikah
dengan raja Udayana dari Bali. Setelah usia 16 Airlangga dinikahkan dengan putri
Dharmawangsa. Pada saat upacara pernikahannya itulah terjadi serangan dari Wurawari yang
mengakibatkan hancurnya Medang kamulan.

Airlangga berhasil menyelamatkan diri bersama Narottama ke dalam hutan dilereng gunung
(wanagiri). Ditengah hutan itu, Airlangga hidup sebagai seorang pertapa dengan menanggalkan
pakaian kebesarannya. Hal itu dilakukan agar penyamarannya tidak diketahui oleh musuh.
Selama tiga tahun (1016-1019), Airlangga digembleng lahir maupun batin di hutan lereng
gunung (Wanagiri). Setelah itu ia turun dari lereng gunung dan bersatu dengan rakyatnya. Atas
tuntutan dari rakyatnya, pada tahun 1019, Airlangga bersedia dinobatkan menjadi raja
meneruskan tradisi Dinasti Isyana. Airlangga lalu bergelar Rakai Halu Sri Lokeswara
Dharmawangsa Airlangga Teguh Ananta Wikramatunggadewa.

Antara tahun 1019, Airlangga berusaha mempersiapkan diri agar dapat menghadapi lawan-lawan
kerajaannya. Dengan persiapan yang cukup antara tahun 1028-1035, Airlangga berjuang untuk
mempertahankan kewibawaan kerajaannya. Airlangga menghadapi karajaan yang cukup kuat
seperti Wurawari, Kerajaan Wengker dan raja putri dari selatan yang bernama Rangda Indirah.
Ditulis dalam cerita yang berjudul Calon Arang.

Airlangga kemudian berperang untuk merebut kembali wilayah Medang Kamulan. Pada tahun
1092, Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wishnupraba dari Wengker. Setahun kemudian, ia
menaklukkan Raja Wengker. Akhirnya pada tahun 1032, Airlangga berhasil mengalahkan Raja
Wurawuri dan menguasai kembali seluruh wilayah Medang Kamulan.
Setelah berhasil mengambil-alih kekuasaan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari
Waton Mas ke Kahuripan. Selama berkuasa, Airlangga mulai membangun kerajaannya disegala
bidang kehidupan. Hal itu dimaksudkan untuk memakmurkan rakyatnya, seperti bidang
pertanian dan irigasi, perdagangan, pengangkutan, kesenian dan agama. Untuk menarik
kedatangan para pedagang asing, ia membangun Pelabuhan Ujung Galuh di muara Sungai
Brantas dan memberikan hak-hak istimewa kepada Tuban. Ia membangun tanggul di Waringin
Sapta untuk mengairi sawah penduduk yang hancur akibat banjir.

Melalui pembangunan yang dilaksanakan Airlangga dalam waktu singkat Medang Kamulan
berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Airlangga juga mendorong perkembangan
kesenian di kerajaannya. Pada tahun 1030, seorang pujangga bernama Mpu Kanwa menulis kitab
Arjunawiwaha, yang sebenarnya berisi kisah pengembaraan Airlangga selama di hutan. Selain
itu, kesenian wayang pun mulai berkembang.

Runtuhnya Kerajaan Medang Kamulan

Ketika berusia sekitar 50 tahun, Airlangga memutuskan untuk menjadi pertapa. Pada akhir
pemerintahannya ini, Airlangga sulit menentukan penggantinya. Ini terjadi karena putri mahkota,
Wijayatunggadewi, menolak naik takhta. Anak Airlangga dengan seorang putri Dharmawangsa
ini memilih mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang pertapa. Akibat keputusan
Wijayatunggadewi itu, Airlangga harus menyerahkan takhta kerajaan kepada salah satu dari dua
orang anaknya yang lahir dari selir. Keadaan ini memicu persaingan di antara keduanya untuk
merebutkan takhta. Akhirnya, dengan bantuan Mpu Bharada, Airlangga membagi dua kerajaan
menjadi Janggala dan Panjalu (Kediri). Janggala diberikan kepada Garasakan dan Panjalu
diberikan kepada Samarawijaya. Dengan pembagian itu, maka berakhirlah Kerajaan Medang
Kamulan.

Perkembangan Sosial Kerajaan Medang Kamulan

Kehidupan sosial kerajaan Medang Kamulan sudah teratur. Dalam kehidupan Sosial,
masyarakatnya dibedakan dalam pembagian kasta (dalam masyarakat Hindu). Disamping itu
juga berdasarkan kedudukan seseorang di dalam masyarakat, baik kedudukan didalam struktur
birokrasi maupun kekayaan material.

Perkembangan Politik Kerajaan Medang Kamulan

Kerajaan Medang Kamulan didirikan oleh Mpu Sindok di daerah Jawa Timur. Pada masa
pemerintahan raja Dharmawangsa, langkah-langkah politik yang ditempuh adalah bertujuan
untuk mengangkat derajat kerajaan. Namun Demikaian, diakhir kekuasaannya kerajaan Medang
Kamulan mengalami kehancuran akibat serangan dari kerajaan Wurawari. Baru pada masa
pemerintahan Raja Airlangga, kerajaan Medang Kamulan berhasil dipulihkan kembali.
Perkembangan Ekonomi Masyarakat Medang Kamulan

Perkembangan perekonomian Medang Kamulan cukup pesat karena aktifitas perekonomian yang
dilakukannya melalui sungai brantas dan bengawan solo. Ketika Medang Kamulan diperintah
oleh Dharmawangsa, perekonomian semakin berkembang pesat. Bahkan aktifitas perekonomian
rakyatnya mencapai wilayah Indonesia Timur. Dharmawangsa ingin menundukkan Sriwijaya
dengan tujuan ingin menguasai Selat Malakan sebagai jalur lalu lintas perdagangan dan
pelayaran. Setelah berhasil menguasai Sriwijaya, tidak lama kemudian Medang Kamulan
mendapat serangan dari Wurawari (sekutu Sriwijaya). Ketika Airlangga menjadi raja di Medang
Kamulan, ia berhasil mengembalikan perekonomian agraris untuk mencapai perekonomian
maritim.

Peninggalan Budaya Kerajaan Medang Kamulan

Hasil-hasil budaya dari kerajaan Medang Kamulan tidak begitu banyak yang berhasil diketahui.
Hanya ada beberapa yang berhasil diketahui, yaitu berupa prasasti atau bangunan tugu
kemenangan yang dibangun atas perintah Raja Mpu Sindok. Tugu itu yang diberi nama
Jayamrata an jayamstambho di desa Anyok Lodang (Jawa Timur).

Anda mungkin juga menyukai