Anda di halaman 1dari 12

Kerajaan Pajajaran

Awal Mula berdirinya Kerajaan Padjajaran yaitu setelah wafatnya Wastu Kancana
pada tahun 1475, mengikuti alur sejarah galuh. Ini terjadi karena kerajaan galuh dibagi
menjadi dua selepas perginya Rahyang Wastu Kencana, Prabu Susuktunggal dan Dewa
Niskala adalah dua bagian dari kerajaan galuh yang memiliki tingkat setara.

Kerajaan Pajajaran yang berada di Bogor berada dibawah kekuasan pemerintahan


Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan) serta Kerajaan Galuh yang mencakup Parahyangan
bertempat di Kawasan Kawali berada dibawah kekuasaan Dewa Niskala. Keduanya tidaklah
memperoleh gelar Prabu Siliwangi dikarenakan kekuasaan mereka tidaklah mencakup
seluruh tanah Sunda, beda halnya ketika Prabu Siliwangi pertama yang diduduki oleh
Rahyang Wastu dan Prabu Wangi sebelum mereka. 

Sebelum berdirinya Kerajaan Padjajaran, berikut ini adalah kerajaan yang menjadi


pendahulunya, antara lain :
 Kerajaan Tarumanagara
 Kerajaan Sunda  
 Kerajaan Galuh
 Kawali
Kerajaan Pajajaran tidaklah dapat terlepas dari Kerajaan diatas sebagai pendahulunya,
dikarenakan Pajajaran adalah lanjutan dari Kerajaan-Kerajaan itu. 
Dari penjelasan sejarah yang ada menyebutkan bahwa jejak raja yang berkuasa di
Pajajaran sudah bisa ditelusuri. Contohnya saja mengenai wilayah kekuasaan kerajaan dan
Ibu Kota Pajajaran yang terletak di Pakuan. Kemudian perihal raja-raja yang pernah
berkuasa di Pajajaran dalam hal ini terdapat perbedaan antara urutan naskah-naskah Babad
Padjajaran, Carita Waruga Guru, dan Carita Parahiyangan.

Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan masa lalu selain
naskah-naskah Babad, antara lain:
 Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi
 Prasasti Batu Tulis, Bogor
 Prasasti Rakyan Juru Pangambat
 Prasasti Astanagede
 Prasasti Horren
 Prasasti Kawali, Ciamis
 Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta
 Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor
 Berita asing dari Tome Pires (1513) dan Pigafetta (1522)
 Kitab cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan
Daftar Raja Pajajaran
 Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521)
 Surawisesa (1521 – 1535)
 Ratu Dewata (1535 – 1543)
 Ratu Sakti (1543 – 1551)
 Ratu Nilakendra (1551-1567)
 Raga Mulya (1567 – 1579) dikenal sebagai Prabu Surya Kencana
 Rahyang Niskala Wastu Kencana
 Rahyang Dewa Niskala (Rahyang Ningrat Kencana)
 Sri Baduga MahaRaja
 Hyang Wuni Sora
 Ratu Samian (Prabu Surawisesa), dan
 Prabu Ratu Dewata.
Misteri Hilangnya Kerajaan Pajajaran
Pajajaran hancur akibat diserang oleh kerajaan lain, saat itu pada tahun 1579
Kesultanan Banten lah yang mengakhiri zaman Kerajaan Pajajaran. Pasukan Maulana Yusuf
membawa Singgahsana Raja dari Pakuan ke Surasowan di Banten sebagai tanda runtuhnya
Kerajaan Pajajaran tersebut.

Singgahsana yang dibawa lari itu adalah berbentuk bongkahan batu dengan ukuran
200x160x20 cm. Pasukan Maulana Yusuf membawanya ke Banten adalah sebagai bentuk
tradisi politik yang bertujuan agar di Pakuan sana tidak lagi dapat diangkat raja yang baru,
dan Maulana Yusuf secara otomatis menjadi pemegang kekuasaan baru di Pajajaran.  

Jadi Misteri Hilangnya Kerajaan Pajajaran sudah dapat kita ketahu bersama, tidak


lain dan tidak bukan adalah karena Kerajaan Pajajaran ini diserang oleh Kerajaan lainnya.

ehyuiwoudshjxfnmsuchxieudchie

Kerajaan pajajaran merupakan salah satu negara Hindu Budha yang banyak terdapat di
Indonesia pada tahun 600 hingga 1500 M. Kerajaan ini sendiri berpusat di wilayah Jawa
Barat, tepatnya di daerah Pakuan, Bogor. Oleh karenanya kerajaan ini juga sering disebut
sebagai kerajaan Pakuan Pajajaran, karena beribukota di Pakuan.

Dalam sejarah, kerajaan Pajajaran didirikan pada tahun 923 M oleh Sri Jayabhupati. Proses
pendirian kerajaan dan sejarah Pajajaran ini, diketahui dalam tulisan yang terdapat dalam
sebuah prasasti Sanghyang Tapak.

Salah satu peninggalan kerajaan Pajajaran yang masih bisa kita lihat hingga saat ini adalah
kebun raya Bogor. Dalam sejarah, lokasi ini pada jaman dulu adalah bagian dari wilayah
kekuasaan Pajajaran. Wilayah tersebut, pada jaman kerajaan digunakan sebagai hutan
perburuan oleh keluarga kerajaan.

Selain itu, peninggalan kerajaan Pajajaran lain yang masih bisa ditemui adalah adanya Tugu
Portugis. Tugu ini terletak di Kampung Tugu Jakarta. Adanya peninggalan ini, merupakan
salah satu penunjuk wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran tersebut. Sedangkan untuk
prasasti, ada tiga prasasti yang diyakini merupakan peninggalan kerajaan Pajajaran.
Ketiganya yaitu Prasasti Batu Tulis, Prasasti Batu Tapak dan Prasasti Kawali.

Selama pemerintahan Kerajaan Pajajaran pernah dipimpin oleh enam raja. Mereka adalah
Sri Baduga Maharaja (1482-1521), Surawisesa (1521-1535),  ratu Dewata (1535-1543), Ratu
Sakti (1543-1551) dan Ratu Nilakendra (1551-1567). Mereka semua memerintah Kerajaan
Pajajaran di daerah Pakuan, dan Ratu Nilakendra adalah raja terakhir yang meninggalkan
wilayah Pakuan. Sebab, pada saat itu Kerajaan Pajajaran diserang oleh Sultan Hasanuddin.
Setelah jatuhnya pemerintahan di Pakuan, kerajaan Pajajaran mengalihkan pusat
kekuasaannya di wilayah Pandeglang. Di Pandeglang, Pajajaran dipimpin oleh seorang raja
bernama Raga Mulya. Dan Raga Mulya ini merupakan raja terakhir di kerajaan Pajajaran
yang memerintah pada tahun 1567-1579) dan dikenal juga sebagai Prabu Surya Kencana.
Hancurnya Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran mengalami kehancuran, ketika pada tahun 1579, Kesultanan Banten
pimpinan Maulana Yusuf. Pajajaran dianggap hancur, setelah singgasana kerajaan pajajaran
yang disebut Palangka Sriman Sriwacana, berhasil direbut oleh pasukan Banten dan
diboyong ke Keraton Surosowan, Banten.

Singgasana tersebut merupakan sebuah batu yang berukuran 200x160x20 cm. Dengan
hilangnya singgasana kerajaan, menjadikan proses penobatan raja Pajajaran menjadi
terhenti. Dan pada saat ini bekas singgasana kerajaan Pajajaran tersebut masih bisa
ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan.

Masyarakat lebih banyak mengenal bekas singgasana tersebut sebagai Watu Gilang. Hal ini
karena baru tersebut sangatlah mengkilat. Dan banyak dari bekas punggawa kerajaan
Pajajaran yang melarikan diri untuk kemudian menetap di wilayah Lebak dan mereka kini
dikenal sebagai suku Badui.
Prabu Siliwangi - Raja Pertama Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan yang berjaya di abad ke-7 hingga abad ke-16
Masehi. Lokasi kerajaan ini tepatnya berada di wilayah Bogor, Jawa Barat. Selama berdiri,
Kerajaan Pajajaran pernah dipimpin oleh 10 orang raja. Raja pertama yang juga pendiri
Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Siliwangi, yang dikenal dengan gelar Sri Baduga Maharaja.
Prabu Siliwangi mendirikan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482.

Terhitung sejak tanggal tersebut hingga 39 tahun setelahnya, ia menjadi raja pertama
kerajaan di tanah parahyangan ini. Di tangannya, Kerajaan Pajajaran menjadi kerajaan yang
makmur dan banyak menjalin kerja sama dengan kerajaan-kerajaan lain di nusantara.
Sang Raja Pertama Kerajaan Pajajaran

Nama “Prabu Siliwangi” sebenarnya bukan nama asli sang raja Kerajaan Pajajaran ini.
Sebutan “Prabu Siliwangi” muncul karena pada saat itu masyarakat Kerajaan Pajajaran
dilarang menyebut nama atau gelar raja mereka (fakta ini tercatat dalam literatur Sunda).
Konon, hanya orang Sunda dan orang Cirebon saja yang memanggilnya dengan julukan
Prabu Siliwangi. Adapun nama aslinya tidak diketahui.

Julukan bagi sang raja pertama Kerajaan Pajajaran ini diambil dari nama kakeknya yang
biasa disebut sebagai Prabu Wangi (nama aslinya adalah Wastu Kancana). Penggunaan
nama yang serupa ini berarti bahwa Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi dianggap
memunyai kekuasaan yang setara dengan kakeknya, Prabu Wangi atau Wastu Kancana.

Di masa mudanya, Prabu Siliwangi sang pendiri Kerajaan Pajajaran dikenal sebagai seorang
ksatria yang tangguh, tangkas, dan berani. Ia pernah menikahi seorang puteri bernama Nyai
Amberkasih, tetapi kemudian ia menikahi Nyi Subanglarang yang beragama Islam. Dari istri
keduanya inilah Prabu Siliwangi mendapatkan dua orang anak: Prabu Anom
Walangsungsang dan Nyi Mas Rarasantang.

Setelah menjadi Sri Baduga Maharaja Kerajaan Pajajaran, ia kemudian menikahi Nyai
Kentring Manik Mayang Sunda, seorang puteri Kerajaan Galuh. Dengan demikian,
pernikahan ini membuka jalan bagi bersatunya dua kerajaan di Jawa Barat, yakni Kerajaan
Galuh dan Kerajaan Pajajaran.

Sesungguhnya dahulu, kedua kerajaan ini adalah satu kerajaan warisan Wastu Kancana.
Akan tetapi sehubungan dengan pertikaian antar-anggota kerajaan, kerajaan ini pun
terpecah dua. Di akhir masa kepemimpinannya, sang raja Kerajaan Pajajaran ini konon
melakukan moksa, menghilang secara gaib. Isu ini berkembang karena tidak ditemukannya
pusara Prabu Siliwangi.

Beberapa sumber mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menolak untuk menganut agama
Islam (yang saat itu sedang berkembang di wilayah Kerajaan Pajajaran) dan mengasingkan
diri ke Gunung Gede. Di sanalah ia moksa. Akan tetapi, sumber-sumber lain mengatakan
bahwa Prabu Siliwangi tidaklah moksa, dan pusara yang ada di Situs Rancamaya adalah
pusara sang Sri Baduga Maharaja.
Makmurnya Kerajaan Pajajaran di Tangan Prabu Siliwangi

Prabu Siliwangi memimpin Kerajaan Pajajaran dengan adil dan bijaksana. Hal pertama yang
dilakukannya setelah dinobatkan menjadi raja adalah menjalankan wasiat kakeknya (Wastu
Kancana) yang telah disampaikan turun-temurun. Wasiat tersebut adalah menghapus pajak
dan upeti serta membuat batas-batas di Gunung Samaya dan Sunda Sembawa, yang
merupakan desa bebas pajak atau “lurah kwikuan”.

Raja Kerajaan Pajajaran ini memerintahkan petugas kerajaan untuk tidak memungut pajak di
desa-desa bebas pajak. Adapun jenis pajak yang biasanya dipungut oleh kerajaan
(sebelumnya adalah Kerajaan Galuh di Kawali) adalah “dasa” (yakni pajak tenaga individu),
“calagra” (yakni pajak tenaga kolektif), “kapas timbang” (yakni kapas 10 pikul), dan “pare
dondang” (padi 1 gotongan).

Pada masa pemerintahannya di Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi disebut-sebut sebagai


raja yang selalu mengusahakan kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi rakyatnya.
Bahkan sifat adil dan bijaksananya ini termasyhur hingga ke wilayah-wilayah kerajaan lain di
luar Kerajaan Pajajaran.

Di masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Kerajaan Pajajaran kaya
akan hasil buminya. Dalam kurun waktu satu tahun, jumlah merica yang dihasilkan rakyat
Kerajaan Pajajaran bisa mencapai 1.000 bahar (1 bahar setara dengan 3 pikul) dan jumlah
tamarin (buah asem) bisa memenuhi muatan 1.000 kapal angkut.

Hasil-hasil bumi Kerajaan Pajajaran yang melimpah ini diperdagangkan ke berbagai daerah.
Bahkan beberapa sumber mengatakan bahwa jalur perdagangan Kerajaan Pajajaran
mencapai wilayah kepulauan Maladewa.

Berdasarkan naskah Kitab Waruga Jagat, kemakmuran dan kesejahteraan Kerajaan Pajajaran
pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi disebut sebagai masa “gemuh pakuan”. Di kitab-
kitab seperti Kitab Waruga Jagat inilah Sri Baduga Maharaja disebut-sebut sebagai pembawa
kesejahteraan. Oleh karena itu, nama besarnya lebih sering diabadikan di kitab-kitab kuno
melebihi raja-raja Kerajaan Pajajaran lainnya.
Sang Maharaja Kerajaan Pajajaran di Prasasti Batutulis

Salah satu peninggalan Kerajaan Pajajaran yang masih bisa kita lihat saat ini adalah Prasasti
Batutulis. Seperti namanya, Prasasti Batutulis adalah sebuah batu besar yang berisikan kata-
kata yang ditulis dalam bahasa dan aksara Sunda kuno. Prasasti ini terletak di Kecamatan
Bogor Selatan, Kota Bogor.

Prasasti Batutulis ini dibuat untuk mengenang kebaikan Sri Baduga Maharaja dalam
memimpin Kerajaan Pajajaran. Menurut catatan arkeolog, prasasti ini dibuat pada tahun
1533 Masehi. Pembuatnya tak lain adalah Prabu Surawisesa, anak dari Prabu Siliwangi
sendiri. Isi prasasti ini berbunyi:

Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun // diwastu diya wingaran prebu guru
dewataprana // di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran
seri sang ratu dewata // pun ya nu nyusuk na pakwan // diva anak rahyang dewa niskala
sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n)cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n)cana sa(ng) sida
mokta ka nusalarang // ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida,
nyiyan sa(ng)hyang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m)ban
bumi //

Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, isi prasasti peninggalan Kerajaan Pajajaran ini
adalah sebagai berikut:
Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum // dinobatkan dia dengan nama
Prabu Guru Dewataprana // dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu
Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata // dialah yang membuat parit (pertahanan)
Pakuan // dia putra Rahyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahyang
Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan di Nusalarang // dialah yang membuat tanda
peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk Hutan Samida, membuat
Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya yang dibuat pada tahun Saka “Panca Pandawa
Mengemban Bumi” //
Sang Maharaja Kerajaan Pajajaran dan Harimau

Sri Baduga Maharaja Kerajaan Pajajaran identik dengan harimau Jawa. Konon kabarnya, Sri
Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi ini memiliki kekuatan gaib yang hebat, terkait dengan
keberadaan harimau Jawa.

Beberapa legenda menyatakan bahwa Kerajaan Pajajaran memiliki hubungan harmonis


dengan alam sekitarnya, termasuk keberadaan harimau. Bahkan, disebutkan bahwa
Kerajaan Pajajaran, terutama pada masa kejayaan Prabu Siliwangi, dilindungi oleh
sekelompok harimau Jawa.

Sebagian legenda memang terkesan melebih-lebihkan dengan menyebutkan bahwa saat


Prabu Siliwangi berada dalam keadaan terpojok dan terdesak, ia akan lari ke Gunung Gede
dan menjelma menjadi harimau untuk mengalahkan musuhnya.

Merupakan suatu hal yang unik bahwa maharaja Kerajaan Pajajaran yang dipercaya sakti
mandraguna ini hilang begitu saja di Gunung Gede pada akhir hidupnya. Legenda Prabu
Siliwangi, Kerajaan Pajajaran, dan harimau Jawa ini masih dipercayai oleh sebagian
masyarakat tatar Sunda saat ini.

Bahkan, harimau (atau maung dalam bahasa Sunda) banyak dijadikan simbol-simbol
kehebatan, kekuasaan, dan kekuatan di banyak aspek. Contohnya adalah penggunaan
simbol harimau di Kodam Siliwangi dan klub sepak bola Persib Bandung

KERAJAAN PAJAJARAN
Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini beribukota
di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang terletak di Parahyangan
(Sunda). Kata Pakuan sendiri berasal dari kata Pakuwuan yang berarti kota. Pada masa lalu,
di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya.
Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri
Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) di kampung
Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka Bumi. 

A. Awal Pakuan Pajajaran 


Seperti tertulis dalam sejarah, akhir tahun 1400-an Majapahit kian melemah.
Pemberontakan, saling berebut kekuasaan di antara saudara berkali-kali terjadi. Pada
masa kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V) itulah mengalir pula pengungsi dari
kerabat Kerajaan Majapahit ke ibukota Kerajaan Galuh di Kawali, Kuningan, Jawa Barat. 

Raden Baribin, salah seorang saudara Prabu Kertabumi termasuk di antaranya. Selain
diterima dengan damai oleh Raja Dewa Niskala ia bahkan dinikahkan dengan Ratna Ayu
Kirana salah seorang putri Raja Dewa Niskala. Tak sampai di situ saja, sang Raja juga
menikah dengan salah satu keluarga pengungsi yang ada dalam rombongan Raden
Barinbin. 

Pernikahan Dewa Niskala itu mengundang kemarahan Raja Susuktunggal dari


Kerajaan Sunda. Dewa Niskala dianggap telah melanggar aturan yang seharusnya
ditaati. Aturan itu keluar sejak “Peristiwa Bubat” yang menyebutkan bahwa orang
Sunda-Galuh dilarang menikah dengan keturunan dari Majapahit. 

Nyaris terjadi peperangan di antara dua raja yang sebenarnya adalah besan. Disebut
besan karena Jayadewata, putra raja Dewa Niskala adalah menantu dari Raja
Susuktunggal. 

Untungnya, kemudian dewan penasehat berhasil mendamaikan keduanya dengan


keputusan: dua raja itu harus turun dari tahta. Kemudian mereka harus menyerahkan
tahta kepada putera mahkota yang ditunjuk. 

Dewa Niskala menunjuk Jayadewata, anaknya, sebagai penerus kekuasaan. Prabu


Susuktunggal pun menunjuk nama yang sama. Demikianlah, akhirnya Jayadewata
menyatukan dua kerajaan itu. Jayadewata yang kemudian bergelar Sri Baduga Maharaja
mulai memerintah di Pakuan Pajajaran pada tahun 1482. 

Selanjutnya nama Pakuan Pajajaran menjadi populer sebagai nama kerajaan. Awal
“berdirinya” Pajajaran dihitung pada tahun Sri Baduga Maharaha berkuasa, yakni tahun
1482. 

B. Sumber Sejarah 
Dari catatan-catatan sejarah yang ada, baik dari prasasti, naskah kuno, maupun
catatan bangsa asing, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai
wilayah kerajaan dan ibukota Pakuan Pajajaran. Mengenai raja-raja Kerajaan Sunda
yang memerintah dari ibukota Pakuan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara
naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru. 

Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak


peninggalan dari masa lalu, seperti: 
• Prasasti Batu Tulis, Bogor
• Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi
• Prasasti Kawali, Ciamis
• Prasasti Rakyan Juru Pangambat
• Prasasti Horren
• Prasasti Astanagede
• Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta
• Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor
• Kitab cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan
• Berita asing dari Tome Pires (1513) dan Pigafetta (1522) 
C. Segi Geografis Kerajaan Pajajaran 
Terletak di Parahyangan (Sunda). Pakuan sebagai ibukota Sunda dicacat oleh Tom
Peres (1513 M) di dalam “The Suma Oriantal”, ia menyebutkan bahwa ibukota Kerajaan
Sunda disebut Dayo (dayeuh) itu terletak sejauh sejauh dua hari perjalanan dari Kalapa
(Jakarta). 

Kondisi Keseluruhan Kerajaan pajajaran (Kondisi POLISOSBUD), yaitu Kondisi Politik


(Politik-Pemerintahan) 

Kerajaan Pajajaran terletak di Jawa Barat, yang berkembang pada abad ke 8-16. Raja-
raja yang pernah memerintah Kerajaan Pajajaran, antara lain : 

Daftar raja Pajajaran 


• Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang)
• Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan
• Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan
• Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan
• Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan
anaknya, Maulana Yusuf
• Raga Mulya (1567 – 1579), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari
PandeglangMaharaja Jayabhupati (Haji-Ri-Sunda)
• Rahyang Niskala Wastu Kencana
• Rahyang Dewa Niskala (Rahyang Ningrat Kencana)
• Sri Baduga MahaRaja
• Hyang Wuni Sora
• Ratu Samian (Prabu Surawisesa)
• dan Prabu Ratu Dewata.

D. Puncak Kejayaan/ Keemasan Kerajaan Pajajaran 


Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami masa
keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan masyarakat Jawa Barat,
seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang tak pernah purna, senantiasa
hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat. 

Pembangunan Pajajaran di masa Sri Baduga menyangkut seluruh aspek kehidupan.


Tentang pembangunan spiritual dikisahkan dalam Carita Parahyangan. 

Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ; membuat talaga besar yang bernama
Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan Wanagiri. Ia
memperteguh (pertahanan) ibu kota, memberikan desa perdikan kepada semua
pendeta dan pengikutnya untuk menggairahkan kegiatan agama yang menjadi
penuntun kehidupan rakyat. Kemudian membuat Kabinihajian (kaputren), kesatriaan
(asrama prajurit), pagelaran (bermacam-macam formasi tempur), pamingtonan (tempat
pertunjukan), memperkuat angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari raja-raja
bawahan dan menyusun undang-undang kerajaan 

Pembangunan yang bersifat material tersebut terlacak pula didalam Prasasti


Kabantenan dan Batutulis, di kisahkan para Juru Pantun dan penulis Babad, saat ini
masih bisa terjejaki, namun tak kurang yang musnah termakan jaman. 

Dari kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah-kisah Babad tersebut diketahui
bahwa Sri Baduga telah memerintahkan untuk membuat wilayah perdikan; membuat
Talaga Maharena Wijaya; memperteguh ibu kota; membuat Kabinihajian, kesatriaan,
pagelaran, pamingtonan, memperkuat angkatan perang, mengatur pemungutan upeti
dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang kerajaan 

E. Puncak Kehancuran 
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya,
yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya
Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan Pajajaran ke Keraton
Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. 

Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di
Pakuan Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana
Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah
puteri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa
ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten
menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata
Sriman. 

F. Kondisi Kehidupan Ekonomi 


Pada umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian, terutama
perladangan. Di samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu Pelabuhan
Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta), dan Cimanuk (Pamanukan) 

G. Kondisi Kehidupan Sosial 


Kehidupan masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan seniman (pemain
gamelan, penari, dan badut), golongan petani, golongan perdagangan, golongan yang di
anggap jahat (tukang copet, tukang rampas, begal, maling, prampok, dll) 

H. Kehidupan Budaya 
Kehidupan budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama Hindu.
Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang
Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik. 

I. Kesimpulan 
 Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini
beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang
terletak di Parahyangan (Sunda).
 Sumber sejarahnya berupa prasati-prasati, tugu perjanjian, taman perburuan,
kitab cerita, dan berita asing.
 Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami
masa keemasan/ kejayaan dan Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579
akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten.

Anda mungkin juga menyukai