Anda di halaman 1dari 23

Kerajaan – Kerajaan Tradisional di Indonesia yang

Bercorak Hindu dan Buddha

1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia.


Kerajaan yang berdiri sekitar abad ke-4 ini berlokasi di daerah Kutai,
Kalimantan Timur. Pusat pemerintahannya diperkirakan di hulu Sungai
Mahakam dengan wilayah kekuasaan meliputi hampir seluruh wilayah
Kalimantan Timur.

Sumber sejarah yang menjadi bukti arkeologis tentang keberadaan


kerajaan ini adalah dari temuan prasasti yang ditulis di atas yupa atau tugu
batu berjumlah tujuh buah, yang ditemukan sekitar tahun 1879 dan tahun 1940
di daerah hulu Sungai Mahakam. Prasasti tersebut ditulis dengan
menggunakan huruf Pallawa, yaitu huruf yang banyak digunakan di wilayah
India Selatan dan berbahasa Sanskerta.

Satu di antara yupa di Kerajaan Kutai berisi keterangan yang artinya :


“Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah
20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam
tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara”.

Nama Raja :
1. Kudungga (pendiri)
2. Aswawarman
3. Mulawarman (terbesar)

Corak kerajaan : Agama : Hindu Siwa


Ekonomi : Perdagangan – Maritim

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem perdagangan yang baik.

Kehancuran : kalah bersaing dengan kerajaan Sriwijaya


2. Kerajaan Tarumanagara

Kerajaan Hindu tertua berikutnya adalah Kerajaan Tarumanagara yang


terletak di wilayah Jawa Barat. Kerajaan ini diperkirakan ada sejak abad ke-5
M, Sumber sejarah diperkuat oleh berita Cina yang menyebutkan kerajaan To-
Lo-Mo (Tarumanagara) mengirimkan utusan ke Cina untuk sebuah kunjungan
persahabatan yang didasari oleh adanya hubungan dagang. Keberadaan
Kerajaan Tarumanagara dibuktikan oleh tujuh buah prasasti yaitu :
 Prasasti Ciaruteun,
 Prasasti Kebon Kopi,
 Prasasti Jambu,
 Prasasti Pasir Awi,
 Prasasti Muara Cianten,
 Prasasti Tugu,
 Prasasti Cidanghiang.

Dalam prasasti Ciaruteun tertulis : “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki


yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah telapak kaki yang mulia sang
Purnawarman, raja negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”. Cap
telapak kaki melambangkan kekuasaan atau penaklukan raja atas daerah atau
tempat yang ditemukannya prasasti tersebut. Raja Purnawarman diibaratkan
Dewa Wisnu, yang dianggap sebagai pemelihara dan pelindung rakyat.

Menurut Prasasti Tugu, wilayah kekuasaan Tarumanagara meliputi


hampir seluruh Jawa Barat, yaitu membentang dari Banten, Jakarta, Bogor
hingga Cirebon. Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang dan terpenting
dari Raja Purnawarman. Isinya tentang pembangunan saluran air yang
panjangnya 6112 tombak (setara dengan 11 km) yang diberi nama Gomati.
Dalam prasasti ini juga disebutkan tentang penggalian Sungai Candrabhaga
(yang menurut penelitian adalah Sungai Bekasi sekarang). Penggalian sungai
ini bertujuan untuk mengatasi masalah banjir dan untuk mengairi sawah pada
musim kemarau.
Nama Raja :
1. Purnawarman (terbesar)
2. Sri Maharaja Linggawarman (terakhir)

Pada masa akhir pemerintahan raja Tarumanagara yang terakhir, yaitu Sri
Maharaja Linggawarman (666-669 M), Kerajaan Tarumanagara pecah menjadi
dua yaitu Kerajaan Sunda yang merupakan kelanjutan Kerajaan Tarumanagara
di bawah kekuasaan menantunya bernama Tarusbawa, dan Kerajaan Galuh di
bawah Wretikandayun. Baik Sunda maupun Galuh sebelumnya merupakan
kerajaan bawahan Tarumanagara.

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Perkebunan – Agraris

Kehidupan sosial : Rakyat telah teratur dan mengenal sistem perkebunan


yang baik.

Kehancuran : kalah bersaing dengan kerajaan Sriwijaya

3. Kerajaan Pajajaran (Sunda)


Pajajaran adalah pusat Kerajaan Sunda, sebuah kerajaan yang selama
beberapa abad (abad ke-7 sampai abad ke-16) pernah berdiri di wilayah barat
Pulau Jawa, meliputi Provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa
Tengah. Kerajaan ini bahkan pernah menguasi wilayah bagian selatan Pulau
Sumatra. Kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha, sekitar abad ke-14
diketahui bahwa kerajaan ini telah beribu kota di Pakuan Pajajaran serta
memiliki dua kawasan pelabuhan utama di Sunda Kelapa dan Banten (Banten
Girang).

Sumber Sejarah :
 Prasasti Rakrayan Jurupangambat
 Prasasti Horen
 Prasasti Citasih
 Prasasti Astanagede
 Kitab Kidung Sundayana
 Kitab Carita Parahyangan

Menurut Carita Parahyangan, Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa


pada tahun 669 (591 Saka). Sebelum berdiri menjadi kerajaan yang mandiri,
Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang
terakhir yaitu Sri Maharaja Linggawarman (memerintah 666-669 M), memiliki
dua anak perempuan yaitu Dewi Manasih dan Sobakancana. Dewi Manasih
menikah dengan Tarusbawa (Kerajaan bawahan Tarumanagara), dan
Sobakancana menikah dengan Dapunta Hyang Sri Jayanasa (pendiri Kerajaan
Sriwijaya).

Setelah Sri Maharaja Linggawarman meninggal kekuasaan


Tarumanagara turun kepada menantunya, yaitu Tarusbawa. Hal ini
menyebabkan penguasa Galuh yang juga bawahan Kerajaan Tarumanagara
yang bernama Wretikandayun (612-702) memberontak dan melepaskan diri
dari Tarumanagara dan menjadi Kerajaan Galuh yang mandiri. Tarusbawa juga
menginginkan melanjutkan Kerajaan Tarumanagara dan selanjutnya
memindahkan kekuasaannya ke Sunda. Dengan demikian letak Kerajaan
Sunda dan Kerajaan Galuh ini berbatasan, Sunda di sebelah Barat, Galuh di
sebelah Timur.

Pada masa pemerintahan Sanna raja ketiga Galuh, Sanna meminta


bantuan kepada Tarusbawa, karena ada saudara seibu Sanna bernama
Purbasora melakukan Kudeta. Atas bantuan Tarusbawa, Sanjaya berhasil
merebut kembali takhta di Galuh. Hubungan baik ini menjadi hubungan
kekeluargaan, putra Sanna yang bernama Sanjaya menikahi putri Tarusbawa.
Sepinggal Tarusbawa, akhirnya Sanjaya menyatukan Sunda dan Galuh. Ketika
Sanjaya kembali ke Mataram untuk meneruskan takhta ibunya (Sanaha),
Sanjaya menyerahkan Sunda dan Galuh kepada seorang Putranya.

Dalam Prasasti Sang Hyang Tapak yang ditemukan di daerah Cibadak,


Sukabumi, Jawa Barat (1030 M), disebutkan Seorang raja bernama Maharaja
Sri Jayabhupati berkuasa di Prahajyan Sunda (Pajajaran atau Sunda). Raja
Jayabupati memeluk agama Hindu aliran Siwa, dapat dilihat dari gelarnya yaitu
Wisnumurti. Raja Jayabupati digantikan oleh Rahyang Niskala
Wastukencana.

Nama Raja :
1. Tarusbawa (pendiri) 5. Sri Baduga Maharaja (terbesar)
2. Jayabhupati 6. Hyang Wuni Sora
3. Niskala Wastu Kancana 7. Prabu Surawisesa
4. Dewa Niskala 8. Prabu Ratu Dewata

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem pertanian yang baik

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Perdagangan – Maritim

Raja yang paling terkenal dari Kerajaan Pajajaran adalah Sri Baduga
Maharaja. Nama Sri Baduga Maharaja yang dalam Kitab Pararaton di
ceritakan terlibat dalam Perang Bubat dengan Kerajaan Majapahit pada tahun
1357.

Raja Pajajaran berikutnya adalah Prabu Ratu Dewata (1535-1543). Pada


masa pemerintahannya terjadi serangan dari Banten yang telah bercorak
Islam, dibawah pimpinan Maulana Hassanudin. Serangan berikutnya masih
dari Kesultanan Banten di pimpin oleh Maulana Yusuf pada tahun 1579,
serangan ini mengakhiri riwayat Kerajaan Pajajaran atau Sunda.

Berakhirnya zaman kerajaan Sunda ditandai dengan dirampasnya


Palangka Sriman Sriwacana (batu penobatan tempat seorang calon raja
Sunda atau Singgsana Raja) dari Pakuan Pajajaran ke Keraton Surosowan di
Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu itu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu
diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pajajaran tidak dimungkinkan
lagi penobatan raja baru, serta menandakan Maulana Yusuf adalah penerus
kekuasaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah putri Sri
Baduga Maharaja, raja Kerajaan Sunda.
4. Kerajaan Kalingga / Holing

Kalingga adalah kerajaan bercorak Buddha di Jawa Tengah sekitar abad


ke-7 M. Nama “Kalingga” berasal dari sebuah nama kerajaan yang terdapat di
wilayah India Selatan. Dalam catatan I-Tsing, Kalingga disebut Ho-ling dan
berlokasi di Cho-po (Jawa).

Sumber sejarah kerajaan ini kebanyakan diperoleh dari Berita dari China
yaitu I-Tsing (ditulis pada masa Dinasti Tang), tradisi atau kisah setempat, dan
naskah Carita Parahyangan. Beberapa hal mengenai Kerajaan Kalingga yang
disebut dalam catatan I-Tsing adalah sebagai berikut.

 Kalingga terletak di Jawa di Laut Selatan. Kerajaan ini berada di antara


Kamboja di sebelah utara, Bali di sebelah timur, dan Sumatra di sebelah
barat.
 Ibu kota kerajaan pada waktu itu dikelilingi benteng yang terbuat dari
tonggak kayu.
 Raja tinggal di istana kerajaan yang tersusun atas bangunan bertingkat
yang besar, mempunyai atap dari pohon aren, serta singgasana dari gading
gajah.
 Penduduknya pandai membuat arak dari nira pohon kelapa.
 Selain gading gajah dan cula, Kalingga menghasilkan banyak barang
tambang berupa emas dan perak.

Nama Raja : Ratu Sima

Corak kerajaan : Agama : Buddha


Ekonomi : Perdagangan – Maritim

Kehidupan sosial : Rakyat teratur karena dipimpin raja yang sangat adil.

Kehancuran : kalah bersaing dengan kerajaan Sriwijaya


5. Kerajaan Melayu

Kerajaan Melayu adalah kerajaan bercorak Buddha yang terletak di


Sumatra. Lokasinya dekat Selat Malaka, yaitu sekitar Jambi (Chan-pei), yaitu di
tepi kanan-kiri Sungai Batanghari. Lokasinya strategis yaitu pelabuhan
perdagangan yang menghubungkan India dan Cina. Kerajaan ini berdiri sekitar
abad ke-7.

Sumber sejarah, Berita dari China yaitu I-Tsing (ditulis pada masa Dinasti
Tang 618-906 M), misalnya mencatat tentang datangnya utusan dari Mo-lo-yeu
pada tahun 644 M dalam rangka hubungan dagang, dengan membawa hasil
bumi sebagai perkenalan. Disebutkan juga telah berdiri beberapa kerajaan di
Sumatra seperti To-lang-po-hwang (Tulangbawang), Mo-lo-yeu (Melayu) dan
Che-li-fo-che (Sriwijaya).

Kerajaan Melayu kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya sekitar tahun 692


M, sampai abad ke-12 tidak ada lagi keterangan sedikit pun tentang kerajaan
Melayu. Sekitar tahun 1275 kerajaan ini pulih kembali (pusatnya di
Dharmasraya) dengan menguasi Sriwijaya serta perdagangan di Selat Malaka.

Menurut Kitab Negarakertagama, Raja Kertanagara dari Singasari


melakukan apa yang disebut Ekspedisi Pamalayu yang diikuti pengiriman
Arca Amoghapasa pada tahun 1286 sebagai hadiah kepada Maharaja Melayu
Srimat Tribhuanaraja Mauli Warmadewa. Ekspedisi Pamalayu dimaksudkan
untuk menjalin persahabatan serta menggalang kekuatan militer bersama
untuk membendung kemungkinan serangan dari bangsa Mongol (di bawah
Kubilai Khan).

Nama Raja :
1. S.T. Mauli Warmadewa
2. Adityawarman (terbesar)

Corak kerajaan : Agama : Buddha


Ekonomi : Perdagangan – Maritim.
Kerajaan Melayu mencapai puncak perkembangan pada masa
pemerintahan Adityawarman, putra bangsawan Majapahit dari ibu seorang putri
Melayu bernama Dara Jingga (putri dari Maharaja Melayu Mauli Warmadewa).
Wilayah kekuasaannya mencakup seluruh pantai timur Sumatra. Hingga tahun
1347 M, Adityawarman memperluas wilayah kerajaannya sampai Pagaruyung,
Sumatra Barat. Namun kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Sumatra
berakhir menjelang abad ke-13.

6. Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan maritim bercorak Buddha yang


pernah berdiri di Pulau Sumatra dan banyak memberi pengaruh di Nusantara.
Daerah kekuasaannya membentang dari Sumatra, Jawa, pesisir Kalimantan,
Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya. Dalam bahasa
Sanskerta sri berarti “bercahaya” atau “gemilang” dan wijaya berarti
“kemenangan” atau “kejayaan”, maka nama Sriwijaya bermakna “Kemenangan
yang gilang gemilang”.

Sumber sejarah, berdasarkan temuan sumber tertulis serta berita Cina


dan Arab, Kerajaan Sriwijaya diperkirakan berdiri pada abad ke-7 M. Sriwijaya
menjadi pusat pembelajaran Agama Buddha. Sumber dan bukti tertulis lainnya
adalah prasasti-prasasti yaitu prasasti Kota Kapur, Kedukan Bukit, Talang
Tuo, Telaga Batu, Karang Berahi dan Ligor.

Prasasti tertua adalah Kota Kapur, yang ditemukan di Pulau Bangka dan
berangka tahun 686 M, melalui prasasti ini, kata “Sriwijaya” pertama kali
dikenal. Di dalamnya disebutkan “bumi Jawa tidak mu tunduk pada Sriwijaya”
yang dimaksud bumi Jawa adalah Kerajaan Tarumanagara. Prasasti berikutnya
adalah prasasti Kedukan Bukit yang berangka Tahun 605 Saka atau 688 M.
prasasti ini berisi 10 baris kalimat yang antara lain mengatakan :

“seseorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci


(siddayatra) dengan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan
membawa tentara sebanyak 20.000 orang.”

Kondisi sosial-politik Kerajaan

Melalui tulisan pada prasasti Ligor (775 M), disebutka Raja Sriwijaya,
Dharmasetu mendirikan pelabuhan di Semenanjung Melayu didekat Ligor. Ia
juga membangun sejumlah bangunan suci Agama Buddha.

Masyarakat Sriwjiaya sebagian besar hidup dari perdagangan dan


pelayaran. Letaknya strategis dijalur perdagangan antara India dan China. Hal
ini menjadi salah satu faktor Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan maritim
yang penting di Sumatra, dan bahkan menjadi pengendali jalur perdagangan
antara India dan Tiongkok.

Masyarakat Sriwijaya sebagian besar hidup dari hasil perdagangan dan


pelayaran. Kerajaan ini mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat
Malaka, Selat Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Karimata, dan
bahkan Tanah Genting Kra (Thailand dan Myanmar).

Kerajaan Sriwijaya mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan


Raja Balaputradewa. Kemajuan yang pesat dari Kerajaan Sriwijaya didukung
oleh faktor-faktor berikut.
 Letaknya strategis, berada di jalur perdagangan antara India dan Cina
 Menguasai jalur-jalur perdagangan yaitu Selat Malaka, Selat Sunda,
Semenanjung Melayu, dan Tanah Genting Kra.
 Hasil-hasil buminya seperti emas, perak, dan rempah-rempah menjadi
komoditi perdagangan yang berharga.
 Armada lautnya kuat
 Pendapatan melimpah dari upeti raja-raja yang ditaklukan, cukai terhadap
kapal-kapal asing dan barang dagangan serta hasil buminya sendiri.

Nama Raja :
1. Dapunta Hyang (pendiri)
2. Balaputra Dewa (Mencapai kejayaan)
3. Sanggrama Wijayatunggawarman

Corak kerajaan : Agama : Budha


Ekonomi : Perdagangan – Maritim
Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem perdagangan yang
baik.

Kehancuran :
 Serangan Kerajaan Medang Kamulan, Jawa Timur, di bawah Raja
Dharmawangsa pada tahun 990 M.
 Serangan Kerajaan Colamandala (India) pada tahun 1023 M dan 1030 M.
 Negara-negara taklukkan satu per satu melepaskan diri dari kekuasaan
Sriwijaya. Hal ini mengakibatkan kemunduran ekonomi dan perdagangan
 Terdesak oleh Kerajaan Thailand yang mengembangkan kekuasaannya
sampai Semenanjung Malaya.
 Serangan dari Kerajaan Majapahit pada tahun 1477 M, dan berhasil
menaklukan Kerajaan Sriwijaya.

7. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram (Mataram Kuno atau Mataram Hindu) adalah


kelanjutan dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah pada abad ke-8, yang
kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. kerajaan ini berlokasi di
pedalaman Jawa Tengah, di sekitar aliran Sungai Progo, Bogowonto, dan
Bengawan Solo. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

Dinasti Sanjaya

Sumber sejarah :
 Prasasti Canggal (732 M) dan Prasasti Mantyasih.
 Prasasti Prasasti Balitung
 Kitab Carita Parahyangan

Prasasti Canggal (732 M) dan Prasasti Mantyasih Keduanya


menyebutkan seorang raja bernama Sanjaya memeluk Agama Siwa (Hindu).
Menurut Prasasti Canggal Jawa mulanya diperintah oleh Raja Sanna
(beristrikan Sanaha) raja ketiga Kerajaan Galuh. Setelah meninggal digantikan
oleh putranya bernama Sanjaya. Ia kemudian dianggap sebagai pendiri Dinasti
(Wangsa) Sanjaya.

Pengganti Sanjaya adalah Rakai Panangkaran. Kuat dugaan pada masa


pemerintahan Rakai Panangkaran inilah Dinasti Syailendra dari Sumatra
(Kerajaan Sriwijaya) menguasai Mataram dan menjadikan raja-raja dari Dinasti
Sanjaya sebagai raja bawahan Sriwijaya.

Dinasti Syailendra

Sumber sejarah :
 Prasasti Kalasan
 Prasasti Kelurah
 Prasasti Ratu Boko
 Prasasti Nalanda

Prasasti Kalasan (778 M), menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran


mendapat perintah dari Maharaja Wisnu, raja dari Dinasti Syailendra (Sriwijaya)
untuk mendirikan Candi Kalasan (candi Buddha).

Prasasti Kelurah (782 M), menyebutkan sepeninggalan Rakai


Panangkaran Mataram diperintah oleh Raja Dharanindra atau Raja Indra dari
Wangsa Syailendra. Selanjutnya kekuasaan diwariskan kepada Raja
Samaragrawira.

Raja Samaragrawira mempunyai dua orang putra bernama Samaratungga


dan Balaputradewa. Pada masa pemrintahan Samaratungga dibangun Candi
Borobudur. Samaratungga menikah dengan putri raja Dharmasetu dari
Sriwijaya dan melahirkan seorang putri bernama Pramodawardani, yang akan
menikah dengan pewaris takhta dari Dinasti Sanjaya bernama Rakai Pikatan.

Nama Raja :
1. Raja Bhanu 4. Raja Samaratungga (terbesar)
2. Raja Wisnu 5. Raja Balaputradewa
3. Raja Indra 6. Raja Pramordhawardani

Corak kerajaan : Agama : Buddha


Ekonomi : Pertanian – Agraris
Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem pertanian yang baik.
Berhasil membuat Candi Borobudhur

Kehancuran : Terjadi perang saudara antara (Pramordhawardani - Rakai


Pikatan) dengan Balaputradewa, karena ambisi Rakai Pikatan (Dinasti
Sanjaya) pemicu konflik tersebut. Balaputradewa merasa berhak sebagai
penerus Dinasti Syailendra, sedangkan Rakai Pikatan menganggap Mataram
milik Dinasti Sanjaya. Akibatnya Balaputradewa lari ke Sriwijaya, semakin
menurunlah popularitas Dinasti Syailendra.

Mataram kembali ke Dinasti Sanjaya

Dinasti Syailendra di Jawa berakhir, kemudian kekuasaan Mataram


dilanjutkan oleh Dinasti Sanjaya, yaitu raja Rakai Pikatan. Pada masa Rakai
Pikatan kekuasaan Mataram meluas sampai meliputi seluruh Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Semangat kebudayaan Hindu dihidupkan kembali dengan
membangun Candi Hindu yang besar yaitu Candi Prambanan.

Nama Raja :
1. Sanjaya 6. Dyah Balitung
2. Rakai Panangkaran 7. Daksa
3. Rakai Pikatan (terbesar) 8. Thulodong
4. Rakai Kayuwangi 9. Wawa (raja terakhir)
5. Rakai Watuhumalang

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Pertanian – Agraris

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem pertanian yang baik.
Berhasil membuat candi Prambanan.

Kehancuran : Pada masa pemerintahan Maharaja Wawa, ia di bantu oleh Mpu


Sindok, dan pada saat Raja Wawa meninggal, Mataram dipindahkan ke Jawa
Timur dan menamainya menjadi Kerajaan Medang Kamulan. Kerajaan
Mataram runtuh karena bencana alam berupa letusan Gunung Merapi, bukan
karena perang perebutan kekuasaan.

8. Kerajaan Medang Kamulan (Mataram Kuno)

Kerajaan Medang Kamulan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram


Hindu. Menurut para ahli, telah terjadi suatu bencana alam yaitu letusan
Gunung Merapi yang sangat dahsyat. Bencana alam ini telah memporak-
porandakan sebagian besar wilayah Jawa Tengah, sehingga pusat
pemerintahan Kerajaan Mataram Hindu dipindahkan oleh Mpu Sindok ke Jawa
Timur pada abad ke-10.

Mpu Sindok adalah menantu Raja Wawa, yang pada masa pemerintahan
raja Tulodhong dan Raja Wawa menjabat sebagai mahamantri (jabatan tingkat
tinggi yang biasanya hanya diisi putra mahkota). Ia naik takhta pada tahun 929
M dan dianggap sebagai pendiri dinasti baru bernama Dinasti Isyana.

Sumber sejarah :
 Berita dari dinasti Sung
 Prasasti Prasasti Mpu Sindok
 Prasasti Bangil
 Prasasti Lor
 Prasasti Calcuta

Nama Raja :

1. Mpu Sindok (pendiri) 4. Dharmawangsa


2. Sri Isyanatunggawijaya 5. Airlangga (terbesar)
3. Sri Makutawangsawardhana

Pada tahun 1016 M, Kerajaan Medang Kamulan mengalami pralaya atau


malapetaka. Ketika pesta pernikahan antara putri Dharmawangsa dan
Airlangga (hasil pernikahan Mahendradatta dengan raja Udayana dari Bali)
sedang berlangsung, tiba-tiba Kota Watan diserbu oleh Raja Wurawari dari
Lwaram (sekutu Kerajaan Sriwijaya). Dalam serangan ini, Dharmawangsa dan
seluruh anggota keluarga kerajaan tewas. Sedangkan Airlangga dapat
meloloskan diri ke hutan pegunungan dan kemudian menjadi pertapa.

Airlangga kemudian diangkat menjadi Raja oleh para pendeta pada tahun
1019 M dan membangun pusat kerajaan di Kahuripan, Sidoarjo. Pada tahun
1025 M, Airlangga memperluas kekuasaan dan pengaruhnya seiring
melemahnya Sriwijaya. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun
kekuatan untuk menegakkan kembali kekuasaan Wangsa Isyana atas Pulau
Jawa. Pada tahun 1037 semua wilayah Kerajaan Medang Kamulan tunduk
kepada Airlangga. Pada masa pemerintahannya karya sastra berkembang di
antaranya Kitab Arjunawiwaha yang ditulis Mpu Kanwa pada tahun 1035 M.

Usaha Airlangga untuk meningkatkan kesejahteraan Medang Kamulan


antara lain :
 Memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Kali Brantas. Pelabuhan
Hujung Galuh dan Tuban menjadi pelabuhan perdagangan yang ramai.
Kapal-kapal dari India, Birma, Kamboja, dan Champa banyak yang
berkunjung ke kedua pelabuhan tersebut.
 Membangun Waduk Waringin Sapta untuk mencegah banjir musiman
 Membangun jalan-jalan yang menghubungkan wilayah pesisir ke pusat
kerajaan.

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Perdagangan – Maritim

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem perdagangan yang


baik. Berhasil membuat Candi-candi

Kehancuran : Airlangga membagi kerajaan kepada dua putranya. Kerajaan


Jenggala kepada Mapanji Garasakan, dengan ibu kota Kahuripan, dan
Kerajaan Panjalu (Kediri) kepada Sri Samarawijaya dengan ibu kota Daha. Hal
ini dilakukan untuk menghindari perang saudara untuk memperebutkan
kekuasaan.

9. Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri adalah kerajaan agraris yang terletak di daerah Malang dan
delta Sungai Brantas, Tahun 1104 M.

Sumber Sejarah :
 Berita China dari Chu Ju Kua
 Prasasti Sirah Keting
 Prassti Ngantang
 Prasasti Jaring
 Prasasti Kamulan

Nama Raja :
1. Sri Samarawijaya 4. Jayabhaya (terbesar)
2. Jayawarsa 5. Kameswhara
3. Bameswara 6. Kertajaya

Jayabhaya adalah raja Kediri yang terkenal akan ramalan-ramalannya, ia


juga dikenal sebagai sastrawan. Ramalan-ramalan Raja Jayabhaya kemudian
dibukukan dalam buku berjudul Jangka Jayabhaya. Pada masa Pemerintahan
Jayabhaya, Kediri mencapai masa kejayaan. Kediri tidak hanya berkembang
sebagai negara agraris, tetapi juga berkembang sebagai kerajaan maritim.
Sesudah Jayabhaya, ada raja yang cukup terkenal yaitu Kameswhara, terkenal
karena pada masa pemerintahannya karya sastra Jawa berkembang pesat
seperti kitab-kitab dalam bentuk kakawin dan cerita kisah Panji atau kisah
kepahlawanan lainnya.

Bebrapa karya sastra yang terkenal yaitu sebagai berikut:


 Kitab Baratayuda ditulis pada zaman Jayabhaya
 Kitab Kresnayana ditulis oleh Mpu Triguna
 Kitab Smaradahana ditulis pada zaman raja Kameswhara
 Kitab Lubdaka ditulis oleh Mpu Tanakung pada zaman raja Kameswhara

Pada masa pemerintahan Kertajaya, keadaan kerajaan penuh


ketidakstabilan. Pokok permasalahannya adalah perselisihan raja dengan para
brahmana. Raja Kertajaya ingin disembah oleh para pendeta Hindu dan
Buddha (kaum Brahmana). Keinginan itu ditolak oleh para Brahmana sehingga
membuat Kertajaya murka. Para Brahmana kemudian meminta bantuan
kepada Ken Arok (akuwu Tumapel). Ken Arok menyatakan bahwa Tumapel
menjadi kerajaan merdeka dan tidak berada di bawah kekuasaan Kediri. Raja
Kertajaya akhirnya menyatakan perang terhadap Tumapel. Kediri berhasil
dikalahkan oleh Tumapel, dan Kertajaya tewas dalam peperangan di Desa
Ganter tahun 1222. Kerajaan Kediri berakhir dengan kekalahan Kertajaya. Ken
Arok memindahkan kerajaan ke Tumapel (Singasari).

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Perdagangan – Maritim

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem perdagangan yang


baik.

Kehancuran : Terjadi serangan / kudeta dari Ken Arok seorang bupati


Tumapel yang dibantu Brahmana tahun 1222 M.

10. Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur


yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Letak kerajaan ini sekarang
diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang.

Sumber Sejarah :
 Kitab Pararaton
 Kitab Negarakertagama
 Prasasti Kudadu
 Berita dari Khubilai Khan

Menurut Kitab Pararaton, Ken Arok adalah anak seorang Petani dari Desa
Pangkur, di sebelah timur Gunung Kawi daerah Malang, ibunya bernama Ken
Endok. Berdasarkan Prasasti Kudadu, nama resmi Singasari adalah Tumapel.
Menurut Negarakertagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota
Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja. Nama Singasari lebih terkenal dari pada
nama Tumapel, nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti
Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan.

Raja pertamanya adalah Ken Arok (1222 M – 1227 M) Ken Arok lahir dari
keluarga petani, berkat jasa seorang pendeta bernama Lohgawe, ia menjadi
pengawal pribadi akuwu (bupati) Tumapel bernama Tunggul Ametung. Tunggul
Ametung memiliki seorang istri yang sangat cantik bernama Ken Dedes,
kecantikannya menimbulkan hasrat Ken Arok untuk memperistrinya. Ken Arok
memesan sebuah keris pada seorang ahli pembuat keris bernama Mpu
Gandring, dan dengan keris itu ia membunuh Mpu Gandring dan Tunggul
Ametung. Ia kemudian memperistri Ken Dedes lalu menjadi akuwu Tumapel
yang baru.

Hanya menjadi akuwu tidak memuaskan Ken Arok, ia selalu mencari cara
untuk dapat mengalahkan Kertajaya. Ia mendapatkan kesempatan ketika
datang serombongan Brahmana dari Kediri meminta perlindungan. Hal ini
dimanfaatkan oleh Ken Arok dengan dalih melindungi para Brahmana.
Selanjutnya Ken Arok melancarkan pemberontakan dan mengalahkan
Kertajaya dalam pertempuran di Ganter (1222). Selanjutnya Ken Arok menjadi
raja dan berhasil mempersatukan seluruh wilayah Kediri termasuk Tumapel,
serta membangun kerajaan baru dengan nama Singasari. Ia juga dianggap
sebagai pendiri Dinasti Girindra.

Nama Raja :
1. Raja Ken Arok (pendiri) 4. Raja Wisnuwardhana Ranggawuni
2. Raja Anusapati 5. Raja Kertanagara (Terbesar)
3. Raja Tohjaya

Ken Arok kemudian digantikan oleh Anusapati. Pengganti Anusapati


adalah Tohjaya. Akan tetapi, pemerintahan Tohjaya tidak berlangsung lama,
karena ia dibunuh oleh Ranggawuni (anak Anusapati). Ranggawuni lalu
menjadi raja (memerintah tahun 1248-1268). Ranggawuni digantikan oleh
Kertanagara. Ia adalah raja dengan cita-cita politik yang tinggi, yakni ingin
meluaskan kekuasaan Singasari ke seluruh wilayah Nusantara. Oleh karena
itu, Kertanagara banyak mengirimkan utusan atau ekspedisi ke kerajaan-
kerajaan di luar Jawa atau biasa disebut politik cakrawala mandala. Pada
tahun 1275, Kertanagara mengirimkan ekspedisi ke Melayu (Pamalayu).
Ekspedisi Pamalayu mempunyai tujuan khusus yaitu menjalin kerja sama
pertahanan untuk menghadapi ekspansi Mongol (dibawah Kubilai Khan) ke
Asia Tenggara.

Kubilai Khan telah beberapa kali mengirim utusan ke Singasari, meminta


Kertanagara untuk tunduk namun Kertanagara menolak, dan bahkan menghina
Kubilai Khan dengan memotong telinga salah seorang utusan terakhir Mongol.
Kubilai Khan marah besar dan mengirim armadanya untuk menghukum
Kertanagara.

Sebelum pasukan Mongol datang Raja Kertanagara wafat dibunuh oleh


Jayakatwang (keturunan Kertajaya, Raja Kediri), atas saran dari Arya Wiraraja
(bupati Sumenep) yang sakit hati karena disingkirkan menjadi bupati konon
karena mengkritik langkah ekspansi Kertanagara. Akhirnya kekuasaan
Kertanagara berakhir di tangan Jayakatwang yang ingin memulihkan kembali
Kerajaan Kediri. Kerajaan Singasari pun berakhir dan Kediri kembali berdiri.

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Perdagangan – Maritim

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem perdagangan yang


baik.

Kehancuran :
 Terjadi perang saudara yang disebut “kutukan keris mpu gandring”
 Serangan Jayakatwang yang dibantu tentara Mongol.

Raden Wijaya yang merupakan menantu Kertanagara, atas saran


Wiraraja, menyerah dan memohon ampun serta menyatakan ingin mengabdi
pada Jayakatwang. Terkesan dengan sikap dan kecerdasannya selama masa
pengabdian, Jayakatwang memberinya hadiah berupa sebidang tanah, yaitu
Hutan Tarik, sebuah tempat yang subur dimana ia membangun sebuah desa
yang bernama Majapahit.

Perkembangan Majapahit cukup cepat karena Raden Wijaya berhasil


menarik orang-orang dari Kediri dan Singasari untuk tinggal di Majapahit.
Karena letaknya yang strategis, hubungan dengan Wiraraja di Sumenep
berjalan lancar, bantuan orang-orang Madura dalam membangun desa dan
melatih tentara juga telah mempercepat perkembangan desa yang menjadi
cikal-bakal Kerajaan Majapahit.

Tibalah pasukan Mongol di Singasari pada tahun 1293 M, pasukan


Mongol belum tahu bahwa ada perubahan politik di kerajaan yang mereka tuju
ini. Dan kesempatan ini digunakankan oleh Raden Wijaya untuk mengelabui
mereka. Mengaku sebagai raja Singasari, ia menyatakan akan tunduk kepada
Mongol asalkan pasukan Mongol terlebih dahulu membantu mengalahkan raja
dari Kerajaan Kediri. Raden Wijaya kemudian berhasil menjalin kerja sama
dengan Mongol untuk menghancurkan Kediri, akhirnya Kediri berhasil
dikalahkan.

Tidak lama setelah kekalahan Kediri Raden Wijaya menyerang balik


tentara Mongol melalui sebuah tipu muslihat. Sebelum meninggalkan Jawa
pihak Mongol sempat menghukum mati Jayakatwang dan putranya Ardharaja
di atas kapal mereka. Dari kemenangan ini, Raden Wijaya kemudian
mendirikan Kerajaan Majapahit.

11. Kerajaan Majapahit

Pusat Kerajaan Majapahit diperkirakan terletak di daerah Trowulan,


sekitar 10 km sebelah barat daya Kota Mojokerto, Jawa Timur. Tanggal pasti
berdirinya Kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai
raja (memerintah 1293 - 1309 M), yaitu 10 November 1293.

Sumber sejarah :
 Prasasti Butak
 Kidung Harsyawijaya
 Kidung Panjiwijayakrama
 Kitab Pararaton
 Kitab Negarakertagama

Sumber utama para sejarawan mengenai Kerajaan Majapahit adalah


Pararaton (Kitab Raja-raja) dan Nagarakertagama. Pararaton bukan hanya
menceritakan Ken Arok tapi juga memuat sejarah ringkas lahirnya Majapahit.
Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis
pada masa keemasan Majapahit di bawah Hayam Wuruk.

Nama Raja :
1. Raden Wijaya (Pendiri) 6. Dewi Suhita
2. Jayanegara 7. Dyah Kertawijaya
3. Tribhuwanatunggadewi 8. Bhre Wengker
4. Hayam Wuruk (Kejayaan) 9. Bhre Ranawijaya (Brawijaya)
5. Wikramawardhana (Kehancuran)

Majapahit mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Raja


Hayam Wuruk. Wilayah Majapahit berhasil diperluas, pengaruh Majapahit
menyebar ke beberapa kerajaan di Asia Tenggara, dan rakyat hidup makmur.
Kemakmuran Majapahit diduga karena majunya pertanian di lembah Sungai
Brantas serta dikuasainya jalur perdagangan rempah-rempah Maluku.

Kejayaan Majapahit tidak dapat dilepaskan dari peranan Gajah Mada.


Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang sangat terkenal yaitu Sumpah
Palapa, yang isinya adalah bahwa Gajah Mada pantang bersenang-senang
sebelum dapat menyatukan Nusantara. Pada masa Hayam Wuruk berkuasa,
karya sastra mengalami kemajuan pesat. Beberapa kitab berhasil dibuat di
antaranya Kitab Nagarakertagama oleh Mpu Prapanca, Kitab Sutasoma dan
Arjunawijaya oleh Mpu Tantular.

Pada tahun 1357, terjadi Perang Bubat, yaitu perang antara Kerajaan
Pajajaran (Sunda) dan Kerajaan Majapahit. Penyebabnya adalah Raja Hayam
Wuruk ingin meminang putri Pajajaran, Dyah Pitaloka Citraresmi. Pihak
Pajajaran menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada
tahun 1357 rombongan raja Pajajaran beserta keluarga dan pengawalnya
bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri. Sri Baduga memerintahkan
pasukannya berkemah di lapangan Bubat menunggu Hayam Wuruk
menjemput putrinya. Namun, Gajah Mada memandang lamaran tersebut
mempunyai peluang untuk memaksa Pajajaran takluk kepada Majapahit. Raja
Pajajaran murka dan menolak keinginan pihak Majapahit sehingga perang
tidak dapat terelakkan. Raja Pajajaran dan seluruh anggota kerajaan akhirnya
tewas dalam peperangan ini, Dyah Pitaloka melakukan bela pati atau bunuh
diri untuk membela kehormatan negaranya.

Pada tahun 1389 Hayam Wuruk wafat. Sepinggalan Hayam Wuruk


kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah, terutama akibat konflik
perebutan takhta. Ia digantikan oleh putrinya bernama Kusumawardhani, yang
menikahi sepupunya sendiri, yaitu pangeran Wikramawardhana. Hayam
Wuruk juga memiliki seorang putra (dari selirnya) bernama Wirabhumi, yang
juga menuntut hak atas takhta. Pada tahun 1405-1406 terjadi perebutan takhta
antara Wirabhumi dan Wikramawardhana, yang dikenal dengan nama Perang
Paregreg.

Perang ini berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana, sementara


Wirabhumi ditangkap dan dipancung. Tampaknya perang saudara ini
melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya. Negara-
negara kecil yang menjadi taklukan Majapahit satu per satu melepaskan diri.

Wikramawardhana meninggal pada 1429, setelah sebelumnya


mengangkat Dewi Suhita, anak Bhre Wirabhumi menjadi raja. Hal ini dilakukan
untuk mengobati kekecewaan Bhre Wirabhumi yang tidak berhasil menjadi
seorang raja di Majapahit. Pada tahun1444, Suhita meninggal dan digantikan
oleh Bhre Kertawijaya. Pada 1456, Majapahit diperintah oleh Bhre Wengker
dan setelah itu masih tercatat pemerintahan Bhre Ranawijaya (Brawijaya)
sehingga kemudian Kerajaan Majapahit berakhir di tangan Raden Patah yang
memimpin pasukan Islam dari Demak.

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Perdagangan – Maritim (Darat maupun Laut)

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem pertanian dan


perdagangan yang baik.

Kehancuran :
 Tidak ada kaderisasi baik itu raja atau mahapatih
 Perang saudara
 Banyak daerah yang melepaskan diri
 Masuknya budaya Islam.
12. Kerajaan Bali

Kerajaan Bali memiliki hubungan yang dekat dengan Mataram. Hal ini
disebabkan karena Airlangga (raja Mataram) adalah putra hasil perkawinan
Raja Dharma Udayana Warmadewa (Bali) dan Ratu Mahendradatta (adik Raja
Dharmawangsa dari Mataram). Selanjutnya Airlangga menikah dengan putri
dari Raja Dharmawangsa.

Sumber Sejarah :
 Prasasti Sanur
 Prasasti Calcuta

Informasi tentang raja-raja yang memerintah Bali ditemukan melalui


Prasasti Sanur (913 M). prasasti yang ditulis dalam bahasa Sanskerta dan
bahasa Bali Kuno ini dibuat oleh raja pertama Bali yaitu Sri Kesarimarwadewa.
Di dalamnya disebutkan Raja Ugrasena (memerintah 915-942 M), yang
sezaman dengan pemerintahan Mpu Sindok (Medang Kamulan).

Nama Raja :
1. Sri Kesari Warmadewa (pendiri)
2. Ugrasena
3. Tabendra Warmadewa
4. Jayasingha Warmadewa
5. Jayasadhu Warmadewa
6. Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi
7. Dharma Udayana Warmadewa (terbesar)

8. Anak Wungsu
9. Paduka Batara Sri Artasura (Raja Bedahulu)

Pada masa pemerintahan Udayana, tampak sekali kuatnya pengaruh


Jawa di Bali, karena hampir seluruh prasasti ditulis dalam bahasa Jawa Kuno
atau bahasa Kawi. Dalam bidang agama, pengaruh zaman prasejarah
terutama dari zaman Megalithikum sangat kuat. Kepercayaan pada masa itu
dipusatkan pada pemujaan roh nenek moyang yang disimbolkan dengan
bangunan pemujaan berbentuk teras piramida atau punden berundak-undak.

Pada zaman Hindu, banyak dibangun pura yang mirip punden berundak-
undak. Sejak awal sampai masa pemerintahan Sri Wijaya Mahadewi tidak
diketahui dengan pasti agama yang dianut di Kerajaan Bali. Hanya dari nama-
nama biksu banyak yang memakai nama Siwa, sehingga diduga agama yang
banyak dianut adalah Hindu Siwa. Pada masa pemerintahan Raja Udayana
terdapat dua agama besar yang dianut di Bali, yaitu Hindu Siwa dan Buddha.
Raja terakhir dari Kerajaan Bali adalah Paduka Batara Sri Artasura (Raja
Bedahulu). Kerajaan Bali akhirnya harus tunduk terhadap ekspansi dari
Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada.

Corak kerajaan : Agama : Hindu


Ekonomi : Pertanian – Agraris

Kehidupan sosial : Rakyat telah mengenal sistem sistem pertanian yang baik.

Kehancuran : Serangan dari kerajaan Majapahit.

Berakhirnya Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

Pada akhir abad ke-13, seiring dengan perkembangan pengaruh Islam dari
Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatra. Agama Islam pun
segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya melalui penaklukan dan
penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan Wali
Songo. Hal ini mengakibatkan pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha
mulai menurun dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang menyebar luas
dan sangat berpengaruh di Nusantara dan Semenanjung Malaya.

Anda mungkin juga menyukai