Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi, ini dibuktikan dengan
ditemukannya 7 buah Yupa (prasasti berupa tiang batu) yang ditulis dengan huruf
pallawa dan bahasa Sansekerta yang berasal dari India yang sudah mengenal Hindu.
Yupa mempunyai 3 fungsi utama, yaitu sebagai prasasti, tiang pengikat hewan untuk
upacara korban keagamaan, dan lambang kebesaran raja.
Dari tulisan yang tertera pada yupa nama raja Kundungga diperkirakan merupakan
nama asli Indonesia, namun penggantinya seperti Aswawarman, Mulawarman itu
menunjukan nama yang diambil dari nama India dan upacara yang dilakukannya
menujukan kegiatan upacara agama Hindu. Dari sanalah dapat kita simpulkan
bahwa kebudayaan Hindu telah masuk di Kerajaan Kutai.
Sementara itu pada abad XIII di muara Sungai Mahakam berdiri Kerajaan bercorak
Hindu Jawa yaitu Kerajaan Kutai Kertanegara yang didirikan oleh salah seorang
pembesar dari Kerajaan Singasari yang bernama Raden Kusuma yang kemudian
bergelar Aji Batara Agung Dewa Sakti dan beristerikan Putri Karang Melenu
sehingga kemudian menurunkan putera bernama Aji Batara Agung Paduka Nira.
Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi
sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.
KERAJAAN TARUMANAGARA
Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia setelah
Kerajaan Kutai. Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada abad 4-7 masehi atau 358M
(berdasarkan naskah wangsakerta). Tarumanagara didirikan oleh Jayasingawarman
yang datang dari India setelah kalah berperang di sana.
Tarumanegara juga meninggalkan banyak peninggalan seperti halnya kerajaan lain.
Namun, yang menarik adalah kerajaan ini juga disebutkan dalam sumber sejarah
negeri lain, yakni di Cina. Rasanya cukup pas jika kita memulai kisahnya dari
pendirinya terlebih dahulu.
Umumnya pengungsi tersebut berasal dari daerah kerajaan Palawa dan Calankaya di
India. Salah satu rombongan pengungsi tersebut dipimpin oleh seorang Maharesi
yang bernama Jayasingawarman.
Ketika telah mendapatkan persetujuan dari raja Jawa Barat (Dewawarman VIII, raja
Salakanagara) maka mereka membangun tempat pemukiman baru di dekat sungai
Citarum. Pemukiman tersebut disebut Tarumadesya (desa Taruma).
Sepuluh tahun berjalan ternyata desa ini banyak didatangi oleh orang-orang,
sehingga Tarumadesya menjadi besar. Pada akhirnya wilayah yang hanya setingkat
desa tersebut berkembang menjadi kota (nagara).
Kerajaan ini banyak meninggalkan berbagai peninggalan yang menjadi bukti bahwa
kerajaan ini pernah berdiri. Peninggalan mencakup prasasti, topeng emas, dsb.
Menariknya lagi, nama kerajaan ini semat disebutkan dalam peninggalan dokumen
atau naskah bersejarah di negeri Cina .
Salah satu peninggalan kerajaan ini adalah tujuh prasasti tarumanegara. Prasasti
ditemukan di tempat-tempat yang berbeda namun tidak terlalu jauh satu sama lain.
Berikut adalah beberapa prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara.
Prasasti Ciareteun
Prasasti Jambu (Koleangkak)
Prasasti Pasir Awi
Prasti Kebun Kopi
Prasasti Muara Cianten
Prasasti Tugu
Berikut adalah kehidupan kerajaan tarumanegara dilihat dari beberapa aspek seperti
kehidupan politik, kehidupan agama, sosial-ekonomi.
Raja Purnawarman tampaknya adalah raja yang paling berpengaruh dan disegani
baik oleh rakyat maupun musuhnya. Diperkirakan bahwa Purnawarman setidaknya
telah berkuasa selama 22 tahun. Ia juga berhasil membawa Tarumanegara ke masa
kejayaannya. Selain itu, Purnawarman juga telah berhasil menjalin hubungan
diplomatik dengan Cina.
Agama yang dianut raja Purnawarman dan rakyatnya adalah agama Hindu Siwa,
dimana kaum Brahmana memegang peranan penting dalam upacara. Sedangkan
gambar telapak kaki Dewa Wisnu merupakan simbol karena Dewa Wisnu pada
umumnya dihormati sebagai dewa pelindung dunia.
KERAJAAN PAJAJARAN
Berdirinya Kerajaan Pajajaran Sejarah Kerajaan Pajajaran tidak dapat terlepas dari
kerajaan-kerajaan pendahulunya, seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda
dan Galuh, serta Kawali. Hal ini disebabkan pemerintahan Kerajaan Pajajaran
merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Menurut Prasasti Sanghyang
Tapak, Raja Sri Jayabhupati mendirikan sebuah kerajaan pada 923 M di Pakuan
Pajajaran. Setelah Sri Jayabhupati, takhta kemudian jatuh ke tangan Rahyang
Niskala Wastu Kancana dengan pusat kerajaan berada di Kawali. Pada 1428, Sri
Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi dinobatkan dua kali untuk menerima takhta
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Periode terakhir Kerajaan Sunda dan Galuh ini
kemudian dikenal sebagai periode Kerajaan Pajajaran dengan pusat pemerintahan
kembali ke Pakuan Pajajaran.
KERAJAAN MELAYU
Kerajaan Melayu dalam sejarahnya merupakan bagian dari kerajaan tertua yang
berlokasi di dataran Sumatera. Keberadaannya disinyalir lebih dulu ada jauh
sebelum Sriwijaya didirikan serta berkuasa. Daerahnya dikenal sebagai tempat
penghasil emas. Sistem maritim yang ada di sana juga terkenal stabil serta
mendominasi.
Penamaanya terlukis dalam beberapa bahasa dan pengertian atas istilah yang
berkaitan. Seperti yang tertulis pertama dalam bahasa Tiongkok dengan huruf Ma-
La-Yu. Sedangkan pada beberapa kitab seperti Budha Purana penggunaan kata
tersebut bermakna sebagai tanah yang dikelilingi oleh air.
Berita kejayaan atas pemerintah yang dibangun oleh pemimpin Kerajaan Melayu
sempat tertuliskan ke dalam beberapa buku, yang kesemuanya berbahasa Tiongkok.
Banyak sekali cerita menarik yang bisa diambil dari sejarahnya, mulai dari masa
kejayaannya, hingga hal-hal yang berkaitan langsung tentang hal tersebut.
Kerajaan Melayu memiliki kehidupan politik yang cukup stabil. Dikatakan bahwa
ada sebuah konflik berarti yang terjadi dengan wilayah sekutu saat itu. Namun,
beberapa sumber juga menyatakan bahwa kedudukan pemerintahannya selalu
mengalami pasang surut. Perseteruannya dengan Sriwijaya berlangsung cukup
sengit dan melibatkan banyak hal, hingga akhirnya dipaksa untuk mengalah.
Keberadaan Kerajaan Melayu yang strategis dan berada di tengah wilayah pelayaran
atau sebuah selat tentunya sangat mempengaruhi sistem perdagangannya.
Diketahui bersama pada masa pemerintahannya kehidupan ekonominya disokong
dan menjadi sangat stabil karena sektor ini. Bahkan kemapanannya pada bidang
maritim diakui oleh beberapa daerah lain di luar kekuasaannya.
Sebagai kerajaan tertua yang pertama ada di dataran Sumatera, memang pada
awalnya mendapatkan kedudukan yang sangat strategis ditambah dengan kekayaan
alam yang dimilikinya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu munculah
kerajaan-kerajaan baru di sekitar area kekuasaannya. Dimana hal ini menjadikan
kedudukannya semakin terdesak dan mengalami banyak tekanan.
2. Perekonomian
1. Prasati Amonghapasa
2. Prasrati Masjusri
Mada.
KERAJAAN KALINGGA
Kerajaan Kalingga atau Kerajaan Holing adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha di
Jawa yang berdiri pada abad ke-6 hingga abad ke-7. Letak kerajaan ini berada di
pantai utara Jawa Tengah, antara Kabupaten Pekalongan dan Jepara. Pendiri
Kerajaan Kalingga adalah keturunan Dinasti Syailendra, yang nantinya menjadi
penguasa Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada
masa pemerintahan Ratu Shima yang berkuasa antara 674-695 M. Tidak banyak
cerita maupun keterangan mengenai Kerajaan Kalingga. Bukti-bukti yang
menyebutkan keberadaannya lebih banyak berasal dari Tiongkok, salah satunya
berasal dari pendeta bernama Hwi-ning yang mengunjungi Kerajaan Kalingga pada
664-667 M. Raja-raja Kerajaan Kalingga Prabhu Wasumurti (594-605 M) Prabhu
Wasugeni (605-632 M) Prabhu Wasudewa (632-652 M) Prabhu Wasukawi (652 M)
Prabhu Kirathasingha (632-648 M) Prabhu Kartikeyasingha (648-674 M) Ratu
Shima (674-695 M) Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Kalingga Kehidupan politik
Kerajaan Kalingga Meski hanya berdiri sekitar satu abad, Kerajaan Kalingga pernah
membawahi 28 kerajaan kecil yang diberi kebebasan dalam mengatur
pemerintahannya sendiri. Akan tetapi, kerajaan-kerajaan tersebut harus tunduk
pada peraturan kerajaan, menyerahkan upeti tahunan, dan mengakui sebagai
bawahan Kerajaan Kalingga. Penguasa kerajaan kecil tersebut adalah kerabat dekat
penguasa Kalingga. Kehidupan ekonomi Kerajaan Kalingga Perekonomian Kerajaan
Kalingga bertumpu pada sektor perdagangan dan pertanian. Letaknya yang berada
di pesisir utara Jawa menyebabkan sektor perdagangan maritim dapat berkembang
pesat. Komoditas perdagangan Kalingga antara lain, kulit penyu, emas, perak, cula
badak, dan gading. Sementara itu, wilayah pedalaman yang subur dimanfaatkan
untuk mengembangkan kegiatan pertanian dengan hasil utama berupa padi. Selain
itu, sebagian penduduknya pandai membuat minuman dari bunga kelapa dan bunga
aren.
KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya bermula dari daerah pantai timur Sumatra yang telah menjadi
jalur perdagangan ramai dan banyak dikunjungi para pedagang India dari sekitar
awal tahun masehi. Karena keadaan tersebut, mulai bermunculan pusat-pusat
perdagangan pula di sekitar sana. Lambat laun, pusat-pusat perdagangan tersebut
berkembang menjadi kerajaan-kerajaan kecil di sekitar abad ke-7 masehi.
Salah satu sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya adalah prasasti-prasasti yang banyak
ditemukan di sekitar wilayah Sumatera bagian selatan. Selain itu terdapat pula
beberapa prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, bahkan di mancanegara. Berikut
adalah pemaparannya.
Di depan muara sungai Musi terdapat pulau-pulau yang dapat berfungsi sebagai
pelindung, sehingga ideal untuk kegiatan pertahanan dan pemerintahan. Lokasi ini
juga merupakan jalur perdagangan internasional (terutama dari India dan Cina).
Sungai besar, peran laut juga cocok untuk penduduknya yang telah memiliki bakat
sebagai pelaut ulung.
Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam.
Banyak daerah kekuasaan yang memerdekakan diri dari Sriwijaya. Hal ini
diperkirakan disebabkan oleh melemahnya angkatan laut Sriwijaya, sehingga
pengawasan menjadi semakin sulit.
KERAJAAN MATARAM
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno cukup panjang yang dimulai sejak abad ke-6 M.
Kerajaan Mataram Kuno atau sering juga disebut dengan Kerajaan Mataram Hindu
atau Kerajaan Medang merupakan kerajaan penerus dari Kerajaan Kalingga di Jawa
yang diperkirakan eksis pada abad ke-8 hingga 10 Masehi.
Lokasi Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno memiliki dua periode
berdasarkan lokasi atau ibu kota pemerintahannya. Pertama adalah periode awal
Kerajaan Medang yaitu di Jawa Tengah di bawah Wangsa Sanjaya dan Sailendra
(732-929 M), serta yang kedua ketika pindah ke Jawa Timur dan dikuasai oleh
Wangsa Isyana (929-1016 M).
Lokasi tepatnya pusat Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Tengah diperkirakan
berada di Bhumi Mataram atau Yogyakarta pada masa awal berdirinya di bawah
pemerintahan Rakai Mataram Sang Sanjaya.
Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno bermula ketika kerajaan ini terpecah menjadi
dua bagian. Kerajaan Mataram Kuno pertama kali dipimpin oleh Raja Sanjaya yang
bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Hal ini dibuktikan dengan Prasasti
Canggal dan Carita Parahyangan.
Selama memerintah, Raja Sanjaya dikenal sebagai sosok raja yang adil, bijaksana,
dan taat beragama. Di bawah pemerintahannya juga, wilayah Kerajaan Mataram
Kuno semakin meluas dan rakyatnya hidup sejahtera. Kerajaan ini juga menjadi
pusat pembelajaran agama Hindu, yang dibuktikan dengan banyaknya pendeta yang
berkunjung dan menetap di Mataram. Sayangnya, pada pertengahan abad ke-8, Raja
Sanjaya meninggal dunia. Kedudukannya kemudian digantikan oleh sang putra,
Rakai Panangkaran. Setelah Rakai Panangkaran wafat, Kerajaan Mataram Kuno
mengalami kekosongan kekuasaan karena ia tidak memiliki pewaris tahta.
Akibatnya, jabatan raja diberikan kepada Mpu Sindok, penasihatnya.
Kerajaan Medang
Kadang kerajaan ini disebut sebagai kerajaan lanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno.
Sebenarnya ibukota dari Kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu yaitu
Medang Kamulan.
Kerajaan Medang adalah kerajaan yang berdiri pada abad ke-8 dan didirikan oleh
seorang awalnya pejabat istana yaitu Mpu Sindok.
Jabatan Mpu Sindok cukup penting karena mempunyai posisi tertinggi sesudah raja
yang bergelar Rakryan Mapatih Hino atau Rakryan Mahamantri i Hi.
Dinasti ini sering dikatakan dinasti ketiga dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno,
setelah Mpu Sindok mendirikan istana baru di Tamwlang pada tahun 929 M.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa Kerajaan Medang yang pada awalnya berdiri di
Jawa Tengah atau Mdanj i Bumi Mataram.
Namun, lokasi awalnya tidak diketahui dengan tepat, tapi diperkirakan berada di
sekitar Yogyakarta dan Candi Prambanan.
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang di bawah Dinasti Isyana atau
Wangsa Isyana yaitu sebagai berikut :
1. Mpu Sindok
2. Raja Sri Isyana Tunggawijaya
3. Sri Makutawangsawardhana
4. Dharmawangsa Teguh
5. Airlangga
Pada masa tuanya Raja Airlangga akhir mengundurkan diri sebagai raja dan memilih
menjadi pertapa.
Ia bertapa dan mendalami agama Wisnhu di Gunung Penanggungan.
Putri Mahkota Raja Airlangga yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi (Prasassti Turun
Hyang 1035) menolak menjadi raja dan mengikuti jejak sang ayah menjadi pertapa.
Akhirnya Raja Airlangga membagi dua kerajaan yang di berikan pada dua putranya
dari selirnya.
Sri Samarawijaya berhak atas kerajaan sebelah barat di sebut Kadiri dengan ibukota
Daha.
Dan untuk Mapanji Garasakan menguasai kerajaan timur di sebut Janggala dengan
ibukota Kahuripan.
KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan Kediri merupakan hasil dari perpecahan Kerajaan Medang Kamulan yang
dipecah jadi 2 oleh Raja Airlangga.
Airlangga sendiri merupakan Raja Medang Kamulan yang naik tahta tahun 1019
Masehi, dengan kondisi kerajaan yang sedang mengalami penurunan.
Setelah itu, Ibu kota pemerintahan pun dipindah ke daerah Kahuripan dan akhirnya
mencapai puncak kejayaan.
Menurut berita yang dimuat dalam Serat Calon Arang, di akhir masa
kepemimpinannya, Airlangga memindahkan pusat kerajaan ke Kota Daha.
Sementara setelah itu ia juga ikut mengundurkan diri dari kerajaan untuk menjadi
seorang pertapa yang dikenal dengan nama Resi Gentayu.
Penerus tahta kerajaan jatuh ke tangan putrinya yang bernama Sri Sanggramawijaya.
Tapi, karena ia juga ingin jadi seorang pertapa, tahta kerajaan akhirnya
diperebutkan oleh kedua putranya, yakni Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Kerajaan Kediri merupakan sebuah kerajaan bercorak Hindu yang berdiri antara
tahun 1042 Masehi hingga 1222 Masehi.
Pusat pemerintahannya terletak di Kota Daha, atau yang sekarang menjadi wilayah
Kota Kediri.
Sebenarnya, nama Daha berasal dari kata Dahanapura, yang diartikan sebagai Kota
Api. Penaman ini dapat ditemukan dalam Prasasti Pamwatan yang dibuat Raja
Airlangga tahun 1042 Masehi.
Hal ini sesuai dengan apa yang terpahat dalam prasasti buatan tahun 1042 Masehi
dan Serat Calon Arang.
Silsilah Raja
Agama yang berkembang dan tersebar di Kerajaan Kediri adalah Agama Hindu
aliran Waisnawa, yang percaya bahwa Airlangga merupakan titisan Dewa Wisnu.
Sumber sejarah juga menyebutkan, kalau Prabu Jayabaya merupakan seorang raja
yang rajin bersemedi, bertapa, dan tirakat di daerah yang sepi seperti di hutan.
Masa Kejayaan
Pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai ke Sumatra, yang saat itu sedang di bawah
kendali Kerajaan Sriwijaya.
Sejarah kemenangan ini bisa ditemui pada Prasasti Ngatan (1135 Masehi).
Tak ayal, rakyat pun merasakan kenikmatan luar biasa dengan keadaan negara yang
gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja yang artinya negara penuh
dengan kekayaan alam melimpah, dan kehidupan aman dan sejahtera.
Penyebab Keruntuhan
Kemunduran Kerajaan Kediri mulai dialami pada saat Raja Kertajaya memerintah.
Pada tahun 1222 Masehi, terjadi perselisihan antara Prabu Kertajaya dan kaum
brahmana.
Saat itu, hak-hak para brahmana mulai dicabut, sehingga menyebabkan keberadaan
para brahmana ini sudah tak aman lagi di kerajaan.
Lalu, mereka melarikan diri ke Tumapel dan meminta bantuan Ken Arok.
Mengetahui hal ini, Kertajaya segera mengutus bala tentara untuk menyerbu
Tumapel.
Sementara, di lain pihak, Tumapel mendapat dukungan penuh dari para brahmana
untuk menyerang balik Kerajaan Kediri.
• Wikramawardhana (1389-1429 M)
Konon awal mula Kerajaan Majapahit berdiri setelah runtuhnya Kerajaan Singasari
akibat Pemberontakan Jayakatwang pada tahun 1292 M.
Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari,
Candi Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Wringin
Branjang, Candi Surawana Candi Minak Jinggo, Candi Rimbi, Candi Kedaton, dan
Candi Sumberjati.Prasasti :
Nama sebenarnya dari Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel, sedangkan ibu
kotanya berada di Kutaraja. Asal-usul penamaan Singhasari berawal ketika Raja
Wisnuwardhana menunjuk anaknya, Kertanagara, sebagai putra mahkota dan
mengganti nama pusat pemerintahan kerajaan menjadi Singhasari. Singhasari yang
sebenarnya merupakan nama ibu kota justru lebih terkenal daripada nama
kerajaannya, yakni Tumapel. Pada akhirnya, masyarakat terbiasa menyebut
Kerajaan Tumapel dengan nama Kerajaan Singhasari.
Ada dua versi dalam mengidentifikasi sejarah Tumapel atau Singhasari, yaitu
Pararaton dan Kakawin Nagarakretagama.
Oleh karena itu, Ia justru abai dengan pertahanan yang berasal dari dalam kerajaan itu sendiri.
Saat Kertanegara sedang fokus dengan misinya dalam mengembangkan kekuasaannya,
Jayakatwang yang masih mempunyai garis keturunan Kerajaan Kediri mulai memberikan
serangan kepada Kerajaan Singosari. Usaha tersebut semakin dilancarkan karena
Jayakatwang dibantu oleh Wiraraja yang sebelumnya sudah pernah dijatuhkan dari keraton.
Dari Wiraraja, akhirnya Jayakatwang mengetahui waktu yang tepat untuk melaksanakan
serangan ke Kerajaan Singosari. Pada saat itu, Singosari diserang dari dua arah sekaligus,
yaitu dari arah utara dan selatan. Akan tetapi, ternyata serangan yang berasal dari arah utara
justru malah mengecoh pasukan yang dipimpin oleh Ardharaja dan juga Raden Wijaya.
Sementara serangan yang berasal dari arah Selatan justru yang paling berdampak sampai
menewaskan Kertanegara. Meninggalnya Kertanegara kemudian menjadi akhir dari masa
kejayaan Kerajaan Singosari. Kemudian wilayah Singosari dikuasai oleh Jayakatwang dan Ia
membuat ibukota baru.
3. Candi Kidal
KERAJAAN BALI
Sejarah Singkat Kerajaan Bali
Kerajaan Bali terletak di sebuah pulau yang tidak jauh dari daerah Jawa Timur, tepatnya di
sebelah timur Pulau Jawa, maka dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan Pulau Jawa. Ketika kerajaan Majapahit runtuh, banyak dari rakyat
Majapahit yang melarikan diri kemudian menentap di Bali. Sehingga sampai saat ini masih
ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat Bali adalah pewaris tradisi Majapahit.
Kerajaan Bali adalah sebuah kerajaan yang terletak di sebuah pulau berukuran kecil yang tak
jauh dari Pulau Jawa dan berada di sebelah timur. Kerajaan ini berada di sebuah pulau kecil
yang dahulu masih dinamakan dengan Pulau Jawa sehingga bisa dikatakan pulau ini masih
dianggap sebagai bagian dari Pulau Jawa.
Kerajaan Bali merupakan sebuah kerajaan yang terletak di sebuah pulau kecil yang tak jauh
dari Jawa Timur dengan nama yang sama. Kerajaan Bali umumnya bercorak agama Hindu.
Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan erat dengan Pulau Jawa karena
letak kedua pulau ini berdekatan.
Prasasti Blanjong
Prasasti Panglapuan
Prasasti Gunung Panulisan
Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu
Candi Padas di Gunung Kawi
Pura Agung Besakih
Candi Mengening
Candi Wasan.
Perkawinan antara Dharma Udayana dengan Mahendradata yang merupakan putri dari raja
Makutawangsawardhana dari Jawa Timur, sehingga kedudukan Kerajaan Bali semakin kuat.
Penyebab Keruntuhan Kerajaan Bali
Dikisahkan seorang raja Bali yang saat itu bernama Raja Bedahulu atau yang dikenal dengan
nama Mayadenawa yang memiliki seorang patih yang sangat sakti yang bernama Ki Kebo
Iwa.
Kedatangan Gadjah Mada dari kerajaan majapahit ke Bali adalah ingin menaklukan Bali di
bawah pimpinan Kerajaan Majapahit, namun karena tidak mampu patih Majapahit itu
mengajak Ki Kebo Iwa ke jawa dan disana disuruh membuat sumur dan setelah sumur itu
selesai Ki Kebo Iwa di kubur hidup-hidup dengan tanah dan batu namun dalam lontar Bali Ki
Kebo Iwa tidak dapat dibunuh dengan cara yang mudah seperti itu. Tanah dan batu yang
dilemparkan ke sumur balik dilemparkan ke atas. Pada akhirnya dia menyerahkan diri sampai
ia merelakan dirinya untuk dibunuh baru dia dapat dibunuh. Setelah kematian Ki Kebo Iwa,
Bali dapat ditaklukan oleh Gadjah Mada pada tahun 1343.
Patih Kebo Iwa yang berhasil dibujuk untuk pergi ke Majapahit, sesampainya di Majapahit
Kebo Iwa dibunuh.
Patih Gajah Mada yang berpura-pura menyerah dan minta diadakan perundingan di Bali, lalu
ia menangkap raja Bali yaitu Gajah Waktra sehingga kerajaan Bali berada di bawah
kekuasaan Majapahit.