Kerajaan Kutai terletak di Sungai Muara Kaman, Kalimantan Timur yang berdiri pada tahun
400 Masehi. Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua yang menjadi cikal bakal
kerajaan – kerajaan Hindu Buddha di Indonesia. Sumber sejarah Kerajaan Kutai adalah
prasasti Yupa yang berbahasa sansekerta dan berhuruf pallawa.
Dari Yupa yang ditemukan kemudian muncul nama Kudungga sebagai pendiri Kerajaan
Kutai. Menurut para ahli sejarah, nama Kudungga dianggap sebagai nama asli Indonesia
sebelum mendapatkan pengaruh bahasa India. Sedangkan keturunannya, Mulawarman dan
Aswawarman diduga mendapatkan pengaruh nama dari budaya Hindu dari India. Kata
“warman” pada penamaan raja – raja di Kutai merupakan nama yang banyak disebut bagi
masyarakat India bagian selatan.
Prasasti Yupa juga menyebutkan nama – nama raja yang memerintah Kutai. Berikut adalah
20 daftar nama raja – raja Kutai :
Kutai mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Raja Mulawarman seperti yang
tertulis pada Yupa. Dijelaskan bahwa Mulawarman telah melakukan upacara pengorbanan
emas dengan jumlah yang sangat banyak. Emas tersebut dibagikan kepada rakyatnya dan
dijadikan persembahan kepada para dewa.
Aspek Sosial
Pada masa pemerintahan Kudungga, kerajaan Kutai mengalami masa peralihan dari bentuk
kesukuan ke bentuk negara. Kehidupan sosial pada masa kerajaan ditandai dengan adanya
golongan terdirik yang mampu menggunakan bahasa sansekerta dan aksara pallawa. Hal
tersebut dibuktikan dengan adanya upacara pemberkatan bagi pemeluk agama Hindu. Para
brahmana Kutai dianggap memiliki intelektual tinggi dikarenakan sulitnya penguasaan
bahasa ini.
Aspek Politik
Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman ditandai dengan keadaan politik yang stabil. Hal
ini didasarkan pada Prasasti Yupa yang menyebutkan raja Mulawarman dikatakan menjadi
raja yang berkuasa, kuat dan bijaksana.
Aspek Ekonomi
Dengan letaknya yang strategis yaitu berada di dekat Sungai Mahakam, membuat tanah
Kerajaan dalam keadaan subur dan sangat cocok untuk bercocok tanam. Mata pencaharian
masyarakat Kutai adalah petani, peternak dan pedagang. Hal ini dibuktikan dengan
peninggalan tertulis Yupa yang menyebutkan bahwa Mulawarman pernah memberikan
20.000 ekor sapi kepada para brahmana. Selain itu, Kerajaan Kutai juga menerapkan pajak
pada pedagang dari daerah lain yang berdagang di wilayah Kerajaan Kutai. Pajak ini biasanya
berupa barang yang mahal atau upeti.
Aspek Agama
Kerajaan Kutai memiliki sejarah yang kuat akan kepercayaan animisme dan dinamisme serta
Hindu sebagai agama pendatang. Terbukti pada peninggalan Yupa yang dianggap sebagai
peninggalan masa megalitikum, menhir dan punden berundak. Diyakini bahwa rakyat Kutai
dibebaskan untuk beragama walaupun kerajaan menganut ajaran agama Hindu siwa yang
bercampur brahmana.
Masa kejayaan Kutai tidak berlangsung lama, setelah meninggalnya Raja Mulawarman, Kutai
mengalami banyak pergantian pemimpin hingga mengalami keruntuhan pada masa
pemerintahan Raja Dharma Setia pada abad ke 13 M. Raja Dharma Setia tewas di tangan
penguasa Kerajaan Kutai Kertanegara yaitu Pangeran Anum Panji Mandapa.
Peninggalan Kerajaan Kutai
Kutai meninggalkan sumber sejarah berupa Yupa yang berjumlah tujuh buah dengan huruf
pallawa dan bahasa sansekerta. Yupa banyak memberikan informasi terkait keluarga kerajaan
dan aspek sosial, agama, dan ekonomi. Yupa berbentuk tugu batu dengan tinggi kurang lebih
1 meter yang tertanam di tanah.
B. Kerajaan Tarumanegara
1. Jayasingawarman 358-382
2. Dharmayawarman 382-395
3. Purnawarman 395-434
4. Wisnuwarman 434-455
5. Indrawarman 455-515
6. Candrawarman 515-535
7. Suryawarman 535-561
8. Kertawarman 561-628
9. Sudhawarman 628-639
Prasasti Kota Kapur dari Pulau Bangka menjelaskan bahwa Sriwijaya diperkirakan telah
menguasai Sumatera bagian selatan, Bangka, Belitung hingga Lampung. Bahkan
diperkirakan Sri Jayanasa juga melakukan percobaan ekspedisi militer ke Jawa yang
dianggap tidak berbakti kepada Sriwijaya. Peristiwa ini bersamaan dengan keruntuhan
Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Kalingga yang diperkirakan runtuh akibat serangan
Sriwijaya.
Sri Indrawarman
Raja Dharanindra
Raja Samaratungga
Rakai Pikatan
Balaputradewa
Sri Udayadityawarman
Sri Culamaniwarman atau Cudamaniwarmadewa
Sri Marawijayatunggawarman
Sri Sanggramawijayatunggawarman
Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mencapai masa puncak kejayaan pada masa pemerintahan Raja
Balapuntradewa pada abad ke 8 M dan 9 M. Pada dasarnya, Kerajaan Sriwijaya mengalami
masa gemilang hingga masa pemerintaha Sri Marawijaya. Hal ini didasarkan pada Kerajaan
Sriwijaya yang disibukkan dengan perang melawan Jawa pada tahun 922 M dan 1016 M.
Dilanjutkan melawan Kerajaan Cola (India) pada tahun 1017 hingga 1025 M hingga raja Sri
Sanggramawijaya berhasil ditawan.
Pada masa kejayaannya, wilayah Sriwijaya mampu menguasai jalur perdagangan Selat
Malaka. Selain itu wilayah kekuasaannya mampu diperluas hingga Jawa Barat, Kalimantan
Barat, Bangka, Belitung, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Guna mengamankan
wilayah laut, Sriwijaya membangun aramada laut yang kuat sehingga kapal asing yang ingin
berdagang merasa aman. Sriwijaya kemudian berkembang menjadi kerajaan maritim yang
kuat di masanya.
8. Prasati Ligor
Prasasti Ligor ditemukan di Thailand bagian selatan oleh Nakhon Si Thammarat. Prasasti ini
berisi mengenai kisah raja Sriwijaya yang membangun Tisamaya Caitya untuk Karaja.
9. Prasasti Leiden
Prasasti Leiden berbentuk lempengan tembaga dengan bahasa Sansekerta serta bahasa Tamil.
Isi dari prasasti ini adalah mengenai hubungan dinasti Cola terhadap dinasti Syailendra dari
Sriwijaya.
10. Candi Muara Takus
candi Muara Takus ditemukan di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Candi Muara Takus memiliki corak Buddha dengan beberapa susunan stupa yang ada pada
candi ini. Pada halaman candi terdapat beberapa candi dengan nama Candi Bungsu, Candi
Sulung, Stupa Palangka dan Stupa Mahligai.
Para ahli sejarah memperkirakan bahwa wilayah Mataram Kuno bagian utara berbatasan
dengan Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro dan Sumbing. Sedangkan di sisi barat terdapat
Pegunungan Serayu, disebelah timur terdapat Gunung Lawu, dan selatan terdapat Laut
Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai yang dimaksud adalah Sungai Bogowonto, Progo,
Opak dan Bengawan Solo. Sedangkan Poh Pitu yang dimaksud kemungkinan adalah wilayah
antara Kedu hingga sekitar Prambanan.
Dinasti Syailendra
Pada akhir abad ke 8, dibawah pemerintahan Sri Dharmatungga wilayah Mataram Kuno
dibawah Dinasti Syailendra mencapai masa kejayaan yaitu dengan luas wilayah hingga
mencapai Semenanjung Malaya. Selain itu bidang politik, ilmu pengetahuan, budaya,
kesenian dan sosial mencapai kemajuan yang pesat.
Setiap pergantian raja, Kerajaan Mataram Kuno semakin pesat kemajuannya. Sri
Dharmatungga digantikan oleh Indra (Syailendra) yang berhasil menaklukkan Chenla
(Kamboja). Pada saat dipimpin Samaratungga, ilmu seni di Kerajaan Mataram Kuno
mengalami kemajuan pesat yang ditandai dibangunnya Candi Borobudur. Dinasti Sanjaya
dan Syailendra baru dapat disatukan ketika terjadi perkawinan Rakai Pikatan dari Dinasti
Sanjaya dan Pramodhawardani dari Dinasti Syailendra.
Dinasti Isyana
Pada tahun 929 M, terjadi pemindahan ibu kota oleh Mpu Sindok dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur yang diperkirakan antara Gunung Semeru dan Gunung Wilis. Kerajaan ini kemudian
dinamakan Medang dengan Mpu Sindok sebagai raja pertamanya dari Dinasti Isyana.
1. Candi Borobudur
2. Candi Prambanan
3. Candi Sewu
4. Candi Gedong Songo
5. Candi Dieng
6. Candi Sambisari
E. Kerajaan Medang
Kerajaan Medang berdiri di Jawa Timur pada abad ke-10 dengan Ibu Kota Wantan Mas yang
terletak di kawasan sungai Brantas. Sebelumnya, Kerajaan Medang berdiri di Jawa Tengah
dengan nama Kerajaan Mataram.
Lokasi kerajaan harus pindah ke Jawa Timur karena letusan Gunung Merapi menghancurkan
Kerajaan Mataram. Berdasarkan Prasasti Mantyasih, raja pertama Kerajaan Medang saat
berada di Jawa Tengah adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Puncak kejayaan terjadi pada tahun 898-910 masehi. Kala itu, Kerajaan Medang dipimpin
oleh Raja Balitung dan memiliki kekuasaan meliputi Bagelen di Jawa Tengah hingga Malang
di Jawa Timur.
Selain itu, ada juga yang menyebutkan puncak kejayaan Kerajaan Medang terjadi pada masa
Raja Airlangga. Hal itu tertulis dalam kitab Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa.
Sistem pemerintahan Kerajaan Medang Kamulan adalah monarki atau sistem pemerintahan
kerajaan. Ada beberapa raja yang tertulis dalam sejarah kehidupan politik Kerajaan Medang
Kamulan setelah pindah ke Jawa Timur.
Raja pertama Kerajaan Medang di Jawa Timur bernama Mpu Sindok. Raja ini memerintah
bersama sang istri Sri Wardhani Pu Kbih selama lebih dari 20 tahun.
Ada banyak kebijakan yang dikeluarkan Mpu Sindok demi menjaga keberlangsungan hidup
Kerajaan Medang, misalnya membangun bendungan hingga waduk.
Kemudian, Kerajaan Medang juga pernah dipimpin oleh Raja Dharmawangsa Teguh yang
merupakan cucu Mpu Sindok. Raja ini dikenal sangat peduli terhadap rakyatnya.
Bahkah, Raja Dharmawangsa pernah menurunkan tentara guna merebut perdagangan yang
dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya. Sayang, pertempuran tersebut nihil dan justru mengundang
serangan balik.
Akibat serangan balik tersebut, Raja Dharmawangsa terbunuh. Kejadian ini dikenal sebagai
penyerangan Pralaya. Selepas dari itu, Kerajaan Medang dipimpin oleh Raja Airlangga.
Raja Airlangga merupakan keponakan dari Raja Dharmawangsa. Ia merupakan anak dari
Raja Bali Udayana yang menikah dengan Mahendradatta atau saudara dari Raja
Dharmawangsa.
Terpilihnya Raja Airlangga karena seluruh keluarga Raja Dharmawangsa telah terbunuh
dalam penyerangan Pralaya. Sehingga Airlangga berusaha untuk membalas dendam dan
mengembalikkan kehormatan dari Kerajaan Medang.
Keputusan tersebut dilakukan oleh Raja Airlangga guna mencegah terjadinya perang saudara.
Diketahui, sang putri dari permaisuri Raja Airlangga memutuskan untuk tidak terlibat dalam
kerajaan dan menjadi seorang petapa.
Akhirnya, Kerajaan Medang diberikan putra-putra dari selir Raja Airlangga. Sehingga sejarah
Kerajaan Medang berakhir di zaman pemerintahan ini.
Peninggalan
Ada banyak peninggalan Kerajaan Medang Kamulan yang tercatat oleh sejarah. Pertama
Prasasti Mpu Sindok yang menceritakan kehidupan politik Kerajaan Medang Kamula di masa
Mpu Sindok.
Selain prasasti, Kerajaan Medang juga memiliki peninggalan candi seperti, Candi
Prambanan, Candi Kalasan, dan Candi Ijo yang terletak di Jawa Tengah.
F. Kerajaan Singasari
Penamaan Majapahit didasarkan pada nama buah maja yang banyak ditemukan diwilayah
Trowulan serta memiliki rasa yang pahit. Wilayah Majapahit berkembang hingga mampu
menarik simpati penduduk Daha dan Tumapel. Niat balas dendam Raden Wijaya terbantu
lebih cepat setelah adanya pasuka Khubilai Khan yang tiba pada 1293. Setelah mengalahkan
Jaya Katwang, Raden Wijaya kemudian menyerang pasukan Mongol dibawah Kubulaikhan.
Setelah mengalahkan Mongol dan Kediri, Raden Wijaya kemudian diangkat menjadi raja
pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215. Setelah diangkat sebagai raja, Raden Wijaya
kemudian bergelar Kertarajasa Jayawardhana.
Pemberontakan di Majapahit
1. Pemberontakan Ranggalawe
2. Pemberontakan Lembu Sora
3. Pemberontakan Nambi
4. Pemberontakan Kuti
5. Pemberontakan Tanca
6. Pemberontakan Sadeng-Keta
Selain memperluas wilayah, Majapahit juga menjalin hubungan dengan kerajaan disekitar
Asia Tenggara. Kejayaan Majapahit tidak terlepas dari armada laut dibawah Mpu Nala.
Berkat strategi dan kekuatan militernya Majapahit mampu menstabilkan wilayahnya serta
memperluas wilayah. Selama berjaya Kerajaan Majapahit menjadi pusat perdagangan dengan
komoditas ekspor yaitu lada, garam dan lengkeng.
Raja-raja Kerajaan Majapahit
Pasca meninggalnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk Kerajaan Majapahit mengalami
kemunduran. Hal ini diakibatkan oleh kurang cakapnya penerus Hayam Wuruk untuk
mengelola wilayah kekuasaan Majapahit. Berikut adalah faktor runtuhnya Majapahit :
Prasasti
Prasasti Kudadu, Prasasti Sukamerta, Prasasti Prapancasapura, Prasasti Wringin Pitu, Prasasti
Wurare, Prasasti Balawi, Prasasti Parung, Prasasti Biluluk, Prasasti Karang Bogem, Prasasti
Katiden, dan Prasasti Canggu Prasasti Jiwu.
Candi
Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari, Candi
Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Wringin Branjang, Candi
Surawana Candi Minak Jinggo, Candi Rimbi, Candi Kedaton, dan Candi Sumberjati.