Anda di halaman 1dari 62

Berdirinya Kerajaan Kutai

Letak Kerajaan Kutai berada di hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur yang merupakan Kerajaan
Hindu tertua di Indonesia. Ditemukannya tujuh buah batu tulis yang disebut Yupa yang mana ditulis
dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta tersebut diperkirakan berasal dari tahun 400 M (abad ke-
5). Prasasti Yupa tersebut merupakan prasasti tertua yang menyatakan telah beridirinya suatu Kerajaan
Hindu tertua yaitu Kerajaan Kutai.

Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai. Hanya 7 buah prasasti Yupa terseubt lah sumbernya.
Penggunaan nama Kerajaan Kutai sendiri ditentukan oleh para ahli sejarah dengan mengambil nama dari
tempat ditemukannya prasasti Yupa tersebut.

BACA JUGA:
- Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
- Sejarah Kerajaan Sriwijaya
- Sejarah Kerajaan Majapahit

Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para Brahmana atas
kedermawanan Raja Mulawarman. Dituliskan bahwa Raja Mulawarman, Raja yang baik dan kuat yang
merupakan anak dari Aswawarman dan merupakan cucu dari Raja Kudungga, telah memberikan 20.000
ekor sapi kepada para Brahmana.

Dari prasati tersebut didapat bawah Kerajaan Kutai pertama kali didirikan oleh Kudungga kemudian
dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan mencapai puncak kejayaan pada masa Mulawarman (Anak
Aswawarman). Menurut para ahli sejarah nama Kudungga merupakan nama asli pribumi yang belum
tepengaruh oleh kebudayaan Hindu. Namun anaknya, Aswawarman diduga telah memeluk agama Hindu
atas dasar kata 'warman' pada namnya yang merupakan kata yang berasal dari bahasa Sanskerta.

B. Kejayaan Kerajaan Kutai

Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai yang temukan. Tetapi menurut prasasti Yupa, puncak
kejayaan Kerajan Kutai berada pada masa kepemerintahan Raja Mulawarman. Pada masa pemerintahan
Mulawarman, kekuasaan Kerajaan Kutai hampir meliputi seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat
Kerajaan Kutai pun hidup sejahtera dan makmur.

C. Keruntuhan Kerajaan Kutai


Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan
melawan Aji Pangeran Sinum Panji yang merupakan Raja dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan
Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara merupakan dua buah kerajaan yang berbeda. Kerajaan Kutai
Kartanegara berdiri pada abad ke-13 di Kutai Lama. Terdapatnya dua kerajaan yang berada di sungai
Mahakam tersebut menimbulkan friksi diantara keduanya. Pada abad ke-16 terjadi peperangan diantara
kedua Kerajaan tersebut.

D. Raja-raja Kerajaan Kutai

Berikut di bawah ini merupakan daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerjaan Kutai, diantaranya
adalah sebagai berikut:

1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)


2. Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa
15. Maharaja Guna Parana Dewa
16. Maharaja Wijaya Warman
17. Maharaja Sri Aji Dewa
18. Maharaja Mulia Putera
19. Maharaja Nala Pandita
20. Maharaja Indra Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma Setia

E. Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Kutai

Melihat bahwa letak Kerajaan Kutai pada jalur perdagangan dan pelayaran antara Barat dan Timur, maka
aktivitas perdagangan menjadi mata pencaharian yang utama. Rakyat Kutai sudah aktif terlibat dalam
perdagangan internasional, dan tentu saja mereka berdagang pula sampai ke perairan Laut Jawa dan
Indonesia Timur untuk mencari barang-barang dagangan yang laku di pasaran Internasional.
Dalam hal kebudayaan sendiri ditemukan dalam salah satu prasasti Yupa menyebutkan suatu tempat suci
dengan nama "Wapakeswara" (tempat pemujaan Dewa Siwa). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa masyarakat Kutai memeluk agama Siwa.

Semoga artikel tersebut di atas tentang Sejarah Kerajaan Kutai bisa bermanfaat bagi sobat. Tidak lupa
kami sampaikan apa bila ada kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan, mohon kiranya kritik
dan saran dari sobat semua untuk kemajuan bersama. Terima kasih ^^

1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai (Kutai Martadipura) adalah kerajaan bercorak hindu yang terletak di
muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Kerajaan Kutai
berdiri sekitar abad ke-4. Nama kerajaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat
penemuan prasasti, yaitu daerah Kutai. Hal ini disebabkan, karena setiap prasasti yang
ditemukan tidak ada yang menyebutkan nama dari kerajaan tersebut. Wilayah Kerajaan
Kutai mencakup wilayah yang cukup luas, yaitu hampir menguasai seluruh wilayah
Kalimantan Timur. Bahkan pada masa kejayaannya Kerajaan Kutai hampir manguasai
sebagian wilayah Kalimantan.

a. Sumber Sejarah

Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang


Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa
tulisan (prasasti). Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa
tersebut adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang
akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui Raja Mulawarman yang
memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa
karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi pada Kaum Brahmana.

b. Kehidupan Politik

Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur,


terjadi perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala
suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala
pemerintahan. Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:

- Raja Kudungga
Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Dapat kita lihat, nama raja
tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada
masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya.
Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya
pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan
mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun
temurun.

- Raja Aswawarman
Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan
kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini
dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-
upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta
ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda
dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan
tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah
batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit
Kerajaan Kutai.

-Raja Mulawarman
Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi
penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya
hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban
emas yang amat banyak.

c. Runtuhnya Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja
Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang
bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.

Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah
pulau Jawa bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 m, yang merupakan salah satu
kerajaan tertua di nusantara yang diketahui. Dalam catatan, kerajaan Tarumanegara adalah
kerajaan hindu beraliran wisnu. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman
(382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali gomati, sedangkan putranya di tepi kali
Candrabaga. Maharaja Purnawarman adalah raja Kerajaan Tarumanegara yang ketiga (395-
434 m). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai.
Kota itu diberi nama Sundapura pertama kalinya nama Sunda digunakan. Pada tahun 417 ia
memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11
km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor
sapi kepada kaum Brahmana.

Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada raja
Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Kerajaan
Tarumanegara adalah Suryawarman (535 - 561 M) raja Kerajaan Tarumanegara ke-7. Dalam
masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah
yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas
kesetiaannya terhadap Kerajaan Tarumanegara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman
melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.

Kehadiran prasasti Purnawarman di pasir muara, yang memberitakan raja Sunda dalam tahun
536 M, merupakan gejala bahwa ibukota sundapura telah berubah status menjadi sebuah
kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Kerajaan Tarumanegara telah bergeser ke
tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan rajatapura atau salakanagara (kota
perak), yang disebut argyre oleh ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362
menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Ketika pusat
pemerintahan beralih dari rajatapura ke Tarumanegara, maka salakanagara berubah status
menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Kerajaan Tarumanegara adalah menantu raja
Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang maharesi dari salankayana di India yang mengungsi ke
nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan maharaja samudragupta dari kerajaan
magada.

Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan
lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga
mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M Manikmaya, menantu
Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan
Limbangan, Garut. Putera tokoh manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota
tarumangara dan kemudian menjadi panglima angkatan perang Kerajaan Tarumanegara.
Perkembangan daerah timur menjadi lebih Berkembang Ketika Cicit Manikmaya Mendirikan
Kerajaan Galuh Dalam Tahun 612 M.

Gambar : Peta Letak Prasasti Kerajaan Tarumanegara

A. SUMBER-SUMBER SEJARAH

Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam
maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan
empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui
bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau
memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai
Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Tiongkok antara lain:

1. Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan
bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang
banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme.
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-
lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusaan
dari To-lo-mo.

Berdasarkan tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis
penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan sumber-sumber yang
telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan
Tarumanegara. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M.
Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah
Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hampir
seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
B. KEHIDUPAN DI KERAJAAN TARUMANEGARA

1. Kehidupan Politik
Raja Purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal
ini dibuktikan dari prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah untuk
menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini
merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian
rakyat.

2. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja
Purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja
Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting
dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda
penghormatan kepada para dewa.

3. Kehidupan Ekonomi
Prasasti tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk
membangun saluran air di Sungai Gomati sepanjang 6122 tombak atau sekitar 12 km.
Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar bagi masyarakat, Karena dapat
dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir disaat musim penghujan. Selain itu juga
digunakan sebagai irigasi pertanian serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di
Kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar dan daerah-daerah di sekitarnya.

4. Kehidupan Budaya
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai
bukti kebesaran Kerajaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat
pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti
tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan
Tarumanegara.

C. RAJA-RAJA DI KERAJAAN TARUMANEGARA

No Raja Masa pemerintahan


1 Jayasingawarman 358-382
2 Dharmayawarman 382-395
3 Purnawarman 395-434
4 Wisnuwarman 434-455
5 Indrawarman 455-515
6 Candrawarman 515-535
7 Suryawarman 535-561
8 Kertawarman 561-628
9 Sudhawarman 628-639
10 Hariwangsawarman 639-640
11 Nagajayawarman 640-666
12 Linggawarman 666-669

D. MASA KEJAYAAN KERAJAAN TARUMANEGARA

Kerajaan Tarumanegara mencapai masa kejayaan saat di perintah oleh Raja Purnawarman (Raja
ke-3 Kerajaan Tarumanegara). Di masa pemerintahan Raja Purnawarman, luas wilayah Kerajaan
Tarumanagara hampir setara dengan luas Jawa Barat saat ini. Raja purnawarman adalah raja
besar, hal ini dapat diketahui dari Prasasti Ciaruteun yang isinya, "Ini (bekas) dua kaki, yang
seperti kaki Dewa Wisnu ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja
yang gagah berani di dunia".

Pada masa kejayaannya itu, Tarumanegara mengalami perkembangan pesat. Selain dengan
memperluas wilayah kerajaan melalui ekspansi ke kerajaan-kerajaan kecil di sekitar
kekuasaannya, Raja Purnawarman juga membangun berbagai infrastruktur yang mendukung
perekonomian kerajaan. Adapun salah satunya adalah sungai Gomati dan Candrabaga. Kedua
sungai ini selain untuk mencegah terjadinya banjir saat musim hujan, juga berperan penting
dalam pengairan lahan pertanian sawah yang dulu menjadi salah satu penggerak kehidupan
ekonomi masyarakat Kerajaan Tarumanegara. Masa kepemimpinan Raja Purnawarman dianggap
sebagai masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara selain itu juga karena kemampuan kerajaan yang
mampu berkurban 1000 ekor sapi saat pembangunan ke dua sungai itu.

Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/05/terbentuk-masa-kejayaan-dan-masa.html
Disalin dari Blog Kisah Asal Usul.
Pada masa kejayaannya ini, Tarumanegara mengalami perkembangan pesat. Selain dengan
memperluas wilayah kerajaan melalui ekspansi ke kerajaan-kerajaan kecil di sekitar
kekuasaannya, Raja Purnawarman juga membangun berbagai infrastruktur yang mendukung
perekonomian kerajaan. Adapun salah satunya adalah sungai Gomati dan Candrabaga. Kedua
sungai ini selain untuk mencegah terjadinya banjir saat musim hujan, juga berperan penting
dalam pengairan lahan pertanian sawah yang dulu menjadi salah satu penggerak kehidupan
ekonomi masyarakat Kerajaan Tarumanegara. Masa kepemimpinan Raja Purnawarman dianggap
sebagai masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara selain itu juga karena kemampuan kerajaan yang
mampu berkurban 1000 ekor sapi saat pembangunan ke dua sungai itu.

E. RUNTUHNYA KERAJAAN TARUMANEGARA

Runtuhnya kerajaan Tarumanegara tidak diketahui secara lengkap, karena prasasti yang
ditemukan sebagian hanya menyampaikan berita saat pemerintahan raja Purnawarman dan
sisanya belum dapat ditafsirkan secara lengkap.

Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669 M,
Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman
sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari
Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri
Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya
dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa. Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya
tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke
kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas
pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk
berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.

F. PRASASTI PENINGGALAN KERAJAAN TARUMANEGARA

1. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara
sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta
yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping
itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar
telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:

a. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat
ditemukannya prasasti tersebut).
b. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa)
sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan
Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus
pelindung rakyat.

2. Prasasti Jambu

Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan
jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahwa Sansekerta dan
huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja
Purnawarman.

3. Prasasti Kebon Kopi


Prasasti Kebon Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang
menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak
kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.

4. Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.

5. Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi berada di daerah 01037,29 BB (dari Jakarta) dan 63227,57, tepat berada
di puncak perbukitan Pasir Awi (600 m dpl), Bojong Honje-Sukamakmur Bogor.
6. Prasasti Cidanghiyang

Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai
Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan
tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.

7. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini
dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang dibanding
dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari
prasasti tersebut.

Hal-hal yang dapat diketahui dari prasasti Tugu adalah:


a. Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai
Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut
menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga
secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan
sebagai kali Bekasi.
b. Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan
angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama
dengan bulan Februari dan April.
c. Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana
disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.

Demikian artikel sejarah lengkap tentang Kerajaan Tarumanegara, meliputi Sumber Sejarah,
Kehidupan Sosial Ekonomi Budaya, Raja-raja Tarumanegara, Masa Kejayaan & keruntuhan, dan
prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Peninggalan, Pendiri, Prasasti, Letak, &


Penyebab Runtuhnya
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di nusantara. Kerajaan yang
dikenal dengan kekuatan maritimnya tersebut berhasil menguasai pulau Sumatra, Jawa, Pesisir
Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya yang kemudian menjadikan
Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan yang berhasil menguasai perdagangan di Asia-tenggara
pada masa itu.

Kata 'Sriwijaya' berasal dari dua suku kata yaitu 'Sri' yang berarti bercahaya atau gemilang dan
'Wijaya' yang berarti kemenangan. Jadi Sriwijaya berarti kemenangan yang gemilang. Sriwijaya
juga disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebut Shih-li-fo-shih atau San-
fo-tsi atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan Pali kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh
dan Javadeh. Bangsa Arab menyebut Zabaj atau Sribuza dan Khmer menyebut Malayu.
Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang ada 3 pulau Sabadeibei yang
berkaitan dengan Sriwijaya.

A. Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Bukti tertua
datangnya dari berita Cina yaitu pada tahun 682 M terdapat seorang pendeta Tiongkok bernama
I-Tsing yang ingin belajar agama Budha di India, singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk
mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan Sriwijaya pada saat itu
dipimpin oleh Dapunta Hyang.

Selain berita dari luar, terdapat juga beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya,
diantaranya adalah prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isi dari prasasti terseubt
adalah Dapunta Hyang mengadakan ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian
berhasil menaklukkan dan menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya
menjadi makmur. Dari kedua bukti tertua di atas bisa disimpulkan Kerajaan Sriwijaya berdiri
pada abad ke-7 dengan raja pertamanya adalah Dapunta Hyang.

B. Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya berada pada abad 9-10 Masehi dimana Kerajaan Sriwijaya
menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara. Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di
hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung
Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat
Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan
lokal yang mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan
kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan
India.

C. Keruntuhan Sriwijaya

Kemunduran yang berakhirnya Kerajaan Sriwijaya dipengaruhi oleh beberapa faktor,


diantaranya:

1. Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, soerang dari dinasti Cholda di Koromande,
India Selatan. Dari dua serangan tersebut membuat luluh lantah armada perang Sriwijaya
dan membuat perdagangan di wilayah Asia-tenggara jatuh pada Raja Chola. Namun
Kerajaan Sriwijaya masih berdiri.
2. Melemahnya kekuatan militer Sriwijaya, membuat beberapa daerah taklukannya
melepaskan diri sampai muncul Dharmasraya dan Pagaruyung sebagai kekuatan baru
yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan
Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.
3. Melemahnya Sriwijaya juga diakibatkan oleh faktor ekonomi. Para pedagang yang
melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang karena
daerha-daerah strategis yang dulu merupakan daerah taklukan Sriwijaya jatuh ke tangan
raja-raja sekitarnya.
4. Munculnya kerajaan-kerajaan yang kuat seperti Dharmasraya yang sampai menguasai
Sriwijaya seutuhnya serta Kerajaan Singhasari yang tercatat melakukan sebuah ekspedisi
yang bernama ekspedisi Pamalayu.

Kerajaan Sriwijaya pun akhirnya runtuh di tangan Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.

D. Sumber-sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Ada dua jenis sumber sejarah yang menggambarkan keberadaan Kerajaan Sriwijaya, yaitu
Sumber berita asing dan prasasti.

Sumber Berita Asing

1. Berita dari Cina


Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari
Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari
paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia
menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai
Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha.
2. Berita Arab
menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja
Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg.
Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan
Cina daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau
Emas) karena banyak menghasilkan emas.

Sumber Prasasti
Selain dari sumber berita asing, keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga tercatat pada prasasti-
prasasti yang pernah ditinggalkan, diantaranya:

1. Prasasti Kedukan Bukit (605S/683M) di Palembang. Isinya: Dapunta Hyang mengadakan


ekspansi 8 hari dengan membawa 20.000 tentara, kemudian berhasil menaklukkan dan
menguasai beberapa daerah. Dengan kemenangan itu Sriwijaya menjadi makmur.
2. Prasasti Talang Tuo (606 S/684M) di sebelah barat Palembang. Isinya tentang pembuatan
sebuah Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua
makhluk.
3. Prasasti Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
4. Prasasti Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi. Keduanya berisi permohonan kepada
Dewa untuk keselamatan rakyat dan kerajaan Sriwijaya.
5. Prasasti Talang Batu (tidak berangka tahun) di Palembang. Isinya kutukan-kutukan
terhadap mereka yang melakukan kejahatan dan melanggar perintah raja.
6. Prasasti Palas di Pasemah, Lampung Selatan. Isinya Lampung Selatan telah diduduki
oleh Sriwijaya.
7. Prasasti Ligor (679 S/775 M) di tanah genting Kra. Isinya Sriwijaya diperintah oleh
Darmaseta.

E. Raja-raja Sriwijaya

Dari abad ke-7 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya pernah di pimpin oleh raja-raja di
bawah ini, yaitu:

1. Dapunta Hyang Sri Jayanasa


2. Sri IndravarmanChe-li-to-le-pa-mo
3. Rudra VikramanLieou-teng-wei-kong
4. Maharaja WisnuDharmmatunggadewa
5. Dharanindra Sanggramadhananjaya
6. Samaragrawira
7. Samaratungga
8. Balaputradewa
9. Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan
10. Hie-tche (Haji)
11. Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa
12. Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi
13. Sumatrabhumi
14. Sangramavijayottungga
15. Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo
16. Rajendra II
17. Rajendra III
18. Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
19. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa
20. Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa

F. Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan

Letak Sriwijaya sangat strategis di jalur perdagangan antara India-Cina. Di samping itu juga
berhasil menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara,
menjadikan Sriwijaya berhasil menguasai perdagangan nasional dan internasional. Penguasaan
Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangan Sriwijaya sebagai
negara maritim, sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum,
perbekalan makanan dan melakukan aktivitas perdagangan.

Dalam bidang kebudayaan khususnya keagamaan, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama
Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha yang berkembang di
Sriwijaya ialah Agama Buddha Mahayana, salah satu tokohnya ialah Dharmakirti. Para peziarah
agama Buddha dalam pelayaran ke India ada yang singgah dan tinggal di Sriwijaya. Di antaranya
ialah I'tsing.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Peninggalan, Pendiri, Prasasti, Letak, & Penyebab Runtuhnya
Sriwijaya berasal dari kata sri yang berarti mulia dan wijaya yang berarti kemenangan. Jadi
Sriwijaya memiliki arti Kemenangan Dapunta Hyang dalam melakukan perjalanan suci (manalp
siddhayatra). Kerajaan Sriwijaya ini berdiri pada abad ke-7 Masehi dan berpusat di Palembang.

Kerajaan ini terletak di Sumatra Selatan. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang
bercorak Buddha dan juga sebagai pusat penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Seperti
yang diberitakan oleh I Tsing, seorang musafir Cina yang belajar paramasastra Sansekerta di
Sriwijaya.

Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya memiliki peran sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dan agama Buddha di Asia Tenggara. I Tsing diketahui pernah belajar tata bahasa
Sanskerta dan teologi Buddha di Kerajaan Sriwijaya. Dia juga menerjemahkan kitab kitab suci
agama Buddha yang berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina.

Selain sebagai pusat agama Buddha, Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai kerajaan maritim
yang memiliki armada laut cukup besar. Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya menjadi pusat
perdagangan di Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan kerajaan Sriwijaya menguasai dua selat
penting dalam jalur perdagangan laut, yaitu: Selat Malaka dan Selat Sunda.

Baca Juga: Pengertian Preposition of Place & Penjelasannya

Terungkapnya keberadaan Sriwijaya ini diketahui melalui prasasti dan Berita dari Cina Seperti
halnya Kerajaan Kutai dan Tarumanegara. Ada sekitar Sembilan prasasti yang ditemukan
dan tiga diantara ditemukan di luar negeri. Dari prasasti prasasti tersebut dapat diketahui
bahwa kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang sangat besar.

Raja raja Kerajaan Sriwijaya

Berdasarkan prasasti prasasti yang telah ditemukan, berikut ini adalah raja raja yang pernah
memimpin kerajaan Sriwijaya, dimulai dari Raja pertama sekaligus pendiri kerajaan Sriwijaya,
yaitu Dapunta Hyan Srijayanasa hingga raja yang terakhir, yaitu Sri
Sanggaramawijayatunggawarman.

Dapunta Hyan Srijayanasa

Sri Indrawarman

Rudrawikrama

Wishnu

Maharaja

Balaputera Dewa

Sri Udayadityawarman

Sri Udayaditya

Sri Sudamaniwarmadewa

Marawijayatunggawarman
Sri Sanggaramawijayatunggawarman

Kemunduran dan Keruntuhan Sriwijaya

Setelah berkuasa selama kurang lebih 3 Abad lamanya, kerajaan Sriwijaya akhirnya mengalami
kehancuran. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kehancuran kerajaan Sriwijaya, adapun
faktor faktor tersebut antara lain:

Baca Juga: Pengertian, Penyebab Pencemaran Udara, Dampak dan Cara Mengatasi

1. Faktor Ekonomi

Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad 9 Masehi, terutama pada bidang ekonomi.
Hal ini dikarenakan adanya persaingan ekonomi antara Kerajaan Medang, di Jawa Timur dengan
Kerajaan Sriwijaya. Persaingan ini menyebabkan hancurnya perekonomian Sriwijaya.

2. Faktor Politik

Pada mulanya Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan yang baik dengan Colamandala, tetapi
hubungan baik tersebut berubah menjadi permusuhan, sehingga pada akhirnya Colamandala
menyerang kerajaan Sriwijaya hingga dua kali pada tahun 1023 dan 1068 M. Meskipun serangan
tersebut tidak mengakibatkan kehancuran, hal ini memperlemah situasi pemerintahan di kerajaan
Sriwijaya.

3. Faktor Wilayah

Banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Selain itu,
terjadinya penyerangan yang dilakukan oleh Kerajaan Singasari melalui ekspedisi Pamalayu
(1275), dan Serangan dari kerajaan Majapahit pada tahun 1377, membuat wilayah Kerajaan
Sriwijaya semakin sempit dan mengakhiri riwayat kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Kerajaan Sriwijaya

Berikut ini adalah beberapa peninggalan peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ditemukan.
Adapun peninggalan peninggalan tersebut adalah:

Prasasti Talang Tao (684):


Baca Juga: Pengertian, Fungsi Sel Saraf, dan Bagian-Bagiannya

Prasasti ini menceritakan tentang pembuatan taman Sriksetra yang diperintah oleh Dapunta
Hyang Sri Jayanaga sebagai tempat untuk kemakmuran rakyat.

Prasasti Kedukan Bukit (688):

Prasasti ini menceritakan tentang perjalanan suci Dapunta Hyang menggunakan perahu dari
Minangtamwan (Minangkabau) pada tahun 682. Dapunta Hyang pergi dengan membawa tentara
sebanyak 20.000 orang.

Prasasti Karang Berahi, Jambi (686):

Prasasti ini menceritakan tentang permintaan kepada dewa untuk menghukum orang orang
yang melakukan kejahatan terhadap Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Kota Kapur, Bangka (686):

Prasasti ini menceritakan 2 hal. yaitu tentang usaha Kerajaan Sriwijaya dalam menaklukkan
Bhumi Jawa yang tidak setia pada kerajaan, dan tentang doa doa berupa permintaan kepada
dewa agar menjaga persatuan Sriwijaya.

Prasasti Ligor, di Genting Kra (775):

Prasasti ini menceritakan tentang pembangunan Trisamaya Caitya oleh pendeta Buddha atas
perintah raja, dan Raja Wisnu berasal dari keluarga Syailendra.

Prasasti Telaga Batu:

Prasasti ini menceritakan tentang kutukan raja terhadap orang orang yang tidak taat dan
melakukan tindakan kejahatan.

Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi
Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung
Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung
Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai
Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini
sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang merupakan kerajaan
yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang pernah menguasai Kerjaan
Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya
merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan
pengikut agama Budah, Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu
Sindok.

Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan pendiri Wangsa
Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya digantikan oleh Rakai Panangkaran
yang kemudian berpindah agama Budha beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra
berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram
Kuno. Mereka yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang
menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.

Wangsa Sanjaya kembali memegang tangku kepemerintahan setelah anak Raja Samaratungga,
Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang menganut agama Hindu. Pernikahan
tersebut membuat Rakai Pikatan maju sebagai Raja dan memulai kembali Wangsa Sanjaya.
Rakai Pikatan juga berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama
Balaputradewa yang merupakan saudara Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian
mengungsi ke Kerajaan Sriwijaya yang kemduian menjadi Raja disana.

Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya Kepemerintahan
Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori yang mengatakan bahwa pada saat itu
terjadi becana alam yang membuat pusat Kerajaan Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil
menggantikan Rakai Sumba Dyah Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Timur dan membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.

Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya diperkirakan terletak di daerah Mataram
(dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dipindah ke
Mamrati (daerah Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan Dyah Balitung sudah pindah lagi ke Poh
Pitu (masih di sekitar Kedu). Kemudian pada zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke
daerah Mataram. Mpu Sindok kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur
sekarang (Baca: Kerajaan Mataram Dinasti Isyana)
Borobudur ~ Salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

A. Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Kapan tepatnya berdirinya Kerajaan Mataram Kuno masih belum jelas, namun menurut Prasasti
Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya
sendiri mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam
prasasti itu, Sanjaya menyebutkan terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya.
Raja tersebut bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari
Kerajaan Galuh yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan Tarumanegara).

Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan kemudian
melarikan diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari Tarusbawa, Raja Sunda.
Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang merupakan keponakan dari Sanna sebagai
menantunya. Setelah naik tahta, Sanjaya pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali.
Setelah berhasil menguasai Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk
membuat kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram Kuno.

Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa dipastikan
Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7 dengan rajanya yang
pertama adalah Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

B. Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra yang dimulai
saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi
Raka Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini
berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang
dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.

Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana
berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang
menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur)
yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.

Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan cicit Mpu
Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang
memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram Kuno tetapi pertempuran tersebut
dimenangkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu
kota Sriwijaya. Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta
perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang
diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa
tewas.

BACA JUGA:
- Sejarah Kerajaan Sriwijaya
- Sejarah Kerajaan Majapahit
- Sejarah Kerajaan Singasari

C. Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Terdapat dua sumber utama yang menunjukan berdirnya Kerajaan Mataram Kuno, yaiut
berbentuk Prasasti dan Candi-candi yang dapat kita temui samapi sekarang ini. Adapun untuk
Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti, diantaranya:

1. Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka
tahun 732 M. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang
isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja
oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga diceritakan bawa yang menjadi raja
sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara
perempuan Sanna).
2. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis
dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan
pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran
atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan
untuk para Sanggha (umat Budha).
3. Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang
menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja
Mataram yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai
Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai
Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
4. Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf
Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh
Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
Selain Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno juga banyak meninggalkan bangunan candi yang masih
ada hingga sekarang. Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan,
Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari,
Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu
saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur.

D. Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno

Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh raja-raja dinataranya sebagai
berikut:

1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno


2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir

E. Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno

Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang
tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat.

Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti
Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa
candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan
pusat kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi
seperti candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.

Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan
antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang
beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingn secara damai.
Kerajaan Medang Kamulan

KERAJAAN MEDANG KAMULAN


Kerajaan Medang Kamulan

Kerajaan Medang Kamulan adalah kerajaan di Jawa Timur, pada abad ke


10. Kerajaan ini merupakan kelanjutan Dinasti Sanjaya (Kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Tengah), yang memindahkan pusat kerajaannya dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Mpu Sindok adalah pendiri kerajaan ini,
sekaligus pendiri Dinasti Isyana, yang menurunkan raja-raja Medang.
Dinasti Isana memerintah selama 1 abad sejak tahun 929 M.

Latar belakang

Pemindahan pusat kerajaan tersebut diduga dilatar belakangi karena


letusan Gunung Merapi, kemudian Raja Mataram Kuno Mpu Sindok pada
tahun 929 memindahkan pusat kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur

Letak

Menurut catatan sejarah ( beberapa prasasti), dapat diketahui bahwa


Kerajaan Medang Kamulan terletak di Jawa Timur, yaitu di Watu Galuh,
tepi sungai Brantas. Ibu kotanya bernama Watan Mas. Sekarang kira-kira
adalah wilayah Kabupaten Jombang ( Jawa Timur ).

BACA SELENGKAPNYA..............

Wilayah Kekuasaan

Wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu


Sindok mencakup :

Daerah Nganjuk disebelah barat

Daerah Pasuruan di sebelah timur

Daerah Surabaya di sebelah utara,

Daerah Malang di sebelah selatan


Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang
Kamulan mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur.

Sumber Sejarah

1.Berita Asing

a. Berita India

Mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan


dengan Kerajaan Chola. Hubungan ini bertujuan untuk membendung dan
menghalangi kemajuan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan
Raja Dharmawangsa.

b. Berita Cina

Berasal dari catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sung.


Catatan-catatan Kerajaan Sung itu menyatakan bahwa antara kerajaan
yang berada di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya sedang terjadi permusuhan
dan pertikaian, sehingga ketika Duta Sriwijaya pulang dari Negeri Cina
(tahun 990 M), terpaksa harus tinggal dulu di Campa sampai peperangan
itu reda. Pada tahun 992 M, pasukan dari Jawa telah meninggalkan
Sriwijaya dan pada saat itu Kerajaan Medang Kamulan dapat memajukan
pelayaran dan perdagangan.

2. Prasasti

a.Prasasti Tangeran (933 m) dari Desa Tangeran ( daerah Jombang ), isinya


Mpu Sindok memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani;

b.Prasasti Bangil, isinya Mpu Sindok memerintahkan pembangunan candi untuk


tempat peristirahatan mertuanya yang bernama Rakyan Bawang

c.Prasasti Lor (939 M) dari Lor ( dekat Ngajuk ), isinya Mpu Sindok
memerintahkan membangun Candi Jayamrata dan Jayamstambho (tugu
kemenangan) di Desa Anyok Lodang;

d.Prasasti Kalkuta, isinya tentang peristiwa hancurnya istana milik


Dharmawangsa juga memuat silsilah raja-raja Medang Kamulan.

Kehidupan Politik

1.Mpu Sindok ( 929 M 949 M )

Merupakan raja pertama yang memerintah selama 20 tahun. Mpu Sindok bergelar
Sri Maharaja Raka i Hino Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa.
Dan dalam pemerintahannya di bantu oleh permaisurinya yang bernama Sri
Wardhani Pu Kbin.

Kekuasaan dia jalani dengan penuhrasa adil dan bijaksana.

Kebijakan:

Membangun bendungan/tanggul untuk pengairan

Melarang rakyat menangkap ikan pada siang hari guna pelestarian sumber daya
alam

Mpu Sindok memperhatikan usaha pengubahan kitab budha mahayana menjadi


kitab sang hyang kamahayanikan

2.Dharmawangsa Teguh ( 990M-1016M)

Menjadi raja karena menjadi cucu Mpu Sindok.

Memiliki tekat untuk memperluas daerah perdagangan yang dikuasai oleh


sriwijaya.

Kebijakan

Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan pertanian dan


perdagangan akan tetapi terhalang kekuasaan sriwijaya maka kerajaan
medang menyerang sriwijaya.Tetapi serangan itu tidak berhasil bahkan
sriwijaya dapat membalas melalui Kerajaan Wurawari ,serangan tersebut
di beri nama Pralaya Medang

Pada peristiwa itu, Dharmawangsa gugur

3.Airlangga/Erlangga
( 1019M-1042

Airlangga adalah putera dari Raja Bali Udayana dan Mahendradatta, saudari
Dharmawangsa Teguh. Ia dinikahkan dengan putri Dharmawangsa Teguh

Saat pernikahan itulah, terjadi Pralaya Medang

Tetapi Airlangga dapat melarikan diri ke hutan Wonogiri hingga pada tahun
1019 M ia dinobatkan sebagai raja

Airlangga dapat memulihkan kewibawaan Medang dengan menaklukan raja-raja


terdahulu yaitu:

1. Raja Bisaprabhawa (1029)

2. Raja Wijayawarman (1030)

3. Raja Adhamapanuda (1031)


4. Raja Wuwari (1035)

Kebijakan Airlangga:

oMemperbaiki pelabuhan Hujung Galung yang letaknya di Kali Brantas

oMembangun waduk waringin sapta guna mencegah banjir

oMembangun jalan antara pesisir dengan pusat kerajaan

Berkat jerih payah Airlangga, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan


kemakmuran.

Berakhirnya Kerajaan Medang

Kamulan

Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, lalu
hidup sebagai petapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra). Menjelang
akhir pemerintahannya Airlangga menyerahkan kekuasaannya kepada
putrinya Sangrama Wijaya Tunggadewi. Namun, putrinya lebih memilih
untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri.

Dan tahta beralih kedua putra Airlangga yang lahir dari seorang selir

Untuk menghindari perang saudara maka Kerajaan Medang Kamulan dibagi


menjadi dua oleh Mpu Bharada yakni

1. Kerajaan Janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya


yang bernama Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan
(Jiwana) meliputi daerah sekitar Surabaya sampai Pasuruan,

2. Kerjaan Kediri ( Panjalu ) di sebelah barat diberikan kepada putra


bungsunya yang bernama Samarawijaya (Jayawarsa), dengan ibu kota di
Kediri (Daha), meliputi daerah sekitar Kediri dan Madiun.

Kehidupan Ekonomi

1.Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana dilihat dari usaha yang ia lakukan,
seperti banyak membangun bendungan dan kebijaka yang lainnya.

2.Dharmawangsa yakni dengan meningkatkan perdagangan dan pertanian rakyat.

3. Begitu pula pada masa pemerintahan Airlangga, ia berusaha memperbaiki


Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Berantas dengan memberi
tanggul-tanggul untuk mencegah banjir dan kebijakan lainnya
Kehidupan sosial-budaya

Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengizinkan penyusunan


kitab Sanghyang Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu
Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa pemerintahan Airlangga
tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa.
Begitu pula seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari
karya sastra Ramayana dan Mahabharata yang ditulis ulang dan dipadukan
dengan budaya Jawa dan banyak karya sastra yang dihasilkan.

Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12. Kerajaan ini
merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi S. Brantas yang pada
masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.

Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian.
Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu
Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan
Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti
Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan serat Calon Arang (1540 M). Tujuan
pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya,
Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama
Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan
masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah
peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya
bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat
bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji
Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Jenggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 1052 M)
dalam prasasti Malenga.

Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan
selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga.
Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan
tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra yang banyak menjelaskan
tentang kerajaan Kediri. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.

Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar, sedangkan
Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi
hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau
belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat
jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan
oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok
kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika
Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268 1292), terjadilah pergolakan di dalam
kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati
Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil
mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.

Raja Kediri pertama Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung
(1052 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran
yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang
jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 1135 M) dari
Kediri.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal
dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak
bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia
digantikan Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-
turut raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha
memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berhasil dipulihkan,
Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya
, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya , Airlangga
memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu.
Airlangga meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya yang lahir
dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga
yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu
kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha.
Tetapi upaya tersebut mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12 , dimana Kediri
tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan
dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan suasana
gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja raja antar
kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan Jenggala, kerajaan kembali
dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.

Adapun raja raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu, Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan
prasastinya yang berangka tahun 1104. Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
Kameshwara Raja ke dua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara
Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, yang lebih dikenal
sebagai Kameshwara I (1115 1130 ). Lencana kerajaanya adalah tengkorak yang bertaring disebut
Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah mengubah kitab Smaradhana. Dalam
kitab ini sang raja di pujipuji sebagai titisan dewa Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi
seluruh dunia bernama Dahana. Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang berasal dari Janggala.
Jayabaya Raja Kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka
Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan prasastinya pada tahun 1181. Prabu
Jayabaya adalah raja Kediri yang paling terkenal, di bawah pemerintahannya Kediri mencapai kejayaan.
Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya termasyur dengan ramalannya. Ramalan
ramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan
material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan kesusastraan tidak tanggungtanggung. Sikap
merakyat dan visinya yang jauh kedepan menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang.
Prabu Sarwaswera, raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip
tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu , semua makhluk adalah engkau . Tujuan
hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma
dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan , segala sesuatu
yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
Prabu Kroncharyadipa Namanya yang berarti benteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa
berbuat adil pada masyarakatnya. Sebagai pemeluk agama yang taat, beliau mengendalikan diri dari
pemerintahannya dengan prinsip , sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia.
Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu),loba (rakus),mada (mabuk),
masarya (iri hati).
Srengga Kertajaya Srengga Kertajaya tak hentihentinya bekerja keras demi bangsa negaranya.
Masyarakat yang aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga menurut para
dalang wayang dilukiskan oleh Prapanca.
Pemerintahan Kertajaya Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli
dengan rakyat. Kertajaya dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta,
kama, moksa.

Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi pertentangan
dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa mereka
untuk menyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok ,
akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M.
Dalam pertempuran itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya
kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalahkan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan
Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke
Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka
Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim
oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan
Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan
Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan
Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

Prasasti pada Jaman Kerajaan Kediri antara lain:


1. Prasasti Banjaran yang berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atau Kadiri atas
Jenggala
2. Prasasti Hantang tahun 1135 atau 1052 M menjelaskan Panjalu atau Kadiri pada masa Raja
Jayabaya.Pada prasasti ini terdapat semboyan Panjalu Jayati yang artinya Panjalu Menang. Prasasti ini
dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk Desa Ngantang yang setia pada
Kadiri selama perang dengan Jenggala.Dan dari Prasasti tersebut dapat di ketahui kalau Raja Jayabhaya
adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri.

Prasasti Hantang

3. Prasasti Jepun 1144 M


4. Prasasti Talan 1136 M

Seni sastra juga mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin
Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari
Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan,kemenangan.
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin
Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari
Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Kurawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya
atas Jenggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. Terdapat pula pujangga
zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana.
Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang
menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Kerajaan ini beribu kota di Tumapel
yang terletak di kawasan bernama Kutaraja. Pada awalnya, Tumapel hanyalah sebuah wilayah
kabupaten yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Kediri dengan bupati/akuwu bernama Tunggul
Ametung. Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok yang merupakan pengawalnya karena terpikat oleh
kecantikan istri akuwu Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes, dan Ken Arok ingin memperistri Ken
Dedes. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dengan sebilah keris buatan Mpu Gandring, dimana keris
ini sebetulnya belumlah sempurna, akan tetapi karena Ken Arok sudah tidak sabar untuk meminang Ken
Dedes maka direbutlah keris itu dari tangan Mpu Gandring, dan sang Mpu pun akhirnya dibunuh
menggunakan keris tersebut. Sebelum meninggal Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa keris itu
akan membunuhmu sampai tujuh turunan.

Dewi Prajnaparamita - Arca perwujudan Ken Dedes

Keberadaan Kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur
dari daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang
berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang
memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh
keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab
Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok
berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya,
karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel
dari kekuasaan kerajaan Kediri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum
Brahmana Kediri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M /1144 C Ken
Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter. Ken
Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini. Versi pertama adalah
versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu. Pararaton menyebutkan Ken Arok
adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati (12471249 M). Anusapati diganti oleh
Tohjaya (12491250 M), yang diteruskan oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (12501272 M).
Terakhir adalah Kertanegara yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi
Negarakertagama, raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222
1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (12481254 M). Terakhir
adalah Kertanagara (12541292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.

1. Ken Arok (12221227 M)


Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama
dengan gelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari
menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (12221227 M). Pada tahun 1227 M,
Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok), sebagai terusan kutukan dari
Mpu Gandring. Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan SiwaBuddha.

2. Anusapati (12271248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam
jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-
pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok
akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo
mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong
Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik
menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Mpu Gandring yang
dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang
didharmakan di Candi Kidal.

Candi Kidal

3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo
memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha
membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni
berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.

4. Ranggawuni (12481268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana
oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya
dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran
rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara
sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan
Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardana meninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago
sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.

Candi Jago

5. Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan
seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i
halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti
pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiraraja. Setelah Jawa dapat
diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu
yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang dipimpin oleh Adityawarman dan berhasil
menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya
atas perintah Raja Kertanegara.
Arca Amogapasha

Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan
Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja
Campa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai
Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan.
Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya yang bernama Meng Chi. Tindakan Kertanegara
ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan
pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk Ekspedisi Pamalayu
dan untuk menghadapi serangan Mongol maka atas usulan dari Aria Wiraraja(Adipati Sumenep) yang
merupakan penentang politik Kertanegara, Jayakatwang (Kediri) segera menggunakan kesempatan ini
untuk menyerang Singasari. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan
pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.

Pasukan Kediri dari arah utara dipimpin oleh Jaran Guyang, Kertanegara mengutus Raden Wijaya dan
Ardharaja untuk melawan pasukan Jaran Guyang. Pasukan Jaran Guyang pun berhasil dikalahkan.
Sementara pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin Patih Mahisa Mundarang dan berhasil masuk
istana dan menemukan Kertanegara berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanegara beserta
pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja(menantu Kertanegara, anak dari
Jayakatwang) berbalik memihak kepada ayahnya, sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri
dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas
bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang.
Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti
berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian
didharmakan sebagai SiwaBuddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan
nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya
Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun. Ketika Ken Arok menjadi
Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Banyak daerah-daerah yang
bergabung dengan Tumapel. Namun pada pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat
kurang mendapat perhatian karena ia larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa
Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia
meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat
dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.

Politik Dalam Negeri:

1. Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata digantikan oleh


Aragani, dll.
2. Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra Jayakatwang (Raja
Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya.
3. Memperkuat angkatan perang.

Politik Luar Negeri:


1. Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta melemahkan posisi
Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
2. Menguasai Bali.
3. Menguasai Jawa Barat.
4. Menguasai Malaka dan Kalimantan.

Berdasarkan segi budaya, ditemukan candi-candi dan patung-patung diantaranya candi Kidal, candi
Jago, dan candi Singasari. Sedangkan patung-patung yang ditemukan adalah patung Ken Dedes sebagai
Dewi Prajnaparamita lambang kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam wujud patung Joko
Dolog, dan patung Amogaphasa juga merupakan perwujudan Kertanegara (kedua patung Kertanegara
baik patung Joko Dolog maupun Amoghapasa menyatakan bahwa Kertanegara menganut agama
Buddha beraliran Tantrayana).

Sebagai sebuah kerajaan, perjalanan kerajaan Singasari bisa dikatakan berlangsung singkat. Hal ini
terkait dengan adanya sengketa yang terjadi dilingkup istana kerajaan yang kental dengan nuansa
perebutan kekuasaan. Pada saat itu Kerajaan Singasari sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar
Jawa. Akhirnya Kerajaan Singasari mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang(Kediri), yang merupakan sepupu, sekaligus ipar,
sekaligus besan dari Kertanegara sendiri. Dalam serangan itu Kertanegara mati terbunuh. Setelah
runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kediri. Riwayat
Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.

Majapahit
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk kegunaan lain dari Majapahit, lihat Majapahit (disambiguasi).

Majapahit

12931527

Surya Majapahit*
Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan
Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan
Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih
diperdebatkan.[1]

Majapahit, Wilwatikta
Ibu kota
(Trowulan)

Bahasa Jawa Kuno, Sanskerta

Siwa-Buddha (Hindu dan


Agama Buddha), Kejawen,
Animisme

Bentuk Pemerintahan Monarki

Raja

Kertarajasa
- 1293-1309
Jayawardhana

- 1350-1389 Hayam Wuruk

- 1478-1498 Girindrawardhana

Sejarah

Penobatan Raden
-
Wijaya 10 November 1293 1293

- Invasi Demak 1527

Koin emas dan perak,


Mata uang kepeng (koin perunggu
yang diimpor dari
Tiongkok)

Pendahulu Pengganti

Singhasari Kesultanan Demak

*Surya Majapahit adalah lambang yang umumnya dapat


ditemui di reruntuhan Majapahit, sehingga Surya
Majapahit mungkin merupakan simbol kerajaan
Majapahit

Bagian dari seri artikel mengenai


Sejarah Indonesia

Lihat pula:

Garis waktu sejarah Indonesia


Sejarah Nusantara

Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Salakanagara (130-362)

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358669)

Kendan (536612)

Galuh (612-1528)

Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13)


Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)

Kerajaan Medang (7521006)

Kerajaan Kahuripan (10061045)

Kerajaan Sunda (9321579)

Kediri (10451221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)

Singhasari (12221292)

Majapahit (12931500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Penyebaran Islam (1200-1600)

Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521)

Kesultanan Ternate (1257sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)

Kesultanan Malaka (14001511)

Kerajaan Inderapura (1500-1792)

Kesultanan Demak (14751548)

Kesultanan Kalinyamat (15271599)

Kesultanan Aceh (14961903)

Kesultanan Banjar (15201860)

Kesultanan Banten (15271813)

Kesultanan Cirebon (1430 - 1666)

Kerajaan Tayan (Abad Ke-15-sekarang)

Kesultanan Mataram (15881681)


Kesultanan Palembang (1659-1823)

Kesultanan Siak (1723-1945)

Kesultanan Pelalawan (1725-1946)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (15121850)

VOC (1602-1800)

Belanda (18001942)

Kemunculan Indonesia

Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (19421945)

Revolusi nasional (19451950)

Indonesia Merdeka

Orde Lama (19501959)

Demokrasi Terpimpin (19591965)

Masa Transisi (19651966)

Orde Baru (19661998)

Era Reformasi (1998sekarang)

Portal Indonesia

lihat
bicara
sunting
Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri
dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi
kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan
Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.[2] Menurut
Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya,
Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.[3]

Daftar isi

1 Historiografi
2 Sejarah
o 2.1 Berdirinya Majapahit
o 2.2 Kejayaan Majapahit
o 2.3 Jatuhnya Majapahit
3 Kebudayaan
4 Ekonomi
5 Struktur pemerintahan
o 5.1 Aparat birokrasi
o 5.2 Pembagian wilayah
6 Raja-raja Majapahit
7 Warisan sejarah
o 7.1 Legitimasi politik
7.1.1 Arsitektur
7.1.2 Persenjataan
8 Kesenian modern
o 8.1 Puisi lama
o 8.2 Komik dan strip komik
o 8.3 Roman/novel sejarah
o 8.4 Film/sinetron
o 8.5 Video Games/Permainan Komputer
9 Referensi
o 9.1 Bibliografi
10 Lihat pula
11 Pranala luar

Historiografi

Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit,[4] dan sejarahnya tidak
jelas.[5] Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja')
dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama[6] dalam bahasa Jawa Kuno.[7] Pararaton terutama
menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian
pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi
Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk.
Kakawin Nagarakretagama pada tahun 2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia
(Memory of the World Programme) oleh UNESCO.[8] Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah
jelas.[9] Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah
dari Tiongkok dan negara-negara lain.[9]

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal
bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C.
Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti
supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan.[10] Namun, banyak pula sarjana yang
beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan
catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak
cukup pasti.[5] Tahun 2010 sekelompok pengusaha Jepang dipimpin Takajo Yoshiaki membiayai
pembuatan kapal Majapahit atau Spirit Majapahit yang akan berlayar ke Asia. Menurut Takajo,
hal ini dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan Kerajaan Jepang melawan
Kerajaan China (Mongol) dalam perang di Samudera Pasifik.[11] Menurut Guru Besar Arkeologi
Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh
kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[12] Bahkan ada perguruan silat bernama
Kali Majapahit yang berasal dari Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali
Majapahit ini mengklaim berakar dari Kerajaan Majapahit kuno yang disebut menguasai
Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.[13]

Sejarah

Berdirinya Majapahit
Arca Harihara (paduan Siwa dan Wisnu) perwujudan Kertarajasa dari Candi Simping, Blitar, kini koleksi
Museum Nasional.

Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang
bernama Meng Chi[14] ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan
Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut
dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.[14][15] Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha,
yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada
Jayakatwang.[16] Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati.[16] Raden Wijaya
kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai
Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika
pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang
sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara
kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing.[17][18] Saat itu juga merupakan kesempatan
terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus
menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari
penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang
bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa
Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa,
termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan
tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya
Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut
disebutkan dalam Pararaton.[19] Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang
melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai
posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti),
Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.[18] Wijaya meninggal dunia pada
tahun 1309.

Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang
pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328,
Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi
bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk
menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai
Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang
menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah
kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih
besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian
ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

Kejayaan Majapahit

Perkembangan Kemaharajaan Majapahit, bermula di Trowulan, Majapahit, Jawa Timur, pada abad ke-
13, kemudian mengembangkan pengaruhnya atas kepulauan Nusantara, hingga surut dan runtuh pada
awal abad ke-16.

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah
Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi


Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku,
Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina.[20] Sumber ini menunjukkan batas
terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut
tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu
sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.[21] Majapahit juga
memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan
bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.[2][21]

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi
dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk
berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.[22]
Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja
Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk
dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang
untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan
Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani
memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir
seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam.[23] Tradisi
menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati",
bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.[24] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama
dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita
Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam
Nagarakretagama.

Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang
adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta
sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat
mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya
dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda
mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit
hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan
otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka.
Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat
mengundang reaksi keras.[25]

Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan
serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.[2]

Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-
kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah
mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat
inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

Jatuhnya Majapahit

Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya Majapahit menggambarkan zaman kerajaan Majapahit
sebagai "zaman keemasan" Nusantara.
Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur


melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam
Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-
1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya
perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali
antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah
menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa,
seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di
pantai utara Jawa.[26]

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita,
yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari
seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan
dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah
Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di
Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis
pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat
pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja
Majapahit.[9]

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki
Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh
Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang
berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.[27] Di
bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat
Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah
taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari
kekuasaan Majapahit.

Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.

Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi,


Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan
Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya
Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan
memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta
mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun
waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih
Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan
kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.

Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400
saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu
pemerintahan[28]) hingga tahun 1518.

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang
kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca
sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah sirna hilanglah
kemakmuran bumi. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah
gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.[29] Raden Patah yang
saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala
bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tetapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung
meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para
dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.

Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi [29] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara
Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi.
Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan kudeta ke
Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah,
tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis. Sehingga
pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit[30]
dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan
mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan
dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan
Kertabhumi.

Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam
pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit.[31] Demak di bawah
pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan
Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia
adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.

Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan
Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.[29]

Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama
yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang
masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda
yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring
mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu
Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.

Kebudayaan

Bendera Majapahit
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit.
Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan.

"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam
lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai
pemandangan dalam lukisan... Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di
atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja
yang memandangnya".

Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama.

Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam
kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan
dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak.
Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu
kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai
oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan
Nusantara yang menikmati otonomi luas.[32]

Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja
Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa,
maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi
sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.[2]

Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah
yang paling ahli menggunakannya.[33] Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris
dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata.
Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura
Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit,
antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan
pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam
arsitektur Jawa dan Bali.

".... Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak,
merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana yang luar biasa
mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis emas dan
perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang
melawan raja ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."

Gambaran Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico da Pordenone).[34]

Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari
catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan
Pendeta Odorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa,
dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia
Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia,
terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga
mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan
darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.

Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang
ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini
terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan
istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga
menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu gagal dan
berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini tak lain adalah Majapahit yang
dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.

Ekonomi

Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa Timur. (Koleksi Museum Gajah, Jakarta)
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.[21] Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak.
Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter
penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang
tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat
sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan
Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal
dari era Majapahit.[35] Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam
catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya
ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang
Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran
ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.[32]

Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari
berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak
78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa).[32]
Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier,
mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging.
Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun
proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin
meningkat pada era Majapahit.

Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah
lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas,
perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak,
timah putih, timah hitam, dan tembaga.[36] Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan
Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana
raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.[37]

Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas dan
Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada
masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan
pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali
berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah
Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan
sumber pemasukan penting bagi Majapahit.[32]

Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak


pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus
dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan
pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi
pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat
lain di wilayah Majapahit di Jawa.[38]
Struktur pemerintahan

Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak
berubah selama perkembangan sejarahnya.[39] Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia
dan ia memegang otoritas politik tertinggi.

Aparat birokrasi

Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para
putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan
kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:

Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja


Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang
bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat
pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang
disebut Bhattara Saptaprabhu.

Pembagian wilayah

Kawasan inti Majapahit dan provinsinya (Mancanagara) di kawasan Jawa Timur dan Jawa Tengah,
termasuk pulau Madura dan Bali.

Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari,[18] terdiri atas


beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh
uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini adalah gelar
tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas
mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke
pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang
dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit
dikenal sebagai berikut:

1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja


2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau
bangsawan)
3. Watek: dikelola oleh wiyasa,
4. Kuwu: dikelola oleh lurah,
5. Wanua: dikelola oleh thani,
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.

Hubungan
No Provinsi Gelar Penguasa
dengan Raja

Kahuripan (atau
Bhre
1 Janggala, sekarang Tribhuwanatunggadewi ibu suri
Kahuripan
Sidoarjo)

Daha (bekas ibukota bibi sekaligus


2 Bhre Daha Rajadewi Maharajasa
dari Kediri) ibu mertua

Tumapel (bekas
Bhre
3 ibukota dari Kertawardhana ayah
Tumapel
Singhasari)

Wengker (sekarang Bhre paman sekaligus


4 Wijayarajasa
Ponorogo) Wengker ayah mertua

suami dari Putri


Matahun (sekarang Bhre
5 Rajasawardhana Lasem, sepupu
Bojonegoro) Matahun
raja

Wirabhumi Bhre
6 Bhre Wirabhumi1 anak
(Blambangan) Wirabhumi

Bhre saudara laki-laki


7 Paguhan Singhawardhana
Paguhan ipar

Bhre anak
8 Kabalan Kusumawardhani2
Kabalan perempuan
Bhre keponakan
9 Pawanuan Surawardhani
Pawanuan perempuan

Lasem (kota pesisir


10 Bhre Lasem Rajasaduhita Indudewi sepupu
di Jawa Tengah)

Pajang (sekarang saudara


11 Bhre Pajang Rajasaduhita Iswari
Surakarta) perempuan

Mataram (sekarang Bhre keponakan laki -


12 Wikramawardhana2
Yogyakarta) Mataram laki

Catatan:
1
Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan),
nama aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari
Pararaton. Dia menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja.
2
Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan laki-
laki raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta.

Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanattunggadewi, ratu Majapahit ibunda
Hayam Wuruk.

Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit
dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.[40]
Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:

Kahuripan Wengker Kabalan Jagaraga Singhapura


(no. 1) (no. 4) (no. 8) Keling
Daha (no. Matahun Kembang Kelinggapura Tanjungpura
2) (no. 5) Jenar (no.
Tumapel Wirabumi 10)
(no. 3) (no. 6) Pajang (no.
11)

Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada,
beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit,
sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:

Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama
selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini
adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan
pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya
yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh
kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya
memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah
dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan
pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan
mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah
Mancanegara termasuk di dalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga
Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam
koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas
dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya
atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam
ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah
kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan
Semenanjung Malaya.

Ketiga kategori itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi
Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar
negeri:

Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu
menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan
sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa
asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si
Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa,
Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam).[41] Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi
Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam
kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa
ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi oleh
sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau
inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan
tanpa integrasi administratif lebih lanjut.[42] Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam
lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki
pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup luas.
Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap
menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat
di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-kerajaan
sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga Majapahit yang
sezaman; Ayutthaya dan Champa.

Raja-raja Majapahit

Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar
ini.[43]

Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri
Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa
Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana
(penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang
memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok[9].

Nama Raja Gelar Tahun

Raden Wijaya Kertarajasa Jayawardhana 1293 - 1309

Kalagamet Sri Jayanagara 1309 - 1328

Sri Gitarja Tribhuwana Wijayatunggadewi 1328 - 1350

Hayam Wuruk Sri Rajasanagara 1350 - 1389

Wikramawardhana 1389 - 1429

Suhita Dyah Ayu Kencana Wungu 1429 - 1447

Kertawijaya Brawijaya I 1447 - 1451

Rajasawardhana Brawijaya II 1451 - 1453

Purwawisesa atau Girishawardhana Brawijaya III 1456 - 1466

Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa Brawijaya IV 1466 - 1468

Bhre Kertabumi Brawijaya V 1468 - 1478

Girindrawardhana Brawijaya VI 1478 - 1498

Patih Udara 1498 - 1518


Warisan sejarah

Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir. Koleksi Museum fr Indische Kunst, Berlin-Dahlem,
Jerman.

Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara pada
abad-abad berikutnya.

Legitimasi politik

Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi


atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi
keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah, menurut babad-babad keraton
Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana
sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung
oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi ibukota Majapahit.
Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yang berusaha membuktikan
hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan Majapahit sering kali dalam bentuk makam
leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting dan legitimasi dianggap meningkat melalui
hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit, dan masyarakat
Bali menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.[33]

Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat Gerakan
Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya,
sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik
negara Republik Indonesia saat ini.[21] Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai
Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan
kembali dari Majapahit yang diromantiskan.[44] Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk
kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru menggunakannya untuk kepentingan
perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara.[45] Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia
modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.

Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia berasal dari elemen-elemen Majapahit.
Bendera kebangsaan Indonesia "Sang Merah Putih" atau kadang disebut "Dwiwarna" ("dua
warna"), berasal dari warna Panji Kerajaan Majapahit. Demikian pula bendera armada kapal
perang TNI Angkatan Laut berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari warna
Majapahit. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika", dikutip dari "Kakawin
Sutasoma" yang ditulis oleh Mpu Tantular, seorang pujangga Majapahit.

Arsitektur

Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit di Jawa Timur (Museum of Asian Art,
San Francisco)

Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di Indonesia.
Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit dalam kitab
Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa
serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini. Meskipun bata merah sudah
digunakan jauh lebih awal, para arsitek Majapahitlah yang menyempurnakan teknik pembuatan
struktur bangunan bata ini.

Beberapa elemen arsitektur kompleks bangunan di Jawa dan Bali diketahui berasal dari masa
Majapahit. Misalnya gerbang terbelah candi bentar yang kini cenderung dikaitkan dengan
arsitektur Bali, sesungguhnya merupakan pengaruh Majapahit, sebagaimana ditemukan pada
Candi Wringin Lawang, salah satu candi bentar tertua di Indonesia. Demikian pula dengan
gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berlandaskan struktur bata. Pengaruh
citarasa estetika dan gaya bangunan Majapahit dapat dilihat pada kompleks Keraton Kasepuhan
di Cirebon, Masjid Menara Kudus di Jawa Tengah, dan Pura Maospait di Bali. Tata letak
kompleks bangunan berupa halaman-halaman berpagar bata yang dihubungkan dengan gerbang
dan ditengahnya terdapat pendopo, merupakan warisan arsitektur Majapahit yang dapat
ditemukan dalam tata letak beberapa kompleks keraton di Jawa serta kompleks puri (istana) dan
pura di Bali.
Persenjataan

Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan penyebaran teknik pembuatan
keris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan
pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat namun semenjak
masa ini dan seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk kualitas sebuah
keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga berkembang pada masa
ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.

Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak dan meriam kapal
sederhana yang disebut Cetbang. Saat ini salah satu koleksi Cetbang Majapahit tersebut berada di
The Metropolitan Museum of Art, New York, Amerika.

Kesenian modern

Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang terjadi pada masa itu menjadi sumber
inspirasi tidak henti-hentinya bagi para seniman masa selanjutnya untuk menuangkan kreasinya,
terutama di Indonesia. Berikut adalah daftar beberapa karya seni yang berkaitan dengan masa
tersebut.

Puisi lama

Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas penulisnya karena menggunakan nama pena
Ki Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa Kasunanan Surakarta. Kitab ini berkisah tentang
hal-hal yang berkaitan dengan perubahan keyakinan orang Majapahit dari agama sinkretis
"Hindu" ke Islam dan sejumlah ibadah yang perlu dilakukan sebagai umat Islam.

Komik dan strip komik

Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang dimuat di Majalah Hai, mengambil latar
belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal karier Mada (Gajah Mada), adik
seperguruan Lubdhaka, seorang rekan Mahesa Rani.
Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit, karya Jan Mintaraga.
Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang dimuat di surat kabar "Kompas" edisi
Minggu, menceritakan kisah sehari-hari seorang warga Majapahit bernama Panji Koming.
Komik "Dharmaputra Winehsuka", karya Alex Irzaqi, kisah Ra Kuti dan Ra Semi dalam latar
peristiwa pemerontakan Nambi 1316 M.

Roman/novel sejarah

Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah dengan setting masa keruntuhan Majapahit,
karya Sanusi Pane.
Pelangi Di langit Singasari (1968 - 1974), roman sejarah dengan setting zaman kerajaan Kediri
dan Singasari, karya S. H. Mintardja.
Bara Di Atas Singgasana, roman sejarah dengan setting zaman kerajaan singasari dan
Majapahit, karya S. H. Mintardja
Kemelut Di Majapahit, roman sejarah dengan setting masa kejayaan Majapahit, karya
Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah yang menceritakan akhir masa Singasari,
masa Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar terbunuhnya Jayanegara, karya Matu
Mona/Hasbullah Parinduri.
Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat dengan setting runtuhnya Singhasari dan awal
berdirinya Majapahit hingga pemerintahan Jayanagara, karya Arswendo Atmowiloto.
Arus Balik (1995), sebuah epos pasca kejayaaan Nusantara pada awal abad 16, karya Pramoedya
Ananta Toer.
Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005), roman karya Hermawan Aksan tentang Dyah
Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang gugur dalam Peristiwa Bubat.
Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri yang mengisahkan kehidupan Gajah Mada
dengan ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit Kresna Hariadi.
Jung Jawa (2009), sebuah antologi cerita pendek berlatar Nusantara, karya Rendra Fatrisna
Kurniawan, diterbitkan Babel Publishing dengan ISBN 978-979-25-3953-0.

Film/sinetron

Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial sandiwara radio. Kisah ini berlatar
belakang Kerajaan Singhasari pada pemerintahan Kertanegara hingga Majapahit pada
pemerintahan Jayanagara.
Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial sandiwara radio yang populer pada
kurun dasawarsa pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an. Film ini sebetulnya lebih berfokus
pada sejarah Pajajaran namun berkait dengan Majapahit pula.
Walisanga, sinetron Ramadan tahun 2003 yang berlatar Majapahit pada masa Brawijaya V
hingga Kesultanan Demak pada zaman Sultan Trenggana.
Puteri Gunung Ledang, sebuah film Malaysia tahun 2004, mengangkat cerita berdasarkan
legenda Melayu terkenal, Puteri Gunung Ledang. Film ini menceritakan kisah percintaan Gusti
Putri Retno Dumilah, seorang putri Majapahit, dengan Hang Tuah, seorang perwira Kesultanan
Malaka.

Video Games/Permainan Komputer

Civilization V: Brave New World yang terbit pada Juli 2013, terdapat peradaban Indonesia [1]
dengan tokoh pemimpinnya Gajah Mada [2]. Meskipun dinamakan peradaban 'Indonesia',
namun perdaban ini menggunakan Surya Majapahit [3] sebagai simbolnya. Peradaban ini
memiliki bangunan unik yaitu Candi [4], yang memiliki ikon bergambar Candi bentar di
Trowulan, Mojokerto.
Age of Empires II: The Age of Kings ekspansi keempat Rise of Rajas yang terbit pada Desember
2016, menampilkan misi sebagai Gajah Mada, dari awal pendirian Majapahit mengusir tentara
Mongolia dan Kediri (Kerajaan Singhasari), menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di kepulauan
Nusantara setelah Sumpah Palapa hingga peristiwa Perang Bubat yang mengakhiri karier Gajah
Mada sebagai Mahapatih kerajaan Majapahit. Bangunan Candi bentar, Gapura Bajang Ratu serta
Candi Kalasan ditampilkan secara visual pada misi Gajah Mada.

Anda mungkin juga menyukai