Anda di halaman 1dari 14

MATERI KERAJAAN KUTAI DAN TARUMANEGARA

KERAJAAN KUTAI
Letak Geografis
Kerajaan Kutai/Martapura merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia saat ini.
Letak kerajaan Kutai diperkirakan berada di daerah Muara Kaman di tepi sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Sungai tersebut adalah sungai yang cukup besar dan memiliki beberapa
anak sungai. Lokasi pertemuan antar sungai Mahakam dengan anak sungainya diperkirakan
adalah letak Muarakaman di masa lampau.

Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
Kutai, disamping pertanian. Letak geografis Kerajaan Kutai yang berada menjorok ke daerah
pedalaman, menyebabkan Kutai menjadi tempat yang menarik sebagai persinggahan bagi para
pedagang dari Cina dan India. Provinsi Kalimantan Timur dikenal dari sejarah ini karena lokasi
penemuan sumber sejarahnya, yakni Prasasti Yupa, berada di Muara Kaman, sebuah kecamatan di
Kabupaten Kutai Kertanegara.
Awal Terbentuknya
Kerajaan Kutai pertama ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura awal berdirinya dipimpin oleh
Maharaja Kudungga bergelar anumerta Dewawarman. Pendiri dinastinya adalah Aswawarman putra
Kundungga. Adapun ibu kota Kutai Kertanegara lebih dekat ke muara Mahakam, berpindah-pindah dari
Jaitan Layar, Tepian Batu, Jembayan, hingga Tenggarong (Sarip, 2018: 36). Kundungga, Aswawarman,
dan Mulawarman adalah nama raja yang pernah bertakhta pada abad IV hingga V Masehi.
Sistem Pemerintahan
Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh Hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi
perubahan dalam bentuk pemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang
memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan.
Dalam sistem kerajaan, raja dianggap keturunan dewa yang harus disembah oleh
bawahan dan rakyatnya. Oleh karena itu raja memiliki hak untuk menyelenggarakan
pemerintahan secara mutlak dan turun – temurun berdasarkan garis kasta Berikut beberapa raja
yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:
1. Raja Kudungga
Merupakan raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Diperkirakan Kudungga
masih berbudaya Indonesia dan pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Dari namanya,
para ahli memperkirakan bahwa ia sama sekali tidak memeluk Hindu. Barulah putranya atau
kemungkinan menantunya yang bernama Aswawarman yang menjadi seorang Hindu.
Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh
Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya
sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.
2. Raja Aswawarman
Jika pada masa Kudungga belum menganut Hindu maka barulah pada masa putranya
(atau kemungkinan menantunya) yang bernama Aswawarman yang menjadi seorang Hindu.
Dengan melalaui upacara vratyastoma, Di tanah Hindustan, upacara ini bertujuan memupus
hukuman kepada seseorang yang membuatnya dikeluarkan dari kasta. Namun, dalam konteks
kerajaan Kutai, para ahli menduga tujuan vratyastoma sedikit berbeda. Yaitu sebagai daerah
yang baru menerima pengaruh Hindu, upacara tersebut ditujukan sebagai penanda seseorang
memeluk Hindu sekaligus masuk kasta. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai
diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya.
Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas
kekuasaan Kerajaan Kutai.
3. Raja Mulawarman
Merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman
adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai dan banyak disebut dalam Prasasti Kutai karena besar
kemungkinan Prasasti Kutai dibuat pada masa pemerintahannya.
Sistem Ekonomi
Kehidupan ekonomi di kerajaan Kutai tergambar dalam salah satu Yupa dalam prasasti
Kutai, yang isinya, seperti berikut ini:
“(Tugu ini ditulis untuk (peringatan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh sang
Mulawarman yakni segunung minyak, dengan lampu dan malai bunga)”
Berdasarkan isi salah satu Yupa tersebut dapat disimpulkan beberapa kegiatan ekonomi
yang dikembangkan masyarakat Kutai yaitu antara lain:
a. Pertanian
Adanya minyak dan bunga malai, kita dapat menyimpulkan bahwa sudah ada usaha
dalam bidang pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Kutai.
b. Kerajinan dan Pertukangan
Lampu-lampu seperti yang disebutkan dalam Prasasti Tugu dihasilkan dari usaha
dibidang kerajinan dan pertukangan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua bidang usaha tersebut
sudah berkembang di lingkungan masyarakat Kutai
c. Pertanian dan Perdagangan
“Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor
sapi kepada para Brahmana yang seperti api. Bertempat didalam tanah yang sangat suci
Waprakeswara, buat peringatan akan kebaikan didirikan Tugu ini)”.
Kehidupan ekonomi yang dapat disimpulkan dari prasasti tersebut adalah keberadaan
sapi yang dipersembahkan oleh Raja Mulawarman kepada Brahmana. Keberadaan sapi
menunjukkan adanya usaha peternakan yang dilakukan oleh rakyat Kutai.
Sumber Sejarah/Peninggalan
Keberadaan kerajaan Kutai diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu
berupa prasasti yang berbentuk yupa (tiang) batu berjumlah 7 buah. Prasasti yupa yang
ditemukan di Muara Kaman, Kalimantan Timur merupakan bukti eksistensi kerajaan tertua di
Nusantara. Peneliti pertama prasasti yupa, yakni Prof. Johan Hendrik Caspar Kern, menetapkan
tarikh pembuatan prasasti yupa pada kisaran tahun 400 Masehi (Vogel, 1917: 185). Yupa
merupakan prasasti tertua diantara prasasti prasasti yang ditemukan di Indonesia sehingga
sering dijadikan sebagai acuan awal masuknya bangsa Indonesia ke dalam jaman sejarah.
Yupa Berisi
Berisi silsilah:
“Sang Mahārāja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang
Aśwawarmman namanya, yang seperti Angśuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga
yang sangat mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci). Yang
terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat,
dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan)
emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh
para brahmana.”
Sedekah
“Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor
lembu kepada para Brahmana di tempat tanah yang sangat suci “Waprakeswara”
Yupa memuat Upacara monumetal dengan persembahan komoditas sumber daya alam
bervolume besar dicatat dalam prasasti yupa. Brahmana dari India didatangkan untuk
menorehkan aksara Pallawa berbahasa Sanskerta pada prasasti (Vogel, 1917: 185–197).
Masa Kejayaan:
“Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban
baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang
dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini
didirikan oleh para Brahmana”.
• Silsilah Raja raja kerajaan Kutai, menunjukan pada abad 5 di Indonesia telah berdiri
sebuah Kerajaan yaitu Kerajaan Kutai.
• Dilihat dari namanya, Kudungga masih berbudaya Indonesia asli sehingga belum
memilki kasta.
• Budaya India baru masuk ke Kutai pada masa pemerintahan Raja Aswawarman.
• Pendiri Kerajaan adalah Kudungga, dan pendiri Dinasti adalah Aswawarman.
Runtuhnya
Didalam sejarah disebutkan bahwa Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai
terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13,
Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan
Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.
Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan
Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan
(Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
KERAJAAN TARUMANEGARA
Letak Geografis
Menurut para ahli arkeolog, letak Kerajaan Tarumanegara berada di Jawa Barat di tepi
Sungai Cisadane, yang saat ini merupakan wilayah Banten. Kerajaan Tarumanegara berpusat
di Sundapura, yang saat ini dikenal sebagai Bekasi. Wilayah kekuasan Kerajaan Tarumanegara
hampir meliputi seluruh wilayah Jawa Barat dan Banten. Bahkan, Kerajaan Tarumanegara juga
memiliki pengaruh besar pada kerajaan yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Mengenai letak ibukota Tarumanegara dengan keratonnya masih belum bisa dipastikan. Tetapi
berdasarkan ilmu bahasa Prof Dr. Poerbatjaraka memperkirakan bahwa letak Keraton Taruma
itu di daerah Bekasi. Hal tersebut berdasarkan keterangan yang terdapat pada Prasasti Tugu
tentang penggalian Sungai Chandrabaga yang alirannya melewati istana sebelum sampai ke
laut,dengan alasan bahwa Sungai Chandrabhaga adalah dalam bahasa sansakerta, sementara
dalam bahasa Indonesia menjadi Bhaga Candra, Candra yang dalam bahasa Indonesia adalah
bulan, dalam bahasa sunda adalah sasih, sehingga Bhaga Candra menjadi Bhagasasih, yang
lambat laun berubah menjadi Bekasi.
Di daerah Bekasi sendiri, sejak tahun-tahun yang lalu telah ditemukan alat-alat
prasejarah seperti pahat dan kapak batu serta pecahan-pecahan periuk. Kecuali benda-benda
prasejarah juga terdapat benda-benda yang sudah masuk masa-masa jauh setelah zaman Batu-
Baru dan Perunggu Besi. Tidak jauh dari Bekasi yakni di Cibuaya, Rengasdengklok pada tahun
1952 pernah ditemukan area Wishnu yang usianya kurang lebih dari abad ke-7, dimungkinkan
area tersebut berasal dari masa Tarumanegara.
Awal Terbentuknya
Berdasarkan naskah wangsakerta Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358. Rajadirajaguru Jayasingawarman merupakan seorang
Maharesi atau Pendeta dari Salankayana di India, dia mengungsi ke Nusantara karena kerajaan
tempat asalnya ditaklukan Kerajaan Magadha.
Dalam naskah itu, dikatakan pada abad ke-4 Masehi nusantara didatangi oleh sejumlah
pengungsi dari India yang mencari perlindungan akibat terjadi peperangan besar di sana.
Umumnya pengungsi tersebut berasal dari daerah kerajaan Palawa dan Calankaya di India.
Salah satu rombongan pengungsi tersebut dipimpin oleh seorang Maharesi yang bernama
Jayasingawarman. Ketika telah mendapatkan persetujuan dari raja Dewawarman VIII, raja
Salakanagara maka mereka membangun tempat pemukiman baru di dekat sungai Citarum.
Pemukiman tersebut disebut Tarumadesya (desa Taruma).
Sepuluh tahun berjalan ternyata desa ini banyak didatangi oleh orang-orang, sehingga
Tarumadesya menjadi besar. Pada akhirnya wilayah yang hanya setingkat desa tersebut
berkembang menjadi kota (nagara). Diduga bahwa nama asli kerajaan Taruma adalah kerajaan
Aruteun. Hal ini sesuai dengan catatan sejarah Cina, bahwa negeri Ho-lo-tan (Aruteun) di She-
po (Jawa) telah mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 430, 437, dan 452 masehi. Setelah
mendapat pengaruh budaya India, nama Aruteun diubah menjadi Taruma. Nama Taruma ini
diambil dari nama daerah di India Selatan. Perubahan nama ini diperkirakan terjadi pada akhir
abad ke-5 masehi. Sejak abad ke-6 masehi, nama Ho-lo-tan (Aruteun) tidak disebut-sebut lagi.
Sebagai gantinya muncul nama To-lo-mo (Taruma) yang pernah mengirimkan utusan ke Cina
pada tahun 528, 535, 630, dan 669 masehi.
Sumber Sejarah
A. Dalam Negeri
1. Prasasti Ciaruteun
Pada prasasti ini ditemukan ukiran laba-laba dan telapak kaki serta sajak beraksara
palawa dalam bahasa Sanskerta. Berdasarkan pembacaan oleh Poerbatjaraka dalam prasasti ini
berbunyi:
“Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia
Sang Purnavarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.

2. Prasasti Jambu (Koleangkak)


Seperti namanya, prasasti ini ditemukan di kawasan perkebunan jambu, bukit Pasir
Koleyangkak, Leuwiliang, Kabupaten Bogor atau 30 Km setelah bagian barat Bogor. Prasasti
ini juga disebut Prasasti Koleangkak atau Pasir Jambu. Isi dari tulisan yang dituliskan dalam
prasasti pasir jambu adalah sebagai berikut:
“Gagah, mengagumkan, dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin
manusia yang tiada taranya, yang termashur Sri Purnawarman, yang sekali waktu
(memerintah) di Taruma dan baju zirahnya yang terkenal (warman). Tidak dapat
ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa berhasil
menggempur kota-kota musuh, hormat kepada pangeran, tetapi merupakan duri dalam
daging bagi musuh-musuhnya.”
Dapat disimpulkan bahwa isinya adalah: “Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri
Purnawarman raja Tarumanegara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia
menjalankan tugasnya, dan tak ada taranya. Baginda selalu berhasil membinasakan musuh-
musuhnya. Baginda hormat kepada para pangeran tetapi sangat ditakuti oleh musuh-musuhnya,
serta melindungi mereka yang memberikan bantuan kepadanya”.

3. Prasasti Pasir Awi


Ditemukan di Pasir Awi , Bogor. Dalam prasasti ini juga terdapat gambar telapak kaki
dan tulisan ikal. Namun, sayangnya isi dari prasasti ini belum dapat disimpulkan oleh para ahli.

4. Prasasti Kebun Kopi


Prasasti kebun kopi ditemukan di kampung Muara Hilir, Cibungbulan, Bogor. Isinya
tidak terlalu banyak, berikut adalah isi dari prasasti kebun kopi.
“Di sini nampak sepasang tapak kaki… yang seperti Airwata, gajah penguasa taruma (yang)
agung dalam … dan (?) kejayaan.”
Sumber lain mengungkapkan bahwa Isinya, dapat pula disimpulkan menjadi:
“Telapak kaki seperti telapak kaki airawata. Airawata adalah gajah kendaraan dewa Indra.
Inilah telapak kaki penguasa negara Taruma yang agung.
” Didalamnya juga diperkirakan dideskripsikan mengenai kejayaan kerajaan Taruma atau
Tarumanegara/Tarumanagara.

5. Prasasti Muara Cianten


Prasasti ini ditemukan di Muara Cianten, Bogor. Prasasti ini memiliki kemiripan
dengan Prasasti Awi (memiliki gambar telapak kaki dan tulisan ikal). Namun, tulisan atau
isinya belum dapat disimpulkan oleh para Ahli.

6. Prasasti Tugu
Prasasi ini ditemukan di Tugu, daerah Cilincing, DKI Jakarta dekat perbatasan dengan
daerah Bekasi. Isinya menyebutkan:
“Dahulu sungai yang bernama candra bhaga telah (disuruh) gali oleh
Maharaja Purnamarwan. Maharaja yang mulia mempunyai lengan yang kuat. Setelah
sampai ke istana kerajaan yang termasyhur, sungai dialirkan ke laut. Di dalam tahun
ke-22 dari takhta yang mulia raja Purnawarman yang gemerlapan karena kepandaian
dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji dari segala raja-raja. Baginda
memerintahkan pula, menggali sungai yang permai bersih jernih yang bernama gomati
setelah sungai itu mengalir di tempat kediaman yang mulia Nenekda sang pendeta
(sang Purnawarman).
Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik tanggal 8 paro petang bulan
Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra, hanya 21 hari saja
sedang galian itu panjangnya 6122 tumbak. Upacara (selamatan) itu dilakukan oleh
para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dikorbankan.”
Diduga, penggalian untuk membuat sungai tersebut dilakukan untuk mengendalikan
banjir dan membantu usaha pertanian yang diperkirakan berada di wilayah Jakarta saat ini.
Sungai tersebut adalah sungai Candrabaga.
Penyebutan Brahmana yang merupakan kasta tertinggi dalam kepercayaan Hindu dan
bertugas mempin upacara dalam ritual ajaran Hindu, serta persembahan 1000 ekor sapi yang
merupakan binatang suci dalam ajaran Hindu. Ke dua hal tersebut memberi petunjuk bahwa
kerajaan Tarumanegara berbudaya Hindu.

7. Prasasti Lebak (Cidanghiang)


Prasasti ditemukan di kampung Lebak, tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Muncul,
kabupaten Pandeglang, Banten. Oleh karena itu, terkadang prasasti ini juga disebut prasasti
Cidanghiang atau prasasti Munjul. Dalam prasasti ini disebutkan:
“inilah tanda keperwiraan yang mulia Purnawarman. Baginda seorang raja
yang agung dan gagah berani. Baginda seorang raja dunia dan menjadi panji sekalian
raja”.
Prasasti ini juga memuat batas-batas kerajaan Tarumanegara, yakni: sebelah barat
berbatasan dengan laut, sebelah selatan juga berbatas dengan laut, sebelah timur dengan sungai
Citarum dan sebelah utara dengan daerah Karawang.
8. Situs Pasir Angin
Situs ini terletak di Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang berada pada bukit kecil
di sebelah utara daerah aliran sungai Cianten yang mengalir dari selatan ke utara. Di bukit
tersebut terdapat monolit setinggi 1,2 m.
Di sini, ditemukan berbagai artefak seperti: tembikar, porselin, kemarik dari bahan
batuan, artefak kaca, artefak perunggu, besi, dan emas. Salah satu artefak tersebut adalah
topeng emas.
B. Sumber Luar Negeri
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara ternyata juga didapat dari berita musafir China
yang bernama Fa-Hien. Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M membuat catatan
tentang adanya Kerajaan To-lo-mo. atau Taruma. Istilah To-lo-mo ini tentu dimaksudkan pada
kerajaan Tarumanegara.
Sumber sejarah dari luar negeri didapatkan dari berita musafir China yang bernama Fa-
Hien. Fa-Hien datang ke tanah Jawa pada tahun 414 M untuk membuat catatan mengenai
keberadaan kerajaan To-lo-mo. Kerajaan yang di maksud ternyata mengarah pada kerajaan
Tarumanegara. Dalam catatan Fa-Hien dikatakan bahwa dalam perjalanannya menuju India, ia
singgah di Yo-p’o-ti dan berdiam di sana selama 5 bulan, di sana sedikit sekali pemeluk Budha.
Sementara itu, dalam kronik dinasti Tang (618-906) diungkapkan bahwa antara tahun 528-539
dan 666-669 telah datang di Cina utusan dari Kerajaan To-lo-mo (Tarumanegara).
Corak Kebudayaan dan Kepercayaan
Diperkirakan setidaknya ada dua golongan dalam masyarakat. Pertama, golongan
masyarakat yang berbudaya Hindu, kelompok ini terbatas pada lingkungan keraton saja.
Kedua, golongan masyarakat yang berbudaya asli yang meliputi bagian terbesar penduduk
Tarumanegara, meskipun demikian, mereka tetap rukun berdasarkan berita dari Fa-hsien,
bahwa pada awal abad 5 M, di Tarumanegara terdapat tiga agama, yaitu agama Buddha, Hindu
dan agama yang kotor. Dari ketiga agama tersebut, agama Hindu merupakan agama yang paling
banyak dianut oleh masyarakat, hal itu diperkuat dengan adanya bukti-bukti prasasti dan arca.
Kesimpulannya, agama yang dianut adalah:
1. Agama Hindu seperti yang di anut Purnawarman,
2. Agama Budha meskipun hanya sedikit, dan
3. Penganut animisme dan dinamisme.
Berdasarkan Prasasti Tugu, bahwa sebagai selamatan atas penggalian sungai
Chandrabga, Raja Purnawarman memberikan 1000 ekor sapi kepada para Brahmana. Sapi dan
Brahmana adalah petunjuk bahwa agama resmi kerajaan adalah Hindu.
Sistem Ekonomi
a. Perdagangan
Catatan Fa-Hien,seoarang musafir Cina,masyarakat Tarumanegara sudah melakukan
kegiatan berdagang. Barang yg diperdagangkan antara lain beras dan kayu jati.
Prasasti tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk
membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti
ekonomis yang besar bagi masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk
mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di kerajaan
Tarumanegara dengan dunia luar. Juga perdagangan dengan daerah-daerah di sekitarnya.
Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan Tarumanegara sudah berjalan
teratur.
b. Pertanian
Penggalian Sungai ChandraBaga oleh Raja Purnawarman seperi diuraikan dalam
Prasasti Tugu juga dimaksudkan sebagai sarana pengairan bagi persawahan di Kerajaan
Tarumanegara.
c. Peternakan
Sebagai selamatan atas penggalian sungai Chandrabaga , Raja Purnawarman memeberi 1000
ekor sapi kepada para Brahmana seperti yang tertera dalam prasasti Tugu menunjukan bahwa
masyarakat Tarumanegara sudah mengembangkan peternakan yang baik.
Sistem Pemerintahan
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan kuno bercorak Hindu Budha di Nusantara
yang berlokasi di wilayah yang saat ini dikenal dengan Provinsi Jawa Barat. Sistem
pemerintahan Kerajaan Tarumanegara adalah monarki absolute yang dipimpin oleh raja secara
turun menurun. Pada masa berdirinya Kerajaan Tarumanagara dari abad ke-4 hingga abad ke-
7 M, kerajaan ini pernah dipimpin oleh 12 orang raja, antara lain :
1. Jayasingawarman (358-382 AD)
2. Dharmayawarman (382-395 AD)
3. Purnawarman (395-434 A.D.)
4. Wisnuvarman (434-455 A.D.)
5. Indrawarman (455-515 A.D.)
6. Chandrawarman (515-535 A.D.)
7. Suryawarman (535-561 A.D.)
8. Kertawarman (561-628 A.D.)
9. Sudhawarman (628-639 A.D.)
10. Hariwangsawarman (639-640 AD)
11. Nagajayavarman (640-666 A.D.)
12. Linggawarman (666-669 AD)
13. Linggawarman
Kejayaan Kerajaan Tarumanegara
Puncak kejayaan Kerajaan Tarumanegara terjadi pada masa pemerintahan
Purnawarman, yang berhasil menjadikan kerajaan ini sebagai salah satu kekuatan maritim di
Asia Tenggara. Ia juga membangun hubungan dagang dan diplomatik dengan kerajaan-
kerajaan lain di nusantara, seperti Kutai, Sriwijaya, Kalingga, dan Bali. Selain itu, ia juga
menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di India dan Cina.
Dari India, Tarumanegara mendapat pengaruh agama Hindu dan Budha, serta budaya
Sanskerta. Bahasa resmi kerajaan ini adalah bahasa Sanskerta, yang ditulis dengan aksara
Pallawa. Nama-nama raja dan gelarnya juga berasal dari bahasa Sanskerta. Agama resmi
kerajaan ini adalah Hindu beraliran Wisnu, yang menyembah dewa Wisnu sebagai dewa
tertinggi. Namun, ada juga pengikut agama Budha, yang membangun beberapa candi dan
stupa.
Dari Cina, Tarumanegara mendapat informasi mengenai perkembangan politik dan
ekonomi di Asia. Kerajaan ini juga menjual berbagai komoditas, seperti rempah-rempah, emas,
perak, kayu, gading, dan mutiara, ke Cina. Sebaliknya, kerajaan ini juga membeli barang-
barang dari Cina, seperti sutra, porselen, kaca, dan koin. Hubungan antara Tarumanegara dan
Cina tercatat dalam beberapa naskah Cina, seperti Dinasti Liang (502-557 masehi), Dinasti Sui
(581-618 masehi), dan Dinasti Tang (618-907 masehi).
Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Tanda tanda kemunduran Kerajaan Tarumanegara sudah dimulai pada masa
kepemimpinan Raja Sudawarman. Hal tersebut didorong oleh beberapa factor antara lain:
1. Raja sudawarman kurang peduli terhadap masalah masalah yang terjadi di kerajaannya,
yang menyebabkan raja raja bawahannya merasa tidak diawasi dan tidak dilindungi
2. Pada masa pemerintahan Raja Sudawarman muncul pesaing Kerajaan Tarumanegara
yaitu Kerajaan Galuh. Kerajaan galuh didirikan oleh Wretikandayun, cucu dari
Kretawan, Raja ke 8 Kerajaan Tarumanegara . Sebelum menjadi sebuah kerajaan, Galuh
adalah bagian dari Kerajan Tarumanegara
3. Raja Terakhir Kerajaan tarumanegara adalah Linggawarman ( raja ke 12 ) yang tidak
memiliki putera, tetapi dia memiliki dua orang puteri , yaitu Manasih yang menikah
dengan Tarusbawa, raja pertama dari Kerajaan sunda. Sedangkan puteri ke dua adalah
Sobakancana yang menikah dengan Dapuntahyang Sri Jayanasa , Pendiri Kerajaan
Sriwijaya.Tahta Kerajaan Tarumanegara kemudian jatuh ketangan menantu pertama
yaitu Tarusbawa yang ingin mengangkat kembali kejayaan Kerajaan Tarumanegara
dengan cara mengembangkan Kerajaan sunda yang sebelumnya adalah Kerajaan
bawahan Tarumanegara kemudian menggabungkan kerajaan Tarumanegara dengan
Kerajaan sunda, namun ternyata hal ini membuat hubungan kerajaan Tarumanegara
dengan kerajaan lainnya melemah.
4. Kerajaan galuh memutuskan untuk memisahkan diri dari Kerajaan Tarumanegara.
Pemisahan ini juga didukung oleh Kerajaan Kalingga, karena putera mahkota Kerajaan
Galuh menikah dengan puteri Kerajaan kalingga. Dukungan ini membuat Kerajaan
galuh meminta agar wilayah Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi dua yang disetujui
oleh raja tarusbawa untuk menghindari perang saudara. Sehingga sejak saat itu
Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi wilayah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
dengan sungai Citarum sebagai batasnya
5. Informasi yang didapat dari Prasasti Kota Kapur (686 M) menyatakan bahwa Dapunta
Hyang Sri Jayanagara berupaya melancarkan serangan kepada Bhumi Jawa karena
dianggap tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Serangan ini diperkirakan terjadi
bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara dan Ho-Ling menjelang akhir abad ke-7
Masehi. Hal ini tentunya cukup kuat karena memasuki abad ke-8, Sriwijaya memiliki
ikatan yang kuat dengan Wangsa Sailendra dari Jawa Tengah.
Berdasarkan uraian tersebut diperkirakan Kerajaan Tarumanegara berakhir abad ke-7
M. Karena sejak abad tersebut tidak ada lagi berita-berita yang dapat dihubungkan dengan
nama rajanya. Menurut Ir. J.L. Moens dari Prasasti Kota Kapur ± 686 M di Pulau Bangka
tentang perjalanan Dapuntahyang ke Bhumi Jawa dengan membawa 20.000 tentara dengan
maksud untuk menghukum negeri tersebut yang tidak mau tunduk pada Sriwiaya runtuhnya
Kerajaan Tarumanegara pada akhir abad tersebut disebabkan oleh penyerangan Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai