Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi, ini dibuktikan
dengan ditemukannya 7 buah Yupa (prasasti berupa tiang batu) yang ditulis dengan
huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang berasal dari India yang sudah mengenal
Hindu. Yupa mempunyai 3 fungsi utama, yaitu sebagai prasasti, tiang pengikat hewan
untuk upacara korban keagamaan, dan lambang kebesaran raja.
Sementara itu pada abad XIII di muara Sungai Mahakam berdiri Kerajaan
bercorak Hindu Jawa yaitu Kerajaan Kutai Kertanegara yang didirikan oleh salah
seorang pembesar dari Kerajaan Singasari yang bernama Raden Kusuma yang
kemudian bergelar Aji Batara Agung Dewa Sakti dan beristerikan Putri Karang
Melenu sehingga kemudian menurunkan putera bernama Aji Batara Agung Paduka
Nira.
Proses asimilasi (penyatuan) dua kerajaan tersebut telah dimulai pada abad
XIII dengan pelaksanaan kawin politik antara Aji Batara Agung Paduka Nira yang
mempersunting Putri Indra Perwati Dewi yaitu seorang puteri dari Guna Perana
Tungga salah satu Dinasti Raja Mulawarman (Martadipura), tetapi tidak berhasil
menyatukan kedua kerajaan tersebut. Baru pada abad XVI melalui perang besar antara
kerajaan Kutai Kertanegara pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji Ing
dengan Kerajaan Kutai Mulawarman (Martadipura) pada masa pemerintahan Raja
Darma Setia.
Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak ditepi
sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota Tenggarong.
Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek
moyangnya.
Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan
kebudayaan.
Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.
Masyarakat Kutai juga adalah masyarakat yang respon terhadap perubahan
dankemajuan budaya.
Hal ini dibuktikan dengan kesediaan masyarakat Kutai yangmenerima dan
mengadaptasi budaya luar (India) ke dalam kehidupan masyarakat.
Selain dari itu masyarakat Kutai dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung
tinggispirit keagamaan dalam kehidupan kebudayaanya. Penyebutan Brahmana
sebagai pemimpin spiritual dan ritual keagamaan dalam yupa-prasasti yang mereka
tulis menguatkan kesimpulan itu.
Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini :
Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan
India. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah
menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman
pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para
Brahmana.
Kehidupan Politik
Kudungga. Raja ini adalah Founding Father kerajaan Kutai, ada yang unik pada
nama raja pertama ini, karena nama Kudungga merupakan nama Lokal atau
nama yang belum dipengaruhi oleh budaya Hindu. Hal ini kemudian melahirkan
persepsi para ahli bahwa pada masa kekuasaan Raja Kudungga, pengaruh Hindu
baru masuk ke Nusantara, kedudukan Kudungga pada awalnya adalah seorang
kepala suku.Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia megubah struktur
pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya mejadi raja, sehingga
pergantian raja dilakukan secara turun temurun.
Aswawarman. Prasasti Yupa menyatakan bahwa Raja aswawarman merupakan
raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan
Kerajaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan upacara
Asmawedha.Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa
pemerintahan raja Samudragupta, ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam
upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas
kekuasaan kerajaan Kutai. Dengan kata lain, sampai dimana ditemukan tapak
kaki kuda, maka sampai disitulah batas kerajaan Kutai.
Prasasti Mulawarman terdiri dari tujuh Yupa. Prasasti tersebut berisi puisi
anustub. Namun dari ketujuh prasasti tersebut, hanya empat Yupa yang sudah berhasil
dibaca dan diterjemahkan.
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran
Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda
dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai
Lama (Tanjung Kute).
Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa
Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut
Kesultanan Kutai Kartanegara.Kerajaa
Raja-raja Tarumanegara:
1. Jayasingawarman 358-382 M
2. Dharmayawarman 382-395 M
3. Purnawarman 395-434 M
4. Wisnuwarman 434-455 M
5. Indrawarman 455-515 M
6. Candrawarman 515-535 M
7. Suryawarman 535-561 M
8. Kertawarman 561-628 M
9. Sudhawarman 628-639 M
10. Hariwangsawarman 639-640 M
11. Nagajayawarman 640-666 M
12. Linggawarman 666-669 M
Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari
To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang
utusaan dari To-lo-mo.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat
diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara. Kerajaan
Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-
prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman.
Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hampir seluruh Jawa
Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
Dari abad ke-7 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya pernah di pimpin
oleh raja-raja di bawah ini, yaitu:
Selain dari isi prasasti, wilayah kekuasaan Sriwijaya juga bisa diketahui dari
persebaran lokasi prasasti-prasasti peninggalan Sriwjaya tersebut. Di daerah
Lampung ditemukan prasasti Palas Pasemah, di Jambi ada Karang Berahi, di Bangka
ada Kota kapur, di Riau ada Muara Takus. Semua ini menunjukkan bahwa, daerah-
daerah tersebut pernah dikuasai Sriwijaya.
Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah
melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara
lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan
Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai
pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya
atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi kekayaannya sebagai
pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
Sriwijaya juga disebut berperan dalam menghancurkan kerajaan Medang di
Jawa, dalam prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya yaitu
peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari
Lwaram yang kemungkinan merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006
atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir
Dharmawangsa Teguh.
Kebesaran Sriwijaya seperti yang pernah diceritakan para penulis Arab dan
Cina itu tak pernah lengkap dan utuh. Raja-raja yang pernah memerintah di sana
hanya diketahui tiga nama saja. Sementara itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan
Kerajaan Sriwijaya berusia cukup panjang, sejak abad ke-7 hingga abad ke-14.
Ketiga nama raja itu ialah Raja Dapunta Hyang, Raja Balaputradewa, dan Raja
Sanggrama Wijayattunggawarman.
XII. KEHIDUPAN EKONOMI KERAJAAN SRIWIJAYA
Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang
sangat strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan
Cina. Di samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang
merupakan urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.Kerajaan
Sriwijaya mempunyai hubungan perdagangan yang sangat baik dengan saudagar
dari Cina, India, Arab dan Madagaskar
Pada masa awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan Sriwijaya.
Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand
sebagai ibu kota terakhir kerajaan, walaupun klaim tersebut tidak mendasar.
Pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya
Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni
(Mueang) Chaiya, Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.
Menurut sejarah yang berasal catatan lokal masyarakat Jawa Tengah dan
kronik Tiongkok Ratu Shima memerintah dari tahun 674 – 732 M. Keberadaan
kerajaan Ho-ling ini untuk pertama kali di beritakan oleh seorang pendeta sekaligus
penjelajah bernama I-Tsing. Selain itu keberadaan kerajaan ini juga diceritakan oleh
Dinasti Tang (618 – 906 M).
Diceritakan juga kalau ibu kota Ho-ling dikelilingi tembok besar terbuat dari
potongan kayu. Raja Ho-ling sendiri tinggal di bangunan besar bertingkat dengan atap
dari daun palem dan singgasana terbuat dari gading. Sebagian besar penduduknya
sangat pintar membuat minuman keras dengan komoditi yang ditawarkan adalah
emas, perak, kulit penyu, gading gajah dan cula badak.
Candi dan situs bersejarah ini sama-sama ditemukan di seputar puncak Gunung
Muria. Semua terletak secara berdekatan dan tersebar dari bawah hingga hampir ke
puncak gunung.
Keadaan ini membuat wilayah sekitar kerajaan Ratu Shima sering disebut
Di Hyang yang artinya tempat bersatunya dua kepercayaan Budha dan Hindu.
Dalam hal bercocok tanam Ratu Shima mengadopsi suatu sistem pertanian
kerajaan kakak mertuanya yang diberi nama subak. Kebudayaan baru inilah yang
melahirkan istilah Tanibhala yaitu masyarakat dengan mata pencaharian bercocok
tanam (bertani).
Mataram Kuno disebut juga sebagai Kerajaan Medang yang dimana pusat dari
pemerintahannya berada di Jawa Tengah dan kemudian berpindah ke Jawa
Timur. Agama yang dianut kedua kerajaan ini Hindu Syiwa yanng kemudian berubah
menjadi Buddha Mahayana.
Untuk sistem pemerintahannya sendiri sedikit berbeda dari apa yang telah
ditetapkan dalam sejarah kerajaan Majapahit sebagai pendahulunya.
2. Rakai Penangkaran
Rakai Panangkaran berhasil menaklukan raja-raja kecil yang menjabat di
daerah Mataram Kuno dan juga menggantikan tahta Ratu Sanjaya di kerajaan
Mataram Kuno. Dalam pemerintahaannya, kaum agama hindu bertempat tinggal
diwilayah mataram utara, sedangkan kaum agama hindu lebih nyaman menempati
wilayah Jawa Tengah sebelah selatan. Perbedaan tempat tersebut bertujuan agar
kedua agama tersebut dapat hidup secara berdampingan, menjalankan ibadahnya
masing-masing, serta berinteraksi dengan orang-orang yang sama.
Namun lepas dari urusan agama, penduduk dari Mataram Kuno tetap menjalin
hubungan dagang dan juga pekerjaan lain dengan baik. Rakai Panangkaran
merubah agamanya sendiri menjadi Buddha Mahayana sejak saat itu juga ia
mendirikan wangsa baru yang diberi nama Syailendra dan dengan hal itu pula
berarti ada wangsa kedua yang menguasai kerajaan Mataram Kuno.
Menurut Teori Slamet Muljana daftar dari raja-raja yang pernah duduk
memerintah Kerajaan Mataram Kuno adalah sebagai berikut :
Rakai Pananggalan memiliki makna raja mulia yang peduli terhadap siklus
waktu. Sesuai dengan namanya. Beliau berjasa dalam sistem kalender Jawa Kuno.
Dalam misi dan juga visi Rakai Panggalan selalu menjunjung tinggi arti penting
ilmu pengetahuan. Dan dalam perwujudan visi dan misi tersebut diabadikan dalam
Catur Guru.
Catur Guru tersebut yaitu :
Sri Maharaja Rakai Warak berperan besar dalam dunia militer, sebab dimasa
pemerintahannya dunia militer berkembang dengan sangat pesat.
Garung yang bermakna raja mulia yang tahan banting dengan segala macam
rintangan. Untuk kemakmuran rakyatnya, sang raja bekerja dari pagi hingga larut
malam.
Pada masa Dyah Balitong juga merupakan masa kejayaan untuk Wangsa Sanjaya.
Pada saat itu sang prabu aktif dalam menciptakan kegiatan olah Cipta Karya yang
berfungsi untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya.
Sri Maharaja Dyah Wawa merupakan ahli dalam bidang berdiplomasi, sehingga
beliau sangat terkenal dalam urusan kancah politik internasional.
Kehidupan Ekonomi
Di masa dinasti sanjaya kehidupan ekonomi pada saat itu bertumpu pada
sektor pertanian sebab keberadaannya yang berada di dalam pedalaman dan juga
memiliki tanah yang subur. Seiring berjalannya waktu, kerajaan ini mulai
mengembangkan kehidupan dibidang pelayaran. Hal ini bermula ketika masa
pemerintahan Balitung yang memanfaatkan keberadaan sungai bengawan solo sebagai
jalur lalu lintas utama perdagangan menuju pantai utara Jawa Timur.
Kehidupan Agama
Berdasarkan catatan yang tertulis di dalam prasasti Canggal dapat ditarik
kesimpulan bahwa dimasa wangsa sanjaya mempunyai kepercayaan agama Hindu
dengan beraliran Siwa.
Kehidupan Politik
Berdasarkan berbagai prasasti yang ditemukan pada masa dinasti Syailendra diketahui
ada beberapa raja yang memerintah pada saat itu, diantaranya :
Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi pada masa dinasti syeilendta masyarakatnya bermata
pencaharian petani, pedagang, dan pengrajin. Pada dinasti ini juga telah ditetapkan
pajak bagi seluaruh masyarakat mataram. Hal itu terbukti dalam sebuah prasasti
Karang tengah yang menceritakan bahwa Rakryan Patatpa Pu Palar membangun
bangunan suci yang menjadi imbol masyarakat yang patuh membayar pajak.
Kehidupan Agama
Mayoritas raja yang pernah memerintah dimasa dinasti syeilendra menganut
agama Budha Mahayana hal itu juga sekaligus membuktikan bahwa agama Buddha
telah masuk di Mataram. Dengan adanya candi yang bercorak budha juga dapat
disimpulkan bahwa masaraktnya juga bergama Buddha Mahayana.
A. Kehidupan Politik
Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat ditunjang oleh agraris dan perdagangan
C. Kehidupan Budaya
Kerajaan Kediri berada di Jawa Timur, dengan pusatnya yang ada di kota Daha yang
sekarang dikenal dengan nama Kota Kediri. Sebelum berpusat di Daha, Kerajaan
Kediri berada di wilayah Kahirupan.
1. Sri Jayawangsa
2. Sri Bameswara
3. Prabu Jayabaya
4. Sri Sarwaswera
5. Sri Aryeswara
6. Sri Gandra
7. Sri Kameswara
8. Sri Kartajaya
Tak hanya karya sastra tersebut, ada kasya sastra lain yang juga ditulis
pada masa Kerajaan Kediri berlangsung, diantaranya sebagai berikut:
Kitab Kresnayana
Kitab Samanasantaka
Tak hanya berupa kitab, adapula karya sastra yang dijumpai dalam
rupa relief di suatu candi. Contohnya, cerita dari Kresnayana yang dapat kita
jumpai pada relief Candi Jago bersamaan dengan relief Parthayajna dan juga
Kunjarakarna.
puncak dari kejayaan Kerajaan Kediri ada pada saat masa pemerintahan Prabu
Jayabaya. Saat masa kepemimpinannya, wilayah kerajaan meluas hingga hampir ke
segala penjuru Pulau Jawa. Tak hanya itu, pengaruh dari Kerajaan Kediri juga
berhasil masuk ke dalam Pulau Sumatera yang pada ssat itu sedang dikuasai Kerajaan
Sriwijaya.
Kerajaan Kediri atau yang disebut juga sebagai Kerajaan Panjalu mulai
mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Kertajaya dengan sebutannya yaitu
Dandang Gendis. Hal tersebut juga telah dikisahkan di dalam ”Pararaton” dan
”Nagarakretagama”. Di tahun 1222, Kertajaya mengalami perselisihan dengan kaum
brahmana. Sebab, hak-hak dari kaum brahmana ditiadakan, sehingga membuat
keberadaan kaum brahmana menjadi tidak aman. Kemudian, kaum brahmana banyak
yang melarikan diri dan meminta bantuan kepada Tumapel yang pada waktu itu
diperintahkan oleh Ken Arok. Hal tersebut diketahui oleh Kertajaya, sehingga ia
mengirim pasukannya untuk melakukan penyerangan kepada Tumapel.
Sedangakn, Tumapel pada saat itu mendapatkan dukungan penuh dari kaum
brahmana untuk melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri. Kemudian, kedua
pasukan kerajaan tersebut bertemu di ekat Genter , sekitar Malang pada tahun 1222
M. Dan perlawanan dimenangkan oleh pihak Ken Arok. Namun, Raja Kertajaya
berhasil meloloskan diri. Dengan demikianlah, akhir dari kekuasaan Kerajaan Kediri.
1. Prasasti
2. Kitab
Wertasancaya karangan Mpu Tan Akung.
Smaradhahana gubahan Mpu Dharmaja.
Lubdaka karangan Mpu Tan Akung.
Kresnayana karangan Mpu Triguna.
Samanasantaka karangan Mpu Monaguna.
Baharatayuda gubahan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
Gatotkacasraya serta Kitab Hariwangsa gubahan Mpu Panuluh.
KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang
didirikan oleh Ken Arok Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah
Malang dengan pelabuhan bernama Pasuruan.
Dari daerah inilah Kerajaan Singasari berkembang dan bahkan menjadi
sebuah kerajaa besar di Jawa Timur. Perkembangan pesat yang di alami oleh
kerajaan Singasari ini setelah berhasil mengalahan Kerajaan Kendiri dalam
pertempuran di dekat Ganter tahun 1222 M. Kerajaan Singasari mencapai puncak
kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar
Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.