Anda di halaman 1dari 7

"KISAH SULTAN SURIANSYAH"

Komplek Makam Sultan Suriansyah :


• Komplek Makam Sultan Suriansyah adalah sebuah kompleks pemakaman yang terletak di
Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.Sultan Suriansyah
merupakan raja Kerajaan Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Sewaktu kecil namanya
adalah Raden Samudera, setelah diangkat menjadi raja namanya menjadi Pangeran Samudera dan
setelah memeluk Islam namanya menjadi Sultan Suriansyah. Gelar lainnya adalah Panembahan atau
Susuhunan Batu Habang.
• Sejarah pemugaran Komplek Makam Sultan Suriansyah. Studi kelayakan dalam rangka pemugaran
dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin Drs. Machi Suhadi dengan biaya dari Proyek Pemugaran
dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Selatan 1982/1983.Kegiatan
Pemugaran Pemugaran situs dimulai tahun 1984/1985. Sasaran pokonya ialah memugar makam-
makam kuno dan pentrasiran pondasi batu bata,Pemugaran makam kuno terurai atas kegiatan:
memperkuat pagar bagian bawah dengan slof beton, membersihkan dan membetulkan letak nisan
makam, memperkuat dan merapikan letak marmer makam, memperbaiki ukira-ukiran yang rusak
dan mengembalikan cat makam seperti warna semula.Kegiatan pentrasiran menampakan adanya
dua kelompok susunan batu bata/tanggul dengan warna yang berbeda. Kelompok tanggul dengan
batu bata merah merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Suriansyah dan Ratu, makam
Khatib Dayan, makam Patih Masih, makam Patih Kuin, Makam hulubaklang raja dan lain-lain.
Kelompok tanggul ini terdapat pada bagian barat dengan ukuran 17 x 17 meter.Kelompok tanggul
dengan batu bata putih merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Rahmatullah dan
Makam Sultan Hidayatullah. Kelompok tanggul ini terdapat di bagian timur dengan ukuran 17 x 17
meter. Pada bagian timur sisi selatan ditemukan susunan tanggul batu bata putih yang diberi
hiasan/ukiran. Pemugaran situs tahun 1985/1986 diarahkan pada kegiatan penyusunan kembali batu
bata tanggul dan membangun cungkup yang baru menggantikan cungkup lama yang didirikan pada
tahun 1985.
• Tokoh-Tokoh yang dimakamkan Sultan Suriansyah, berasal dari keturunan raja-raja Kerajaan
Negara Daha. Ia merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk Islam, dan sejak beliaulah agama
Islam berkembang resmi dan pesat di Kalimantan Selatan. Untuk pelaksanaan dan penyiaran agama
Islam beliau membangun sebuah masjid yang dikenal sebagai Masjid Sultan Suriansyah yang
merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Menurut sarjana Belanda J.C. Noorlander bahwa
berdasarkan nisan makam, maka umur kuburan dapat dihitung sejak lebih kurang tahun 1550,
berarti Sultan Suriansyah meninggal pada tahun 1550, sehingga itu dianggap sebagai masa akhir
pemerintahannya. Ia bergelar Susuhunan Batu Habang. Menurut M. Idwar Saleh bahwa masa
pemerintahan Sultan Suriansyah berlangsung sekitar tahun 1526-1550. Sehubungan dengan hal ini
juga dapat menetapkan bahwa hari jadi kota Banjarmasin jatuh pada tanggal 24 September 1526.
Ratu Intan Sari atau Puteri Galuh adalah ibu kandung Sultan Suriansyah. Ketika itu Raden Samudera
baru berumur 7 tahun dengan tiada diketahui ayahnya Raden Manteri Jaya menghilang, maka
tinggallah Raden Samudera bersama ibunya. Pada masa itu Maharaja Sukarama, raja Negara Daha
berwasiat agar Raden Samudera sebagai penggantinya ketika ia mangkat. Tatkala itu pula Raden
Samudera menjadi terancam keselamatannya, berhubung kedua pamannya tidak mau menerima
wasiat, yaitu Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung, karena kedua orang ini sebenarnya
kemenakan Sukarama. Ratu Intan Sari khawatir, lalu Raden Samudera dilarikan ke Banjar Masih dan
akhirnya dipelihara oleh Patih Masih dan Patih Kuin. Setelah sekitar 14 tahun kemudian mereka
mengangkatnya menjadi raja (berdirinya kerajaan Banjar Masih/Banjarmasin). Ratu Intan Sari
meninggal pada awal abad ke-16. Sultan Rahmatullah, putera Sultan Suriansyah, beliau raja Banjar
ke-2 yang bergelar Susuhunan Batu Putih. Masa pemerintahannya tahun 1550-1570. Sultan
Hidayatullah, raja Banjar ke-3, cucu Sultan Suriansyah. Ia bergelar Susuhunan Batu Irang. Masa
pemerintahannya tahun 1570-1595. Ia senang memperdalam syiar agama Islam. Pembangunan
masjid dan langgar (surau) telah banyak didirikan dan berkembang pesat hingga ke pelosok
perkampungan. Khatib Dayan. Pada tahun 1521 datanglah seorang tokoh ulama besar dari Kerajaan
Demak bernama Khatib Dayan ke Banjar Masih untuk mengislamkan Raden Samudera beserta
sejumlah kerabat istana, sesuai dengan janji semasa pertentangan antara Kerajaan Negara Daha
dengan Kerajaan Banjar Masih. Khatib Dayan merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon,
Jawa Barat. Ia menyampaikan syiar-syiar Islam dengan kitab pegangan Surat Layang Kalimah Sada di
dalam bahasa Jawa. Ia seorang ulama dan pahlawan yang telah mengembangkan dan menyebarkan
agama Islam di Kerajaan Banjar sampai akhir hayatnya. Patih Kuin adalah adik kandung Patih Masih.
Ia memimpin di daerah Kuin. Ketika itu ia telah menemukan Raden Samudera dan memeliharanya
sebagai anak angkat. Pada masa beliau keadaan negerinya aman dan makmur serta hubungan
dengan Jawa sangat akrab dan baik. Ia meninggal pada awal abad ke-16. Patih Masih adalah seorang
pemimpin orang-orang Melayu yang sangat bijaksana, berani dan sakti. Ia memimpin di daerah
Banjar Masih secara turun temurun. Ia keturunan Patih Simbar Laut yang menjabat Sang Panimba
Segara, salah satu anggota Manteri Ampat. Ia meninggal sekitar awal abad ke-16.
Senopati Antakusuma adalah cucu Sultan Suriansyah. Ia seorang panglima perang di Kerajaan Banjar
dan sangat pemberani yang diberi gelar Hulubalang Kerajaan. Ia meninggal pada awal abad ke-16.
Syekh Abdul Malik atau Haji Batu merupakan seorang ulama besar di Kerajaan Banjar pada masa
pemerintahan Sultan Rahmatullah. Ia meninggal pada tahun 1640. Haji Sa'anah berasal dari
keturunan Kerajaan Brunei Darussalam. Ia menikah dengan Datu Buna cucu Kiai Marta Sura, seorang
menteri di Kerajaan Banjar. Semasa hidupnya Wan Sa'anah senang mengaji Al-Qur'an dan
mengajarkan tentang keislaman seperti ilmu tauhid dan sebagainya. Ia meninggal pada tahun 1825.
Pangeran Ahmad merupakan seorang senopati Kerajaan Banjar di masa Sultan Rahmatullah, yang
diberi tugas sebagai punggawa atau pengatur hulubalang jaga. Ia sangat disayangi raja dan
dipercaya. Ia meninggal pada tahun 1630.
Pangeran Muhammad, adalah adik kandung Pangeran Ahmad, juga sebagai senopati Kearton di
masa Sultan Hidayatullah I. Ia meninggal pada tahun 1645.
Sayyid Ahmad Iderus, adalah seorang ulama dari Mekkah yang datang ke Kerajaan Banjar bersama-
sama Haji Batu (Syekh Abdul Malik). Ia menyampaikan syiar-syiar agama Islam dan berdakwah di
tiap-tiap masjid dan langgar (surau). Ia meninggal pada tahun 1681.
Gusti Muhammad Arsyad putera dari Pangeran Muhammad Said. Ia meneruskan perjuangan
kakeknya Pangeran Pangeran Antasari melawan penjajah Belanda. Ia kena tipu Belanda, hingga
diasingkan ke Cianjur beserta anak buahnya, setelah meletus perang dunia, ia dipulangkan ke
Banjarmasin. Ia meninggal pada tahun 1938. Kiai Datu Bukasim merupakan seorang menteri di
Kerajaan Banjar. Ia keturunan Kiai Marta Sura, yang menjabat Sang Panimba Segara (salah satu
jabatan menteri). Ia meninggal pada tahun 1681. Anak Tionghoa Muslim. Pada permulaan abad ke-
18, seorang Tionghoa datang berdagang ke Banjarmasin. Ia berdiam di Kuin Cerucuk dan masuk
Islam sebagai muallaf. Tatkala itu anaknya bermain-main di tepi sungai, hingga jatuh terbawa arus
sampai ke Ujung Panti. Atas mufakat tetua di daerah Kuin, mayat anak itu dimakamkan di dalam
komplek makam Sultan Suriansyah.
Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau kalimantan yang wilayah kekuasaannya meliputi
sebagian besar daerah kalimantan pada saat sekarang ini. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama
adalah daerah di sekitar Kuin Utara (sekarang di daerah Banjarmasin) , kemudian dipindah ke
martapura setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda. Kerajaan ini berdiri pada september
1526 dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar. Kerajaan
Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan
peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir
adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran
dengan belanda di puruk cahu

CIKAL BAKAL KERAJAAN BANJAR


Kemunculan Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Daha sebagai kerajaan
yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang
akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama
Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu
Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung. Setelah Raden Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung
merebut kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden samudera dan merebut tahta kekuasaan
Negara Daha.

Raden Samudera sebagai pihak yang kalah melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir sungai
barito. Dia dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang
melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih.
Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota banjarmasih karena ramainya perdagangan
di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap. Dalam pelarian politiknya, raden Samudera
melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial
untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha. Kekuatan Banjarmasih untuk melakukan
perlawaann terhadap Negara Daha akhirnya mendapat pengakuan formal setelah komunitas melayu
mengangkat Raden Samudera sebagai kepala Negara.

Pengangkatan ini menjadi titik balik perjuangan Raden Samudera. Terbentuknya kekuatan politik
baru di banjarmasih, sebagai kekuatan politik tandingan bagi Negara Daha ini menjadi media politik
bagi Raden Samudera dalam usahanya memperoleh haknya sebagai Raja di Negara Daha, sedangkan
bagi orang Melayu merupakan media mereka untuk tidak lagi membayar pajak kepada Negara Daha

Setelah menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta
bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak,
dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. Syarat tersebut
disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh
Khatib Dayan. Setibanya di Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari
Banjarmasih untuk melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito. Setibanya di
daerah yang bernama Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan Kontingen Demak bertemu
dengan Pasukan Negara daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini berakhir dengan suatu
mufakat yang isinya adalah duel antara Raden samudera dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel
itu, Raden Samudera tampil sebagai pemenang dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan
banjarmasih.

Setelah kemenangan dalam pertempuran, Raden Samudera memindahkan Rakyat Negara Daha ke
Banjarmasih dan Raden Samudera dikukuhkan sebagai Kepala negaranya. Pembauran penduduk
Banjarmasih yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa (kontingen dari
Demak) menggambarkan bersatunya masyarakat di bawah pemerintahan Raden Samudera.
Pengumpulan penduduk di banjarmasih menyebabkan daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya
pada pertemuan sungai barito dan sungai martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan
terbentuknya hubungan perdagangan. Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama
negara dan rakyatnya memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak
saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. Kerajaan Banjar pertama kali dipimpin oleh Sultan
Suriansyah ini.

WILAYAH KERAJAAN BANJAR


Kerajaan Banjar semakin berkembang dan lama kelamaan luas wilayahnya semakin bertambah.
Kerajaan ini pada masa jayanya membentang dari banjarmasin sebagai ibukota pertama, dan
martapura sebagai ibukota pengganti setelah banjarmasin direbut belanda, daerah tanah laut,
margasari, amandit, alai, marabahan, banua lima yang terdiri dari Nagara, Alabio, Sungai Banar,
Amuntai dan Kalua serta daerah hulu sungai barito. Kerajaan semakin diperluas ke tanah bumbu,
Pulau Laut, Pasir, Berau dan kutai di panati timur. Kotawaringin, Landak, Sukadana dan sambas di
sebelah barat. Semua wilayah tersebut adalah Wilayah Kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari
peta zaman sekarang, Kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh wilayah kalimantan di 4 provinsi
yang ada). Semua wilayah tersebut membayar pajak dan upeti. Semua daerah tersebut tidak pernah
tunduk karena ditaklukkan,tetapi karena mereka mengakui berada di bawah Kerajaan Banjar, kecuali
daerah pasir yang ditaklukkan pada tahun 1663

RAJA-RAJA KERAJAAN BANJAR

Kerajaan Banjar yang berdiri pada 24 september 1526 sampai berakhirnya perang Banjar yang
merupakan keruntuhan kerajaan Banjar memiliki 19 orang raja yang pernah berkuasa. Sultan
pertama kerajaan Banjar adalah Sultan Suriansyah (1526 - 1545), beliau adalah raja pertama yang
memeluk Agama Islam. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang
meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu.

Sultan Suriansyah sebagai Raja pertama mejadikan Kuin Utara sebagai pusat pemerintahan dan
pusat perdagangan Kerajaan Banjar. Sedangkan Sultan Mohammad Seman berkeraton di daerah
manawing - puruk cahu sebagai pusat pemerintahan pelarian

Berikut adalah rincian Raja-raja Kerajaan Banjar sejak berdirinya kerajaan hingga runtuhnya kerajaan
itu :
1526 - 1545 :
Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam
1545 - 1570 :
Sultan Rahmatullah
1570 - 1595 :
Sultan Hidayatullah
1595 - 1620 :
Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang
memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang
Belanda pada Tahun 1612
1620 - 1637 :
Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah
1637 - 1642 :
Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah
1642 - 1660 :
Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus
Kesuma belum dewasa
1660 - 1663 :
Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum
(Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin=
1663 - 1679 :
Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke
Banjarmasin bergelar Sultan Agung
1679 - 1700 :
Sultan Tahlilullah berkuasa
1700 - 1734 :
Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning
1734 - 1759 :
Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah
1759 - 1761 :
Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah
1761 - 1801 :
Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi
memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
1801 - 1825 :
Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah
1825 - 1857 :
Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman
1857 - 1859 :
Pangeran Tamjidillah
1859 - 1862 :
Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina
1862 - 1905 :
Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar

Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh
wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat
yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui sumpah perjuangan "haram manyarah waja sampai
kaputing" benar-benar memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun
akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang telah
mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang
adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah dan pengikutnya.

Kehadiran Islam di Kalimantan pada Abad ke 15 tidak lepas dari peranan Sunan Giri dan
Sunan Bonang dari Tuban Jawa Timur

Sampai hari itu, ketika abad ke 15 berangsur-angsur mengakhiri penanggalannya. Awan


hitam masih menyelimuti udara Kerajaan Daha di Kalimantan. Carut marut perang saudara
yang melibatkan Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudra tengah menunjukkan
wajahnya yang garang.

Pangeran Tumenggung adalah penguasa Kerajaan Daha, sedangkan Pangeran Samudera,


keponakannya sendiri, yang sekaligus cucu Pangeran Sukarama, Raja Daha Pertama (1555-
1585), karena ibu Pangeran Samudera, putri Galuh adalah anak Pangeran Sukarama yang
dinikahkan dengan Raden Menteri Jaya, putra Raden Bangawan, saudara kandung Pangeran
Sukarama. Jadi kedua orang yang bersengketa itu masih mempunyai pertalian darah, karena
Pangeran Tumenggung adalah anak Paneran Sukarama juga.

Perang saudara tersebut rupanya dipicu oleh niat jahat Pangeran Tumenggung yang akan
membunuh kakaknya, Pangeran Mangkubumi, yang ketika itu sudah memerintah selama tiga
tahun (1585-1588). Pangeran Samudera yang saat itu masih kecil, diungsikan ke Kuwin,
dekat Banjarmasin, karena saat itu ia sudah diangkat sebagai putra mahkota.

Dengan terbunuhnya Pangeran Mangkubumi, tahta kerajaan jatuh ke tangan Pangeran


Tumenggung. Tetapi selama pemerintahannya, situasi Negara sangat rawan, sehingga tidak
mungkin menjalankan pemerintahan dengan baik. Ia kemudian memindahkan kerajaan dari
Daha ke Danau Pagang, dekat Amuntai. Sementara itu Pangeran Samudera telah tumbuh
dewasa, dengan bantuan orang-orang kepercayaan ayahnya dan Mahapatih, Patih Masih, ia
melakukan serangan terhadap pamannya, dan berhasil menyingkirkan Pangeran Tumenggung
yang telah memerintah selama tujuh tahun (1588-1595).

Mahapatih Patih Masih adalah orang kedua pada masa pemerintahan Pangeran Tumenggung.
Ia konon sangat berwibawa dan berjasa menjalankan roda pemerintahan sehingga Daha
terkenal aman, tentram. Namun ia tidak berpihak kepada Tuannya, Pangeran Tumenggung,
melainkan kepada Pangeran Samudera.

Dalam perang saudara itu, Pangeran Samudera mendapat dukungan dari umat Islam,
mereka itu adalah orang-orang Kalimantan yang menjadi santri Sunan Giri dan Sunan
Bonang di Jawa Timur serta pedagang Kalimantan yang sering berniaga ke Tuban dan
Ampel, dan tentara Demak yang datang ke Kalimantan dari Gresik, Tuban, Demak
dan Jepara. Perang saudara ini sangat terkenal dalam sejarah Kalimantan. Penduduk
Kalimantan sudah mengenal Islam sejak berdirinya kerajaan Demak. Karena itu
kemudian mereka berlayar ke Jawa dan belajar agama kepada Sunan Giri di Tuban
dan Sunan Bonang, berkumpul dengan para santri dari Sulawesi dan Maluku.
Pada tahun 1595 Pangeran Samudera di nobatkan sebagai Raja Daha sesuai dengan
wasiat kakeknya, Pangeran Sukarama. Ia kemudian masuk Islam dan berganti nama
menjadi Pangeran Suriansyah dan memindahkan ibukota kerajaan dari Daha ke
Bandar Masih atau Banjarmasin. Sisa kekuasaan dan pemerintahan Pangeran
Tumenggung di Danau Pagang disatukan dengan kerajaan Banjar. Pangeran
Tumenggung dibiarkan melarikan diri, tidak dibunuh dan tidak dipaksa menukar
agamanya.

Dengan berdirinya kerajaan Banjar di bawah pemerintahan Pangeran Suriansyah,


perkembangan agama Islam menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Penduduk
Kalimantan yang semula memeluk paham Animisme, Hindu dan Budha itu berangsur-
angsur beralih memeluk agama Islam.

Suriansyah kemudian mengubah gelar menjadi Sultan pertama di Kalimantan. Pada


tahun 1612, ibukota Kerajaan dipindahkan lagi ke Kayu Tangi, Teluk Selong,
Martapura.

Sultan Suriansyah memperoleh banyak gelar, antara lain, Panembahan Batu Hirang,
Panembahan Batu Putih, dan Panembahan Marhum. Konon ia meninggal pada tahun
620. sepeninggal Sultan Suriansyah, kerajaan Banjar masih diperintah oleh sebelas
orang Sultan, yaitu Sultan Rahmatullah (1820-1642), Sultan Hidayatullah (1642-1640),
Sultan Musta’id Billah (1650-1678), Sultan Inayatullah (1678-1685), Sultan Sa’dillah
(1685-1700), Sultan Tahlilillah (1700-1745), Sultan Tamjidillah (1745-1778), Sultan
Tahmidillah (1778-1808), Sultan Sulaiman (1808-1825), Sultan Adam Al-Wasi’ Billah
(1825-1857), dan Pangeran Tamjidillah (1657-1859) sebagai Sultan terakhir kerajaan
Banjar, karena sejak 1 Juni 1860 kalimantan di duduki oleh Belanda.

Kemajuan Islam di Kalimantan mencapai puncaknya setelah lahirnya ulama besar


maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang hidup selama 102 tahun (1710-
1812). Beliau mendampingi empat orang Sultan, yaitu Sultan Tahlilillah, Tamjidillah,
Tahmidillah dan Sultan Sulaiman.

Bahkan Sultan Tahlilillah tercatat sebagai orang yang menemukan Muhammad Arsyad
ketika masih berumur delapan tahun di desa Lu Gabang. Sultan sangat tertarik kepada
anak itu karena kecerdasannya sehingga ia diangkat sebagai anak. Arsyad adalah anak
pasangan Abdullah dan Aminah, kemudian ia disekolahkan sampai ke Mekah dan
Madinah, pulang dari sana, dengan bergelar tuan guru, ia mendirikan pondok
pesantren. Pada masa Sultan Sulaiman, dialah yang kemudian dikenal sebagai maulana
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang lahir pada Kamis 13 Shafar 1122, dan
wafat pada tanggal 6 Syawal 1227.

Al-Banjari menulis beberapa buku agama yang sangat fundamental seperti Tahfatur
Raghibin, Usuluddin, Tasawuf, An-Nikah, Al-Raid, dan Sabilal Muhtadin, yang sangat
terkenal di dunia Islam. Nama Sabilal Muhtadin kemudian diabadikan sebagai nama
Masjid Raya Banjarmasin.

Beliau menurunkan anak cucu yang menjadi penerusnya sebagai ulama, Dai, Mubalig,
dan pengasuh Pondok Pesantren di Pulau Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai