Anda di halaman 1dari 20

SUMBER KERAJAAN KEDIRI

1. Sumber kerajaan Kediri dari luar negeri

Sumber sejarah kerajaan kediri dari luar negeri dapat dilihat di bawah ini, yakni:

 Kronik Ling Wai Tai Ta


 Berita Chu Fan Chi

Kroni Ling Wai Tai Ta merupakan kronik dari Tiongkok yang ditulis oleh Ku Fei pada tahun
1178. Di dalam kronik ini dijelaskan bahwa ada beberapa negara yang kaya pada masa itu
yakni Sumatera, Jawa, Cina dan Arab. Di samping itu di dalam Kronik Ling Wai Tai Ta
menjelaskan mengenai nama dari kerajaan ini yakni Kerajaan Panjalu. Nama Panjalu lebih
dikenal daripada nama  Kediri. Kata Panjalu juga ditemukan dalam Kronik ini sebagai nama
Pu-chia-lung. Panjalu lebih dikenal karena pada masa itu panjalu lebih banyak  ditulis di
dalam Prasasti-Prasasti Kerajaan Kediri. Terakhir di dalam kitab ini menjelaskan aspek sosial
di dalam Kerajaan Kediri.

Kedua adalah Berita Chu Fan Chi. Berita ini berisi kumpulan cerita pedagang Tiongkok saat
melakukan perjalanan di Kerajaan Kediri pada tahun 1225. Di dalam berita tersebut
menjelaskan juga mengenai keadaan Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan 13 Masehi.

2. Sumber kerajaan Kediri dari dalam negeri

Sejarah Kerajaan Kediri, Kadiri atau juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan
kerajaan Jawa Timur di tahun 1042 sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang
merupakan Kota Kediri. Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan
Daha merupakan singkatan dari Dahanapura yang memiliki arti kora api. Ini bisa dilihat dari
sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042. Pada akhir tahun 1042. Airlangga
secara terpaksa harus membagi wilayah kerajaan sebab perebutan tahta dari dua orang
putranya yakni Sri Samarawijaya yang mendapat Kerajaan Barat Panjalu di Kota Baru Daha
dan Mapanji Garasakan mendapat Kerajaan Timur yakni Janggala di Kota Lama, Kahuripan.

3. Sejarah Kerajaan Kediri


Sebelum kerajaan menjadi dua, kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga sudah
memiliki nama Panjalu yang ada di Daha, sehingga Kerajaan Janggala terlahir dari pecahan
Panjalu, sedangkan Kahuripan merupakan nama kota lama yang ditinggalkan Airlangga lalu
menjadi ibu kota Janggala.

Awalnya, nama Panjalu lebih sering digunakan dibandingkan dengan Kediri atau
Kadiri yang terbukti dari beberapa prasasti raja-raja Kediri. Nama Panjalu sendiri dikenal
dengan Pu Chia Lung pada kronik Cina yakni Ling wai tai ta tahun 1178. Kediri atau Kadiri
berasal dari kata Khadri yaitu bahasa Sansekerta dengan arti pohon mengkudu atau pohon
pace.

4. Perkembangan Kerajaan Kediri

Pada awal Sejarah Kerajaan Kediri atau Panjalu sebenarnya tidak terlalu diketahui
dan pada prasasti Turun Hyang II tahun 1044 yang dibuat Kerajaan Janggala hanya
menceritakan tentang perang saudara dari kedua kerajaan peninggalan Airlangga tersebut.
Sejarah dari Kerajaan Panjalu baru mulai terkuak saat Prasasti Sirah keting tahun 1104 atas
nama Sri Jayawarsa ditemukan. Dari beberapa raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri
Samarawijaya saja yang sudah diketahui, sementara untuk urutan raja sesudah Sri Jayawarsa
diketahui secara jelas lewat beberapa prasasti yang akhirnya ditemukan. Kerajaan Panjalu
yang berada di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya bisa menaklukan Kerajaan Janggala
dengan semboyan yang ada pada Prasasti Ngantang tahun 1135 yakni Panjalu Jayati, atau
Panjalu Menang.
Di mana pemerintahan Sri Jayabhaya tersebut, Kerajaan Panjalu memperoleh masa
kejayaan dan wilayah kerajaan tersebut adalah seluruh Jawa dan juga beberapa buah pulau
Nusantara dan juga mengalahkan pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Bukti ini
semakin diperkuat dengan kronik Cina yang berjudul Ling wai tai ta dari Chou Ku fei pada
tahun 1178. Dalam prasasti tersebut dijelaskan jika menjadi negeri paling kaya selain Cina
secara berurutan merupakan Arab, Jawa dan juga Sumatra dan pada saat itu yang berkuasa di
Arab adalah Bani Abbasiyah, sementara di daerah Jawa merupakan Kerajaan Panjalu dan di
Sumatra adalah Kerajaan Sriwijaya,

Chou Ju Kua melukiskan jika di Jawa menganut 2 agama yang berbeda yakni Buddha
serta Hindu dengan penduduk Jawa yang sangat berani serta emosional dan waktu
senggangnya dipakai untuk mengadu binatang, sedangkan untuk mata uang terbuat dari
campuran perak serta tembaga. Dalam buku Chu fan chi disebutkan jika Jawa merupakan
maharaja yang memiliki wilayah jajahan Pacitan [Pai hua yuan], Medang [Ma tung],
Tumapel, Malang [Ta pen], Dieng [Hi ning], Hujung Galuh yang sekrang menjadi Surabaya
[Jung ya lu], Jenggi, Papua Barat [Tung ki], Papua [Huang ma chu], Sumba [Ta kang],
Sorong, Papua Barat [Kulun], Tanjungpura Borneo [jung wu lo], Banggal di Sulawesi
[Pingya i], Timor [Ti wu] dan juga Maluku [Wu nu ku]. Situs Tondowongso yang ditemukan
pada awal 2007 dipercaya sebagai peninggalan Kerajaan Kediri yang dianggap bisa
membantu mendapatkan lebih banyak informasi tentang Kerajaan kediri.

5. Perkembangan Politik Kerajaan Kediri


Mapanji Garasakan memiliki lama pemerintahan yang sebentar lalu digantikan oleh
Raja Mapanji Alanjung tahun 1052 sampai 1059 M lalu diganti kembali dengan Sri Maharaja
Amarotsaha. Pertempuran dari Jenggala dan Panjalu masih berlangsung sampai 60 tahun dan
tidak ada berita pasti tentang 2 kerajaan tersebut sampai akhirnya muncul Raja Bameswara
tahun 1116 sampai 1136 M dari Kediri.
Pada masa tersebut, ibu kota Panjalu sudah dipindahkan dari Daha menuju Kediri
sehingga lebih terkenal dengan sebutan Kerajaan kediri. Raja Bameswara mengenakan
lencana berbentuk tengkorak bertaring pada bagian atas bulan sabit yang biasa disebut
dengan Candrakapala. Sesudah Bameswara tutun tahta kemudian dilanjutkan Jayabaya yang
kemudian berhasil mengalahkan Jenggala.

6. Karya Sastra Kerajaan Kediri


Pada masa Sejarah Kerajaan Kediri, seni sastra lebih sering digunakan dan pada tahun
1157, Kakawin Bharatayuddha ditulis Mpu Sedah yang kemudian dilselesaikan oleh Mpu
Panuluh. kitab ini memiliki sumber dari Mahabharata dengan isi kemenangan Pandawa atas
Korawa yang dipakai sebagai khiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala. Mpu
Panuluh juga menulis Kalawin Hariwangsa serta Ghatotkachasraya dan ada juga pujangga
pada jama pemerintahan Sri Kameswara yakni Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin
Smaradahana lalu di jaman pemerintahan Kertajaya juga ada seorang pujangga lagi yakni
Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka serta Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
7. Sistem Pemerintahan Kerajaan kediri

Pada sistem pemerintahan Kerajaan Kediri, mengalami beberapa kali pergantian


kekuasaan dan terdapat beberapa raja yang berkuasa saat itu. Sri Jayawarsa Digjaya
Shastraprabhu. Jayawarsa yang merupakan raja pertama kerajaan kediri pada prasasti
berangka tahun 1104 dan dinamakan sebagai titisan Wisnu. Kameshwara adalah raja kedua
Kerajaan Kediri yang memiliki gelar Sri Maharajake Sirikan Shri Kameshhwara
Sakalabhuwanatushtikarana Sarwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa atau
lebih dikenal dengan Kameshwara I tahun 1115 sampai 1130. Prabu Sarwaswera yang
merupakan raja taat beribadah sert budaya, ia memegang teguh pada prinsip tat wam asi yang
memiliki arti, Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau.
Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu
pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju
kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.”

Prabu Kroncharyadipa merupakan nama dengan arti benteng kebenaran, Prabu


memang sangat adik terhadap masyarakat dan juga pemeluk agama yang taat dalam
mengendalikan diri saat pemerintahannya yang selalu memegang prinsip sad kama murka,
yakni enam macam musuh dalam diri manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha
(kebingungan), kama (hawa nafsu),loba (rakus),mada (mabuk), masarya (iri hati).

Berikut ini adalah daftar nama dari raja raja yang pernah memerintah di Daha, ibu
kota dari Kediri.

 Airlangga [Daha Masih Ibu Kota Utuh]


Pendiri dari Kota Daha yang merupakan pindahan Kota Kahuripan dan saat turun
tahta tahun 1042, kerajaan dibagi menjadi 2 dan Daha menjadi ibu kota Kerajaan wilayah
Barat yakni Panjalu. Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga sebelum
dibagi menjadi dua memiliki nama Panjalu.
 Sri Samarawijaya [Daha Menjadi Ibu Kota Panjalu]
Sri Samarawijaya adalah salah satu putra Airlangga yang namanya ditemukan pada
Prasasti Pamwatan tahun 1042.

 Sri Jayawarsa
Berdasarkan Prasasti Sirah Keting tahun 1104, namun tidak diketahui apa merupakan
pengganti Sri Samarawijaya atau tidak. Dalam masa pemerintahannya, Jayawarsa
memberikan hadiah untuk rakyat desa sebagai wujud penghargaan sebab rakyat sudah berjasa
pada raja. Dalam prasasti tersebut terlihat jika Raja Jayawarsa memiliki perhatian besar pada
rakyat dan ingin membuat rakyatnya sejahtera. 
 Sri Bameswara
Berdasarkan Prasasti Padelegan I tahun 1117, Prasasti Panumbangan tahun 1120 dan
juga Prasasti Tangkilan tahun 1130. Prasasti tersebut lebih membahas tentang masalah
seputar keagamaan.

 Sri Jayabhaya
Raja terbesar Kerajaan Panjalu dari prasasti Ngantang tahun 1135, Prasasti Talan
tahun 1136 serta Kakawin Bharatayuddha tahun 1157. Kerajaan Kediri mencapai puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Jayabhaya dan strateginya untuk membuat
masyarakat makmur memang mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, di
bawah kaki Gunung Kelud tersebut memiliki tanah yang subur sehingga berbagai tanaman
bisa tumbuh dengan baik. Hasil pertanian serta perkebunan sangat berlimpah dan dibagian
tengah kota membelah aliran Sungai Brantas yang sangat jernih dan menjadi tempat hidup
banyak jenis ikan, sehingga makanan sumber protein bisa tercukupi. Dukungan spiritual dan
juga material yang diberikan Prabu Jayabhaya juga banyak serta sifat merakyat dan tujuan
yang jauh ke depan membuat Prabu Jayabhaya dikenal sepanjang masa.

 Sri Aryeswara
Berdasarkan Prasasti Angin tahun 1171. Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang
mempinpin pemerintahan sekitar tahun 1171 dan nama gelar abhiseknya adalah Sri Maharaja
Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Namun, tidak diketahui dengan
pasti waktu Sri Aryeswara naik tahta dan peninggalan sejarahnya yakni prasasti Angin
tanggal 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada masa tersebut adalah Ganesha dan Sri
Aryeswara juga tidak diketahui kapan masa pemerintahannya berakhir. 
 Sri Ganda
Berdasarkan Prasasti Jaring tahun 1181. Pemakaian nama hewan pada pangkat seperti
nama gajah, tikus dan kerbau dimana nama-nama itu memperlihatkan tinggi atau rendahnya
pangkat orang dalam istana.

 Sri Sarwaswera
Bisa dilihat dari prasasti Padelegan II tahun 1159 serta Prasasti Kahyunan tahun 1161.
Sri Sarwswera merupakan raja yang taat dalam beragama serta berbudaya dan memegang
teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk
adalah engkau”. Prabu Sri Sarwaswera berpendapat jika tujuan hidup akhir manusia
merupakan moksa yakni pemanunggalan jiwatma dengan paramatma dan jalan kebenaran
merupakan suatu jalan untuk kesatuan sehingga yang menghalangi kesatuan adalah hal tidak
baik.

 Sri Kameswara
Berdasarkan Prasasti Ceker tahun 1182 serta Kakawin Smaradahana. Pada masa
pemerintahannya dari tahun 1182 sampai dengan 1185 Masehi, terjadi perkembangan pesat
dalam sastra seperti Mpu Dharmaja yang membuat Kitab Smaradhana dan juga dikenal
dengan beberapa cerita Panji seperti cerita Panji Semirang. 
 Sri Kertajaya
Berdasarkan Prasasti Galunggung tahun 1194, Prasasti Kamulan tahun 1194, Prasasti
Palah tahun 1197, Prasasti Wates Kulon tahun 1205, Negarakretagama serta Pararaton. Raja
Kertajaya dikenal dengan nama Dandang Gendis dan pada masa pemerintahannya, Kerajaan
mulai mengalami penurunan yang disebabkan karena Kertajaya mengurangi hak dari kaum
Brahmana. Keadaan tersebut lalu ditentang kaum Brahmana dan kedudukan mereka semakin
tidak aman lalu banyak dari mereka yang lari dan minta pertolongan pada Tumapel yang pada
saat itu diperintah Ken Arok. Raja Kertajaya lalu menyiapkan pasukan untuk menyerang
Tumapel, sedangkan Ken Arok memberikan dukungan untuk kaum Brahmana dalam
melakukan serangan ke Kerajaan kediri dan kedua pasukan tersebut bertemu di dekat Ganter
tahun 1222 Masehi.
Berikut ini adalah nama raja raja saat Daha ada di bawah Singasari, kerajaan Panjalu
runtuh pada tahun 1222 kemudian menjadi bawahan Singasari dan nama raja raja tersebut
diketahui dari Prasasti Mula Malurung.

 Mahisa Wunga Telang: Putra dari Ken Arok

 Guningbhaya: Adik Mahisa Wunga Teleng

 Tohjaya: Kakak dari Guningbhaya

 Kertanagara: Cucu Mahisa Wunga Teleng [pihak ibu] dan menjadi raja Singasari

 Jayakatwang: Keturunan Kertajaya yang merupakan Bupati Gelang Gelang dimana


pada tahun 1292 melakukan pemberontakan sehingga runtuh Kerajaan Singasari dan ia
membangun Kerajaan Kediri namun tahun 1293 dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit.

8. Kehidupan Sosial Masyarakat Kerajaan kediri
Kehidupan pada masa Kerajaan Kediri sangat baik dan juga sejahtera sehingga rakyat
bisa hidup dengan tenang. Ini bisa terlihat dari rumah rakyat yang baik, rapi, bersih dan juga
dilengkapi lantai ubin berwarna hijau dan kuning. Sedangkan penduduknya menggunakan
kain sampai bawah lutut. Kehidupan masyarakat Kerajaan Kedirisangat damai dan tenang,
sehingga seni kesusastraan berkembang lebih maju adalah seni sastra dan bisa dilihat dari
begitu banyak sastra sampai sekarang. Beberapa sastra tersebut sudah diulas diatas dan masih
banyak lagi kitab sastra lainnya seperti Kitab Lubdaka serta Wertasancaya dari Mpu Tan
Akung, Kitan Kresnayana dari Mpu Triguna serta Kitab Sumanasantaka dari Mpu Monaguna
dan sebagainya.

Golongan Masyarakat Kerajaan Kediri


Masyarakat pada masa Kerajaan Kediri dibagi menjadi 3 kedudukan yakni:

Golongan masyarakat pusat [kerajaan]: Masyarakat yang ada dalam lingkungan raja
serta beberapa kerabat dalam kelompok pelayan.

 Golongan masyarakat thani [daerah]: Golongan masyarakat yang terdiri dari petugas
pemerintahan atau pejabat pada wilayah thani atau daerah.

 Golongan masyarakat non pemerintah: Golongan masyarakat yang tidak memiliki


kedudukan serta hubungan dengan pemerintah atau masyarakat wiraswasta.
Kerajaan Kediri juga mempunyai lebih dari 300 pejabat yang bertugas mengurus serta
mencatat segala sesuatu penghasilan kerajaan. Selain itu juga ada 1000 pegawai rendahan
yang memiliki tugas untuk mengurus benteng, parit kota, perbendaharaan Kerajaan serta
gedung tempat persediaan makanan. Kerajaan Kediri sendiri terlahir dari pembagian
Kerajaan Mataram yang dilakukan Raja Airlangga tahun 1000 sampai 1049 dan ini dilakukan
supaya tidak terjadi perselisihan dari anak-anak selirnya.

9. Kehidupan Perekonomian Kerajaan Kediri


Kehidupan perekonomian pada masa Kerajaan Kediri memiliki usaha perdagangan,
pertanian serta peternakan dan dikenal sebagai penghasil kapas, beras serta ulat sutra. Ini
menyebabkan kehidupan ekonomi Kerajaan Kediri terbilang makmur dan bisa terlihat dari
Kerajaan yang memberikan penghasilan tetap untuk pegawai berupa hasil bumi dan ini juga
didapat dari keterangan Kitab Chi Fan Chi serta Kitab Ling Wai Tai Ta.

10. Kehidupan Beragama Masyarakat Kediri


Corak kehidupan beragama pada masa Kerajaan Kediri yang terlihat dari peninggalan
arkeologi seperti Candi Gurah serta Candi Tondo Wongso memperlihatkan latar belakang
keagaamaan Hindu terutama Siwa. Sedangkan petirtaan Kepung juga kemungkinan besar
memiliki sifat Hindu sebab tidak terlihat unsur Budhisme pada beberapa bangunan
peninggalan sejarah tersebut. Pada beberapa prasasti disebutkan jika nama Abhiseka raja
memiliki arti penjelmaan Wisnu. Akan tetapi ini tidak bisa secara langsung digunakan untuk
membuktikan jika Wisnuisme memang berkembang pada masa tersebut, karena landasan
filosofis yang terkenal di Jawa pada masa tersebut beranggapan jika Raja Saa serta Dewa
Wisnu merupakan pelindung rakyat, Kerajaan atau dunia. Jika dilihat secara luas, agama
Hindu terutama pemujaan Siwa sangat mendominasi perkembangan agama pada masa
Kerajaan Kediri dan ini bisa terlihat dari beberapa penemuan prasasti, arca dan juga karya
sastra Jawa kuno.

11. Kesenian Masyarakat Kerajaan Kediri


Perubahan dalam bidang kesenian Kerajaan Kediri hanya terbatas pada kesenian
arsitektur dan dulu banyak orang yang mempertanyakan kenapa pada masa Kerajaan Kediri
tidak membuat candi seperti pada masa sebelum dan sesudahnya. Ternyata baru terbukti
sesudah beberapa kemudian satu per satu kesenian dari Kerajaan Kediri mulai ditemukan.
Candi Gurah yang masih tersisa memiliki pelipit sisi genta di kaki candi Perwara, sementara
pada candi induk memiliki makara di bagian ujung bawah tangga dan beberapa ciri tersebut
memperlihatkan gaya kesenian Jawa Tngeah di abad ke VII – x Masehi.
Namun, dalam beberapa arca yang sangat indah juga memperlihatkan gaya kesenian
dari Singasari di abad ke XIII Masehi dan perbedaan tersebut masih belum bisa dijelaskan
secara gamblang sampai sekarang. Meskipun Candi Guruh pernah diperbesar, akan tetapi
dalam beberapa arca tidak berasal dari tahapan tersebut khususnya pada arca yang lebih
berumur dan belum ditemukan. Dari sumuran Candi ditemukan bata yang terinkripsi dengan
seni paleografi dan tulisannya berasal dari abad ke XI – XII Masehi. Inkripsi singkat tersebut
bisa digunakan sebagai patokan dalam menentukan tanggal dari Arca Gurah. Soejmono juga
mengatakan jika Candi Gurah merupakan mata rantai antara kesenian Jawa Tengah dengan
Jawa Timut.

12. Keruntuhan Kerajaan Kediri

Di tahun 1222, Kertajaya sedang berseteru deengan kaum Brahmana yang lalu
memohon perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel dan Ken Arok sendiri juga bercita-cita
untuk membuat merdeka Tumapel yang menjadi daerah bawahan dari Kediri. Perang Kediri
Tumapel tersebut terjadi di Desa Ganter, pasukan Ken Arok akhirnya berhasil
menghancurkan pasukan Kertajaya sehingga membuat Kerajaan Kediri runtuh dan mulai
detik itu berbalik menjadi bawahan Tumapel atau Singasari. Sesudah Ken Arok berhasil
untuk mengalahkan Kertajaya, Kediri lalu menjadi wilayah di bawah kekuasaan Singasari
dan Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya untuk menjadi Bupati Kediri. 
Tahun 1258, Jayasabha kemudian diganti oleh outranya yakni Sastrajaya dan di tahun
1271 Sastrajaya digantikan kembali oleh putranya yakni Jayakatwang. Jayakatwang lalu
melakukan pemberontakan pada Singasari yang masih dipimpin Ken Arok, sesudah berhasil
membunuh Kertanegara, Jayakatwang kemudian membangun ulang Kerajaan Kediri, akan
tetapi Kerajaan tersebut hanya bertahan selama 1 tahun sebab terjadi serangan gabungan
pasukan Mongol dan pasukan Menantu Kertanegara, Raden Wijaya.

13. Peninggalan Kerajaan Kediri

Peninggalan Kerajaan Kediri


Ada banyak bukti peninggalan sejara dari Kerajaan Kediri yang masih bisa kita lihat hingga
sekarang, baik itu berupa candi, arca, prasasti dan juga berbagai kitab sastra. Untuk
mengetahui secara lengkap apa saja peninggalan Kerajaan Kediri, kali ini akan kami jelaskan
secara lengkap untuk anda.

1. Candi Tondowongso

Candi Tondowongso berada di Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kediri, Jawa Timur
yang ditemukan belum lama ini yakni pada tahun 2007. Arsitektur dari arca dan bentuk
bangunan yang ditemukan disekitar candi memperlihatkan jika bangunan ini dibangun pada
abad ke-9 yakni disaat pusat politik dipindahkan dari Jawa Tengah menuju wilayah Jawa
Timur.
Meskipun menjadi penemuan di era modern, namun sampai saat ini keadaan dari
Candi Tondowongso beserta kompleks disekelilingnya masih sangat memperihatinkan dan
belum mendapat perhatian dari pemerintah. Candi Tondowongso dengan luas 1 hektar ini
menjadi penemuan terbesar sejarah Indonesia pada 30 tahun terakhir. Profesor Soekmono
juga pernah menemukan satu buah arca pada lokasi yang sama di tahun 1957 dan penemuan
situs Candi Tondowongso ini diawali dari penemuan beberapa arca oleh pengrajin batu
setempat.

2. Candi Panataran
Candi Panataran terletak di lereng Gunung Kelud Barat Daya di Utara Kota Blitar
pada ketinggian 450 meter dari permukaan laut dan menjadi candi paling indah dan besar di
Jawa Timur. Dari beberapa prasasti yang juga ditemukan di sekitar candi, maka diketahui jika
candi ini dibangun sekitar abad ke-12 sampai 14 Masehi pada masa pemerintahan Raja
Srengga sampai Raja Wikramawardhana. Sistem Candi Panataran dan terasnya berundak
memakai susunan batu andesity yang saling mengunci.
Candi Panataran atau Candi Palah ini adalah sebuah candi bersifat keagamaan Hindu
Siwaitis dan pada Kitab Desawarnana atau Nagarakretagama yang dibuat pada tahun 1365,
Candi ini dikatakan menjadi bangunan suci yang sudah dikunjungi Raja Hayam Wuruk saat
ia melakukan perjalanan keliling Jawa Timur.

Kompleks Candi Panataran – Kompleks Candi Panataran ini terdiri dari beberapa
bangunan yang pada bagian candi utama di sisi Timur ada sebuah sungai  dan kompleks
candi disusun memakai pola linear dengan beberapa candi perwara serta balai pendopo yang
ada di bagian depan candi utama. Pola susun candi ini agak tidak beraturan dan menjadi ciri
khas dari langgam Jawa Timur yang berkembang di masa Kediri dan Majapahit. Kompleks
candi ini berdiri di area seluas 12.946 meter yang dibagi menjadi 3 bagian kecuali untuk
bagian tenggara dan dipisahkan oleh 2 buah dinding.

Relief yang ada pada candi ini berbentuk medalion serta kotak panel. Nama asli
Candi Panataran yakni Candi Palah tertulis dalam Prasasti Palah yang dibangun pada tahun
1194 oleh Raja Syrenngra bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita
Çrengalancana Digwijayottungadewa dengan masa pemerintahan Kediri dari tahun 1190
hingga 1200. Candi gunung digunakan sebagai tempat upacara pemujaan untuk menghindari
bahaya yang disebabkan karena Gunung Kelud sering meletus. Dalam Kitab
Negarakretagama yang ditulis Mpu Prapanca diceritakan tentang perjalanan yang dilakukan
oleh Raja Hayam Wuruk yang memerintah dari tahun 1350 sampai dengan 1389 ke Candi
Palah untuk melaksanakan pemujaan pada Hyang Acalapat perwujudan Siwa sebagai
Girindra. Di masa pemerintahan Jayanegara, Candi Panataran mulai mendapat perhatian dan
dilanjutkan kembali oleh Tribuanatunggadewi dan Hayam Wuruk.

3. Candi Gurah

Peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah Candi Gurah. Candi Gurah berada di
Kecamatan Gurah, Kediri, Jawa Timur yang ditemukan pada tahun 1957 dan letaknya berada
di 2 km dari situs Candi Tondowongso. Candi Gurah ini berukuran 9 x 9 meter. Ada
persamaan dari Candi Gurah dan Candi Tondowongso yakni Arca Brahma, Surya, Candra,
Yoni dan Nandi. Selain itu, penempatan arca dikedua candi tersebut juga sama meskipun
pada bangunan tempat arca Candra, Surya dan juga Nandi dari Candi Tondowongso belum
terlihat jelas bentuknya.
Profesor Soekmono menduga jika Candi Gurah ada dalam satu kompleks yang sama
dengan Candi Tondowongso sebab mempunyai ciri khas yang adalah gaya peralihan antara
candi Jawa Tengah dengan candi Jawa Timur. Karena itu, penelitian menyeluruh untuk Candi
Tondowongso sangat penting untuk dilakukan sebab sampai saat ini belum ada wujud nyata
dari bentuk bangunan gaya peralihan tersebut.

4. Candi Mirigambar
Candi Mirigambar merupakan candi peninggalan dari Kerajaan Kediri selanjutnya
yang ditemukan pada sebuah lapangan di Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol,
Tulungagung, Jawa Timur. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada tahun 1214 sampai
dengan 1310 Saka dengan material yang terbuat dari bata merah seperti halnya pada candi
lain di wilayah Jawa Timur. Salah seorang petinggi dari Desa Mirigambar di tahun 1965
melindungi Candi Mirigambar tersebut dari ikonklastik sehingga candi ini masih bisa kita
lihat hingga sekarang. Ikonklastik sendiri merupakan perbuatan menghancurkan berbagai
kebudayaan yang dianggap sebagai berhala.
Struktur candi ini terbuat dari batu bata merah, dimana pada dinding candi terdapat relief
patung yang diukir. Pada bagian kanan depan terdapat relief 2 tokoh lelaki yang sedang
mengapit 2 tokoh perempuan dan pada salah satu tokoh lelaki bertubuh besar dan terdapat
relief seorang tokoh lelaki yang sedang berdiri. Pada bagian tepi halaman candi sebelah Utara
ada tumpukan batu bata merah yang menurut cerita merupakan reruntuhan dari candi lainnya
yang juga ditemukan di sekitar Candi Mirigambar tersebut. Pada bagian tepi halaman selatan
juga terdapat lempengan batu andesit dan terukir tahun 1310c atau 1388 Masehi.

 5. Candi Tuban
Candi Tuban yang menjadi salah satu peninggalan dari Kerajaan Kediri ini, kini hanya
menyisakan reruntuhannya saja yang terletak di 500 meter dari Candi Minigambar. Saat ini,
Candi Tuban sudah tertutup dengan tanah sehingga tidak memungkinkan untuk dibangun
kembali. Pada saat ini, diatas timbunan Candi Tuban sudah dijadikan kandang beberapa
hewan ternak.

6. Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ditemukan di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur
yang dibuat pada tahun 1194 Masehi atau 1116 Saka yakni pada masa pemerintahan Raja
Kertajaya. Prasasti Kamulan ini berisi tentang berdirinya Kabupaten Trenggalek pada Rabu
Kliwon tanggal 31 Agustus 1194.
Dalam prasasti ini tertulis nama Kediri yang diserang Raja Kerajaan sebelah Timur
dan pada tanggal yang tertulis dalam prasasti adalah tanggal 31 Agustus 1191. Ukiran yang
ada pada prasasti ini masih bisa terlihat dengan jelas dan bisa anda lihat dengan mengunjungi
langsung lokasi Prasasti Kamulan tersebut.

7. Prasasti Galunggung

Peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah prasasti Galunggung. Prasasti


Galunggung ditemukan di Rejotangan, Tulungagung dengan ukuran 160 x 80 x 75 cm
dengan memakai huruf Jawa Kuno sebanyak 20 baris kalimat. Aksara yang terdapat
pada prasasti ini sudah tidak terlalu jelas terbaca karena sudah ada bagian yang rusak,
akan tetapi hanya bagian tahun saja yang masih bisa terbaca dengan jelas yakni tahun
1123 Saka. Pada bagian depan prasasti ini terdapat lambang sebuah lingkaran dan
pada bagian tengah lingkaran terdapat gambar persegi panjang dan juga beberapa logo
atau gambar.
8. Prasasti Jaring

Prasasti Jaring dibuat pada 19 November 1181 dengan isi yang menerangkan tentang
pengabulan permohonan penduduk dukuh jaring lewat senapati Sarwajala yakni keinginan
yang tidak sempat diwujudkan oleh raja sebelumnya. Prasasti Jaring ini menyebutkan jika
pejabat Kediri mempunyai gelar atau sebutan dengan menggunakan nama hewan seperti
Menjangan Puguh, Lembu Agra serta Macan Kuning.

9. Prasasti Panumbangan

Prasasti Panumbangan dibuat pada 2 Agustus 1120 yang dikeluarkan oleh


Maharaja Bameswara dengan isi tentang penetapan Desa Panumbangan sebagai Sima
Swatantra atau desa bebas pajak.

10. Prasasti Talan


Prasasti Talan ditemukan di Desa Gurit, Blitar, Jawa Timur yang dibuat tahun 1136
Masehi atau 1058 Saka. Isi dari prasasti ini adalah tentang penetapan masuknya Desa Talan
ke wilayah Panumbang yang sudha terbebas dari pajak. Pada prasasti ini dilengkapi dengan
pahatan Garudhamukalanca yakni pahatan berupa tubuh manusia dengan sayap dan kepala
garuda.

11. Prasasti Sirah Keting

Berisi tentang pemberian tanah dari Raja Jayawarsa untuk rakyat Desa Sirah Keting
berkat jasanya untuk Kerajaan Kediri.
12. Prasasti Kertosono
Berisi tentang masalah keagaamaan dari masa pemerintahan Raja Kameshwara.

13. Prasasti Ngantang

Berisi tentang pemberian tanah bebas pajak oleh Jayabaya untuk Desa Ngantang
berkat jasanya mengabdi pada Kerajaan Kediri. Pada Prasasti ini tertulis angka tahun 1057
Saka atau 1135 Masehi yang ditemukan di Desa Ngantang, Malang dan sekarang menjadi
koleksi dari Museum  Nasional. Saat penduduk dari Hantang dan juga 12 desa masuk dalam
wilayah menghadap raja dengan perantara guru raja yakni Mpungku Naiyayikarsana yang
memohon agar prasasti tersebut didharmakan di Gajapada dan Nagapuspa yang ditulis diatas
daun lontar dan kemudian dipindahkan ke batu dan ditambah lagi dengan anugerah dari Raja
Jayabhaya itu sendiri.
Permohonan tersebut lalu dikabulkan oleh raja sebab rakyat Hantang sudah
menunjukkan baktinya yang sesungguhnya pada raja yakni dengan menyerahkan cancu tan
pamusuh dan cancu ragadaha dan juga disaat ada sebuah aksi untuk memisahkan diri, mereka
tetap setia dengan selalu memihak Raja Jayabhaya.

14. Prasasti Padelegan


Berisi tentang bakti yang dilakukan penduduk Desa Padegelan pada Raja
Kameshwara. Prasasti Padelegan ini memiliki bentuk stella dengan puncak kurawal
berukutan 145 cm, lebar atas 81 cml lebar bawah 70 cm dan tebal 18 cm. Aksara Jawa Kuno
yang terdapat pada prasasti ini sudah banyak yang aus, namun berhasil terbaca oleh Oud
Javansche Oorkonde dan dalam prasasti ini terdapat penanggalan angka tahun 1038 Saka atau
11 Januari 1117 Masehi. Prasasti ini menjadi prasasti pertama yang dikeluarkan Raja
Bameswara sehingga menjadi prasasti pertama Kerajaan Kediri sesudah menjalani masa
kelam Raja Samarawijaya yang memerintah pada tahun 1042 Masehi sampai dengan 1044
Masehi dan berkuasa di Daha sesudah pembagian kerajaan oleh Raja Airlangga.

Prasasti ini tersimpan di Museum Panataran, Kabupaten Blitar yang dimana pada
bagian atas prasasti terdapat sebuah ornamen lancana yang disebut dengan Candrakapala.
Candrakapala lancana ini digambarkan dengan kepala tengkorak yang terlihat bagian tulang
pipi dan dahi menonjol, bentuk mata bulat besar seperti sedang terbelalak dan senyuman yang
menyeringai lebar dengan 2 buah gigi besar di bagian depan dan gigi taring di bagian kanan
dan kiri sehingga terlihat sangat menyeramkan. Pada bagian dahi juga terdapat bulatan sedikit
melengkung yang kemungkinan merupakan bentuk bulan sabit dengan kedua ujung yang
menghadap ke bawah.

Anda mungkin juga menyukai