1. Latar Belakang
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu
kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada
masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di
Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun
670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan
Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa
Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil
memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta
hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi
hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita
Ramayana.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
di Indonesia.
4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia.
1
BAB 2 PEMBAHASAN
1. Kerajaan Kutai
1. Maharaja Kudungga
2
2. Maharaja Asmawarman
Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap
dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini
dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-
upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta
ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda
dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan
tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah
batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit
Kerajaan Kutai.
3. Maharaja Mulawarman
4. Maharaja Irwansyah
5. Maharaja Sri Aswawarman
6. Maharaja Marawijaya Warman
7. Maharaja Gajayana Warman
8. Maharaja Tungga Warman
9. Maharaja Jayanaga Warman
10. Maharaja Nalasinga Warman
11. Maharaja Nala Parana Tungga
12. Maharaja Gadingga Warman Dewa
13. Maharaja Indra Warman Dewa
14. Maharaja Sangga Warman Dewa
15. Maharaja Singsingamangaraja XXI
16. Maharaja Candrawarman
17. Maharaja Prabu Nefi Suriagus
18. Maharaja Ahmad Ridho Darmawan
19. Maharaja Riski Subhana
20. Maharaja Sri Langka Dewa
21. Maharaja Guna Parana Dewa
22. Maharaja Wijaya Warman
23. Maharaja Indra Mulya
24. Maharaja Sri Aji Dewa
25. Maharaja Mulia Putera
26. Maharaja Nala Pandita
27. Maharaja Indra Paruta Dewa
3
28. Maharaja Dharma Setia
1. Prasasti Yupa
Prasasti Yupa adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan kutai yang
paling tua. benda bersejarah satu ini merupakan bukti terkuat adanya kerajaan hindu
yang bercokol di atas tanah Kalimantan. Sedikitnya ada 7 prasasti yupa yang hingga
kini masih tetap ada.
2. Ketopong Sultan
Ketopong adalah mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas.
Beratnya 1,98 kg dan saat ini disimpan di Musium Nasional di Jakarta. Ketopong
sultan kutai ditemukan pada 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di
Musium Mulawarman sendiri, ketopong yang dipajang adalah ketopong tiruan.
3. Kalung Ciwa
4. Kalung Uncal
Kalung Uncal adalah kalung emas seberat 170 gram yang dihiasi liontin
berelief cerita ramayana. Kalung ini menjadi atribut kerajaan Kutai Martadipura dan
mulai digunakan oleh Sultan Kutai Kartanegara pasca Kutai Martadipura berhasil di
taklukan. Adapun berdasar penelitian para ahli, kalung uncal sendiri diperkirakan
berasal dari India (Unchele). Di dunia, saat ini hanya ada 2 kalung uncal, satu berada
di India dan satunya lagi ada di Museum Mulawarman, Kota Tenggarong.
4
5. Kura-Kura Emas
Peninggalan sejarah kerajaan kutai yang menurut saya cukup unik adalah
kura-kura emas. Benda ini sekarang ada di Musium Mulawarman. Ukurannya sebesar
setengah kepalan tangan. Dan berdasarkan label yang tertera di dalam etalasenya,
benda unik ini ditemukan di daerah Long Lalang, daerah yang terletak di hulu sungai
Mahakam. Adapun berdasar riwayat, benda ini diketahui merupakan persembahan dari
seorang pangeran dari Kerajaan di China bagi sang putri raja Kutai, Aji Bidara Putih.
Sang Pangeran memberikan beberapa benda unik pada kerajaan sebagai bukti
kesungguhannya yang ingin mempersunting sang putri.
Pedang Sultan Kutai terbuat dari emas padat. Pada gagang pedang terukir
gambar seekor harimau yang sedang siap menerkam, sementara pada ujung sarung
pedang dihiasi dengan seekor buaya. Pedang Sultan Kutai saat ini dapat Anda lihat di
Museum Nasional, Jakarta.
7. Tali Juwita
8. Keris Bukit
Kang Keris bukit kang adalah keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri
Karang Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan
legenda, permaisuri ini adalah putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut
di atas balai bambu. Dalam gong tersebut, selain ada seorang bayu perempuan, di
dalamnya juga terdapat sebuah telur ayam dan sebuah keris, keris bukit kang.
9. Kelambu Kuning
Merupakan kerajaan yang dilengkapi dengan sistem pertahanan kuat. Hal ini
dibuktikan oleh banyaknya peninggalan sejarah berupa meriam dan beberapa alat bela
diri lainnya. Adapun meriam, kerajaan kutai memiliki 4 yang hingga kini masih
terjaga dengan rapi. Keempat meriam tersebut antara lain Meriam Sapu Jagat, Meriam
Gentar Bumi, Meriam Aji Entong, dan Meriam Sri Gunung.
Kehidupan politik yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai
adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.
Dalam yupa dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Matahari dan
pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu dan
dipandang sebagai pendiri keluarga. Berikut adalah penjelasan mengenai raja – raja di
Kutai.
6
Raja Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi,
apabila dilihat dari nama Raja yang masih menggunakan nama Indonesia, para ahli
berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga berpendapat bahwa pada
masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya.
Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku.
Mulawarman kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta jika dilihat dari cara
penulisannya. Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Dari Yupa
diketahui bahwa masa pemerintahan Mulawarman, kerajaan Kutai mengalami masa
keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan
Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur
Kehidupan ekonomi di kutai disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja
Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan menghadiahkan 20.000 ekor
sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi
tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa
disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang.
Dalam kehidupan budaya Kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan
melalui upacara penghinduan yang disebut Vratyastoma. Pada masa Mulawarman
upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta Brahmana dari orang Indonesia
asli. Adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan
intelektualnya tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sanskerta.
7
upacara sedekah di tempat yang dianggap suci atau Waprakeswara. Dan dibuktikan
juga dengan pemberian sedekah kepada kaum Brahmana berupa 20.000 ekor sapi.
Jumlah 20.000 ekor sapi ini membuktikan bahwa pada masa itu kerajaan Kutai telah
mempunyai kehidupan yang makmur dan telah mencapai massa kejayaannya.
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran
Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda
dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya pertama kali berada di Kutai
Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam
sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam
yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2. Kerajaan Tarumanegara
8
B. Silsilah Kerajaan Tarumanegara
1. Prasati Ciaruteun
Prasasti kebon kopi yang berbentuk batu yang bergambar bekas dua tapak
kaki gajah yang di identikkan dengan gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan Dewa
Wisnu, prasasti yang ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibungbulang
juga ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
3. Prasasti Tugu
Prasasti Tugu terdiri dari 5 baris yang ditulis dengan aksara Pallawa dan
bahasa Sanskerta yang ditemukan di Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Prasasti Tugu berisi tentang Raja Purnawarman yang memerintah untuk menggali
9
saluran air Gomati dan Chandrabaga sepanjang 6.112 tombak yang selesai dalam 21
hari.
4. Prasasti Jambu
Prasasti ini ditemukan di Bogor dengan aksara ikal, akan tetapi prasasti
Muara Cianten tersebut belum dapat dibaca.
6. Prasasti Cidanghiyang
Ditemukan di Leuwiliang dengan aksara Ikal yang belum dapat dibaca. Pada
prasasti ini terdapat pahatan gambar dahan dengan ranting, dedaunan serta buah-
buahan, dan gambar sepasang telapak kaki.
Kini berhasil melakukan ekspansi atau perluasan kawasan lalu berperang dan
penaklukan terhadap Kerajaan Salakanagara yang sebelumnya juga ikut berkuasa di
tanah Sunda, melalui ekspansi itu, wilayah dan letak Kerajaan Tarumanegara semakin
meluas bahkan hingga daerah Jakarta (Tanjung Priok) dan Banten.
10
E. Agama Kerajaan Tarumanegara
G. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial kerajaan tarumanegara sudah tertata dengah rapih, hal ini
terlihat dari upaya raja purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan
kesejahteraan kehidupan rakyatnya, Raja purnawarman juga sangat memperhatikan
kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap
upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada
para dewa.
H. Kehidupan Ekonomi
I. Kehidupan Budaya
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang
ditemukan sebagai bukti kebesaran kerjaan tarumanegara, telah diketahui bahwa
tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah besar, selain sebagai peninggalan
11
budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya
kebudayaan tulis menulis di kerajaan tarumanegara.
3. Kerajaan Kalingga
Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan
diperoleh dari sumber catatan Tiongkok, tradisi kisah setempat dan naskah Carita
Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung
secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh.
Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari
sumberu-sumber Tiongkok, kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima yang
dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri akan dipotong tangannya.
12
Salah satu tempat yang dicurigai menjadi lokasi ibu kota dari kerajaan ini
ialah Pekalongan dan Jepara. Jepara dicurigai karena adanya kabupaten Keling di pantai
utara Jepara, sementara Pekalongan dicurigai karena masa lalunya pada saat awal
dibangunnya kerajaan ini ialah sebuah pelabuhan kuno. Beberapa orang juga memiliki
ide bahwa Pekalongan merupakan nama yang telah berubah dari Pe-Kalinga-an.
Pada tahun 674 kerajaan Kalingga dipimpin oleh Ratu Shima yang terkenal
akan peraturan kejamnya terhadap pencurian dimana hal tersebut memaksa orang-orang
Kalingga menjadi jujur dan selalu memihak pada kebenaran. Menurut cerita-cerita yang
berkembang di masyarakat pada suatu hari seorang raja dari negara yang asing datang
dan meletakkan sebuah kantung yang terisi dengan emas pada persimpangan jalan di
Kalingga untuk menguji kejujuran dan kebenaran dari orang-orang Kalingga yang
terkenal.
Dalam sejarahnya tercatat bahwa tidak ada yang berani menyentuh kantung
emas yang bukan milik mereka, paling tidak selama tiga tahun hingga akhirnya anak
dari Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung tersebut
dengan kakinya. Mendengar hal tersebut, Shima segera menjatuhkan hukuman mati
kepada anaknya sendiri. Mendengar hukuman yang dijatuhkan oleh Shima, beberapa
orang memohon agar Shima hanya memoptong kakinya karena kakinya lah yang
bersalah. Dalam beberapa cerita orang-orang tadi bahkan meminta Shima hanya
memotong jari dari anaknya.
Dalam salah satu kejadian pada sejarah kerajaan Kalingga, terdapat sebuah
titik balik dimana kerajaan ini terislamkan. Pada tahun 651, Ustman bin Affan
mengirimkan beberapa utusan menuju Tiongkok sambil mengemban misi untuk
memperkenalkan Islam kepada daerah yang asing tersebut. Selain ke Tiongkok, Ustman
juga mengirim beberapa orang utusannya menuju Jepara yang dulu bernama Kalingga,
kedatangan utusan yang terjadi pada masa setelah ratu Shima turun dan digantikan oleh
Jay Shima ini menyebabkan sang raja memeluk agama Islam dan juga diikuti jejaknya
oleh beberapa bangsawan Jawa yang muali meninggalkan agama asli mereka dan
menganut Islam.
Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang “618 M-906 M” memberikan tentang
keterangan Ho-ling sebagai berikut:
13
Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan, di sebelah utaranya terletak Ta
Hen La “Kamboja” disebelah timurnya terletak Po-Li “Pulau Bali” dan disebelah barat
terletak Pulau Sumatera. Ibu kota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari
tonggak kayu.
Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem dan
singgasananya terbuat dari gading.
Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa.
Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Dengan catatan dari berita cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674,
rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Hsi-mo “Shima” ia adalah seorang ratu yang sangat
adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan
tentram.
4. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berdiri pada abad ke-7
dibuktikan dengan adanya prasasti kedukan Bukit di Palembang (682), Sriwijaya
menjadi salah satu kerajaan yang kuat di Pulau Sumatera. Nama Sriwijaya berasal dari
bahasa Sanskerta berupa “Sri” yang artinya bercahaya dan “Wijaya” berarti
kemenangan sehingga dapat diartikan dengan kemenangan yang bercahaya atau
gemilang.
Kerajaan Sriwijaya berjaya pada abad 9-10 Masehi dengan menguasai jalur
perdagangan maritim di Asia Tenggara. Sriwijaya telah menguasai hampir seluruh
kerajaan Asia Tenggara, diantaranya, Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Thailand,
Kamboja, Vietnam dan Filipina. Sriwijaya menjadi pengendali rute perdagangan lokal
yang mengenakaan bea cukai kepada setiap kapal yang lewat. Hal ini karena Sriwijaya
menjadi penguasa atau Selat Sunda dan Malaka. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga
mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang
melayani pasar Tiongkok dan India.
Prasati ini ditemukan di Palembang pada tahun 605 SM/683M. Isi dari
prasasti tersebut yakni ekspansi 8 hari yang dilakukan Dapunta Hyang dengan 20.000
15
tentara yang berhasil menaklukkan beberapa daerah sehingga Sriwijaya menjadi
makmur.
Prasasti yang ditemukan pada tahun 606 SM/684 M ini ditemukan di sebelah
barat Palembang. Isinya tentang Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang membuat Taman
Sriksetra demi kemakmuran semua makhluk.
Prasasti yang ditemukan di Jambi ini isinya sama dengan prasasti Kota Kapur
tentang permohonan keselamatan. Prasasti Karang Birahi ditemukan pada tahun 608
SM/686 M.
Prasasti ini juga tidak berangkat tahun, ditemukan di Lampung Selatan yang
berisi tentang keberhasilan Sriwijaya menduduki Lampung Selatan.
7. Prasasti Ligor
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering
disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung,
seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung
Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh
16
banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai
Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang
merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti) yang
pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra
dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu beraliran
Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah, Wangsa
Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan
pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya
digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha beraliran
Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik agama Hindu
dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka yang beragama
Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang menganut agama
Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya
Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori yang
mengatakan bahwa pada saat itu terjadi becana alam yang membuat pusat Kerajaan
Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil menggantikan Rakai Sumba Dyah Wawa
sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur dan
membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.
Daftar raja-raja Medang menutur teori Slamet Muljana adalah sebagai berikut:
17
2. Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)
Pada daftar diatas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan
raja sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.
Mataram kuno terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu
dinasti Sanjaya dan dinasti Sailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang
bersejarah dari dua kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal bercorak Hindu
dan Buddha. Bukan hanya candi saja bukti sejarah kerajaan mataram dinasti sanjaya
dan dinasti sailendra tetapi juga bukti-bukti penemuan prasasti.
Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun berbentuk
Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka 732 M berhuruf
18
Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian
sebuah lingga di Bukit Stirangga buat keselamatan rakyatnya.
Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga raja-raja
keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan Sailendra sama-sama
berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya dibagian utara dengan mendirikan
candi Hindu seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi
Dieng. Adapun Dinasti Sailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi
Buddha, seperti Borobudur, Mendut, dan Kalasan.
Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan
Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha yang dapat
disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali bangunan sucinya
ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara Prambanan. Raja yang
memerintah pada waktu itu ialah Indra. Pengganti Indra yang terkenal ialah
Smaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun
824.
Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung. Prasasti itu
menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta) dengan ibu kota
kerajaannya di Medangri Poh Pitu.
1. Kehidupan Sosial
2. Kehidupan Kebudayaan
20
Penyebab kejayaan kerajaan Mataram Kuno:
6. Kerajaan Kediri
Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir
pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan,
melainkan pindah ke Daha. Kerajaan ini merupakan salah satu dari dua kerajaan
pecahan Kahuripan pada tahun 1045 Wilayah Kerajaan Kediri adalah bagian selatan
Kerajaan Kahuripan.
Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi
beberapa bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima
bagian. Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu
Kediri (Panjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat
ibukota lama, yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Panjalu atau
dikenal juga sebagai Kerajaan Kediri. Perkembangan Kerajaan Kediri Dalam
perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar,
sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala
ditaklukkan oleh Kediri.
Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari
pada nama Kediri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh
raja-raja Kediri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam
kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).
22
kerajaan yang cukup kuat di Jawa. Pada masa ini, ditulis kitab Kakawin Smaradahana,
yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita Panji.
Nama Kediri ada yang berpendapat berasal dari kata “Kedi” yang artinya
“Mandul” atau “Wanita yang tidak berdatang bulan”.Menurut kamus Jawa Kuno Wojo
Wasito, ‘Kedi” berarti Orang Kebiri Bidan atau Dukun. Di dalam lakon Wayang, Sang
Arjuno pernah menyamar Guru Tari di Negara Wirata, bernama “Kedi
Wrakantolo”.Bila kita hubungkan dengan nama tokoh Dewi Kilisuci yang bertapa di
Gua Selomangleng, “Kedi” berarti Suci atau Wadad. Disamping itu kata Kediri
berasal dari kata “Diri” yang berarti Adeg, Angdhiri, menghadiri atau menjadi Raja
(bahasa Jawa Jumenengan).
Untuk itu dapat kita baca pada prasasti “WANUA” tahun 830 saka, yang
diantaranya berbunyi :
” Ing Saka 706 cetra nasa danami sakla pa ka sa wara, angdhiri rake
panaraban”, artinya : pada tahun saka 706 atau 734 Masehi, bertahta Raja Pake
Panaraban.
Nama Kediri banyak terdapat pada kesusatraan Kuno yang berbahasa Jawa
Kuno seperti : Kitab Samaradana, Pararaton, Negara Kertagama dan Kitab Calon
Arang.Demikian pula pada beberapa prasasti yang menyebutkan nama Kediri seperti :
Prasasti Ceber, berangka tahun 1109 saka yang terletak di Desa Ceker, sekarang Desa
Sukoanyar Kecamatan Mojo.Dalam prasasti ini menyebutkan, karena penduduk Ceker
berjasa kepada Raja, maka mereka memperoleh hadiah, “Tanah Perdikan”.
23
memerintah kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa
keemasan adalah Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini.
1. Sri Jayawarsa
Sejarah tentang raja Sri Jayawarsa ini hanya dapat diketahui dari prasasti
Sirah Keting (1104 M). Pada masa pemerintahannya Jayawarsa memberikan hadiah
kepada rakyat desa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada
raja. Dari prasasti itu diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya
terhadap masyarakat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2. Sri Bameswara
3. Prabu Jayabaya
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan
naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga
Kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh
Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja”.
Jika rakyat kecil hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan
bahwa pada masanya berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap
rakyat.
24
4. Sri Sarwaswera
Sejarah tentang raja ini didasarkan pada prasasti Padelegan II (1159) dan
prasasti Kahyunan (1161). Sebagai raja yang taat beragama dan berbudaya, Sri
Sarwaswera memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu,
dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”.
Menurut Prabu Sri Sarwaswera, tujuan hidup manusia yang terakhir adalah
moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah
sesuatu yang menuju arah kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi
kesatuan adalah tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Berdasarkan prasasti Angin (1171), Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang
memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake
Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik tahta. peninggalan
sejarahnya berupa prasasti Angin, 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada saat
itu Ganesha. Tidak diketahui pula kapan pemerintahannya berakhir. Raja Kediri
selanjutnya berdasarkan prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
6. Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra (1181 M) dapat diketahui dari prasasti
Jaring, yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama
gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat
seseorang dalam istana.
7. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker
(1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182
sampai 1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya
Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya
juga dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
25
Raja Kertajaya juga dikenal dengan sebutan “Dandang Gendis”. Selama masa
pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin
mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
3. Kitab Perundang-undangan
26
serta membuahkan ketentraman lahir dan batin. Aparat dan rakyat menghormati
hukum atau darma semata-mata demi terjaganya kepentingan bersama.
Semua keputusan dalam pengadilan diambil atas nama Raja yang disebut
Sang Amawabhumi artinya orang yang mempunyai atau menguasai negara. Dalam
Mukadimah Darmapraja ditegaskan demikian:
Dalam soal pengadilan, Raja dibantu oleh dua orang Adidarma Dyaksa.
Seorang Adidarma Dyaksa Kasiwan dan seorang Adidarma Dyaksa Kabudan, yakni
kepala agama Siwa dan kepala agama Buda dengan sebutan Sang Maharsi, karena
kedua agama itu merupakan agama utama dalam Kerajaan Kadiri dan segala
Perundang-undangan didasarkan agama.
27
terhadap hasil putusan dapat dihindari. Dalam hal ini Raja mempunyai staf hukum
yang mumpuni, profesional dan tidak diragukan lagi integritas serta kredibilitasnya.
Empu Sedah adalah penyusun Kakawin Baratayudha pada tahun 1079 Saka
atau 1157 Masehi, dengan sengkalan berbunyi Sangha Kuda Suddha Candrama.
Hanya saja, Empu Sedah keburu meninggal sebelum karyanya selesai. Kakawin
Baratayudha dipersembahkan kepada Prabu Jayabhaya, Mapanji Jayabhaya,
Jayabhaya Laksana atau Sri Warmeswara.
Prabu Jayabaya adalah raja besar laksana Dewa Keadilan yang angejawantah
ing madyapada. Sikap hidupnya benar-benar bijaksana. Kewibawaannya telah
membuat ketentraman dan kemuliaan jagat raya, yang membuat Kerajaan Kadiri
mencapai masa kejayaan dan keemasan.
28
merasakan negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karta Raharja.
Konsep Saptawa, dijadikan sebagai program utama yaitu :
1. Wastra (sandang)
2. Wareg (pangan)
3. Wisma (papan)
4. Wasis (pendidikan)
5. Waras (kesehatan)
7. Wicaksana (kebijaksanaan).
Masyarakat Jawa percaya bahwa Prabu Jayabaya selalu bersikap arif dan
bijaksana serta menjunjung hukum yang berlaku. Semua golongan masyarakat bersatu
padu mendukung pemerintahannya. Refleksi kearifan warisan para leluhur raja Jawa
dijadikan referensi untuk membawa kebesaran Nusantara.
Sumber sejarah kerajaan Kediri dapat di telusuri dari beberapa prasasti dan
berita asing di antaranya :
Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
Prasasti Sirah Keting (1104 M), memuat pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa
oleh Jayawarsa.
29
Prasasti Ngantang (1135M), menyebutkan raja Jayabaya yang memberikan hadiah
kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas dari pajak.
Prasasti Jaring (1181M), dari raja Gandra yang memuat sejumlah nama pejabat
dengan menggunakan nama hewan seperi Kebo Waruga dan Tikus Jinada.
Candi Penataran : Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng
barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari
prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa
Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan
sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun
1415.
Candi Gurah : Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun
1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs
Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya dana kemudian
candi tersebut dikubur kembali.
Arca Buddha Vajrasattva : Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan
Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für Indische Kunst,
Berlin-Dahlem, Jerman.
Prasasti Galunggung : Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas
80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di
sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno.
Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di
sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian
30
depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada
gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah
satu sisi prasasti.
Candi Tuban : Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda
Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan
dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan
karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan kawasan candi
yang dianggap angker.Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian
karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir,
Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar.
Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam
dan kini diatas candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah
sampai satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif
masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban
menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan
jika sang laki – laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
Prasasti Talan : Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar.
Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap prasasti ini adalah
berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti dalam bentuk badan
manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap.Isi prasasti ini berkenaan dengan
anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan
memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang
telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040 Masehi)
dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari kewajiban
iuran pajak sehingga mereka memohon agar prasasti tersebut dipindahkan diatas batu
dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat
sangat terhadap raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat sehingga banyak karya
sastra yang dihasilkan. Karya sastra tersebut adalah sebagai berikut :
31
Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara
membuat syair yang baik.
Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian kepada raja
sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota
kerajaannya adalah Dahana.
Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai seorang
pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia
ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak
nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga
kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara
menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang
biasa disebut Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya
yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-turut
raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.
32
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri
Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi
pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari
perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan
ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi
upaya tersebut mengalami kegagalan.
Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12 , dimana Kediri tetap menjadi kerajaan
yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan dibayang-
bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan
suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran
dan raja – raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan
jenggala, kerajaan kembali dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke Kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan
naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar sehingga Kerajaan
Kadiri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi Tata
Tentrem Karta Raharja.
33
mendapat tempat yang terhormat. Bahkan Sang Prabu sendiri kerap melakukan tirakat,
tapa brata dan semedi. Beliau suka bermeditasi di tengah hutan yang sepi. Laku
prihatin dengan cegah dhahar lawan guling, mengurangi makan tidur.
Hal ini menjadi aktifitas ritual sehari-hari. Tidak mengherankan apabila Prabu
Jayabhaya ngerti sadurunge winarah (Tahu sebelum terjadi) yang bisa meramal owah
gingsire jaman. Ramalan itu sungguh relevan untuk membaca tanda-tanda jaman saat
ini.
34
Bab XVI : Kagelehan, berisi tentang sanksi kelalaian yang menyebabkan
kerugian publik.
Bab XVII : Atukaran, berisi tentang sanksi karena menyebarkan permusuhan.
Bab XVIII : Bumi, berisi tentang tata cara pungutan pajak
Bab XX : Dwilatek, berisi tentang sanksi karena melakukan kebohongan
publik.
Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab
Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi
rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi
berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga sangat menghargai dan
menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang
dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada
Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena
tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama
Jayabaya disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka
tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau
1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan
Hariwangsa.
Pada masa pemerintahan Kameswara juga ditulis karya sastra, antara lain
sebagai berikut:
Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja. Kitab itu
berisi pujian kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab itu juga
menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah Lubdaka sebagai
seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa,
ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Selain karya sastra tersebut, masih ada karya sastra lain yang ditulis pada
zaman Kediri, antara lain sebagai berikut.
35
Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai
anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong dan sakti. Kresna
akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
Adakalanya cerita itu dijumpai dalam bentuk relief pada suatu candi. Misalnya,
cerita Kresnayana dijumpai pada relief Candi Jago bersama relief Parthayajna dan
Kunjarakarna.
Empu Triguna hidup pada masa pemerintahan Prabu Jayawarsa di Panjalu pada
tahun 1026 Saka atau 1104 Masehi (Poerbatjaraka, 1957: 18). Prabu Jayawarsa ini
juga menjadi patron bagi para pujangga dalam mengembangkan dinamika ilmu hukum
dan tata praja. Para cendekiawan yang berbakat diberi fasilitas untuk
mengaktualisasikan idealismenya.
Menilik nama Empu Manoguna dan Triguna ada bagian yang sama,
kemungkinan besar dapat diduga keduanya masih ada hubungan kerabat atau
seperguruan. Yang jelas kedua Empu ini adalah konsultan dan penasehat utama Prabu
Jayawarsa.
Karya hukum dan tata praja ciptaan Empu Manoguna adalah Kakawin
Sumanasantaka, cerita yang bersumber dari Kitab Raguwangsa karya pujangga besar
dari India, Sang Kalisada. Pengaruh India ke dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuno
memang besar, baik yang bersifat Hindu maupun Buda. Hal ini tampak dengan
ungkapan bahasa Sansekerta yang masuk dalam kosakata ilmu pengetahuan Jawa
Kuno. Sumanasantaka berasal dari kata sumanasa = kembang dan antaka = mati.
Artinya adalah mati oleh kembang. Serat Sumanasantaka menceritakan kebijaksanaan
seorang raja dalam memimpin rakyatnya.
Karya hukum dan tata praja Empu Dharmaja yang terkenal adalah Kakawin
Smaradahana dan Kakawin Bomakawya. Kitab Smaradahana menceritakan Batara
Kamajaya yang punya sifat keagungan. Kitab Bomakawya menurut Teeuw (1946:97)
menceritakan cara memimpin yang berdasarkan pada nilai keadilan dan perdamaian.
36
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu
Jayabaya. Sukses gemilang Kerajaan Kediri didukung oleh tampilnya cendekiawan
terkemuka Empu Sedah, Empu Panuluh, Empu Darmaja, Empu Triguna dan Empu
Manoguna. Mereka adalah jalma sulaksana, manusia paripurna yang telah
memperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah kepemimpinan Prabu Jayabhaya,
Kerajaan Kadiri mencapai puncak peradaban, terbukti dengan lahirnya kitab-kitab
hukum dan kenegaraan sebagaimana terhimpun dalam karya-karya Kakawin
Bharatayuda oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh , Gathotkacasraya dan Hariwangsa
oleh Empu Panuluh yang hingga kini merupakan warisan ruhani bermutu tinggi.
Kerajaan Panjalu / Kediri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya yang juga
lebih dikenal dengan sebutan Dandang Gendis., dan dikisahkan dalam ”Pararaton” dan
”Nagarakretagama”. Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum
brahmana. Selama pemerintahannya, keadaan Kediri menjadi tidak aman.
Kestabilannya kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Raja Kertajaya mempunyai
maksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Hal ini ditentang oleh kaum Brahmana.
Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri semakin tidak aman.
Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu
diperintah oleh Ken Arok. Raja Kertajaya yang mengetahui bahwa kaum Brahmana
banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel, mempersiapkan pasukannya untuk
menyerang Tumapel. Sementara itu, Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana
melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di dekat Genter ,
sekitar Malang (1222 M). Dalam pertempuran itu pasukan Kediri berhasil
dihancurkan. Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri.
37
7. Kerajaan Singasari
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri
melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok
yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang
dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok, keluarga kerajaan ini menjadi
penguasa Singasari dan berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara
Pararaton dan Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singasari.
38
Versi Pararaton
Versi Nagarakretagama
Kertanagara ialah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singasari (1272-
1292), ia ialah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun
1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai
benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa mongol. Saat itu penguasa
Sumatra ialah Kerajaan Dharmasraya “kelanjutan dari Kerajaan Malayu”, Kerajaan ini
akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa
yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
D. Keruntuhan
8. Kerajaan Majapahit
B. Raja-raja Majapahit
Kala Gemet naik tahta setelah menggantikan ayahnya dengan mempunyai gelar
Sri Jayanegara. Pada Masa pemerintahannnya ditandai dengan adanya pemberontakan-
pemberontakan. Misalnya pada pemberontakan Ranggalawe 1231 saka,
pemberontakan Lembu Sora 1233 saka, pemberontakan Juru Demung 1235 saka,
pemberontakan Gajah Biru 1236 saka, Pemberontakan Nambi, Lasem, Semi, Kuti
dengan peristiwa Bandaderga. Pemberontakan Kuti ialah pemberontakan yang
berbahaya, hampir meruntuhkan Kerajaan Majapahit pada saat itu. tetapi semua itu
dapat diatasi. kemudian Raja Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri yang bernama
Tanca. Tanca dibunuh pula oleh Gajah Mada.
:”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring Gurun,
ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti palapa”.
4. Hayam wuruk
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda ialah 16 tahun serta
bergelar Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang didampingi oleh
Mahapatih Gajah Mada , pada saat itu Majapahit mencapai keemasannya. Dari Kitab
Negerakertagama lah maka dapat diketahui bahwa daerah kekuasaan pada masa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk,ialah hampir sama luasnya dengan wilayah
Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai pada negara-
negara tetangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada kekuasaaan Majapahit
ialah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah pimpinan Sri baduga Maharaja. Hayam
Wuruk kemudian bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan permaisurinya.
Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga Maharaja bersama
dengan para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu muslihat,
Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk serta putri Sunda dilangsungkan
begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda itu dipersembahkan kepada Majapahit
(sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan paham serta akhirnya terjadinya perang
Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga gugur, putri Sunda bunuh diri.
41
5. Wikramawardhana
C. Sumber Sejarah
kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya yang ketika menghadapi musuh
dari kediri serta tahun-tahun awal perkembangan Majapahit
Kitab Pararaton,
Kitab Negarakertagama,
D. Kehidupan Politik
1. Raja
a. Mahamantri i-hino
b. Mahamantri i-hulu
c. Mahamantri i-sirikan
Selain pejabat-pejabat yang telah disebutkan diatas , dibawah raja ini adalah
sejumlah raja daerah (paduka bharata) yang masing-masing memerintah pada suatu
daerah. Disamping raja-raja daerah adapula pejabat-pejabat sipil ataupun militer. Dari
susunan pemerintahannya kita dapat melihat bahwa sistem pemerintahan serta
kehidupan politik kerjaan Majapahit sudah sangat teratur.
43
kerajaan Majapahit terdiri atas pulau serta daerah kepulauan yang dapat menghasilkan
berbagai sumber barang dagangan.
Barang dagangan yang dipasarkan antara lain ialah seperti beras, lada,
gading, timah, besi, intan, ikan, cengkeh, pala, kapas serta kayu cendana.
Kerajaan Produsen – Majapahit mempunyai wilayah yang sangat luas dengan kondisi
tanah yang juga sangat subur. Dengan daerah subur itulah maka kerajaan Majapahit
ialah produsen barang dagangan.
Sebagai Kerajaan Perantara – Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari daerah
satu ke daerah yang lainnya. dalam Keadaan masyarakat yang teratur mendukung
terciptanya karya-karya budaya yang bermutu.
Candi : Antara lain candi Penataran (Blitar), Candi Tegalwangi dan candi Tikus
(Trowulan).
Sastra : Hasil sastra zaman Majapahit dapat kita bedakan menjadi
Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah,
diantaranya ada yang ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam
bentuk gancaran (prosa).
Kerajaan Buleleng ialah suatu kerajaan di Bali utara yang didirikan sekitar
pertengahan abad ke-17 dan jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1849. Kerajaan ini
dibangun oleh I Gusti Anglurah Panji Sakti dari Wangsa Kepakisan dengan cara
menyatukan seluruh wilayah-wilayah Bali Utara yang sebelumnya dikenal dengan
nama Den Bukit.
B. Kehidupan Politik
Pada tahun 989 hingga 1011 Kerajaan Buleleng diperintah oleh Udayana
Warmadewa, Udayana memiliki tiga putra yakni Airlangga, Marakatapangkaja dan
Anak Wungsu, kelak Airlangga akan menjadi terbesar Kerajaan Medang kemulan di
Jawa Timur. Menurut prasasti yang terdapat di pura batu Madeg, Raja Udayana
menjalin hubungan erat dengan Dinasti Isyana di Jawa Timur. Hubungan ini dilakukan
karena permaisuri Udayana bernama Gunapriya Dharmapatni merupakan keturunan
Mpu Sindok, kedudukan Raja Udayana digantikan putranya yakni Marakatapangkaja.
Anak pertama dinamakan wayan, kata wayan berasal dari wayahan yang
berarti tua.
Anak kedua dinamakan made, kata made berasal dari madya yang berarti
tengah.
Anak ketiga dinamakan nyoman, kata nyoman berasal dari nom yang berarti
muda.
Anak keempat dinamakan ketut, kata ketut berasal dari tut yang berarti
belakang.
D. Kehidupan Ekonomi
E. Kehidupan Agama
Agama Hindu dan Buddha mulai mendapatkan peranan penting pada masa
Raja Udayana. Pada masa ini pendeta Syiwa dan Brahmana Buddha diangkat sebagai
salah satu penasihat raja. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, raja dianggap penjelmaan
“inkarnasi” dewa. Bukti ini menunjukkan bahwa Raja Anak Wungsu dan rakyat
Buleleng merupakan penganut waisnawa yakni pemuja Dewa Wisnu. Selain agama
47
Hindu dan Buddha di Buleleng berkembang sekte-sekte kecil yang menyembah dewa-
dewa tertentu, misalnya sekte Ganapatya “penyembah Dewa Gana” dan Sora
“penyembah dewa Matahari”.
Meski hingga kini situs Kerajaan Tulang Bawang belum dapat dilacak
keberadaannya, namun usaha-usaha untuk meneliti dan menggali jejak-jejak
peninggalannya perlu terus dilakukan. Dalam perjalanan dan perkembangan sejarah
kebudayaan dan perdagangan di Nusantara digambarkan, Kerajaan Tulang Bawang
merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia. di samping Kerajaan Melayu,
Sriwijaya, Kutai dan Tarumanegara. Bahkan, Kerajaan Tulang Bawang yang pernah ada
di Pulau Sumatera (Swarna Dwipa) ini tercatat sebagai kerajaan tertua di Tanah Andalas.
Hal itu dibuktikan dari sejumlah temuan-temuan, baik berupa makam tokoh-tokoh serta
beberapa keterangan yang menyebut keberadaan kerajaan di daerah selatan Pulau
Sumatera ini. Kebudayaan Tulang Bawang adalah tradisi dan kebudayaan lanjutan dari
peradaban Skala Brak. Karena dari empat marganya, yaitu Buai Bulan, Buai Tegamoan,
Buai Umpu dan Buai Aji, di mana salah satu buai tertuanya adalah Buai Bulan, yang jelas
bagian dari Kepaksian Skala Brak Cenggiring dan merupakan keturunan dari Putri Si
Buai Bulan yang melakukan migrasi ke daerah Tulang Bawang bersama dua marga
lainnya, yakni Buai Umpu dan Buai Aji. Dengan demikian, adat budaya suku Lampung
Tulang Bawang dapat dikatakan lanjutan dari tradisi peradaban Skala Brak yang
berasimilasi dengan tradisi dan kebudayaan lokal, yang dimungkinkan sekali telah ada di
masa sebelumnya atau sebelum mendapatkan pengaruh dari Kepaksian Skala Brak.
Ketika syiar ajaran agama Hindu sudah masuk ke daerah Selapon, maka
mereka yang berdiam di Selapon ini mendapat gelaran Cela Indra atau dengan istilah
yang lebih populer lagi di kenal sebutan Syailendra atau Syailendro yang berarti bertahta
raja. Mengenai asal muasal kata Tulang Bawang berasal dari beberapa sumber.
49
Keberadaan Tulang Bawang, dalam berbagai referensi, mengacu pada kronik perjalanan
pendeta Tiongkok, I Tsing. Disebutkan, kisah pengelana dari Tiongkok, I Tsing (635-
713). Seorang biksu yang berkelana dari Tiongkok (masa Dinasti Tang) ke India dan
kembali lagi ke Tiongkok. Ia tinggal di Kuil Xi Ming dan beberapa waktu pernah tinggal
di Chang’an. Dia menerjemahkan kitab agama Budha berbahasa Sanskerta ke dalam
bahasa Cina Berdasarkan catatan dari I Tsing, seorang penziarah asal daratan Cina
menyebutkan, dalam lawatannya ia pernah mampir ke sebuah daerah di Tanah Chrise. Di
mana di tempat itu, walau kehidupan sehari-hari penduduknya masih bersipat tradisional,
tapi sudah bisa membuat kerajinan tangan dari logam besi yang dikerjakan pandai besi.
Warganya ada pula yang dapat membuat gula Aren yang bahannya dari pohon Aren.
50
Lampung” yang datang ke negeri Cina dalam abad ke 7 masehi. Yamin mengatakan,
perbandingan bahasa-bahasa Austronesia dapat memisahkan urat kata untuk menamai
kesaktian itu dengan nama asli, yaitu tu (to, tuh), yang hidup misalnya dalam kata-kata
tu-ah, ra-tu, Tu-han, wa-tu, tu-buh, tu-mbuhan dan lain-lain.
Pada masa Minak Patih Pejurit (Minak Kemala Bumi) terlihat benar susunan
struktur pertahanan ini. Tiap-tiap kampung dijaga oleh panglima-panglimanya. Seperti di
Kampung Dente Teladas, dijaga Panglima Batu Tembus dan Minak Rajawali, dengan
tugas pos pertahanan pertama dari laut. Arah ke hulu, Kampung Gedung Meneng,
Gunung Tapa dan Kota Karang, dengan panglimanya bernama Minak Muli dan Minak
Pedokou. Untuk pertahanan, tempat ini dijadikan pusat pertahanan kedua. Sementara,
Kampung Meresou atau Sukaraja, dijaga Panglima Minak Patih Ngecang Bumi dan
Minak Patih Baitullah, yang bertugas memeriksa (meresou) setiap musuh yang masuk.
Minak Kemala Bumi atau di kenal Haji Pejurit merupakan keturunan raja Kerajaan
Tulang Bawang yang telah beragama Islam. Ia lahir dan wafat pada abad ke 16 masehi.
51
Minak Kemala Bumi salah satu penyebar agama Islam di Lampung dan keturunan ke
sepuluh dari Tuan Rio Mangku Bumi, raja terakhir yang masih beragama Hindu. Haji
Pejurit atau Minak Patih Pejurit atau Minak Kemala Bumi mendalami ajaran agama Islam
berguru dengan Prabu Siliwangi (Jawa Timur). Lalu ia memperistri putri Prabu Siliwangi
bernama Ratu Ayu Kencana Wungu. Anak cucu dari keturunan mereka selanjutnya
menurunkan Suku Bujung dan Berirung. Selain catatan dan riwayat, bukti adanya
Kerajaan Tulang Bawang, diantaranya terdapat makam raja-raja seperti Tuan Rio
Mangku Bumi yang dimakamkan di Pagardewa, Tuan Rio Tengah dimakamkan di
Meresou dan Tuan Rio Sanak dimakamkan di Gunung Jejawi Panaragan. Selain itu, ada
pula makam para panglima yang berada di sejumlah tempat. Tuturan rakyat lain
mengatakan, raja Kerajaan Tulang Bawang bernama Kumala Tungga. Tak dapat
dipastikan dari mana asal raja dan tahun memerintahnya. Namun diperkirakan Kumala
Tungga memerintah kerajaan sekitar abad ke 4 dan 5 masehi (Sumber: Drs. Dafryus FA,
Menggala, 2009). Sampai sekarang belum ada yang bisa memastikan pusat Kerajaan
Tulang Bawang. Tapi ahli sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan, pusat kerajaan ini
terletak di hulu Way Tulang Bawang, yaitu antara Menggala dan Pagardewa, kurang
lebih dalam radius 20 kilometer dari pusat ibukota kabupaten, Kota Menggala. Meski
belum di dapat kepastian letak pusat pemerintahan kerajaan ini, namun berdasarkan
riwayat sejarah dari warga setempat, pemerintahannya diperkirakan berpusat di
Pedukuhan, di seberang Kampung Pagardewa. Kampung ini letaknya berada di
Kecamatan Tulang Bawang Tengah, yang sekarang tempat itu merupakan sebuah
kampung di Kabupaten Tulang Bawang Barat, pemekaran dari Kabupaten Tulang
Bawang.
Mengenai pusat pemerintahan kerajaan ini, pada sekitar tahun 1960 terjadi
peristiwa mistis yang dialami salah seorang warga Kampung Pagardewa bernama Murod.
Kejadian yang dialaminya itu seakan menjadi sebuah ‘petunjuk’ akan keberadaan
kerajaan yang sampai kini letak pusat pemerintahannya belum juga ditemukan secara
pasti. Waktu itu, Murod tengah mencari rotan di Pedukuhan. Kemudian ia ‘tersesat’ ke
sebuah tempat yang masih asing baginya. Di tempat tersebut, Murod melihat rumah yang
atapnya terbuat dari ijuk dan dipekarangannya terdapat taman. Di dalam rumah itu,
dilihatnya ada kursi kerajaan terbuat dari emas, gong serta perlengkapan lainnya. (Hi.
Assa’ih Akip, 1976 dan Hermani, SP, Pagardewa, 2009). Meningkatnya kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya pada akhir abad ke 7 masehi, di sebut dalam sebuah inskripsi batu
tumpul Kedukan Bukit dari kaki Bukit Seguntang, di sebelah barat daya Kota Palembang
mengatakan bahwa pada tahun 683, Kerajaan Sriwijaya telah berkuasa, baik di laut
maupun di darat. Dalam tahun tersebut berarti kerajaan ini sudah mulai meningkatkan
kekuasaannya. Pada tahun 686, negara tersebut telah mengirimkan para ekspedisinya
untuk menaklukkan daerah-daerah lain di Pulau Sumatera dan Jawa. Oleh karenanya,
diperkirakan sejak masa itu Kerajaan Tulang Bawang sudah dikuasai oleh Kerajaan
Sriwijaya, atau daerah ini tidak berperan lagi di pantai timur Lampung. Seiring dengan
makin berkembangnya Kerajaan Che-Li P'o Chie (Sriwijaya), nama dan kebesaran
Kerajaan Tulang Bawang sedikit demi sedikit semakin pudar. Akhirnya, dengan
bertambah pesatnya kejayaan Sriwijaya yang di sebut-sebut pula sebagai kerajaan
52
maritim dengan wilayahnya yang luas, sulit sekali untuk mendapatkan secara terperinci
prihal mengenai catatan sejarah perkembangan Kerajaan Tulang Bawang. Sumber lain
menyebutkan, Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan
Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan Sriwijaya,
pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak dapat menerima
ajaran tersebut menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang
menetap di Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih
eksis. Pada abad ke 7 masehi, nama Tola P'ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung,
yang kemudian di kenal dengan nama Lampung.
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka,
pada tahun 1994, diperoleh suatu petunjuk tentang kemungkinan adanya sebuah pusat
kekuasaan di daerah itu sejak masa sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat
kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan
candi Hindu (Waisnawa) terbuat dari batu bersama dengan arca-arca batu, di antaranya
dua buah arca Wisnu dengan gaya seperti arca-arca Wisnu yang ditemukan di Lembah
Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar
abad ke-5 dan ke-7 Masehi. Sebelumnya di situs Kota Kapur selain telah ditemukan
sebuah inskripsi batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686
Masehi), telah ditemukan pula peninggalan-peninggalan yang lain di antaranya sebuah
arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini.
53
BAB 3 PENUTUP
1. Kesimpulan
Agama hindu-budha datang ke Indonesia melalui para pedagang yang hendak pergi ke
China. Para pedagang tersebut singgah cukup lama di Indonesia untuk menunggu
angin ke arah utara.
Kalingga atau Ho-ling “sebutan dari sumber Tiongkok” merupakan sebuah kerajaan
bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Yang letak
pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara
Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang berdiri pada abad ke-7
dibuktikan dengan adanya prasasti kedukan Bukit di Palembang (682), Sriwijaya
menjadi salah satu kerajaan yang kuat di Pulau Sumatera. Nama Sriwijaya berasal dari
bahasa Sanskerta berupa “Sri” yang artinya bercahaya dan “Wijaya” berarti
kemenangan sehingga dapat diartikan dengan kemenangan yang bercahaya atau
gemilang.
Kerajaan Mataram Kuno, adalah kerajaan yang letaknya di Jawa Tengah dan
sempat dipindahkan ke Jawa Timur, alasan perpindahannya telah dijelaskan pada
Teori Van Bamellen. Pernah terjadi pertikaian antara Dinasti Sanjaya (Samaratungga)
dengan Dinasti Syailendra (Pramodhawardani) yang akhirnya membuat
Pramodhawardani melarikan diri ke Sumatra. Terdapat peristiwa bersejarah yang
disebut Peristiwa Mahapralaya di mana Kerajaan ini hancur diserang
Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Wurawari ketika sedang diadakan
pesta pernikahan.
Kerajaan Kediri, adalah kerajaan yang telah berhasil merebut kekuasaan Kerajaan
Mataram Kuno. Pernah terjadi pelarian kaum Brahmana ke wilayah Tumapel karena
54
mereka tidak dihargai di Kerajaan Kediri. Pelarian Brahmana tersebut membuat
Kerajaan Kediri mencetuskan peperangan dengan pasukan Tumapel dan menuai
kekalahan.
Kerajaan Singasari, adalah kerajaan yang awalnya adalah daerah Tumapel yang
kemudian berhasil membuat Kerajaan Kediri tunduk, dan dikuasai. Kerajaan ini
terkenal dengan kasus bunuh membunuh antarkeluarga, yang dipicu oleh keinginan
Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes. Kerajaan ini akhirnya dapat direbut kembali
oleh Kerajaan Kediri yang memanfaatkan kasus penyerangan pasukan Kubilaikhan ke
Kerajaan ini.
Kerajaan Buleleng merupakan kerajaan tertua di Bali, kerajaan ini berkembang pada
abad IX-XI Masehi. Kerajaan Buleleng diperintah oleh Dinasti Warmadewa,
keterangan mengenai kehidupan masyarakat kerajaan Bulelengh pada masa Dinasti
Warmadewa dapat dipelajari dari beberapa prasasti seperti prasasti Belanjong,
Panempahan dan Melatgede.
Dari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di daerah Lampung
adalah kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang Bawang. Berita Cina tertua yang
berkenaan dengan daerah Lampung berasal dari abad ke-5, yaitu dari kitab Liu-
sungShu, sebuah kitab sejarah dari masa pemerintahan Kaisar Liu Sung (420–479).
55
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, pada
tahun 1994, diperoleh suatu petunjuk tentang kemungkinan adanya sebuah pusat
kekuasaan di daerah itu sejak masa sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat
kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan arkeologi berupa sisa-sisa sebuah
bangunan candi Hindu (Waisnawa) terbuat dari batu bersama dengan arca-arca batu,
di antaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya seperti arca-arca Wisnu yang
ditemukan di Lembah Mekhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang
berasal dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 Masehi.
2. Saran
Kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-
Budha.
56
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-kutai-sejarah-raja-dan-bukti-peninggalan/
https://fokussatu.com/kerajaan-tarumanegara/
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-kalingga-sejarah-masa-kejayaan-runtuhnya/
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-sriwijaya-sejarah-kejayaan-keruntuhan-
peninggalan/
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-mataram-kuno-sejarah-raja-dan-peninggalan-
beserta-kehidupan-politiknya-secara-lengkap/
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-kediri-sejarah-raja-dan-peninggalan-beserta-
kehidupan-politiknya-secara-lengkap/
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-singasari-sejarah-awal-berdiri-silsilah-kejayaan-
keruntuhan/
https://www.gurupendidikan.co.id/sejarah-kerajaan-majapahit-terlengkap/
https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-buleleng-sejarah-kehidupan-politik-sosial-
budaya-ekonomi-agama/
https://www.gurusejarah.com/2017/07/sejarah-lengkap-kerajaan-tulang-bawang.html
https://www.gurusejarah.com/2017/07/sejarah-lengkap-kerajaan-kota-kapur.html
57