Anda di halaman 1dari 5

KERAJAAN WAJO

Kerajaan Wajo yang terletak di Sulawesi selatan itu didirikan pada tahun 1399. Kehidupan ekonomi
kerajaan tersebut yang paling menonjol mungkin pada masa pemerintahan La Salewangeng to tenrirua
Arung Matowa ke 30 dimana koperasi dibentuk untuk melakukan pembelian persenjataan yang
digunakan untuk pelatihan penggunaan senjata untuk keperluan perang saat itu. Sementara di bagian
sosial budaya adalah kentalnya pengaruh adat dalam kehidupan sehari-hari rakyat Wajo, dimana
hanya adatlah yang mereka jadikan pedoman. Masuknya pengaruh islam di tahun 1610 juga tidak
mempengaruhinya, bahkan terjadi hubungan kolaboratif-komulatif antara nilai-nilai adat dan agama,
yang berguna bagi mereka sebagai benteng yang tangguh terhadap pengaruh modernisasi dan
sekulerisme dari bangsa Barat.

Kondisi Geografis

Kabupaten wajo dengan ibu kotanya Sengkang, terletak dibagian tengah propinsi Sulawesi Selatan
dengan jarak 242 km dari ibukota provinsi, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir
merupakan selat, dengan posisi geografis antara 3º 39º - 4º 16º LS dan 119º 53º-120º 27 BT.

Batas wilayah Kabupaten Wajo sebagai berikut :


Sebelah Utara : Kabupaten Luwu dan Kabupaten Sidrap
Sebelah Selatan : Kabupaten Bone dan Soppeng,
Sebelah Timur : Teluk Bone
Sebelah Barat : Kabupaten Soppeng dan Sidrap

Luas wilayahnya adalah 2.506,19 Km² atau 4,01% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan dengan rincian
Penggunaan lahan terdiri dari lahan sawah 86.297 Ha (34,43%) dan lahan kering 164.322 Ha
(65,57%).

Pada tahun 2007 Kabupaten Wajo telah terbagi menjadi 14 wilayah Kecamatan, selanjutnya dari
keempat-belas wilayah Kecamatan di dalamnya terbentuk wilayah-wilayah yang lebih kecil, yaitu
secara keseluruhan terbentuk 44 wilayah yang berstatus Kelurahan dan 132 wilayah yang berstatus
Desa.

Masing-masing wilayah kecamatan tersebut mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang berbeda meskipun perbedaan itu relatif kecil, sehingga pemanfaatan sumber-sumber
yang ada relatif sama untuk menunjang pertumbuhan pembangunan di wilayahnya.
Kehidupan Politik

Pada pemerintahan La Salewangeng to tenrirua Arung Matowa ke 30, ia membangun Wajo pada sisi
ekonomi dan militer dengan cara membentuk koperasi dan melakukan pembelian senjata serta
melakukan pelatihan penggunaan senjata. La Maddukkelleng kemenakan La Salewangeng menjadi
Arung Matowa 31 dilantik di saat perang. Pada zamannya ia memajukan posisi wajo secara sosial
politik di antara kerajaan-kerajaan di sulawesi selatan

Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi kerajaan tersebut yang paling menonjol mungkin pada masa pemerintahan La
Salewangeng to tenrirua Arung Matowa ke 30 dimana koperasi dibentuk untuk melakukan pembelian
persenjataan yang digunakan untuk pelatihan penggunaan senjata untuk keperluan perang saat itu.
Sementara di bagian sosial budaya adalah kentalnya pengaruh adat dalam kehidupan sehari-hari
rakyat Wajo, dimana hanya adatlah yang mereka jadikan pedoman. Masuknya pengaruh islam di
tahun 1610 juga tidak mempengaruhinya, bahkan terjadi hubungan kolaboratif-komulatif antara nilai-
nilai adat dan agama, yang berguna bagi mereka sebagai benteng yang tangguh terhadap pengaruh
modernisasi dan sekulerisme dari bangsa Barat.

Kehidupan Sosial Budaya

Wajo mengalami perubahan struktural pasca Perjanjian Lapadeppa yang berisi tentang pengakuan
hak-hak kemerdekaan orang Wajo. Posisi Batara Wajo yang bersifat monarki absolut diganti menjadi
Arung Matowa yang bersifat monarki konstitusional. Masa keemasan Wajo adalah pada pemerintahan
La Tadampare Puangrimaggalatung. Wajo menjadi anggota persekutuan Tellumpoccoe sebagai
saudara tengah bersama Bone sebagai saudara tua dan Soppeng sebagai saudara bungsu.Wajo
memeluk Islam secara resmi pada tahun 1610 pada pemerintahan La Sangkuru patau mulajaji sultan
Abdurahman dan Dato Sulaiman menjadi Qadhi pertama Wajo. Setelah Dato Sulaiman kembali ke
Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri Tiro melanjutkan tugas Dato
Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke Bulukumba dan meninggal di sana. Wajo terlibat Perang
Makassar (1660-1669) disebabkan karena persoalan geopolitik di dataran tengah Sulawesi yang tidak
stabil dan posisi Arung Matowa La Tenrilai To Sengngeng sebagai menantu Sultan Hasanuddin.

Kehidupan Agama

Keberadaan kerajaan gowa tallo turut mempengaruhi perkembangan islam di wajo. Pengaruh tersebut
mulai masuk di kerajaan wajo bersamaan dengan penaklukan yang dilakukan kerjaan gowa-tallo.
Dalam hikayat lokaldituliskan bahwa islamisasi di kerajaan wajo dilakukan oleh datuk ri bandang dan
datuk sulaeman. Kedua tokoh tersebut memberikan pelajaran agama islam dan kalam fikih kepada
raja dan rakyat wajo.
TUGAS MAKALAH
KERAJAAN WAJO
D
I
S
U
S
U
N
OLEH

-Muflih Ridha Bustam


-Muh Awalun Rahmat

X-MIA 4
SMA NEGERI 4 KENDARI
Jln. Ahmad Yani No. 13, Kel. Bende Kec. Kadia
Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
2019

Anda mungkin juga menyukai