Pada tahun 1634, VOC mengadakan blokade terhadap Makassar, tetapi tidak
berhasil. Sebaliknya, di Buton bayak terjadi pembunuhan terhadap orang-orang
VOC. VOC mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar sehingga diadakan
perjanjian perdamaian yang berlangsung tahun 1637 - 1654.
Perjanjian damai antara Makassar dan VOC banyak dilanggar oleh VOC sendiri.
Akhirnya perang terbuka meletus pada awal tahun 1654 sampai dengan tahun 1655.
Pertempuran terjadi di berbagai tempat seperti di Gowa, Buton, dan Maluku secara
serentak. VOC harus membagi kekuatan menjadi tiga bagian padahal tempatnya
berjauhan. VOC yang berperang di berbagai daerah secara serentai itu akhirnya
kewalahan. VOC kembali mengajak berdamai dengan perjanjian yang
menguntungkan Makassar. Namun perjanjian damai itu sebenarnya hanya siasat
VOC untuk mengatur strategi dan persiapan yang lebih besar.
Pada tahun 1660 VOC mengadakan serangan kembali ke Makassar. Namun VOC
belum sepenuhnya menguasai Makassar. Untuk menguasai Makassar, VOC
membantu Raja Bone, Aru Palaka yang bermusuhan dengan Sultan Hasanuddin
(Sultan Gowa).
Pada tahun 1666 VOC bersama Aru Palaka mengadakan serangan besar-besaran
terhadap Makassar dan Bonthain. Perang yang dahsyat banyak membawa korban di
kedua belah pihak. Pada tahun 1667 VOC dan Aru Palaka makin meningkatkan
serangan terhadap Bonthain dan Makassar. Di bawah pimpinan Speelman, VOC
berhasil menguasai Bonthain. Gowa (Makassar) bertahan mati-matian, tapi akhirnya
tidak mampu menghadapi serangan gabungan VOC dengan Aru Palaka. Oleh Karena
itu, jatuhlah Makassar ke tangan VOC. Berakhirnya perlawanan Makassar ditandai
dengan perjanjian damai yang disebut Perjanjian Bongaya (1667).