Oleh :
MUTMAINNAH.M
Kelas XI IPS 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah dibahas pada bab sebelumnya, Indonesia yang berada di bumi bagian timur
ini memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tanah yang subur sehingga memudahkan
tumbuhnya berbagai tumbuhan termasuk rempah – rempah yang menjadi salah satu
incaran dari berbagai penjuru dunia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa
hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju
ke Aceh. Dengan demikian perdagangan di Aceh semakin ramai. Hal ini telah
mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan. Perkembangan
Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai ancaman, oleh karena itu,
Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh. Pada tahun 1523 Portugis
melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues, dan menyusul pada
tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa serangan Portugis ini mengalami
kegagalan.
Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan.
Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun berada.
Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada tahun
1524/1525 diburu oleh kapal kapal Portugis untuk ditangkap. Sudah barang tentu
tindakan Portugis telah merampas kedaulatan Aceh yang ingin bebas dan berdaulat
berdagang dengan siapa saja, mengadakan hubungan dengan bangsa manapun atas
dasar persamaan.
Ketika itu Inggris dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan
Iskandar Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di
antara keduanya dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan
kepada Kerajaan Aceh.
Karena merasa kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang Inggris dan
Belanda mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda mencoba
3
melaksanakan perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak berhasil,
karena armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.
Pada akhir pemerintahan Sultan Iskandar uda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat
kekalahan Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh
membutuhkan banyak beaya untuk membangun armadanya kembali. Maka dengan
sangat terpaksa, Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di wilayahnya.
Dalam pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC merebut
Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat Malaka. Akibatnya
peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.
Untuk menghadapi Portugis, Sultan Ternate menyerukan agar rakyat dari Irian
sampai ke Pulau Jawa bersatu melawan Portugis. Maka berkobarlah perlawanan umum
di Maluku terhadap Portugis. rakyat Maluku bangkit melawan Portugis. Kerajaan
Ternate dan Tidore bersatu. Akibatnya Portugis terdesak. Karena merasa terdesak,
Portugis lalu mendatangkan pasukan dari Malaka, di bawah pimpinan Antonio Galvao.
Pasukan bantuan tersebut menyerbu beberapa wilayah di kerajaan Ternate.
Pada tahun 1565 rakyat Ternate bangkit kembali melawan Portugis di bawah pimpinan
Sultan Hairun. Portugis hampir terdesak, tetapi kemudian melakukan tindakan licik.
Sultan Hairun diajak berunding. Untuk itu Sultan Hairun diundang agar datang ke
benteng Portugis. Dengan jiwa kesatria dan tanpa perasaan curiga Sultan memenuhi
undangan Portugis.
4
Setiba di benteng Portugis Sultan Hairun dibunuh. Peristiwa itu membangkitkan
kemarahan rakyat Maluku. Perlawanan umum berkobar lagi di bawah pimpinan Sultan
Baabullah, pengganti Sultan Hairun. Pada tahun 1574 benteng Portugis dapat direbut
oleh Ternate. Dengan demikian rakyat Ternate berhasil mempertahankan
kemerdekaannya dari penjajahan Portugis.
Pasukan bantuan dari Malaka di bawah pimpinan Antonio Galvao tidak hanya
menyerbu Ternate, tetapi juga Tidore. Armada Portugis mengepung pelabuhan Tidore.
Rakyat Tidore telah siap. Orang-orang Tidore mulai menembaki armada Portugis.
Pertempuran pun berkobar dengan sengitnya. Orang-orang Portugis berhasil mendarat
dan merebut kota Tidore.
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan
Agung antara lain:
mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan mengusir kekuasaan asing dari bumi
Nusantara. Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang
keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan
serangan ke Batavia. Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan
serangan ke Batavia, yakni tindakan monopoli yang dilakukan VOC. VOC sering
menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka VOC
menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan keberadaan VOC di Batavia telah
memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan
perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen.
Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal
5
22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa
menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi
kompeni VOC berusaha menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua pihak
tidak dapat dihindarkan. Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan
Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu
oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di
bawah pimpinan Dipati Ukur. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram
melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan tentara VOC dengan
senjatanya jauh lebih unggul, sehingga dapat memukul mundur semua lini kekuatan
pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam pertempuran itu.
Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil.
4. Perlawanan Banten
Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan
Ageng Tirtayasa) dan puteranya bernama Pangeran Purbaya (Sultan Haji). Sultan Ageng
Tirtayasa dengan tegas menolak segala bentuk aturan monopoli VOC dan berusaha
mengusir VOC dari Batavia. Pada tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami
kegagalan, yaitu ditandai oleh keberhasilan Belanda dalam memaksa Sultan Ageng
Tirtayasa untuk menandatangani perjanjian monopoli perdagangan.
Pada tahun 1683, VOC menerapkan politik adu domba (devide et impera) antara
Sultan Ageng Tirtayasa dengan puteranya yang bernama Sultan Haji, sehingga terjadilah
perselisihan antara ayah dan anak, yang pada akhirnya dapat mempersempit wilayah
serta memperlemah posisi Kerajaan Banten. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat
mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Kemenangan Sultan Haji atas bantuan VOC
tersebut menghasilkan kompensasi dalam penandatanganan perjanjian dengan
kompeni.
Pada tahun 1750, terjadi perlawanan rakyat Banten terhadap Sultan Haji (yang
menjadi raja setelah menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa), atas tindakan Sultan Haji
6
(rajanya) yang sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri. Perlawanan rakyat
Banten ini dapat dipadamkan oleh Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai imbalan jasa,
VOC diberi hak untuk memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan
Sumatera Selatan.
5. Perlawanan GOWA
Tuntutan VOC terhadap Makasar ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk
perlawanan dan penolakan semua bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh
karena itu, kompeni selalu berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar
sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi
pada tahun 1654. Kedua pertempuran tersebut diawali dengan perilaku VOC yang
berusaha menghalang-halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan
Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut Makasar
memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun
1666 – 1667 dalam bentuk perang besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan
kompeni dibantu oleh pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari
7
Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang
pelabuhan Makasar dari laut, sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan
berhasil mendorong suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan
Hasanudin serta melakukan penyerbuan ke Makasar.
Peperangan berlangsung seru dan cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar
masih dapat dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan
Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa
Bongaya pada tahun 1667.
Perlawanan rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab
kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap
Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya
dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap
melakukan perlawanan terhadap VOC.
Raja Siak sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1744) memimpin rakyatnya
untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut Jolor kemudian ia membuat benteng
pertahanan di pulau Bintan. Dari pertahanan di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul
Jalil mengirim pasukan di bawah Komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syeh wafat.
Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar
Syah (1746-1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu
memerangi VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra
Pahlawan.
8
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat.
Sebagai gantinya diangkatlah puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar
Syah (1746-1760). Raja ini juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu
memerangi VOC di Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra
Pahlawan. Tahun 1751 berkobar perang melawan VOC. Sebagai strategi menghadapi
serangan Raja Siak, VOC berusaha memutus jalur perdagangan menuju siak. VOC
mendirikan benteng pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai
Idragiri, Kampar, sampai pulau Guntung yang berada di Muara Sungai Siak.
Sultan Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru.
Disepakati bahwa VOC harus dilawan dengan tipu daya. Sultan diminta berpura-pura
berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada Belanda. Oleh Karena itu, siasat ini
dikenal dengan “siasat hadiah sultan”. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan
damai diadakan di loji di Pulau Guntung.
Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa
dan jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha dan Islam banyak pedagang Cina yang tinggal di daerah pesisir, bahkan
tidak sedikit yang menikah dengan penduduk Jawa. Begitu juga pada masa
pemerintahan VOC di Batavia, banyak orang Cina yang datang ke Jawa. VOC memang
sengaja mendatangkan orang-orang Cina dari Tiongkok. Dalam rangka mendukung
kemajuan perekonomian di Jawa. Orang-orang Cina yang datang ke Jawa tidak semua
yang memiliki modal. Banyak diantara mereka termasuk golongan miskin. Mereka
kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang menjadi pencuri.
9
Pada suatu ketika tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan
peristiwa ini sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan.
Oleh karena itu, para serdadu VOC mulai bereaksi dengan melakukan sweeping
memasuki rumah-rumah orang cina dan kemudian melakukan pembunuhan terhadap
orang-orang Cina yang ditemukan di setiap rumah. Sementara yang berhasil meloloskan
diri dan melakukan perlawanan di berbagai daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu
tokohnya yang terkenal adalah Oey Panko atau kemudian dikenal dengan sebutan Khe
Panjang, kemudian di Jawa menjadi Ki sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan perannya
dalam memimpin perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.
Perlawanan terhadap VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh
bangsawan kerajaan yakni pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Perlawanan
berlangsung sekitar 20 tahun. Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang
bergelar Adipati Arya Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar.
Pada usia 14 tahun Raden Mas said sudah diangkat sebagai gandek kraton (pegawai
rendahan di Istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa sudah
berpengalaman, Raden Mas said kemudian mengajukan permohonan untuk
mendapatkan kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas Said justru mendapat
cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-kaitkan dengan tuduhan ikut
membantu pemberontakan orang-orang Cina yang sedang berlangsung. Mas said pergi
menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh karena pengikutnya mas said
diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara
Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said yang dikenal masyarakat
yakni Pangeran Sambernyawa. Pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang
10
siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang
tanah di Sukowati (di wilayah sragen sekarang). Mas Said tidak menghiraukan apa yang
dilakukan Pakubuwana II di istana, ia terus melancarkan perlawanan kepada kerajaan
maupun VOC.
1. Perang Tondano
“ Perang Tondano yang terjadi pada 1808 – 1809 adalah perang yang meilbatkan orang
Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX.
Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik
pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya
mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara.”
11
Perang Tondano I
Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa
barat orang-orang Spanyol sudah sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara). Orang
Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen dengan tokohnya
Franciscus Xaverius. Hubungan mengalami perkembangan tatapi pada abad ke-17
hubungan dagang mereka terganggu dengan munculnya VOC. Pada waktu itu VOC
berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos
mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh
Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk
mengawai pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga pedagang Makasar
bebas berdagang mulai tersingkir oleh VOC. Apalagi Spanyol harus meninggalkan
Indonesia menuju Filipina.
Perang Tondano II
Perang Tondano II terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada abad ke-19,
yakni pada masa kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur
Jenderal Daendels. Deandels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris,
memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah pasukan maka direkrut
pasukan dari kalangan pribumi . Mareka yang dipilih adalah suku-suku yang memiliki
keberanian adalah orang Madura, Dayak dan Minahasa. Atas perintah Deandels melalui
Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung
(pemimpin walak atau daerah setingkat distrik). dari Minahasa ditarget untuk
mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan di kirim ke jawa. Ternyata
orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program Deandels untuk merekrut pemuda-
pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Kemudian para ukung bertekad untuk
mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas
perjuangannya di Tondano Minahasa.
Menanggapi kondisi yang demikian para tokoh dan pemuda maluku melakukan
serangkaian pertemuan rahasia.sebagai contoh telah di adakan petemukan rahasia di
pulau haruku, pulau yang di huni orang-orang islam. Selanjutnya pada tanggal 14 mei
1817 di pulau saparua ( pulau yang di huni orang-orang kristen ) kembali di adakan
pertemuan di sebuah tempat yang sering di sebut hutan kayu putih. Dalam berbagai
pertemuan itu di simpulkan bahwa rakyat maluku tidak ingin terus menderita di bawah
keserkahan dan kekejaman belanda. Oleh karena itu, perlu mengadakan perlawanan
untuk menentang kebijakan belanda. Residen saparua harus di bunuh. Sebagai
pemimpin perlawanan di percayakan kepada pemuda yang bernama thomas matulessy.
Yang kemudian terkenal dengan gelarnya patimura. Thomas matulesy pernah bekerja
pada dinas angkatan perang inggris.
Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun 1821–
1837. Perang ini digerakkan oleh para pembaru Islam yang sedang konflik dengan kaum
Adat. Mengapa dan bagaimana Perang Padri itu terjadi? Perang Padri sebenarnya
merupakan perlawanan kaum Padri terhadap dominasi pemerintahan Hindia Belanda
di Sumatera Barat. Perang ini bermula adanya pertentangan antara kaum Padri dengan
kaum Adat. Adanya pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat telah menjadi
pintu masuk bagi campur tangan Belanda. Perlu dipahami sekalipun masyarakat
Sumatera Barat sudah memeluk agama Islam, tetapi sebagian masyarakat masih
memegang teguh adat dan kebiasaan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran
Islam.
13
Sejak akhir abad ke-18 telah datang seorang ulama dari kampung Kota Tua di
daratan Agam. Karena berasal dari kampung Kota Tua maka ulama itu terkenal dengan
nama Tuanku Kota Tua. Tuanku Kota Tua ini mulai mengajarkan pembaruan-
pembaruan dan praktik agama Islam. Dengan melihat realitas kebiasaan masyarakat,
Tuanku Kota Tua menyatakan bahwa masyarakat Minangkabau sudah begitu jauh
menyimpang dari ajaran Islam. Ia menunjukkan bagaimana seharusnya masyarakat itu
hidup sesuai dengan Al Quran dan Sunah Nabi. Di antara murid dari Tuanku Kota Tua
ini adalah Tuanku Nan Renceh. Kemudian pada tahun 1803 datanglah tiga orang ulama
yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni: Haji Miskin, Haji Sumanik dan
Haji Piabang. Mereka melanjutkan gerakan pembaruan atau pemurnian pelaksanaan
ajaran Islam seperti yang pernah dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang-orang yang
melakukan gerakan pemurnian pelaksanaan ajaran Islam di Minangkabau itu sering
dikenal dengan kaum Padri. Mengenai sebutan padri ini sesuai dengan sebutan orang
Padir di Aceh. Padir itu tempat persinggahan para jamaah haji. Orang Belanda
menyebutnya dengan padri yang dapat dikaitkan dengan kata padre dari bahasa
Portugis untuk menunjuk orang-orang Islam yang berpakaian putih. Sementara kaum
Adat di Sumatera Barat memakai pakaian hitam.
4. Perang Diponegoro
14
Memasuki abad ke-19, keadaan di Jawa khususnya di Surakarta dan Yogyakarta
semakin memprihatinkan. Intervensi pemerintah kolonial terhadap pemerintahan lokal
tidak jarang mempertajam konflik yang sudah ada dan atau dapat melahirkan konflik
baru di lingkungan kerajaan. Hal ini juga terjadi di Surakarta dan Yogyakarta. Campur
tangan kolonial itu juga membawa pergeseran adat dan budaya keraton yang sudah
lama ada di keraton bahkan melahirkan budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya
Nusantara, seperti minum-minuman keras. Dominasi pemerintahan kolonial juga telah
menempatkan rakyatsebagai objek pemerasan, sehingga semakin menderita. Pada
waktu itu pemerintah kerajaan mengizinkan perusahaan asing menyewa tanah sawah
untuk kepentingan perusahaan. Pada umumnya tanah itu disewa dengan penduduknya
sekaligus. Akibatnya, para petani tidak dapat mengembangkan hidup dengan
pertaniannya, tetapi justru menjadi tenag kerja paksa. Rakyat tetap hidup
menderita.Perubahan pada masa Van der Capellen juga menimbulkan kekecewaan.
Beban penderitaan rakyat itu semakin berat, karena diwajibkan membayar berbagai
macam pajak, seperti: (a) welah-welit (pajak tanah), (b) pengawang-awang (pajak
halaman kekurangan), (c) pecumpling (pajak jumlah pintu), (d) pajigar (pajak ternak),
(e) penyongket (pajak pindah nama), dan (f) bekti (pajak menyewa tanah atau
menerima jabatan). Di samping berbagai pajak itu masih ada pajak yang ditarik di
tempat pabean atau tol. Semua lalu lintas pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan
seorang ibu yang menggendong anak di jalan umum juga harus membayar pajak.
Dalam suasana penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil seorang bangsawan,
putera Sultan Hamengkubuwana III yang bernama Rade Mas Ontowiryo atau lebih
terkenal dengan nama Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro merasa tidak puas
dengan melihat penderitaan rakyat dan kekejaman serta kelicikan Belanda. Pangeran
Diponegoro merasa sedih dengan menyaksikan masuknya budaya Barat yang tidak
sesuai dengan budaya Timur. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro berusaha
15
menentang dominasi Belanda yang kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan.
Tanggal 20 Juli 1825 meletuslah Perang Diponegoro.
5. Perlawanan di Bali
Bali adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada abad ke 19 bali
belum banyak menarik perhatian orang-orang. Baru tahun 1830 pemerintahan Hindia
Belanda aktif menanamkan pengaruhnya. Perkembangan dominasi belanda menyulut
api perlawanan rakyat bali “perang puputan”.
Karena kelihaian belanda raja-raja bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi
penghapusan hukum tawan karang.tahun 1844 raja Buleleng dan Karang Asem belum
melaksanakan perjanjian tersebut dibuktikan dengan perampasan atas isi 2 kapal
belanda yang terdampar dipantai sangsit (Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) . belnda
memaksa raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian tersebut,benda juga memaksa
untuk membayar ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng menolak dengan tegas
tuntutan tersebut yang menyebabkan perang terjadi. Pati Ktut Jelantik mempersiapkan
pos-pos dan prajurit . buleleng juga mendapat dukungan dari kerajaan karang asem dan
klungkung. Tanggal 27 juli 1846 1.700 pasukan barat menyerbu kampung-kampung
tepi pantai ada juga pasukan laut dengan kapal selam. Karena persenjataan belanda
lebih lengkap dan modern pejuang buleleng demakin terdesak dan jebol . ibu kota
singaraja dikuasai belanda. Kemudian belanda mendesak untuk menandatangani
perjanjian tanggal 6 juli 1846 yang isinya 1.dalam waktu 3 bulan,raja buleleng harus
menghancurkan semua benteng buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh
16
membangun benteng baru, 2.raja buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang
yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah 75.000 gulden,dan raja harus menyerahkan I
Gusti Ktut Jelantik kepada pemerintah belanda,3. Belanda diizinkan menempatkan
pasukannya di Buleleng.
6. Perang banjar.
7. Aceh Berjihad.
Aceh dikenal karena adanya tsunami tahun 2004 dan seburtan serambi mekkah.
ibarat serambi mekkah merupakan daerah dan kerajaan yang berdaulat. Tetapi
kedaulatan terganggu karena keserakaan dan dominasi belanda.dominasi dan
kekejaman tersebut melahirkan Perang Aceh,perang terjadi pada tahun 1873-1912
17
Perkembangan politik yang semakin memohok kesultanan aceh adalah
ditandatanganinya traktat sumatera antara belanda dengan inggris 2 november 1871.
isi traktat tersebut antara lain inggris memberi kebebasan kepada Belanda untuk
memperluas daerah kekuasaannya diseluruh sumatera. Tahun 1873 Aceh mengirim
Habib Abdurahman pergi ke Turki untuk meminta bantuan senjata.
8. Perang Batak
Di Batak terdapat beberapa kelompok batak. Misalnya Batak Toba, Batak Karo,
Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Pakpak. Basis masyarakat batak berada di
daerah kompleks perkampungan yang disebut huta. Gabungan dari huta disebut horja.
Kesatuan dari beberapa bius itu terbentuklah satu wilayah kerajaan. Tahun 1870 yang
menjadi raja patuan bosar ompu pulo yang bergelar Si Singamangaraja XII. Masuknya
dominasi belanda ketanah batak disertai dengan penyebaran agama kristen. Namun hal
tersebut ditolak oleh raja si singamangaraja karena ditakutkan akan menghilngkan
tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara turun temurun.
18
besar. Si singamangaraja berhasi meloloskan diri dan menyingkir. Namun berhasil
diburu belanda. Dengan kekuatannya belanda berhasil menguasai tempat-tempat itu
semua.
Juli tahun 1889 Si Singamangaja XII ke Bali angkat senjata. Tetapi tanggal 4 Desember
1899 huta puong jatuh ke tangan belanda. Pasukan Belanda dibawah pimpinan van
Daden mengadakan operasi sapu bersih. Tahun 1907 belanda fokus menangkap si
singamangaraja XII. Taggal 17 junio 1907 belanda berhasil menangkap Si
Singamangaraja XII, dalam kleadan terdesak dia dan putera puteranya melarikan diri.
Namun dalam pertempuran tersebut Si Singamangaraja berhasil tertembak mati, begitu
juga puterinya dan kedua puteranya Sutan Nagari dari Patuan. Dengan demikian
berakhirlah perlawanan Batak.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akibat adanya kesewenang – wenangan Bangsa Barat khusnya Portugis dan VOC,
timbullah perlawanan dari rakyat pribumi untuk mengusir dan menghapus segala
bentuk kejahatan, kesewenang – wenangan, dan penjajahan yang tidak
berperikemanusiaan tersebut.
B. Saran
20