Disusun Oleh :
Kelompok 5
Nama : Agung Sumarna
Diah Anita
Ika Sofiana
M. Alfarizi
Rizki Warinta
Tinarsih
Kelas : Xi Mia 3
Mapel : Sejarah Indonesia
A. Perang Pattimura
Perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh Pattimura. Adapun latar belakang perlawanan
rakyat Maluku tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Pemerintah Kolonial memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib.
b. emerintah kolonial menurunkan tarif hasil bumi yang wajib diserahkan, sedangkan
pembayarannya tersendat-sendat.
c. Pemerintah kolonial memberlakukan uang kertas, sedangkan rakyat Maluku telah terbiasa
dengan uang logam.
d. Pemerintah kolonial menggerakkan pemuda Maluku untuk menjadi prajurit Belanda.
Perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda diawali dengan tindakan Kapitan
Pattimura yang mengajukan daftar keluhan kepada Residen Van den Bergh. Dalam daftar
keluhan tersebut berisi tindakan semena- mena pemerintah kolonial yang menyengsarakan
rakyat. Keluhan tersebut tidak ditanggapi Belanda sehingga rakyat Maluku di bawah pimpinan
Kapitan Pattimura menyerbu dan merebut Benteng Duurstede di Saparua. Dalam pertempuran
tersebut, Residen Van de Bergh terbunuh. Perlawanan kemudian meluas ke Ambon, Seram, dan
tempat lainnya. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Namun, kemudian Belanda
mengerahkan segenap kekuatannya untuk melawan rakyat Maluku. Akhirnya pada awal Agustus
1817, Benteng Duurstede dapat direbut kembali oleh Belanda. Namun, perlawanan rakyat
Maluku tetap berlanjut dengan cara bergerilya.
Perlawanan rakyat Maluku berakhir dengan menyerahkan Kapitan Pattimura dengan
teman-temannya kepada Residen Liman Pietersen. Setelah Kapitan Pattimura dan teman-
temannya diadili di Ambon, pada tanggal 16 Desember 1817 dihukum mati di depan Benteng
Nieuw Victoria. Mereka gugur sebagai pahlawan dalam membela rakyat yang tertindas .
B. Perang Padri
Di Sumatra Barat pada awal abad ke-19 muncul gerakan Wahabiah yang tujuannya
memurnikan ajaran agama Islam. Kelompok pendukung gerakan Wahabiah dikenal sebagai
kaum Padri. Gerakan yang dilakukan kaum Padri ini mendapat tentangan dari kelompok
penghulu yang menganggap dirinya keturunan raja Minangkabau.
Dalam pertentangan antara kaum Padri dan kaum Adat (karena cenderung
mempertahankan adat, mereka dikenal dengan kaum adat), pemerintah Belanda berpihak kepada
kaum adat. Antara Residen de Puy dan Tuanku Suruaso beserta empat belas penghulu adat
mengadakan perjanjian pada tanggal 10 Februari 1821. Dari perjanjian tersebut pasukan Belanda
menduduki beberapa daerah di Sumatra Barat. Peristiwa tersebut menandai dimulainya Perang
Padri.
Perang Padri terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Perang Padri I (Tahun 1821-1825)
Terjadinya Perang Padri I ditandai dengan serangan kaum padri ke pos Belanda di
Sumawang, Sulit Air, Enam kota, Rau, dan Tanjung Alam. Pusat kekuatan kaum padri di Bonjol
dan Alam Panjang. Di Bonjol pada tanggal 22 Januari 1824 disepakati perjanjian perdamaian,
tetapi pasukan Belanda melakukan pelanggaran perjanjian. Hal tersebut menimbulkan
perlawanan yang lebih dahsyat lagi dari kaum padri. Dalam perkembangannya, pada tanggal 15
November 1825 di Padang disepakati perjanjian perdamaian. Belanda melakukan tawaran
perdamaian karena pasukan Belanda ditarik ke Jawa untuk menghadapi perlawanan Pangeran
Diponegoro. Adanya peristiwa perdamaian di Padang tersebut menandai berakhirnya Perang
Padri I.
E. Perang Banjar
Di Kalimantan juga terjadi perjuangan melawan pemerintahan kolonial Belanda. Berikut
perjuangan rakyat Banjarmasin dalam melawan pemerintah kolonial Belanda. Belanda mulai
masuk ke wilayah Banjarmasin pada masa pemerintahan Sultan Adam. Pada tahun 1850
terjadi permusuhan di antara keluarga kerajaan. Dengan keadaan tersebut dimanfaatkan oleh
Belanda. Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan politik kerajaan dengan cara
mengadu domba antar keluarga Sultan. Di Kerajaan Banjarmasin ada tiga kelompok yang
saling berebut kekuasaan, yaitu sebagai berikut.
a. Kelompok Pangeran Tamjidillah (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah yang sangat dibenci oleh rakyat karena tingkah lakunya yang
kurang baik. Pangeran Tamjidillah memiliki hubungan yang erat dengan Belanda.
Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai sultan pada tahun 1852.
b. Kelompok Pangeran Prabu Anom (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah kelompok yang tidak disenangi rakyat karena tindakannya yang
sewenang-wenang.
c. Kelompok Pangeran Hidayatullah (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah kelompok yang disenangi rakyat dan dicalonkan menjadi pengganti
Sultan Adam.
Setelah Sultan Adam meninggal pada tahun 1857, di kerajaan terjadi perebutan
kekuasaan. Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai sultan Kerajaan Banjarmasin.
Namun, pengangkatan Pangeran Tamjidillah tersebut tidak disukai rakyat. Adapun Pangeran
Prabu Anom (saingan Tamjidillah) diasingkan ke Jawa oleh Belanda.
Pada waktu terjadi kekacauan tersebut, meletuslah Perang Banjarmasin (1859) yang
digerakkan oleh Pangeran Antasari. Pangeran Antasari adalah putra Sultan Muhammad yang anti
Belanda. Dalam Perang Banjarmasin tersebut, Belanda berusaha menarik perhatian rakyat
dengan menurunkan Pangeran Tamjidillah dan mengangkat Pangeran Hidayatullah sebagai
sultan, tetapi Pangeran Hidayatullah menolak. Pada tahun 1860 Belanda menjadikan seluruh
Kerajaan Banjarmasin menjadi wilayah kekuasaannya.
Pangeran Hidayatullah memihak Pangeran Antasari, tetapi pada tahun 1862 Pangeran
Hidayatullah ditawan Belanda dan dibuang ke Cianjur. Selanjutnya perang diteruskan oleh
Pangeran Antasari yang diangkat menjadi sultan oleh rakyat. Setelah menjadi sultan, perang
berkobar kembali. Namun Pangeran Antasari terkena wadah cacar. Setelah sakit beberapa hari,
Pangeran Antasari meninggal pada tahun 1862.