Anda di halaman 1dari 26

Kelompok 3 :

1. David Adi Nugroho 08


2. Deri Eko Fauzi 09
3. Dhian Safitri 10
4. Nandira Putri A 23
5. Rifqi Daffa Ariyana 27
6. Rizal Ganda Setiawan 29
PETA KONSEP
KONFLIK DAN PERGOLAKAN YANG
BERKAITAN DENGAN SISTEM
PEMERINTAHAN YANG
MENGANCAM DISINTEGRASI BANSA

PERMASALAHAN
PEMBERONTAKAN
NEGARA FEDERAL
PRRI dan PERMESTA
DAN BFO

PERISTIWA INTERNAL
EKONOMI
CIKINI AD

INTERVENSI
KOMUNIS
ASING
Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Sistem
Pemerintahan yang Mengancam Disintegrasi Bangsa
Pengertian
Suatu permasalahan berupa konflik atau pergolakan
yang berkaitan dengan sistem pemerintahan yang
mengancam disintegrasi bangsa
Terdapat 2 aspek yang dibahas, yakni :
1. Pemberontakan PRRI dan Permesta
2. Persoalan Negera Federal dan BFO
Pemberontakan PRRI dan Permesta

1.1 Pengertian
1.2 Latar Belakang
1.3 Ulasan singkat
Pengertian Pemberontakan PRRI dan Permesta

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia


(biasa disingkat dengan PRRI) merupakan salah satu
gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal
15 Februari 1958 dengan keluarnya ultimatum dari Dewan
Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad
Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia.
Sedangkan Permesta atau Perdjuangan Semesta
atau Perdjuangan Rakjat Semesta adalah sebuah gerakan
militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh
pemimpin sipil dan militer Indonesia Timur pada 2 Maret
1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusatnya berada di
Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi.
Lanjutan
Lanjutan
Ada ketidakadilan yang dirasakan beberapa tokoh
militer dan sipil di daerah terhadap pemerintah pusat yang
dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan.
Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan
dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada
Desember 1956 dan Februari 1957 seperti:
1. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh
Letkol Ahmad Husein
2. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh
Kolonel Maludin Simbolan.
3. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh
Letkol Barlian.
4. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh
Kolonel Ventje Sumual.
Latar Belakang Pemberontakan PRRI dan Permesta
Umumnya semua bermuara pada ketidakpuasan
rakyat atau pimpinan di luar Jawa (Daerah) terhadap
penyelenggaraan pemerintahan (Pusat) yang dilakukan
para pemimpin RI karena dirasakan terlalu sentralistis &
berorientasi Jawa. Adapun latar belakang
pemberontakan PRRI dan Permesta dapat di jelaskan
seperti point-point dibawah ini
1. Gagalnya perekonomian bangsa
2. Kesenjangan dalam internal tentara angkatan darat
3. Ancaman komunisme
4. Peristiwa Cikini
5. Intervensi asing
Ulasan Singkat Pemberontakan PRRI dan Permesta

Gagalnya perekonomian bangsa


Ini merupakan salah satu dampak dari terpusatnya
pembangunan di jawa. Dikatakan demikian karena muncul
rasa ketidak puasan dari pemimpin ataupun rakyat di daerah
dengan sistem pengalokasian dana untuk daerah yang dinilai
tidak adil. Konflik yang terjadi ini sangat dipengaruhi oleh
tuntutan keinginan akan adanya otonomi daerah yang lebih
luas. Selain itu ultimatum yang dideklarasikan itu bukan
tuntutan pembentukan negara baru maupun
pemberontakan, tetapi lebih merupakan protes mengenai
bagaimana konstitusi dijalankan. Pada masa bersamaan
kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca
agresi Belanda. Hal ini juga memengaruhi hubungan
pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan
berbagai ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada
daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Ulasan Singkat Pemberontakan PRRI dan Permesta
Kesenjangan dalam internal Angkatan Darat
Masalah gagalnya perekonomian berimbas pada
kesejahteraan prajurit TNI yang membuat pimpinan2 militer di
daerah kecewa. Maka mereka menempuh jalan sendiri2 dalam
menghimpun dana, yaitu melakukan perdagangan tanpa prosedur
yang seharusnya. Ketidakpuasan di daerah2 ini diperburuk dengan
kondisi internal tentara, khususnya AD, yang tidak kompak & bisa
dibilang terpecah belah.Perpecahan di tubuh AD ini ditandai
dengan peristiwa 17 Oktober 1952 dimana, menurut 1 versi,
pimpinan AD mengajukan petisi kepada Presiden Soekarno untuk
membubarkan Parlemen. Tindakan ini mendapat kecaman dari
internal AD yang kontra 17 Oktober 1952 yang berbuntut pada
diberhentikannya Mayjen Nasution dari jabatan KSAD. Masalah
ini berbuntut panjang & menjadi salah 1 sebab yang mendorong
perwira2 di Daerah ikut serta dalam PRRI/Permesta.
Ulasan Singkat Pemberontakan PRRI dan Permesta
Ancaman Komunisme

Hal ini di dasarkan ketika pemerintah pusat


mengambil kebijakan "mengampuni" PKI &
memberikan kesempatan berkembang biak di
Indonesia. Hasilnya, PKI masuk dalam 4 besar
parpol di Pemilu 1955.
Ulasan Singkat Pemberontakan PRRI dan Permesta
Peristiwa Cikini
Pada tanggal 10 s/d 13 September 1957 ketika diadakan musyawarah
nasional oleh PM Djuanda dengan mengundang semua stakeholders termasuk
“perwira-perwira pembangkang”. Dalam acara ini sempat dibentuk Panitia
Tujuh yang menilai “perwira-perwira pembangkang”. Sebulan kemudian
diadakan musyawarah pembangunan nasional tapi kurang membawa hasil.

Di tengah upaya tersebut, pada tanggal 30 Nopember 1957 terjadi


percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang terkenal dengan
nama Peristiwa Cikini. Efek dari peristiwa ini semakin memperburuk
hubungan antara Pusat & Daerah karena Soekarno menduga upaya tersebut
didalangi oleh “perwira-perwira pembangkang”.

Akibatnya, para perwira pembangkang yang dituduh oleh Pusat mengadakan


serangkain pertemuan, di antaranya yang krusial adalah Pertemuan Sungai
Dareh pada 9 & 10 Desember 1957, yang mempersatukan daerah yang sedang
bergejolak.
Ulasan Singkat Pemberontakan PRRI dan Permesta
Intervensi Asing
Konstelasi ini pastinya tidak luput dari pengamatan AS sebagai
kekuatan utama dari blok Barat (kapitalis) kontra blok Timur (komunis)
yang sedang berebut pengaruh dari negara-negara Asia-Afrika, termasuk
Indonesia. Apalagi PKI semakin menancapkan pengaruhnya. AS dan
sekutunya merasa khawatir dengan masa depan Indonesia. Hal ini
dipandang oleh banyak pengamat sebagai pintu masuk keterlibatan asing
terhadap PRRI/Permesta. Suatu fakta jelas menyebutkan bahwa pada bulan
Oktober 1957 CIA menawarkan bantuan keuangan & senjata kepada Kolonel
M. Simbolon. Bahkan pesawat amfibi Catalina tercatat pernah mendarat di
Danau Singkarak untuk keperluan ini, termasuk pengangkutan personil
PRRI dengan kapal selam ke luar negeri untuk memperoleh latihan di
Singapura, Thailand & Malaya.
Dalam suatu seminar di Pusat Kajian Wilayah Amerika, Kampus UI Depok,
tanggal 21 April 1998, dalam rangka 50 tahun hubungan Indonesia-AS,
Kolonel Ventje Sumual mengakui bahwa para pimpinan Permesta telah
mengadakan hubungan dengan pihak AS malah ia katakan:
"Sayalah yang mengadakan hubungan...sebagai orang yang bertekad
melakukan perlawanan bersenjata melawan Pusat sesuai kesepakatan
Sungai Dareh"
Ulasan Singkat Pemberontakan PRRI dan Permesta

Puncak dari serangkaian peristiwa ini adalah saat


diumumkannya Piagam Perjuangan pada tanggal 10 Februari 1958 jam
10.00 di Padang oleh Ketua Dewan Perjuangan, Kolonel Ahmad Hussein,
yang isinya kurang lebih mengultimatum Presiden untuk mengambil
kembali mandat dari Kabinet Djuanda dalam waktu 5 x 24 jam.
Pusat kemudian menindaklanjuti tuntutan Daerah dengan mengadakan
sidang kabinet pada 11 Pebruari 1958 yang isinya menolak ultimatum
Dewan Perjuangan.
Penolakan dari Pemerintah Pusat direspon dengan membentuk dan
mengumumkan Kabinet PRRI pada 15 Februari 1958.
Presiden Soekarno yang baru tiba dalam lawatan ke luar negeri
memerintahkan tindakan tegas terhadap penyelewengan yang
diumumkan PRRI.
TOKOH-TOKOH
Pemimpin dari gerakan Pemimpin dari Permesta
PRRI
Persoalan Negera Federal dan BFO

2.1 Pengertian
2.2 Latar Belakang
2.3 Ulasan singkat
Pengertian Persoalan Negara Federal dan BFO
Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni
adalah suatu negara yang secara resmi merdeka dan
diakuikedaulatannya namun secara de-facto berada di
bawah kontrol negara lainnya. Negara boneka secara
harfiah berarti negara di mana pemerintahannya dapat
disamakan seperti boneka yang dimainkan oleh
pemerintah negara lainnya sebagai dalang.
Latar Belakang Persoalan Negara Federal dan BFO
Permasalahan ini muncul dimulai sejak Perundingan Linggarjati
disetujui dan ditanda tangani dan di perparah dengan penandatanganan
perundingan yang lainnya, seperti Roem-Royen. Konsep Negara Federal
dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/
Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang
ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946
misalnya, pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti
oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras
dari para politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar
bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.
Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu
Indonesia Raya digunakan atau tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT)
juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi.
Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan
negara federal ini (1947)
Ulasan Singkat Persoalan Negara Federal dan BFO

Perundingan Linggarjati
Perjanjian Linggarjati sebagaimana kita
ketahui memiliki dampak negatif khususnya
bagi rakyat indonesia dan hal ini menimbulkan
pro dan kontra di kalangan masyarakat
Indonesia, contohnya beberapa partai seperti
Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia,
dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut
menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti
lemahnya pemerintahan Indonesia untuk
mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden
No. 6/1946, dimana bertujuan menambah
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar
pemerintah mendapat suara untuk mendukung
perundingan linggarjati.
Ulasan Singkat Persoalan Negara Federal dan BFO
Perundingan Roem Royen
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap
saja tidak mau mengakui kelahiran negara indonesia. Dan Belanda pun membuat
negara boneka yang bertujuan mempersempit wilayah kekuasaan Republik
Indonesia. Negara boneka tersebut dipimpin oleh Van Mook. Dan Belanda
mengadakan konferensi pembentukan Badan Permusyawaratan Federal(BFO) 27
Mei 1948.
Dan pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda mengadakan Agresi Militer
Belanda dengan menyerang kota Yogyakarta dan menawan Presiden dan Wakil
Presiden beserta pejabat lainnya. Namun sebelum itu Presiden mengirimkan
radiogram kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang mengadakan perjalanan di
Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Dengan begitu Indonesia menunjukkan kegigihan mempertahankan
wilayahnya dari segala agresi Belanda. Akhirnya konflik bersenjata harus segera
diakhiri dengan jalan diplomasi. Dan atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia,
maka pada tanggal 14 April 1949 diadakan perundingan di Jakarta di bawah
pimpinan Merle Cochran, Anggota Komisi Amerika.
Ulasan Singkat Persoalan Negara Federal dan BFO
Konferensi Inter Indonesia
Merupakan konferensi yang berlangsung antara negara
Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian
bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada awalnya
pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan
mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia.
Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah
setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap
Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka
pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO
jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-
Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya
Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.
BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan
lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang
memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil
Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede
Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan BFO.
Ulasan Singkat Persoalan Negara Federal dan BFO
Dalam tubuh BFO juga bukan tidak terjadi
pertentangan. Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan
Juli 1948, BFO telah terpecah ke dalam dua kubu. Kelompok
pertama menolak kerjasama dengan Belanda dan lebih memilih
RI untuk diajak bekerjasama membentuk Negara Indonesia
Serikat. Kubu ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gde Agung
(NIT) serta R.T. Adil Puradiredja dan R.T. Djumhana (Negara
Pasundan). Kubu kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II
(Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur).

Lanjutan
Lanjutan
Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949),
persaingan antara golongan federalis dan unitaris makin
lama makin mengarah pada konflk terbuka di bidang militer,
pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) telah menimbulkan masalah psikologis. Salah satu
ketetapan dalam KMB menyebutkan bahwa inti anggota
APRIS diambil dari TNI, sedangkan lainnya diambil dari
personel mantan anggota KNIL. TNI sebagai inti APRIS
berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya, yaitu
KNIL. Sebaliknya anggota KNIL menuntut agar mereka
ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan mereka
menentang masuknya anggotaTNI ke negara bagian
(TaufiAbdullah danAB Lapian, 2012.).
TOKOH TOKOH
Kesimpulan
1. Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar
terjadi bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi semacam itu.
Karena itulah kita harus selalu waspada dan terus melakukan upaya untuk
menguatkan persatuan bangsa Indonesia.
2. Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses disintegrasi
sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak yang timbul
karena persoalan ideologi, kepentingan atau berkait dengan sistem
pemerintahan, telah berakibat pada banyaknya kerugian fiik, materi
mental dan tenaga bangsa.
3. Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa Indonesia
bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi ikut
campurnya bangsa asing pada kepentingan nasional bangsa Indonesia.
4. Untuk mengantisipasi disintegrasi yang sudah terjadi terulang, sebagai
generasi muda bangsa ini haruslah berjuang dengan cara mengisi
kemerdekaan.
Penutup
Sudah selayaknya kita sebagai generasi muda
mempelajari dan memahami potensi disintegrasi bangsa
sehingga kita bisa meminimalisir tindakan tersebut
terjadi lagi.

Anda mungkin juga menyukai