Anda di halaman 1dari 4

Revolusi Menegakkan Panji Panji NKRI

B.Antara perang dan diplomasi

1.Rangkaian Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati merupakan langkah-langkah yang diambil olehpemerintah Republik


Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda dengan jalan diplomatik.
Perjanjian itu melibatkan pihak Indonesia dan Belanda. Wakildari Belanda adalah Dr. H.J. Van Mook.
Indonesia diwakili Perdana Menteri Republik Indonesia

a. Perundingan Awal di Jakarta

Pada tanggal I Oktober 1945, telah diadakan perundingan antara Christison (Inggris) dengan pihak
Republik Indonesia. Dalam perundingan ini Christison mengakui secara de factoterhadap Republik
Indonesia. Hal ini pula yang memperlancar gerak masuk Sekutu ke wilayah Indonesia. Kemudian, pihak
pemerintah RI pada tanggal 1 November 1945 mengeluarkan maklumat politik.

c. Pelaksanaan Perundingan Linggarjati

Kegagalan dalam perundingan Hooge Veluwe, pada April 1946, menjadikan pemerintah
Indonesia untuk beralih pada tindakan militer. Pemerintah Indonesia berpendapat perlu melakukan
serangan umum di kedudukan Inggris dan Belanda yang berada di Jawa dan Sumatra. Pada awal
November 1946, perundingan diadakan di Indonesia, bertempat di Linggarjati. Pelaksanaan sidang-
sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946.

d. Konferensi Malino

Dalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda melakukan tekanan politik dan
militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino.
Penyelenggaraan konferensi ini bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang
baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Di samping itu, di Pangkal
Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas. Konferensi Malino
diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang pada 1 Oktober
1946.

2. Agresi Militer I

Di tengah-tengah upaya mencari kesepakatan dalam pelaksanaan isi Persetujuan Linggarjati,


ternyata Belanda terus melakukan tindakan yang justru bertentangan dengan isi Persetujuan
Linggarjati. Di samping mensponsori pembentukan pemerintahan boneka, Belanda juga terus
memasukkan kekuatan tentaranya. Belanda pada tanggal 27 Mei 1947 mengirim nota ultimatum
yang isinya antara lain sebagai berikut.

a. Pembentukan Pemerintahan Federal Sementara (Pemerintahan Darurat) secara bersama.

b. Pembentukan Dewan Urusan Luar Negeri.

c. Dewan Urusan Luar Negeri, bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor, impor, dan devisa; dan

d. Pembentukan Pasukan Keamanan dan Ketertiban Bersama gendarmerie, Pembentukan Pasukan


Gabungan ini termasuk juga di wilayah RI

3. Peran Komisi Tiga Negara

Masalah Indonesia-Belanda telah dibawa dalam sidang-sidang PBB. Hal ini menunjukkan bahwa
masalah Indonesia telah menjadi perhatian bangsa-bangsa dunia. Kekuatan Indonesia di forum
internasional pun semakin kuat dengan kecakapan para diplomator Indonesia yang meyakinkan
negara-negara lain bahwa kedaulatan Indonesia sudah sepantasnya dimiliki bangsa Indonesia. Tentu
saja bahwa kepercayaan bukan disebabkan oleh para diplomator saja. Perjuangan rakyat Indonesia
adalah bukti bahwa kemerdekaan merupakan kehendak seluruh rakyat Indonesia. PBB sebagai
organisasi internasional berperan aktif menyelesaikan konflik antara RIdengan Belanda. Berikut ini
beberapa peran PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda.
4. Perjanjian Renville

Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera melakukan
kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Indonesia dan Belanda tidak mau mengadakan pertemuan
di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak. Oleh karena itu, Amerika Serikat menawarkan untuk
mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda
kemudian menerima tawaran Amerika Serikat.

5. Agresi Militer II dan Penangkapan Pimpinan Negara

Sebelum macetnya perundingan Renville sudah ada tanda-tanda bahwa

Belanda akan melanggar persetujuan Renville. Oleh karena itu, pemerintah RIdan TNI sudah
memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu Belanda akan melakukan aksi militernya untuk
menghancurkan RI dengan kekuatan senjata. Untuk menghadapi kekuatan Belanda, maka dibentuk
Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin oleh A.H. Nasution dan Hidayat.

6. Peran PDRI : Penjaga Eksistensi RI

Pada saat terjadi agresi militer Belanda II, Presiden Sukarno telah membuat mandat kepada
Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukittinggi untuk membentuk pemerintah
darurat. Sukarno mengirimkan mandat serupa kepada Mr. Maramis dan Dr. Sudarsono yang sedang
berada di New Delhi, India apabila pembentukan PDRI di Sumatra mengalami kegagalan. Namun,
Syafruddin berhasil mendeklarasi berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini dilakukan di
Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948.

7. Tetap Memimpin Gerilya

Kalau para pemimpin pemerintahan seperti Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan
beberapa menteri ditangkap Belanda, Panglima Besar Sudirman yang dalam kondisi sakit hanya
dengan satu paru-paru justru tetap teguh untuk memimpin perang gerilya. Ia dan rombongan melakukan
perjalanan dan pergerakan dari Yogyakarta menuju Gunungkidul dengan melewati beberapa
kecamatan, menuju Pracimantoro, Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek dan Kediri. Dalam gerakan gerilya
dengan satu paru-paru itu Sudirman kadang harus ditandu atau dipapah oleh pengawal masuk hutan,
naik gunung, turun jurang harus memimpin pasukan, memberikan motivasi dan komando kepada TNI dan
para pejuang untuk terus mempertahankan tegaknya panji-panji NKRI. Dari Kediri lalu memutar
kembali melewati Trenggalek, terus melakukan perjalanan sampai akhirnya di Sobo. Di tempat ini telah
dijadikan markas gerilya sampai saat Presiden dan Wakil Presiden dengan beberapa menteri kembali ke
Yogyakarta.

8. Serangan Umum 1 Maret 1949

Pada saat para pemimpin ditangkap, Panglima TNI Jenderal Sudirman memimpin perang
gerilya. Beliau dan pasukannya segera meninggalkan kota dan mengatur siasat. Bagaimana peranan TNI
setelah agresi militer Belanda II? Apakah mereka masih melakukan perlawanan terhadap Belanda? Pihak
Belanda ternyata tidak mau segera menerima resolusi DK PBB, tanggal
28 Januari 1949. Belanda masih mengakui bahwa RI sebenarnya tinggal nama. RI sudah tidak ada,
yang ada hanyalah para pengacau. Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwana IX lewat radio
menangkap berita luar negeri tentang rencana DK PBB yang akan mengadakan sidang lagi pada
bulan Maret 1949, untuk membahas perkembangan di Indonesia.
9. Persetujuan Roem-Royen

Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dilancarkan oleh para pejuang Indonesia, telah membuka
mata dunia bahwa propaganda Belanda itu tidak benar. RI dan TNI masih tetap ada. Namun Belanda tetap
membandel dan tidak mau melaksanakan resolusi DK PBB 28 Januari. Perundingan pun menjadi macet

10. Yogya Kembali

Bagaimana setelah disetujuinya Perjanjian Roem Royen? Bagaimana proses kembalinya RI dan
nasib pasukan gerilya yang dipimpin Jenderal Sudirman? Sebagai pelaksanaan dari kesepakatan itu, maka
pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan Belanda ditarik mundur ke luar Yogyakarta. Setelah itu TNI masuk
ke Yogyakarta. Peristiwa keluarnya tentara Belanda dan masuknya TNI ke Yogyakarta dikenal dengan
Peristiwa Yogya Kembali. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Yogyakarta pada tanggal
6 Juli 1949.

11. Konferensi Inter Indonesia

Belanda tidak berhasil membentuk negara-negara bagian dari suatu negara federal. BFO. Namun
di antara para pemimpin BFO banyak yang sadar dan melakukan pendekatan untuk bersatu kembali
dalam upaya pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini terutama didorong oleh sukses yang
diperoleh para pejuang dan TNI kita dalam perang gerilya. Mereka sadar hanya akan dijadikan alat
dan boneka bagi kekuasaan Belanda. Oleh karena itu perlu dibentuk semacam front untuk menghadapi
Belanda.

12. Konferensi Meja Bundar

Perjanjian Roem Royen belum menyelesaikan masalah Indonesia Belanda. Salah satu agenda
yang disepakati Indonesia-Belanda adalah penyelenggaraan Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
Bagaimana pelaksanaan KMB tersebut? Bagaimana kelanjutan perjuangan bangsa Indonesia dalam
mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah selesai KMB? Mari kita lacak peristiwa-
peristiwa proses pengakuan kedaulatan RI dari Belanda! Indonesia telah menetapkan delegasi yang
mewakili KMB yakni Moh. H atta, Moh. Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamijoyo,
Dr. Sukiman, Ir. Juanda, Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Mr. Suyono Hadinoto, Mr. AK.
Pringgodigdo, TB. Simatupang, dan Mr. Sumardi. Sedangkan BFO diwakili oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak.

13. Pembentukan Republik Indonesia Serikat

Isi KMB diterima oleh KNIP melalui sidangnya pada tanggal 6 Desember 1949. Tanggal
14 Desember 1949 diadakan pertemuan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Pertemuan ini dihadiri
oleh wakil-wakil Pemerintah RI, pemerintah negara-negara bagian, dan daerah untuk membahas
Konstitusi RIS. Pertemuan ini menyetujui naskah Undang-Undang Dasar yang akan menjadi
Konstitusi RIS.

14. Pengakuan Kedaulatan

Pada tanggal 27 Desember 1949, terjadilah penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia
yang dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Negeri Belanda, delegasi Indonesia dipimpin oleh
Moh. Hatta sedangkan pihak Belanda hadir Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, dan
Menteri Seberang Lautan Sasseu bersama-sama menandatangani akte penyerahan kedaulatan di Ruang
Tahta Amsterdam. Di Indonesia dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi
Mahkota Belanda A.H.S. Lovink.

C. Nilai-nilai Kejuangan Masa Revolusi

1. Persatuan dan Kesatuan

Persatuan dan kesatuan adalah nilai yang sangat penting di dalam setiap bentuk perjuangan.
Semua organisasi atau kekuatan yang ada, sekalipun dengan paham/ideologi atau organisasi yang
berbeda, namun tetap bersatu dalam menghadapi kaum penjajah untuk mencapai kemerdekaan. Pada
masa perlucutan senjata terhadap Jepang, perang melawan Sekutu maupun

Belanda, semua anggota TNI, berbagai anggota kelaskaran dan rakyat bersatu padu.

2. Rela Berkorban dan Tanpa Pamrih

Nilai kejuangan bangsa yang sangat menonjol di masa perang kemerdekaan adalah rela
berkorban. Para pemimpin, rakyat, dan para pejuang pada umumnya benar-benar rela berkorban
tanpa pamrih. Sebagai contoh Jenderal Sudirman yang dalam keadaan sakit, hanya dengan satu paru-
paru tetap memimpin perang gerilya. Ia telah menempuh perjalanan kurang lebih 1000 km dalam waktu
sekitar enam bulan dengan penuh derita, lapar dan dahaga, tetapi semangatnya tak pernah padam. Ia tidak
hanya mempertaruhkan jiwa dan raganya tetapi juga mengorbankan harta benda untuk tegaknya cita-cita
Proklamasi, Negara Indonesia yang bersatu, sejahtera, aman dan tenteram. Begitu juga tokoh-tokoh
pejuang yang lain.
3. Cinta pada Tanah Air

Rasa cinta pada tanah air merupakan faktor pendorong yang sangat kuat bagi para pejuang kita untuk
berjuang di medan laga. Timbullah semangat patriotisme di kalangan para pejuang kita untuk melawan
penjajah. Sebagai perwujudan dari rasa cinta tanah air, cinta pada tumpah darahnya maka munculah
berbagai perlawanan di daerah untuk melawan kekuatan kaum penjajah. Di Sumatra, di Jawa, Bali,
Sulawesi dan tempat-tempat lain, muncul pergolakan dan perlawanan menentang kekuatan asing, demi
kemerdekaan tanah airnya.

4. Saling Pengertian dan Harga Menghargai

Di dalam perjuangan mencapai dan mempertahankan kemerdekaan, diperlukan saling pengertian


dan sikap saling menghargai di antara para pejuang. Sebagai contoh perbedaan pandangan antara
pemuda (Syahrir )dengan Bung Karno-Bung Hatta dari golongan tua, tetapi karena saling pengertian dan
saling menghargai, maka kesepakatan dapat tercapai. Teks proklamasi dapat diselesaikan dan
kemerdekaan dapat diproklamasikan, adalah bukti nyata sebuah kekompakan dan saling pengertian
di antara para tokoh nasional.

Kelompok 4;khoirunnisa
Dwi sri wulandari
Siti nur aisyah
Lilis suryani
Fera rindiyani
Hikmah wahyu lestari
Elyya risma wati

Anda mungkin juga menyukai