Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah Swt. Dengan rida dan rahmat-Nya, kami
akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah dengan judul "Kepengarangan Sastra Melayu Riau" disusun untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Budaya Melayu Riau. Selain itu, kami juga berharap bahwa penyusunan makalah ini bisa
bermanfaat untuk dunia pendidikan, khususnya para pelajar yang saat ini sedang belajar sejarah
Sastra Melayu Riau.
Seiring dengan makin berkembangnya waktu, makin banyak remaja yang belum menyadari
pentingnya belajar sejarah. Padahal, ilmu yang sering dianggap membosankan ini ternyata memiliki
banyak manfaat bagi kita.
Makalah ini akan bisa memberikan pemahaman baru tentang sejarah Kepengarangan Sastra Melayu
Riau. Oleh karena itu, kami berharap ada banyak orang yang berkenan membaca tulisan sederhana
ini.
Segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini sepenuhnya milik kami. Kami terbuka untuk
menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Semoga karya sederhana ini bisa menambah wawasan para pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Indonesia memiliki latar belakang budaya tinggi yang tertulis dalam karya sastra. Kekayaan yang dimiliki
Indonesia sangat beragam, di antaranya berupa karya sastra, seni, dan kebudayaan. Keanekaragaman
karya sastra Indonesia bisa diketahui dengan banyaknya karya sastra daerah. Karya sastra daerah yang
sangat terkenal, salah satunya adalah karya sastra Melayu. Kesastraan Melayu memiliki dua bentuk
utama, yaitu prosa dan puisi. Bentuk kesusastrraan Melayu lama berbeda dengan sastra Indonesia baru
mulai dari peraturan penyusunannya hingga isinya. Seperti yang diketahui, bahwa sastra adalah suatu
kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek & Warren, 1990:1).

Sesuai dengan fungsinya yang ada, karya sastra menurut Horatio adalah dulce et utile (menyenangkan
dan berguna). Dianggap berguna karena pengalaman jiwa yang dibeberkan dalam naskah GDB dan
dikatakan menyenangkan karena naskah ini enak dibaca. Suatu karya sastra akan berfungsi sesuai
dengan sifatnya. Kedua segi tadi, kesenangan dan manfaat, harus ada dan saling mengisi. Kesenangan
yang diperoleh dari sastra bukan seperti kesenangan fisik lainnya, melainkan kesenangan yang lebih
tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan. Sedang manfaatnya, keseriusan itu bersifat
didaktis, yaitu keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis, dan keseriusan persepsi. (Wellek &
Warren, 1990:26-27).

Terkait dengan pengertian sastra Tjokrowinoto menjelaskan bahwa:

Sastra klasik dan sastra modern mempunyai batasan. Batasan itu salah satunya adalah batas waktu. Bagi
sastra Indonesia “batas waktu” tersebut adalah abad ke-20 atau kisaran tahun 1900. Karya-karya sastra
yang lahir sebelum tahun 1900 termasuk ke dalam sastra lama, dan termasuk karya sastra baru bila
karya-karya sastra tersebut diciptakan setelah tahun 1900.

Dengan adanya batasan waktu tersebut terlihat jelas perbedaan bentuk dan isinya. Jika dilihat dari
susunan masyarakat dari masa ke masa, jelas berbeda karena masyarakat pada masa dulu sangat
terpengaruh oleh adat istiadat. Pengarang pada masa itu tidak berani mengungkapkan jati dirinya. Pada
masa itu para pengarang hanya berani menulis perasaan masyarakat dan mengemukakan keadaan
masyarakat yang hidup adil makmur karena kebaikan sri baginda. Serta menceritakan kehidupan
keluarga istana yang bahagia dan sejahtera (Tjokrowinoto, 1999: 2).

Kami bermaksud menulis makalah ini untuk menjabarkan Kepengaran Sastra Melayu yaitu bentuk,
sejarah dan penulisannya.
2. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk Sastra Melayu Riau?

2. Apa saja karya-karya Sastra Pengarang Riau?

3. Jelaskan nilai-nilai kehidupan masyarakat Melayu Riau?

4. Bagaimana penulisan karya Sastra Melayu Riau?

3. Tujuan
 Mengidentifikasi kepengarangan Sastra Melayu Riau
 Menjelaskan karya-karya Sastra Pengarang Riau
 Menentukan topik tentang nilai-nilai kehidupan masyarakat Melayu Riau
 Bisa menulis sebuah karya sastra dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat Riau
BAB II

PEMBAHASAN

4. Isi

A. Bentuk Sastra Melayu Riau

1). Mantra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mantra adalah susunan kata yang memiliki unsur-unsur sebuah
puisi (rima dan irama), biasanya mengandung kekuatan ghaib, dan biasanya juga diucapkan oleh seorang
dukun atau pawang untuk menangkal kekuatan ghaib yang lainnya. Dalam kajian sastra lama, mantra
disebut juga dengan jampi, serapah, cuca, sembur, seru dan tangkal. Mantra termasuk dalam jenis
sastra lisan seperti halnya pantun dan syair. Namun pada mantra terbilang lebih khusus karena mantra
hanya diucapkan orang tertentu saja, dan dianggap memiliki kekuatan gaib untuk mendapatkan tujuan-
tujuan tertentu. Dalam aplikasinya, mantra tergolong pada puisi bebas, karena tidak terikat dengan
aturan rima dan sejenisnya. Bahkan adakalanya para pawang yang membacakan mantra sendiri tidak
tahu arti dari mantra yang ia baca. Yang diketahui hanyalah kapan mantra itu harus dibaca.

Mantra sebagai budaya melayu,


Munculnya mantra sebagai salah satu tradisi budaya melayu salah satunya dilatar belakangi karena
kehidupan masyarakat Melayu yang dekat dengan alam. Mantra dianggap memiliki kekuatan gaib yang
menyatu dengan alam. Seiring perkembangan kehidupan manusia yang semakin canggih dan jauh
dengan alam, tradisi lisan ini mulai ditinggalkan masyarakat. Masyarakat melayu melakukan pewarisan
turun temurun mantra terhadap keluarga dan keturunannya sehingga pewarisan budaya itu terjadi.
Kekayaan sastra yang dimiliki masyarakat Melayu diwariskan kepada generasi selanjutnya, baik berupa
sastra tulisan maupun sastra lisan. Mantra menjadi salah satu warisan sastra lisan yang masih kita
temukan sampai saat ini.

Sebelum Islam datang di tanah Melayu, mantra umumnya adalah kata-kata yang identik dengan
mambang, hantu dan sejenisnya. Setelah Islam datang mewarnai melayu, sebagian mantra yang ada
diubah dan digabungkan dengan ayat-ayat Al Quran. Sebab mantra memang sudah ada di masyarakat
melayu, jauh hari sebelum Islam datang. Karena itulah tak heran jika mantera termasuk dalam salah satu
sastra melayu yang paling tua.

Namun demikian, ada juga kalangan yang berpendapat, mantra hanyalah sebagian kecil dari keagungan
khazanah budaya melayu yang ada, tak perlu menjadikannya sebagai sesuatu yang besar. Sebab pada
hakikatnya melayu sendiri merupakan keagungan yang menjadi simbol kearifan, moralitas,
intelektualitas, spiritualitas dan nilai-nilai kerohanian. Mantra juga bukan merupakan tradisi yang hanya
dimiliki melayu saja. Masyarakat Sunda, Jawa, Madura juga memiliki tradisi tersebut. Menjadikan
mantra identik dengan melayu menjadi yang tak begitu utama, karena justru akan mempertentangkan
nilai-nilai melayu yang sudah ada.

2. Pantun

Awal mulanya Pantun adalah sastra lisan, masyarakat tempo dulu terbiasa berbalas pantun.
Mereka mengucapkan langsung secara lisan tanpa pikir panjang. Namun Seiring waktu berjalan,
sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Adalah Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan
Raja Ali Haji yang pertama kali berhasil membukukan sastra lisan ini. Antologi pantun yang
pertama itu diberi berjudul “Perhimpunan Pantun-Pantun Melayu”

Ciri unik dari sebuah pantun lain adalah pantun tidak menyertakan nama penggubahnya
(anonim). Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan dari mulut ke mulut.

Pantun juga merupakan puisi lama, yang sudah melegenda di Nusantara. Nyaris semua daerah
memiliki pantun. Pantun sendiri berasal dari bahasa Minangkabau. Kata aslinya adalah Pantun
yang jika diterjemahkan penuntun.

Berikut beberapa pengertian pantun menurut para ahli ,

1. Abdul Rani (2006:23)


Abdul Rani mendeskripsikan pantun sebagai berikut:

 Terdiri dari 4 baris


 Tiap baris terdiri dari 9-10 kata
 2 baris pertama disebut sampiran, sementara 2 baris berikutnya disebut isi pantun

2. Dr. R. Brandstetter
Pantun berasal dari akar kata “tun” dimana banyak suku bangsa nusantara yang memilikinya.

Seperti dalam bahasa Pampanga, tuntun memiliki arti teratur. Bahasa Tagalog pun memiliki
“tonton” yang bermakna cakap menurut aturan tertentu.
Sementara dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang memiliki arti benang atau atuntun yang
dimaknai sebagai keteraturan dan matuntun yang artinya memimpin.

Bahasa Toba pun punya kata pantun. Pantun bermakna kesopanan dan kehormatan.

3. Surana (2010:31)
Surana menyatakan pantun sebuah bentuk puisi lama yang terdiri atas empat larik, yang berima
silang (a-b-a-b). Larik pertama dan kedua dikategorikan dengan sampiran atau bagian objektif.

Umumnya sampiram berupa sebuah lukisan alam atau hal apa saja sekiranya dapat diambil
sebagai suatu kiasan

4. Edi dan Farika (2008:89)


Pantun adalah bentuk puisi lama yang sudah dikenal luas dalam berbagai bahasa di nusantara.
Di dalam bahasa Jawa pantun dikenal sebagai parikan, sedangkan dalam bahasa sunda pantun
dikenal sebagai paparikan.

Unsur-unsur Pantun
Pantun sejatinya memiliki 2 unsur. Unsur apa sajakah?

1. Unsur intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang berasal dari struktur pantun itu sendiri.

Unsur intrinsik dalam pantun diantaranya tokoh, tema, amanat, setting atau latar tempat dan
waktu, plot atau alur, dan lain sebagainya. Ciri khas pantun sebagai unsur intrinsik adalah rima.
Rima dalam pantun mempunyai akhiran yang serupa sehingga mampu menjadi daya tarik
tersendiri bagi para pendengarnya.

Contohnya:
Pak mamat pergi mancing
Mancing ikan bareng kucing
Kepala teramat pusing
Ingin makan tak ada piring

Nah disini sampiran dengan rima yang nanti akan menjadi sesuatu yang menarik untuk dibaca
2. Unsur ekstrinsik pantun
Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang berasal dari luar struktur pantun. Unsur ekstrinsik ini
bisa disebut jugai latar belakang atau sebuah keadaan yangnmenjadi penyebab terbentuknya
pantun.

Unsur ekstrinsik menjadi bagian yang sangat penting yang akan menentukan isi pantun. Unsur
ini menjadi penguat diperlukan unsur intrinsik yang merupakan struktur pantun itu sendiri.

Struktur Pantun
Pantun memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah sampiran.nah bagian keduanya isi.
Sampiran seperti mempersiapkan bagian isi dengan rima dan irama yang sama.

Sampiran bisa jadi tak ada hubungannya dengan isi. Namun sampiran memberikan gambaran
seperti apa nanti bunyi isi pantun. Kalimat dalam sampiran biasanya dibuat unik agar
pendengar tertarik.

Isi pantun adalah inti dari pikiran pembuat pantun. Apa yang ingin disampaikan pembuat
pantun dituangkan disitu. Tapi jangan sampai rimanya tak sama dengan sampiran agar enak
didengar.

Jenis Jenis Pantun 


1. Pantun Kiasan

2. Pantun Cinta

3. Pantun Nasihat

4. Pantun Jenaka

5. Pantun Teka-teki

6. Pantun Agama

7. Pantun Peribahasa

Ciri-ciri pantun
Berikut adalah ciri-ciri pantun:

1. Memiliki 4 baris, 2 sampiran dan 2 baris isi


2. Setiap baris memuat 8-12 suku kata
3. Sampiran adalah pengantar untuk menyampaikan isi pantun. Meskipun kadang tak ada
hubungannya dengan isi namun rima sampiran menjadi penunjuk rima isi
4. Berakhiran a-a-a-a atau a-b-a-b bisa juga b-a-b-a

3). Syair

Syair menurut bahasa berasal dari kata sya’ara/sya’ura yang diartikan mengetahui dan merasakannya.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dimaknai sebagai puisi lama yang
mengandung bait atas empat barus berakhiran bunyi sama.

Ciri-Ciri Syair

Tentunya setelah mengetahui pengertian syair, setiap karya sastra pasti memiliki ciri-ciri yang
membedakan dengan karya sastra lainnya. Ciri-ciri dibawah ini juga untuk membantu agar tidak salah
dalam mengetahui kategori karya sastra dengan jenis puisi lama. Yaitu :

1. Terdiri dari empat baris

2. Tiap baris terdisri empat-enam kata

3. Tiap baris terdiri dari delapan-duabelas suku kata

4. Semua baris adalah isi

5. Memiliki rima akhiran a-a-a-a

6. Berisi cerita atau pesan

Jenis- jenis Syair

1. Syair Romantis

2. Syair Panji

3. Syair Sejarah

4. Syair Kiasan

5. Syair Agama
Unsur-unsur dan Fungsi Syair

Unsur-unsur dalam syair dibagi menjadi dua yaitu unsur intrinsik dan unsur ektrinsik:

1. Unsur Intrinsik

 Tema adalah ide pokok yang ingin penyair sampaikan melalui karya syairnya kepada setiap
pembaca
 Perasaan adalah yang diinginkan oleh penyair dari ungkapan yang berupa ciri khasnya, sudut
pandang, karakter dan lain sebagainnya
 Nada adalah intonasi atau penekanan dalam isi syair yang dapat berupa mengejek, menazehati,
bergurau, bergembira, mngkritij, berbelas kasihan dan lain sebagainnya
 Amanat adalah suatu pesan atau nasihat yang ingin penyair sampaikan kepada setiap pembaca

2. Unsur ektrinsik

 Latar belakang kehidupan penyair


 Pendidikan penyair
 Latar belakang budaya dan sosial
 Adat atau sesuatu kebiasan lingkungan masyarakat setempat

Fungsi Syair

1. Bergungsi pada kegiatan kesenian dan kebudayaan masyarakat


2. Syair dapat dijadikan lagu atau nyanyian untuk mengiringi tarian-tarian tertentu
3. Syair dapat dijadikan sebagai hiburan, misalnya dilagukan dalam majelis tertentu dan adat
pernikahan
4. Kemerduan suara atau kelambutan nada syair berupaya mengusik lerasaan dan setwrusnya
meninggalkan kesan yang mendalam
5. Syair juga digunakan untuk menyampaikan pengajaran melalui cerita dan lagi tersebut
6. Syair juga sebagai media informasi untuk lingkungan setempat

B. Dari Puncak
Sutardji Calzoum Bachri , sastrawan terkemuka Indonesia yang juga adalah anak jati Riau , mengatakan
bahwa membicarakan sastra Riau saat ini adalah membicarakan sesuatu dari puncak , ketika sastra
Indonesia dibicarakan , pijakan yang selalu diambil adalah aktivitas Balai Pustaka yang dengan proses
pertamanya " Azab dan Sengsara " oleh Merari Siregar , tak sampai 10 tahun sebelum Sumpah Pemuda
dideklarasikan . Padahal , bahasa yang digunakan Balai Pustaka yakni bahasa Melayu Riau sebagai
medium sastra telah dengan gemilang terpatrikan dalam begitu banyak karya antara lain Hikayat Hang
Tuah dan Gurindam Dua belas . Dua karya ini disebut karena Hikayat Hang Tuah misalnya , disebut oleh
Prof. Dr. Teeuw sebagai karya prosa Melayu yang sampai tahun 80 - an belum ada tolok bandingnya .
Sedangkan Gurindam Duabelas merupakan lompatan kreatif pada saat orang sedang mabuk dalam syair
dan pantun yang telah begitu lama membumi . Dalam Hikayat Hang Tuah dan Gurindam Duabelas
membayang berbagai peristiwa kebudayaan , antara lain menjadikan produk budaya sebagai sesuatu
yang dinamis mencari dan menemukan . Dalam lingkup Indonesia saja misalnya , bukankah angka yang
sedikit itu tercatat menjadi pelopor dalam setiap zaman ? Dalam rentang Balai Pustaka - Pujangga Baru
terselip nama Soeman Hs yang memelopori penulisan prosa detektif dan humor . Amir Hamzah dan
Chairil Anwar bisa saja dikaitkan dengan Riau , sekurang - kurangnya dalam persentuhan antar sejarah ,
manakala orang ingat bahwa Siak misalnya , sempat melingkupi kawasan Sumatera Timur sampai ke
Temiang ( Aceh ) yang kemudian dihancurkan Belanda . Ingat kan , bagaimana jasad ayah Chairil Anwar
yakni Bupati Tulus sebagai Bupati Inderagiri , disimpan oleh tanah Riau ini . Ingat pula catatan sastra
modern Malaysia , justru digoreskan dari Riau , ketika Hikayat Faridah Hanum diterbitkan tahun 1926.

Prosa ini ditulis oleh Syekh Wan Hadi Al - Anom yang menempa pengalaman kreatif di Riau . Ketika
Singapura pada akhir abad ke 19 , mulai menapaki diri sebagai pusat kebudayaan Melayu yang baru
sampai tahun 1960 - an pula misalnya , pendukung utamanya justru dari kepulauan Melayu yang
berserak antara kawasan Sumatera Timur dengan tanah semenanjung . Salah seorang tokohnya yang
belum lama ditemui adalah Aisyah Sulaiman Riau yang menulis ribuan halaman antara lain melalui kita "
Khadamuddin "

C. Nilai-nilai Tertentu
1) . Kesan

Memahami sastra pada umumnya adalah berkaitan dengan kesan seseorang setelah membaca karya
sastra itu sendiri . Jadi , serapan karya sastra terhadap seseorang sifatnya sangat pribadi . Oleh karena
itulah , kesan juga bersifat pribadi . Mungkin seseorang menyukai mantra karena ada kesan yang
diperolehnya dari mantra , tetapi mungkin sebaliknya . Boleh jadi , kesan yang diperoleh seseorang
terhadap mantra , tidak menyebabkan ia menyukai bentuk sastra tersebut dan sebagainya . Dengan
dasar semacam itu pula , berbagai kalangan menilai bahwa keberadaan karya sastra tergantung pada
kesiapan seseorang menghadapi karya itu sendiri . Sebuah karya yang dinilai orang lain bermutu tinggi ,
akan menjadi kecil apabila seorang atau pembaca tidak memiliki pengalaman yang ditawarkan oleh
karya sastra . Contohnya naskah Burung Tiung Sri Gading karya Hasan Junus , yang dinilai banyak orang
memiliki mutu sastra tinggi , bagaimanakah jadinya jika dibaca oleh orang yang tidak berpendidikan
bahkan tidak lancar membaca ?

Sehubungan dengan kesan itu pula , tanggapan seorang pembaca sebenarnya amat sulit diterangkan
kepada orang lain agar orang tersebut dapat menerima kesannya . Sebagai misal seseorang yang
menyukai buah mempelam alias mangga , tidak akan mampu menguraikan bentuk kesukaannya itu
kepada orang lain . Kalau orang lain mau tahu bagaimana orang tadi menyukai mempelam , dia haruslah
memakan mempelam itu sendiri . Jika pada bagian di bawah ini , diterangkan tentang langkah langkah
memahami karya sastra Melayu Riau , hal itu bersifat sekedar kebiasaan umum ketika seseorang
menghadapi karya sastra . Artinya , panduan ini tidak mengikat , hanya memberi jalan bagi
memudahkan kita ketika berhadapan dengan karya sastra Melayu Riau . Adapun kebiasaan - kebiasaan
umum ketika orang berhadapan dengan karya sastra Melayu Riau atau karya sastra lainnya adalah
sebagai berikut :
• membaca karya sastra Melayu Riau ;

• mengenal sifat karya sastra Melayu Riau yakni sebagai ekspresi suatu persoalan yang disampaikan
bukan dengan kenyataan objektif suatu persoalan atau menggunakan kiasan ;

 mencari tahu latar belakang karya sebuah karya sastra Melayu Riau ;
 mencari tahu penanda budaya di kawasan lahirnya karya sastra Melayu Riau tersebut antara lain
meliputi sejarah , bahasa , dan sistem kemasyarakatan ;

• menarik kesimpulan tentang apa yang dimaksudkan atau apa yang hendak diperkatakan oleh karya
sastra , sehingga dapat diperkirakan tema suatu karya sastra Melayu Riau ;

• sikap dalam karya sastra Melayu Riau itu terhadap tema yang dimunculkannya , dan kalau nama
penulis suatu karya dicantumkan , carilah biodatanya

2). Menyatakan Sesuatu

Kita dapat mengawali pembahasan ini dengan kembali membaca dan menyimak contoh - contoh karya
sastra Melayu Riau yang diterakan pada bagian di atas meliputi mantra , syair , dan pantun . Seperti yang
sudah diungkapkan pada bagian atas , tentulah untuk memahami karya sastra Melayu Riau , kegiatan
pertama kali yang dilakukan adalah membaca , itu pun mungkin tidak sekali , tetapi berkali - kali . Untuk
lebih fokus misalnya , mari kita baca kembali mantra yang ditampilkan di atas ,

Anda mungkin juga menyukai